BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Manajemen Modal Kerja Menurut Soeprihanto (1997 : 27) modal kerja adalah nilai aktiva/harta yang dapat segera dijadikan uang kas yaitu dipakai perusahaan industri/jasa untuk keperluan sehari-hari, misalnya membayar gaji pegawai, membeli bahan baku/barang, membayar ongkos angkutan, membayar hutang dan sebagainya. Menurut Syahyunan (2013 : 46), pengertian modal kerja dijelaskan lebih lanjut melalui tiga konsep modal kerja, yaitu: 1. Konsep Kuantitatif Modal kerja menurut konsep kuantitatif didasarkan pada kuantitas dana yang tertanam dalam unsur-unsur aset lancar, sekali berputar akan kembali ke dalam bentuk semula dalam waktu yang tidak terlalu lama. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja bruto (gross working capital). 2. Konsep Kualitatif Modal kerja menurut konsep kualitatif adalah sebagian dari aset lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnya, yaitu merupakan kelebihan aset lancar di atas utang lancarnya. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja neto (net working capital). 3. Konsep Fungsional Modal kerja menurut konsep fungsional berdasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan. Setiap dana yang digunakan dalam periode akuntansi tertentu yang seluruhnya langsung menghasilkan pendapatan pada periode tersebut dan ada sebagian dana lainnya yang digunakan selama periode tersebut namun tidak seluruhnya digunakan dalam menghasilkan pendapatan pada periode tersebut. Sebagian dana tersebut digunakan untuk menghasilkan pendapatan pada periode
berikutnya. Dalam konsep ini dikenal modal kerja potensial, yaitu modal kerja yang menghasilkan pendapatan di luar kegiatan utama dari perusahaan yang bersangkutan. Modal kerja merupakan komponen keuangan yang diperlukan untuk kegiatan operasional perusahaan. Pengelolaan terhadap modal kerja merupakan komponen yang penting dari manajemen keuangan perusahaan karena langsung mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Menurut Syahyunan (2013 : 272) jika laba perusahaan cenderung stabil, perusahaan dapat membagikan dividen yang relatif besar tanpa takut harus menurunkan dividen. Modal kerja terdiri dari uang kas atau yang ada di bank, surat-surat berharga yang cepat dapat dijadikan uang kas, piutang, dan persediaan. Kas adalah aktiva yang paling likuid atau merupakan salah satu unsur modal kerja yang paling likuid. Kas sangat berperan untuk menetukan kelancaran kegiatan perusahaan sehingga harus direncanakan dan diawasi dengan baik penerimaan, perjalanan dan pengeluarannya. Perjalanan kas dapat disebut dengan Net Trade Cycle (NTC) atau yang lebih dikenal dengan siklus konversi kas. Dalam penelitian ini manajemen modal kerja diukur dengan menggunakan Net Trade Cycle (NTC). 2.1.1.1. Net Trade Cycle (NTC) Net Trade Cycle atau yang lebih dikenal dengan siklus konversi kas menurut Brigham dan Houston (2001 : 201) adalah lamanya waktu antara dilakukannya pengeluaran tunai untuk sumber daya produksi (bahan dan pekerja) hingga penerimaan kasnya dari
penjualan produk. Dengan kata lain, lamanya waktu antara pembayaran untuk upah karyawan dan pembelian bahan dengan penagihan piutang usaha. Semakin lama siklus konversi kas, maka semakin besar biaya yang dibutuhkan untuk pembiayaan eksternal. Biaya ini kemudian dapat mengurangi laba yang dapat diperoleh perusahaan. Perusahaan harus berupaya sedapat mungkin memperpendek siklus konversi kasnya untuk meningkatkan laba. Laba ini kemudian mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Menurut Sundjaja dan Barlian (2002 : 209) strategi siklus konversi kas yang dapat digunakan perusahaan adalah sebagai berikut: a) Melaksanakan perputaran persediaan secepat mungkin tetapi menghindari kehabisan persediaan yang dapat mengakibatkan kerugian penjualan. b) Menagih piutang secepat mungkin tanpa merugikan penjualan dimasa yang akan datang yang disebabkan oleh penagihan yang dipercepat. Contoh: melaksanakan potongan tunai, jika secara ekonomis dapat mempercepat penagihan piutang. c) Membayar hutang dagang selambat mungkin tanpa merusak rating kredit perusahaan, tetapi tetap menerima keuntungan dari potongan tunai. 2.1.2. Pertumbuhan Perusahaan Pertumbuhan perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size-nya (Kallapur & Trombley, 2001). Pertumbuhan perusahaan berkaitan erat dengan pertumbuhan laba perusahaan. Laba yang mampu dihasilkan selanjutnya akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mendanai aktivitas usahanya (Sartono, 2001 : 7). Laba ini digunakan antara
