MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 249/KPTS-II/1998 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 82/KPTS-II/2001 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 859/Kpts-VI/1999 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.393/MENHUT-II/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.398/MENHUT-II/2005 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 397/Kpts-II/2005

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.17/MENHUT-II/2006 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.45/MENHUT-II/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 335/KPTS-II/1997 TENTANG RENCANA KARYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (RKPHTI) MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.428/MENHUT-II/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.94/MENHUT-II/2005 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 106 /KPTS-II/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.293 / MENHUT-II / 2007 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK. 55/Menhut-II/2006

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.192/MENHUT-II/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.186/MENHUT-II/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 625/KPTS-II/1998 TENTANG

BUPATI INDRAGIRI HILIR

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 700/Kpts-II/99 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.84/MENHUT-II/2004 TENTANG

Menimbang : Mengingat :

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 326/KPTS-II/1997 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 618/KPTS-II/1996 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA OPERASI (KSO) PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.19/Menhut-II/2007 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR SK. 43/MENHUT-II/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 732/Kpts-II/1998 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBAHARUAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH NO. 07 TH 1990

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/KPTS-II/1999 TAHUN 1999 TENTANG

R E P U B L I K I N D O N E S I A D E P A R T E M E N K E H U T A N A N J A K A R T A. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : SK.246/VI-BPHA/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 23/Menhut-II/2007

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6885/Kpts-II/2002 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 44 TAHUN 2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 376/KPTS-II/1998 TENTANG KRITERIA PENYEDIAAN AREAL HUTAN UNTUK PERKEBUNAN BUDIDAYA KELAPA SAWIT

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 33/Kpts-II/2003 TENTANG

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 10.1/Kpts-II/2000 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN MENTERI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 146 Tahun 1999 Tentang : Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: 543/Kpts-11/1997. TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.100, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan. Prosedur. Hutam Produksi.

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN. NOMOR : 900/Kpts-II/1999 TENTANG

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG. NOMOR : 32 Tahun 1997 TENTANG

BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II SINTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 613/Kpts-II/1997 TENTANG PEDOMAN PENGUKUHAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERAIRAN

KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR NOMOR: 09 TAHUN 2002 T E N T A N G IZIN KHUSUS PENEBANGAN JENIS KAYU ULIN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.23/Menhut-II/2007 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 900/Kpts-II/1999 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

J A K A R T A. Membaca : Surat Direktur Utama PT. Jati Dharma Indah Plywood Industries :

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2010

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 478/Kpts -II/1994 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR SK. 44/MENHUT-II/2004 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

Presiden Republik Indonesia,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 248 TAHUN 2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : Mengingat :

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 444/KPTS-II/1997 TENTANG PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI POLA TRANSMIGRASI ATAS AREAL HUTAN SELUAS ± 21.870 (DUA PULUH SATU RIBU DELAPAN RATUS TUJUH PULUH) HEKTAR DI PROPINSI DAERAH TINGKAT I RIAU KEPADA PT. NUSA WANA RAYA MENTERI KEHUTANAN, Membaca : 1. Keputusan Menteri Kehutanan No. 607/Kpts-II/1992 tanggal 12 Juni 1992 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Pola Transmigrasi (sementara) kepada PT. NATIONAL TIMBER & FOREST PRODUCT atas areal seluas + 4.000 (empat ribu) hektar di Propinsi Daerah Tingkat I Riau; 2. Akta Nomor 100 tanggal 31 Agustus 1992 tentang Pendirian Perusahaan Perseroan Terbatas PT. NUSA WANA RAYA dibuat dihadapan MUDOFIR HADI, SH., Notaris di Jakarta, dan telah disahkan Menteri Kehakiman dengan Keputusan No. C2-7992.HT.01.01.TH.92 tanggal 24 September 1992, merupakan badan hukum patungan antara PT. NATIONAL TIMBER & FOREST PRODUCT dengan PT. INHUTANI IV; 3. Surat Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan Nomor 3319/IV-RPH/1993 tanggal 14 Desember 1993 tentang persetujuan prinsip pergeseran areal Hutan Tanaman Industri Pola Transmigrasi kepada PT. NUSA WANA RAYA sehingga luas arealnya menjadi + 23.300 (dua puluh tiga ribu tiga ratus) hektar; 4. Surat Direktur Jenderal Inventarisasi Tata Guna Hutan No. 365/A/VII-4/1996 tanggal 22 April 1996 tentang Peta Areal Kerja Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Pola Transmigrasi PT. NUSA WANA RAYA dengan seluas areal ± 21.870 (dua puluh satu ribu delapan ratus tujuh puluh) hektar. Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu sumber daya alam yang mempunyai potensi ekonomi, perlu dimanfaatkan secara optimal dan lestari bagi kepentingan pembangunan ekonomi nasional dan Kelestarian lingkungan hidup; b. bahwa sesuai dengan Trilogi Pembangunan maka pembangunan kehutanan dan hasil-hasilnya harus dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat lahir dan batin secara adil dan merata; c. bahwa untuk meningkatkan produktivitas kawasan hutan yang tidak produktif, meningkatkan kwalitas lingkungan hidup serta menjamin tersedianya bahan baku industri hasil hutan secara lestari perlu dilaksanakan pengusahaan hutan tanaman berdasarkan azas kelestarian dengan menerapkan sistem silvikultur hutan tanaman secara intensif pada kawasan hutan tersebut; d. bahwa dalam rangka pemanfaatan sumber daya hutan produksi tersebut diatas PT. NATIONAL TIMBER & FOREST PRODUCT berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 607/Kpts-II/1992 telah diberikan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Pola Transmigrasi (sementara) yang terletak di Propinsi Daerah Tingkat I Riau; e. bahwa...

