II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut Erwin Raisz dalam Rosana (2003 ) peta adalah gambaran konvensional

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. selembar kertas atau media lain dalam bentuk dua dimesional. (Dedy Miswar,

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

III. METODE PENELITIAN. penelitian serta data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diproyeksikan kedalam bidang datar dan disekalakan serta dilengkapi dengan simbolsimbol

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. kunci dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas. Menurut Undang-

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini termasuk dalam penelitian survei. Menurut Moh. Pabundu

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Yunani Graphein) yang berarti pencitraan, pelukisan atau deskripsi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi

ANALISIS SEBARAN SMP/SEDERAJAT DI KECAMATAN SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (JURNAL)

PEMETAAN DAN ANALISIS SEBARAN SPBU DI KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh I KADEK AGUS SETIAWAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.

METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. relatif (Nursid Sumaatmadja, 1988:118). Lebih lanjut beliau mendefinisikan

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pada umumnya peta adalah sarana guna memperoleh gambaran data ilmiah yang

METODOLOGI PENELITIAN. Bukit digunakan metode deskriptif, menurut Moh. Nazir (1983:63) Metode

PEMETAAN PRASARANA KESEHATAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh FIKY FAJARUDIN

ANALISIS SEBARAN LOKASI SMA DI KABUPATEN PESAWARAN (JURNAL) Oleh : DEBI RANU MEIHARJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Yunani Graphein) yang berarti pencitraan, pelukisan atau deskripsi. Jadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

III. METODE PENELITIAN. penelitian serta data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan.

PEMETAAN SEBARAN SEKOLAH MENEGAH ATAS NEGERI DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 2013 (JURNAL) Oleh SYAIFUL ASRORI

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan kausal gejala muka bumi

Peta Tematik. Jurusan: Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang

Teori lokasi mempelajari pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis pengaruh jarak terhadap

BAB I PEDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Analisis Spasial Penyediaan Fasilitas Pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Boyolali

Disribusi Layanan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Berdasarkan Pola Persebaran Permukiman di Kabupaten Magetan

ANALISIS SEBARAN FASILITAS KESEHATAN DI KECAMATAN BATURAJA TIMUR TAHUN 2016 (JURNAL) Oleh: RETNO WULANDARI

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS PERKEMBANGAN DAERAH PEMUKIMAN DI KECAMATAN BALIK BUKIT TAHUN (JURNAL) Oleh: INDARYONO

POLA PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN PRAMBANAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2008

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP Nomor 10 Tahun 2000 (dalam Indarto,2010 : 177) Secara umum peta

I. PENDAHULUAN. tersebar di muka bumi, serta menggambarkan fenomena geografikal dalam wujud

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata. berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus

ANALISIS POLA PERMUKIMAN DI KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2006

PEMETAAN LOKASI PERTAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TANJUNG BINTANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2016 (JURNAL) Oleh: ANDI KURNIAWAN FIRDAUS

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk

III. METODE PENELITIAN. disebut metodologi. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra

PEMETAAN DAN PENENTUAN POSISI POTENSI DESA

Nova Vestaria 1 Pendidikan Geografi FIS Universitas Negeri Padang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan

ANALISIS POLA PERKEMBANGAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 DAN 2016

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Adipandang YUDONO

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan

ANALISIS KONDISI DAN PENYEBAB DISPARITAS PEMANFAATAN RUANG KOTA PEKANBARU YANG TERPISAH OLEH SUNGAI SIAK TUGAS AKHIR

Home : tedyagungc.wordpress.com

METODE PENELITIAN. deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu

Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota. Adipandang Yudono 13

I. PENDAHULUAN. Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang disajikan dalam bidang datar. nonverbal antara pembuat peta dengan pengguna peta.