lain untuk membiayai aktivitas operasi perusahaan, memperluas perusahaan, membeli persediaan, menambah lini bisnis, membayar kewajiban kepada kreditur, maupun untuk membayarkan dividen kepada pemegang saham. Perusahaan yang mengalami pertumbuhan positif akan membutuhkan dana yang besar untuk melakukan ekspansi. Bagi perusahaan yang sedang bertumbuh, laba ditahan merupakan sumber pendanaan yang lebih baik dibandingkan dengan utang maupun ekuitas. Semakin besar dana yang dibutuhkan maka semakin besar pula laba yang harus ditahan oleh perusahaan, sehingga akan lebih sedikit dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham. 2.1.3. Ukuran Perusahaan Menurut Sunarto dan Budi (2009) ukuran perusahaan merupakan ukuran atas besarnya aset yang dimiliki perusahaan sehingga perusahaan besar umumnya memiliki total aktiva yang besar pula. Perusahaan yang besar membutuhkan dana yang besar pula untuk membiayai kegiatan perusahaan dan bagi perusahaan besar utang dan ekuitas melalui penjualan saham merupakan sumber pendanaan yang sering digunakan. Perusahaan yang memiliki asset yang besar jumlahnya cenderung lebih mudah untuk masuk ke pasar modal (Sartono, 2001 : 293). Kemudahan untuk masuk ke pasar modal ini berarti perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan aliran dana eksternal dalam jumlah yang lebih besar dalam waktu yang lebih cepat. Semakin besar ukuran perusahaan maka akan meningkatkan minat investor dalam berinvestasi sehingga perusahaan dengan
ukuran yang lebih besar diperkirakan akan memiliki kemampuan untuk menghasilkan laba yang lebih besar. Oleh karena itu, perusahaan yang sudah mapan cenderung untuk memberi tingkat pembayaran dividen yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan kecil. 2.1.4. Kebijakan Dividen Menurut Warsono (2003 : 271) dividen merupakan bagian dari laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa (earning available for common stockholders) yang dibagikan kepada para pemegang saham biasa dalam bentuk tunai. Dividen dibagikan melalui persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terlebih dahulu. Untuk dapat menerima dividen, seorang investor harus tercatat sebagai pemegang saham dalam waktu tertentu dalam sebuah perusahaan yaitu pada saat perusahaan menutup buku pengalihan saham dan mengkompilasi daftar pemengang saham yang harus dibayar. Pembayaran dividen kepada pemegang saham terdiri dari dua bentuk, yakni dividen kas (tunai) yang diterima berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham yang dimiliki, dan dividen saham yang dibayarkan dalam bentuk saham tambahan sehingga saham yang dimiliki oleh investor semakin bertambah. Perusahaan yang mampu membayar dividen yang stabil dari waktu ke waktu kemungkinan akan dinilai lebih baik daripada perusahaan yang membayar dividen secara berfluktuasi. Hal tersebut karena perusahaan yang membayar dividen yang stabil mencerminkan kondisi keuangan perusahaan
tersebut juga bersifat stabil. Sebaliknya, perusahaan dengan dividen yang tidak stabil mencerminkan kondisi keuangan perusahaan yang kurang baik. Hal inilah yang membuat perusahaan mengambil jalan aman, yaitu tidak menurunkan pembayaran dividen. Perusahaan yang tumbuh dan berkembang akan memperoleh laba atau keuntungan. Laba ini terditi atas laba yang ditahan yakni laba yang digunakan untuk membiayai pertumbuhan perusahaan. Dari seluruh laba yang diperoleh perusahaan sebagian akan dibagikan kepada pemegang saham berupa dividen. Apabila perusahaan memutuskan untuk membagi laba sebagai dividen, maka hal ini akan mengurangi jumlah laba yang ditahan. Sebaliknya, jika perusahaan tidak membagikan labanya kepada pemegang saham hal ini akan bisa menambah sumber dana internal perusahaan untuk mengembangkan perusahaan. Oleh karena itu, manajemen harus dapat membuat kebijakan dividen secara tepat. Syahyunan (2013 : 267) menjelaskan bahwa secara definisi, kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang. 2.1.5. Bentuk Kebijakan Dividen dividen, yaitu: Menurut Syahyunan (2013 : 268) ada beberapa bentuk kebijakan 1. Kebijakan pemberian dividen yang stabil Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini artinya dividen akan diberikan secara tetap per lembarnya untuk jangka waktu tertentu walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi.