e. bahwa PT. NUSA WANA RAYA yang merupakan perusahaan patungan antara PT. NATIONAL TIMBER & FOREST PRODUCT dengan PT. INHUTANI IV, telah memenuhi persyaratan yang ditentukan, sehingga kepadanya dapat diberikan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) di Propinsi Daerah Tingkat I Riau atas kawasan tersebut. Mengingat : 1. Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 33; 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; 3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 jo tentang Penanaman Modal Asing, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970; 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan; 5. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970; 6. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup; 7. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Perindustrian; 8. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 9. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1967 tentang Iuran Hak Pengusahaan Hutan dan Iuran Hasil Hutan; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985, tentang Perlindungan Hutan; 13. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri; 14. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan; 15. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1993; 16. Keputusan Preiden Republik Indonesia No. 29 Tahun 1990 tentang Dana Reboisasi, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia no. 24 Tahun 1993; 17. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1990 tentang Pengenaan, pemungutan dan Pembagian Iuran Hasil hutan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1993; 18. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 195/Kpts-II/1991 tentang Iuran Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri, sebagaimanan telah diubah dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 345/Kpts-II/1996 19. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 358/Kpts-II/1993 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permohonan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri sebagaimana telah diubah dan diperbaiki dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 536/Kpts-II/1995; 20. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 70/Kpts-II/1995 tentang Pengaturan Tata Ruang Hutan Tanaman Industri sebagaimana telah diubah dan diperbaiki dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 246/Kpts- II/1996 21. Keputusan...

21. Keputusan Meteri Kehutanan Nomor.../Kpts-II/1997 tentang Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan Hutan Terbatas seluas ± 21.870 (dua puluh satu ribu delapan ratus tujuh puluh) hektar, pada kelompok Hutan S. Kampar Kiri - S. Kampar, yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Kampar, Propinsi Daerah Tingkat I Riau, menjadi kawasan Hutan Produksi Tetap. Memperhatikan : Rekomendasi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau Nomor 525/EK/2455 tanggal 19 Agustus 1994. M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERTAMA : Memberikan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) Pola Transmigrasi atas Kawasan Hutan Produksi Tetap yang terletak di wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Riau kepada PT. NUSA WANA RAYA dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) Pola Transmigrasi tersebut adalah seluas ± 21.870 (dua puluh satu ribu delapan ratus tujuh puluh) hektar sebagaimana peta terlampir. 2. Luas dan letak definitif areal kerja Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) Pola Transmigrasi ditetapkan oleh Departemen Kehutanan setelah dilaksanakan pengukuran dan penataan batas di lapangan. KEDUA : PT. NUSA WANA RAYA sebagai pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) Pola Transmigrasi harus memenuhi kewajiban sebagai berikut: 1. Membayar Iuran dan Kewajiban keuangan lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 2. Melaksanakan penataan batas areal kerjanya selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak ditetapkan Keputusan ini; 3. Membuat Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (RKP-HTI) selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak dikeluarkannya Keputusan ini; 4. Membuat Rencana Karya Tahunan HTI (RKT-HTI) sesuai dengan pedoman yang ditetapkan; 5. Membangun sarana dan prasarana yang diperlukan untuk melaksanakan pengusahaan hutan tanaman industri; 6. Memulai kegiatannya secara nyata dan bersungguh-sungguh selambatlambatnya 6 (enam) bulan setelah dikeluarkannya Keputusan ini; 7. Melaksanakan kegiatan pengusahaan hutan tanaman industri dengan kemampuan sendiri/patungan, meliputi kegiatan-kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemungutan, pengolahan dan pemasaran sesuai Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku serta berdasarkan azas manfaat azas kelestarian dan azas perusahaan; 8. Selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya keputusan ini, pemegang HPHTI harus sudah membuat tanaman minimal sepersepuluh dari luas areal kerja yang diberikan; 9. Selambat-lambatnya dalam waktu 25 (dua puluh lima) tahun sejak diterbitkannya keputusan ini, seluruh areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) yang telah diberikan harus sudah ditanami; 10. Mengusahakan areal HPHTI sesuai dengan Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dan Rencana Karya Tahunan Hutan Tanaman Industri yang disahkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 11. Melaksanakan penanaman kembali setelah melakukan penebangan sesuai ketentuan yang berlaku; 12. Memperkerjakan...