1. Gambaran permukaan bumi di atas suatu media gambar biasa disebut... a. atlas c. globe b. peta d. skala

HAKIKAT GEOGRAFI PENGERTIAN GEOGRAFI : Re typed by Suwarno, S.Si SMA Negeri 2 Kotawarimgin Timur - 1 -

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN TEORI. kelingkungan dan kompleks wilayah. Yeates (1968) dalam Bintarto dan. masih dalam Bintarto dan Surastopo Hadi Sumarmo (199 1: 9)

BAB I PENDAHULUAN Pengantar Latar Belakang

PANDUAN PRAKTIKUM NAVIGASI DARAT

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PEMETAAN WISATA ALAM DAN BUDAYA SEBAGAI USAHA PERKEMBANGAN KABUPATEN SUKOHARJO

I. PENDAHULUAN. Lokasi relatif suatu tempat atau wilayah berkenaan dengan hubungan tempat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 9: GEOGRAFI PETA DAN PEMETAAN

LOGO Potens i Guna Lahan

geografi Kelas X PENGETAHUAN DASAR GEOGRAFI I KTSP & K-13 A. PENGERTIAN GEOGRAFI a. Eratosthenes b. Ptolomeus

BAB 1:MENGGENAL PRINSIP DASAR PETA DAN PEMETAAN.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

ANALISIS SEBARAN FASILITAS KESEHATAN DI KECAMATAN BATURAJA TIMUR KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TAHUN (Skripsi) Oleh.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Tujuan penelitian

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN SUKOHARJO, KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

BAB III LANDASAN TEORI. memenuhi kriteria-kriteria yang distandardkan. Salah satu acuan yang dapat

Geo Image 1 (10 ) (2012) Geo Image.

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta

GEOGRAFI. Sesi WILAYAH, PERWILAYAHAN, DAN PUSAT PERTUMBUHAN : 2. A. METODE PERWILAYAHAN a. Metode Delineasi (Pembatasan) Wilayah Formal

I. PENDAHULUAN. tempat hidup setiap warga kota. Oleh karena itu, kelangsungan dan kelestarian kota

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan ungkapan atau kata dari bahasa Inggris Geography yang terdiri

I. PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom

PEMETAAN DAN PENENTUAN POSISI POTENSI DESA

Evaluasi Pola Persebaran Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Makassar

BAB I PENDAHULUAN. dan melakukan segala aktivitasnnya. Permukiman berada dimanapun di

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 1. Pengetahuan Dasar Geografilatihan soal 1.2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah memberikan wewenang dan jaminan bagi masing-masing daerah untuk

BAB III LANDASAN TEORI

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Peta 1.1. Pengertian Peta Menurut Erwin Raisz dalam Rosana (2003 ) peta adalah gambaran konvensional dari permukaan bumi yang diperkecil sebagai kenampakannya jika dilihat dari atas dengan tambahan tulisan-tulisan sebagai tanda pengenal. Lebih lanjut menurut Soetarjo Soedjosoemarno dalam Dedy Miswar (2012) peta adalah suatu lukisan dengan tinta dari seluruh atau sebagian muka bumi yang diperkecil dengan perbandingan ukuran yang disebut dengan skala atau kedar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peta adalah gambaran atau lukisan permukaan bumi yang diperkecil dengan skala, dengan tanda-tanda tertentu sebagai simbol yang mewakili obek yang sebenarnya di permukaan bumi. Beberapa contoh kegunaan atau fungsi peta antara lain sebagai alat yang diperlukan dalam proses perencanaan wilayah, alat yang membantu dalam kegiatan penelitian, alat peraga untuk proses pembelajaran di kelas, dan sebagai media untuk belajar secara mandiri. Pada proses perencanaan wilayah peta sangat diperlukan sebagai survei lapangan, sebagai alat penentu desain perencanaan, dan sebagai alat untuk melakukan analisis secara keruangan.

9 Peta dalam sebuah penelitian sangat diperlukan terutama yang berorientasi pada wilayah atau ruang tertentu di muka bumi. Peta diperlukan sebagai petunjuk lokasi wilayah, alat penentu lokasi pengambilan sampel di lapangan, sebagai alat analisis untuk mencari satu output dari beberapa input peta (tema peta berbeda) dengan cara tumpangsusun beberapa peta ( overlay), dan sebagai sarana untuk menampilkan berbagai fenomena hasil penelitian seperti peta kepadatan penduduk, peta daerah bahaya longsor, peta daerah genangan, peta ketersediaan air, peta kesesuaian lahan, peta kemampuan lahan, dan sebagainya. Data-data yang dapat dibuat peta adalah data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Peta memiliki berbagai macam klasifikasi. Menurut Riyanto dkk (2009 ) macam peta dapat ditinjau dari empat segi yakni peta ditinjau dari segi jenis, peta ditinjau dari skala, peta ditinjau dari fungsinya, dan peta yang ditinjau dari macam persoalan. Dalam penelitian ini peta yang digunakan adalah peta tematik yakni peta yang ditinjau dari fungsinya. Menurut Subagio (2003 ) peta tematik adalah peta yang hanya menyajikan data-data atau informasi dari suatu konsep/tema yang tertentu saja, baik berupa data kualitatif maupun data kuantitatif dalam hubungannya dengan detail topografi yang spesifik, terutama yang sesuai dengan tema peta tersebut. 1.2. Fungsi Peta Secara umum fungsi peta dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Menunjukkan posisi atau lokasi suatu tempat di permukaan bumi. 2. Memperlihatkan ukuran (luas, jarak) dan arah suatu tempat di permukaan bumi.