Dividen stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan kemudian bila laba yang diperoleh meningkat dan peningkatannya baik danstabil, maka dividen juga akan ditingkatkan untuk selanjutnya dipertahankan selama beberapa tahun. Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini banyak dilakukan oleh perusahaan, karena beberapa alasan, yakni: (1) bisa meningkatkan harga saham, sebab dividen yang stabil dan dapat diprediksi dianggap mempunyai resiko yang kecil, (2) bisa memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang, dan (3) akan menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi, sebab dividen selalu dibayarkan. 2. Kebijakan pemberian dividen yang meningkat. Dengan kebijakan ini perusahaan akan membayarkan dividen dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil. Misalnya perusahaan akan memberikan dividen sebesar Rp. 600,- per lembar dengan pertumbuhan 5%, sehingga tahun depan pembayaran dividen sebesar 5% adalah Rp. 630,- per lembar. 3. Kebijakan dividen dengan ratio yang konstan Pemberian dividen dengan kebijakan ini mengikuti besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Dasar yang digunakan sering disebut dividend payout ratio. 4. Kebijakan pemberian dividen reguler yang rendah ditambah ekstra Melalui kebijakan ini, pemberian dividen dilakukan dengan menentukan pembayaran dividen per lembar yang dibagikan kecil. Kemudian ditambahkan dengan ekstra dividen bila keuntungan perusahaan mencapai jumlah tertentu. 2.1.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Menurut Syahyunan (2013 : 267) faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah: 1) Posisi Solvabilitas Perusahaan Apabila perusahaan dalam kondisi solvabilitasnya kurang menguntungkan, biasanya perusahaan tidak membagikan laba. Hal ini disebabkan karena laba yang diperoleh digunakan untuk memperbaiki struktur modal perusahaan. 2) Posisi Likuiditas Perusahaan Perusahaan membayarkan dividen berarti harus bisa menyediakan uang kas yang cukup banyak dan ini akan menurunkan tingkat likuiditas perusahaan. Bagi perusahaan yang likuiditas perusahaannya
kurang baik, biasanya dividend payout ratio-nya kecil, sebab sebagian laba yang digunakan untuk menambah likuiditas. 3) Kebutuhan untuk Melunasi Hutang Hutang-hutang harus dibayar pada saat jatuh tempo, dan untuk membayar hutanghutang tersebut disediakan dana. Semakin banyak hutang yang harus dibayar, maka semakin besar dana yang harus disediakan sehingga akan mengurangi jumlah dividen yang harus dibayarkan kepada pemegang saham. 4) Rencana Perluasan Perusahaan yang berkembang ditandai dengan semakin pesatnya pertumbuhan perusahaan, dan hal ini bisa dilihat dari perluasan yang dilakukan perusahaan. Konsekuensinya, semakin besar dana yang dibutuhkan untuk itu. 5) Kesempatan Investasi Semakin terbuka kesempatan investasi, maka semakin kecil dividen yang akan dibayarkan sebab dananya digunakan untuk memperoleh kesempatan investasi. Namun bila kesempatan investasi kurang baik, maka dananya akan digunakan untunk membayar dividen. 6) Stabilitas Pendapatan Perusahaan yang pendapatannya stabil tidak perlu menyediakan kas yang banyak untuk berjaga-jaga, sedangkan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil harus menyediakan uang yang besar untuk berjagajaga. 7) Pengawasan Terhadap Perusahaan Perusahaan mencari sumber dana dari modal sendiri, kemungkinan akan masuk investor baru dan ini tentunya akan mengurangi kekuasaan pemilik/pemegang saham lama dalam mengendalikan perusahaan. Jika dibelanjai dari hutang, risikonya cukup besar. Oleh karena itu, perusahaan cenderung tidak membagi dividennya agar pengendalian tetap bisa dijalankan. 2.1.7. Teori Sinyal (Signalling Theory) Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik dari perusahaan lain" (Sari & Zuhrohtun, 2008).
Agar memberikan sinyal positif berupa laporan yang baik kepada pihak eksternal, perusahaan dapat memberikan informasi mengenai manajemen modal kerja dan keputusan perusahaan dalam melakukan pembayaran dividen. Pemberian informasi mengenai manajemen modal kerja dan keputusan pembayaran dividen dapat membuat pihak eksternal perusahaan menjadi lebih yakin mengenai profitabilitas perusahaan. Pembayaran dividen merupakan sinyal bagi investor mengenai prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Perusahaan cenderung meningkatkan dividen jika terdapat tingkat profitabilitas yang tinggi dimasa yang akan datang, dan menurunkan dividen jika manajemen yakin tidak terdapat cashflow yang mendukung pembayaran dividen. Hal ini dapat membuat pihak eksternal yakin bahwa laba yang dimuat dalam laporan keuangan adalah murni merupakan hasil kinerja perusahaan, bukan merupakan laba yang direkayasa perusahaan demi memberi sinyal yang positif bagi pihak eksternal. 2.1.8. Indikator Kebijakan Dividen Indikator yang digunakan untuk mengukur kebijakan dividen adalah dividend payout ratio (DPR). Dividend Payout Ratio (DPR) atau rasio pembayaran dividen menurut Sartono (2001 : 491) adalah persentase laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen atau rasio antara laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen dengan total laba yang tersedia bagi pemegang saham. Formulanya adalah nilai dividen yang dibagikan per saham dibanding dengan nilai laba bersih per saham. Dividend Payout Ratio (DPR) yaitu persentase laba yang dibagikan dalam bentuk dividen tunai.