12. Mempekerjakan tenaga teknis kehutanan sesuai ketentuan yang berlaku; 13. Membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berada di dalam atau di sekitar areal kerjanya; 14. Wajib memberikan izin kepada masyarakat hukum adat/masyarakat tradisional dan anggota-anggotanya untuk berada di dalam areal kerjanya untuk memungut, mengambil, mengumpulkan dan mengangkut hasil hutan ikutan seperti rotan, sagu, damar, buah-buahan, getah-getahan, rumputrumputan, bambu, kulit kayu dan lain sebagainya sepanjang hasil hutan ikutan tersebut untuk memenuhi atau menunjang kehidupan sehari-hari; 15. Mendukung pengembangan wilayah, pembangunan daerah dan mengembangkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat tradisional disekitar areal kerjanya. 16. Mematuhi dan memberikan bantuan kepada para petugas yang oleh Menteri Kehutanan diberi wewenang untuk mengadakan bimbingan, pengawasan, dan penelitian; KETIGA : PT. NUSA WANA RAYA sebagai pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) tersebut diatas terikat oleh ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 1. Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) tidak dapat dipindahtangankan dalam bentuk apapun kepada pihak lain tanpa persetujuan Menteri Kehutanan. 2. Memenuhi ketentuan yang tercantum dalam lampiran Keputusan ini dan peraturan perundangan yang berlaku bagi pengusahaan hutan. KEEMPAT : 1. Apabila di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) terdapat lahan yang telah menjadi tanah milik, perkampungan, tegalan, persawahan atau telah diduduki dan digarap oleh pihak ketiga, maka lahan tersebut dikeluarkan dari areal kerja Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI). 2. Apabila lahan tersebut ayat 1 (satu) dikehendaki untuk dijadikan areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI), maka penyelesaiannya dilakukan oleh PT. NUSA WANA RAYA dengan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. KELIMA : (1) Setiap 5 (lima) tahun Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) dengan penilaian oleh Departemen Kehutanan untuk mengetahui kemampuan pengelolaannya. (2) Pemegang Hak pengusahaan Hutan Tanaman Industri dalam keputusan ini akan dikenakan sanksi apabila melanggar ketentuan yang tersebut dalam keputusan ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. KEENAM : Keputusan ini beserta Lampiran-lampirannya berlaku terhitung sejak tanggal 12 Juni 1992, untuk jangka waktu 43 (empat puluh tiga) tahun, yaitu 35 (tiga puluh lima) tahun ditambah 1 (satu) daur tanaman pokok yang diusahakan 10 (sepuluh) tahun, kecuali apabila sebelumnya diserahkan kembali oleh pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) yang bersangkutan atau dicabut oleh Menteri Kehutanan. Ditetapkan...

Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : 6 Agustus 1997 Salinan Sesuai Aslinya Kepala Biro Hukum dan Organisasi, ttd. MENTERI KEHUTANAN, ttd. YB. WIDODO SUTOYO, SH.MM.MBA NIP. 080023934 DJAMALUDIN SURYOHADIKUSUMO Salinan Keputusan ini disampaikan Kepada Yth. : 1. Sdr. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Keuangan dan Pengawasan Pembangunan; 2. Sdr. Menteri Koordinator Bidang Produksi dan Distribusi; 3. Sdr. Menteri Dalam Negeri; 4. Sdr. Menteri Keuangan; 5. Sdr. Menteri Transmigrasi dan Permukiman Perambahan Hutan; 6. Sdr. Menteri Tenaga Kerja; 7. Sdr. Menteri Pertambangan dan Energi; 8. Sdr. Menteri Perindustrian dan Perdagangan; 9. Sdr. Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal; 10. Sdr. Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional; 11. Sdr. Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan; 12. Sdr. Inspektur Jenderal Departemen Kehutanan; 13. Sdr. Para Direktur Jenderal dalam Lingkup Departemen Kehutanan; 14. Sdr. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan; 15. Sdr. Direktur Utama PT. INHUTANI IV; 16. Sdr. Gubernur KDH Tingakt I Riau; 17. Sdr. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Riau; 18. Sdr. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Daerah Tingkat I Riau. Lampiran...