10 3. Menggambarkan bentuk-bentuk di permukaan bumi, seperti benua, negara, gunung, sungai dan bentuk-bentuk lainnya. 4. Membantu peneliti sebelum melakukan survei untuk mengetahui kondisi daerah yang akan diteliti. 5. Menyajikan data tentang potensi suatu wilayah. 6. Alat analisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan. 7. Alat untuk menjelaskan rencana-rencana yang diajukan. 8. Alat untuk mempelajari hubungan timbal-balik antara fenomena (gejala - gejala) geografi di permukaan bumi. Dalam sebuah penelitian yang berorientasi pada wilayah (regional) dan keruangan (spatial) tertentu dipermukaan bumi harus menggunakan peta sebagai sarana informasi kewilayahan dan keruangan. Hal ini disebabkan peta dapat menjadi petunjuk lokasi wilayah, alat penentu lokasi pengambilan sampel di lapangan, sebagai alat analisis untuk mencari satu keluaran (output) dari beberapa input peta dengan syarat (tema peta berbeda) dengan cara tumpang susun beberapa peta (overlay), dan sebagai sarana untuk menampilkan berbagai fenomena sebagai informasi yang menghasilkan peta kepadatan penduduk, peta daerah bahaya longsor, peta daerah genangan, peta ketersediaan air, peta kesesuaian lahan, peta kemampuan lahan, perubahan penggunaan lahan dan peta sebaran Sekolah, Kantor Pemerintahan dan lain-lain. 1.3. Komponen Peta Peta memiliki kelengkapan penting agar mudah dibaca dan dipahami. Kelengkapan tersebut dinamakan komponen peta. Menurut Dedy Miswar (2012) komponen-komponen peta antara lain sebagai berikut:

11 a. Judul Peta b. Skala Peta c. Orientasi atau Petunjuk Arah d. Garis Tepi Peta e. Nama Pembuat f. Koordinat Peta g. Sumber dan Tahun Pembuatan Peta h. Legenda atau Keterangan Peta i. Inset Peta 2. Lokasi Lokasi merupakan salah satu dari konsep geografi, yang merupakan dimana letak atau tempat fenomena geografi terjadi. Konsep lokasi dibagi menjadi dua yaitu lokasi absolut dan lokasi relatif. Lokasi absolut menunjukan letak yang tetap terhadap sistem grid atau kisi-kisi atau koordinat, letak absolut tidak berubah-ubah meskipun kondisi tempat yang bersangkutan terhadap sekitarnya mungkin berubah, sedangkan lokasi relatif yaitu lokasi yang mempunyai arti penting bagi kehidupan (Suharyono, 1994). Sedangkan menurut Nursid Sumaatmadja (1998) lokasi absolut suatu tempat atau wilayah merupakan lokasi yang berkenaan dengan posisinya menurut garis lintang dan garis bujur atau berdasarkan jaring-jaring derajat, sedangkan lokasi relatif suatu tempat atau wilayah yang bersangkutan berkenaan dengan hubungan tempat atau wilayah itu dengan faktor lain atau faktor budaya yang ada di sekitarnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lokasi dalam penelitian ini adalah lokasi suatu objek di muka bumi yang dilihat dari titik koordinatnya atau posisinya terhadap perpotongan antara garis lintang dan bujur yang ada di muka bumi. 3. Pola Sebaran Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dari sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks

12 keruangan (Seminar Lokakarya IGI Semarang, 1988). Dari pengertian tersebut dapat diambil simpulan bahwa geografi mempelajari gejala-gejala/fenomena dipermukaan bumi dengan sudut pandang kelingkungan dan kewilayahan dalam konteks keruangan. Gejala-gejala atau fenomena ini berupa kejadian yang terjadi dipermukaan bumi baik alam maupun sosial. Salah satu fenomena tersebut yaitu sebaran suatu objek dalam suatu wilayah. Sebagaimana diungkapkan Zamroni (2014) bahwa terdapat empat prinsip-prinsip geografi, salah satunya yaitu prinsip distribusi atau persebaran. Prinsip distribusi atau persebaran adalah suatu gejala dan fakta yang tersebar tidak merata di permukaan bumi, yang meliputi bentang alam, tumbuhan, hewan, dan manusia. Fenomena yang terjadi dipermukaan bumi baik secara bentang fisik maupun sosial tersebar di permukaan bumi. Nursid Sumaatmadja (1981) mengemukakan bahwa penyebaran gejala dan fakta tidak merata tersebar dari satu wilayah ke wilayah lain. Fenomena sebaran yang terjadi akan membentuk berbagai pola penyebaran. Menurut Nursid Sumaatmadja (1981) menyatakan bahwa pola penyebaran itu dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pola bergerombol (cluster pattern), tersebar tidak merata ( random pattern), dan tersebar merata (dispersed pattern). Untuk menganalisa berbagai pola penyebaran, salah satu konsep yaitu analisis tetangga terdekat yang diungkapkan ke dalam skala R (R scale). Analisa tetangga terdekat ini memerlukan data tentang jarak antara satu objek dengan objek lainnya paling dekat yaitu objek tetangganya yang terdekat. Analisa tetangga terdekat ini dapat digunakan untuk menilai pola penyebaran

13 fenomena seperti pola penyebaran pemukiman, pola penyebaran sekolah, pola penyebaran Puskesmas, pola penyebaran sumber-sumber air dan lain sebagainya. Analisis tetangga terdekat seperti dikemukankan di atas, dapat digunakan untuk mengadakan evaluasi pola-pola pemukiman, sumber daya alam dan jenis-jenis vegetasi, melakukan studi perbandingan pada suatu ruang, mengungkapkan berbagai karakter dari gejala yang sedang dipelajari, dan mengungkapkan tataguna lahan pada ruang yang bersangkutan. Dengan demikian pola sebaran dipermukaan bumi dapat diidentifikasi melalui analisis tetangga terdekat, sehingga dapat diketahui suatu pola sebaran dimuka bumi. Sebelum menganalisa dengan analisis tetangga terdekat perlu dilakukan pemetaan lokasi-lokasi objek yang akan dianalisa, dengan mengunakan aplikasi sistem informasi geografis atau aplikasi lainnya. Sehingga dapat digunakan untuk membuat sebuah peta tematik, yaitu dengan melakukan ploting koordinat system terhadap lokasi-lokasi setiap objek tersebut ke dalam peta, setelah itu melakukan proses penentuan pola sebaran secara kuantitatif, sehingga dapat dilakukan analisa sebaran keruangannya (spatial analysis). Analisa tetangga terdekat ini memerlukan data tentang jarak antara satu pemukiman dengan pemukiman paling dekat yaitu pemukiman tetangganya yang terdekat. Sehubungan dengan hal ini tiap pemukiman dianggap sebagai sebuah titik dalam ruang. Analisa tetangga terdekat ini dapat digunakan untuk menilai pola penyebaran fenomena lain seperti pola penyebaran tanah longsor, pola penyebaran Puskesmas, pola penyebaran sumber-sumber air dan lain sebagainya.

14 Dalam menggunakan analisa tetangga terdekat harus diperhatikan beberapa langkah sebagai berikut: a. Tentukan batas wilayah yang akan diselidiki. b. Ubahlah pola penyebaran pemukiman seperti yang terdapat dalam peta topografi menjadi pola penyebaran titik. c. Ukurlah jarak terdekat yaitu jarak pada garis lurus antara satu titik dengan titik yang lain yang merupakan tetangga terdekatnya dan catatlah ukuran jarak ini. d. Hitunglah besar parameter tetangga terdekat (nearest-nieghbour statistic) T dengan menggunakan rumus: = Keterangan: T = indeks penyebaran tetangga terdekat Ju = jarak rata-rata diukur antara satu titik dengan titik tetangganya yang terdekat. Jh = jarak rata-rata yang diperoleh andaikata semua titik mempunyai pola random. Jh = P = kepadatan titik dalam tiap kilometer persegi P = N = Jumlah titik A = luas wilayah dalam kilometer persegi

15 Parameter tetangga terdekat atau indeks penyebaran tetangga terdekat mengukur kadar kemiripan pola titik terhadap pola random. Untuk memperoleh Ju digunakan cara dengan menjumlahkan semua jarak tetangga terdekat dan kemudian dibagi dengan jumlah titik yang ada. Parameter tetangga terdekat T (nearest neighbour statistic T) tersebut dapat ditunjukkan pula dengan rangkaian kesatuan (continum) untuk mempermudah pembandingan antar pola titik. Dalam menentukan hasil perhitungan apakah memiliki pola mengelompok, random atau seragam dapat berpedoman pada pendapat Bintarto (1978) dengan parameter tetangga terdekat T (nearest neighbour statistic T), untuk dapat lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1 berikut : Gambar 1. Continum nilai nearest neighbour statistic T 4. Jarak Jarak adalah panjang lintasan yang ditempuh oleh suatu objek yang bergerak. Pergerakan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain memerlukan waktu dan tenaga untuk mencapai tempat-tempat tersebut. Menurut Daljoeni (1992 ) membagi jarak menjadi dua yaitu jarak ekonomi dan jangkauan barang, dimana jarak ekonomi bagi perjalanan orang yang dihitung adalah biaya transportasi waktu dan susah payahnya. Jangkauan barang adalah jarak yang paling jauh harus ditempuh penduduk (yang tempat tinggal terpencar) untuk membeli barang di tempat sentral.

16 Jangkauan barang itu ditentukan oleh jarak ekonomi disamping harga barang yang bersangkutan dengan barang-barang lain. Jarak juga dapat dibedakan menjadi jarak mutlak dan relatif. Jarak mutlak adalah jarak sebenarnya antara dua tempat dengan satuan meter dan kilometer. Jarak relatif berupa lamanya orang menempuh suatu tempat dengan suatu lamanya waktu dan biaya. Pada jarak antara obek yang satu dengan yang lainnya menggunakan satuan kilometer. Dalam analisis kota yang telah ada atau rencana kota, dikenal standar lokasi (standard for location requirement) atau standar jarak menurut Jayadinata (1999) seperti terlihat pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Standar Jarak dalam Kota No Prasarana Jarak dari Tempat Tinggal 1 Pusat Tempat Kerja 1,5 km 2,5 km 2 Pusat Kota 2,5 km 3 km 3 Pasar Lokal 0,75 km 4 Sekolah Dasar 0,75 km 5 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1,5 km 6 Sekolah Menegah Atas (SMA) 2,5 km 7 Tempat Bermain Anak atau Taman 0,75 km 8 Tempat Olahraga (Rekreasi) 1,5 km 9 Taman Umum (Cagar, Kebun Binatang,dsb) 2,5 5 km Sumber: Chapin dalam Jayadinata (1999). 5. Aksesibilitas Aksesibilitas adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi apakah suatu lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak. Menurut Tarigan (2005 ), Aksesibilitas adalah derajat kemudahan dicapai oleh orang, terhadap suatu objek, pelayanan ataupun lingkungan. Menurut Bambang Sutantono (2004) dalam Cahya Priyanto (2012), menyatakan bahwa aksesibilitas adalah hak atas akses yang merupakan layanan kebutuhan melakukan perjalanan yang mendasar. Dalam hal

17 ini aksesibilitas harus disediakan oleh pemerintah terlepas dari digunakannya modal transportasi yang disediakan tersebut oleh masyarakat. Pendapat lain dikemukakan oleh Ofyar (2000) bahwa aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Pendapat tersebut didukung pendapat Black dalam Ofyar (2000) yang men yatakan bahwa aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susah nya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi. Pernyataan mudah atau susah merupakan hal yang sangat subjektif dan kualitatif. Mudah bagi seseorang belum tentu mudah bagi orang lain, begitu pula dengan pernyataan susah. Aksessibilitas dapat dinyatakan dengan jarak, jika suatu tempat dekat dengan tempat lainnya maka dikatakan aksesibilitas antara kedua tempat tersebut tinggi dan sebaliknya. Jarak akan mempengaruhi waktu tempuh, namun bila suatu tempat yang jauh dilengkapi dengan sarana dan prasarana transportasi yang baik maka untuk mencapainya tidak memerlukan waktu yang lama dan dapat dikatakan aksesibilitas anatara kedua tempat tersebut tinggi. Antara jarak dan keadaan prasarana dapat menjadi ukuran mengenai aksesibilitas/keterjangkauan, berikut skema sederhana yang memperlihatkan kaitan antara berbagai hal yang diterangkan mengenai aksesibilitas dapat dilihat pada tabel 3 berikut:

18 Tabel 3. Pengukuran Aksesibilitas dengan menghubungkan Jarak dan Kondisi Prasarana Transportasi. Kondisi Prasarana Jelek Bagus Jarak Jauh Aksesibilitas Rendah Aksesibilitas Menengah Bagus Aksesibilitas menengah Aksesibilitas Tinggi Sumber : Balck dalam Ofyar (2000) Tabel 3 menggambarkan hubungan antara jarak dari satu tempat ke tempat lain dan kondisi prasaran transportasi yang menghubungkan tempat-tempat tersebut. Bila suatu tempat ke tempat lainnya memiliki jarak yang jauh dan prasarana tranportasi yang menghubungkannya jelek, maka aksesibilitas wilayah tersebut rendah. Bila jaraknya dekat dengan kondisi prasarana transportasi yang bagus, aksesibilitasnya menjadi tinggi. Apabila jaraknya jauh dengan kondisi prasarana tansportasi yang bagus atau jarak yang dekat dengan kondisi prasarana transportasi yang jelek, maka aksesibilitas wilayah tersebut sedang/menengah. Jadi dapat disimpulkan bahwa aksesibilitas itu adalah ukuran dari kemudahan bagi seseorang melakukan interaksi di suatu lokasi yang akan menjadi tujuannya. Dalam penelitian ini adalah tingkat aksesibilitas yang baik apabila dapat menjangkau lokasi setiap objek dengan indikator jarak dan prasarana transportasi. B. Kerangka Pikir Pendidikan adalah salah satu sektor yang paling penting dalam pembangunan nasional yang menjadi andalan utama dalam upaya peningkatan kualitas hidup manusia. Oleh karena itu setiap manusia perlu mendapatkan pendidikan. Pendidikan saat ini menitik beratkan mutu dan pemerataan pendidikan ke pelosokpelosok daerah.

19 Tujuan itu dapat terwujud jika terdapat pemerataan sarana pendidikan yaitu dengan membangun sarana pendidikan yang dalam hal ini adalah sekolah, karena sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang menjadi wadah bagi para peserta didik untuk meningkatkan kualitas diri mereka. Lembaga pendidikan di Indonesia terdiri dari tiga jenjang yang ditetapkan dalam Undang-Undang No.2 Tahun 1989 yang terdiri dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Perta ma (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Sekolah merupakan sarana utama dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat akan pendidikan. Untuk itu sekolah harus terletak pada posisi yang strategis dan tersebar merata diseluruh daerah. Perkembangan wilayah permukiman dan jumlah penduduk yang terus meningkat menimbulkan beberapa masalah diantaranya daya tampung sekolah tidak memadai, jalur akses menuju sekolah kurang, fasilitas pendukung yang tidak lengkap dan lain sebagainya. Dari hal tersebut maka sangat dibutuhkan suatu media sebagai informasi yang memuat tentang informasi sekolah-sekolah khususnya Sekolah Menengah Atas. Salah satu cara adalah dengan membuat peta sebaran lokasi Sekolah Menengah Atas. Dari peta sebaran lokasi sekolah tersebut dapat diketahui beberapa informasi yakni pola sebaran sekolah tersebut apakah seragam (cluster), mengelompok atau acak ( random) selain itu juga dapat dianalisis jarak antara sekolah yang satu dengan yang lainnya serta tingkat aksesibilitasnya terhadap pemukiman penduduk terdekat.