2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian terhadap kebijakan dividen telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Terdapat beberapa hal penting dari hasil penelitian sebelumnya yang menjadi dasar penilitian ini. Berikut ini akan diuraikan beberapa penelitian terdahulu mengenai kebijakan dividen. Penelitian Oladipupo dan Okafor (2013) menguji pengaruh manajemen modal kerja yang diukur dengan net trade cycle (NTC), current ratio (CR), debt ratio (DR) serta tingkat pertumbuhan laba terhadap profitabilitas dan dividend payout ratio (DPR) pada 12 perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Nigeria Stock Exchange dari tahun 2002-2006. Metode analisis data menggunakan teknik korelasi pearson product moment dan Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen modal kerja yang diukur dengan NTC, CR dan DR negatif terhadap profitabilitas. Profitabilitas positif terhadap DPR, dan manajemen modal kerja yang diukur dengan NTC negatif terhadap DPR. Profitabilitas, manajemen modal kerja yang diukur dengan NTC, dan tingkat pertumbuhan laba bepengaruh tidak signifikan terhadap DPR. Haryetti dan Ekayanti (2012) dalam penelitiannya menguji pengaruh profitabilitas, investment opportunity set, dan
pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar di BEI. Analisis data menggunakan regresi linear berganda dengan pengujian asumsi klasik. Variabel dependen yang digunakan adalah kebijakan dividen dengan DPR (Dividend Payout Ratio) sebagai indikator. Profitabilitas (ROI), Investment Opputunity Set (IOS), dan pertumbuhan perusahaan sebagai variabel independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel profitabilitas (ROA) positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR). Investment opportunity set tidak signifikan terhadap DPR, dan pertumbuhan perusahaan negatif dan signifikan terhadap DPR. Namun, secara simultan, profitabilitas, opportunity set, dan pertumbuhan perusahaan signifikan terhadap DPR. Handayani dan Hadinugroho (2009) dalam penelitiannya menguji pengaruh kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, ROA, ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen. Penelitian menggunakan data dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesiaperiode 2001-2005 dan menjadi 43 perusahaan manufaktur. Analisis data menggunakan analisis regresi berganda. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian adalah kebijakan dividen yang diproksikan dengan Dividend Payout Ratio (DPR). Kepemilikan manajerial, kebijakan
hutang, dan Return On Asset (ROA) sebagai variabel independen. Dari hasil penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa kebijakan hutang dan ROA negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen, ukuran perusahaan positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Sedangkan kepemilikan manajerial tidak signifikan terhadap kebijakan dividen. Nama Peneliti (Tahun) Oladipupo dan Okafor (2013) Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Variabel Judul Penelitian Relative contribution of working capital management to corporate profitability and dividend payout ratio: Evidence from Nigeria Penelitian Net Trade Cycle (X 1), Current Ratio (X 2 ), Debt Ratio (X 3 ), Tingkat Pertumbuhan Laba (X 4 ), Profitabilitas (Y 1 ) Dividend Payout Ratio (Y 2 ) Hasil Penelitian Manajemen modal kerja yang diukur dengan NTC, CR dan DR positif terhadap profitabilitas. Profitabilitas positif terhadap DPR, dan manajemen modal kerja yang diukur dengan NTC positif terhadap DPR. Profitabilitas, manajemen modal kerja yang diukur dengan NTC, dan tingkat pertumbuhan laba tidak signifikan terhadap DPR.
Haryetti dan Ekayanti (2012) Handayani dan Hadinugroho (2009) Pengaruh profitabilitas, investment opportunity set, dan pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar di BEI Analisis Pengaruh kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, ROA, ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen (Studi kasus pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2001-2005) ROA(X 1 ), investment opportunity set (X 2 ),Pertumbuhan Perusahaan (X 3 ), Dividend Payout Ratio (DPR)(Y) Kepemilikan manajerial (X 1 ), DAR (X 2 ), ROA (X 3 ), Ukuran Perusahaan (X 4 ), Dividend Payout Ratio (Y) Variabel profitabilitas (ROA) positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR). Investsment opportunity set tidak signifikan terhadap DPR, dan pertumbuhan perusahaan negatif dan signifikan terhadap DPR. Secara simultan, profitabilitas, opportunity set, dan pertumbuhan perusahaan signifikan terhadap DPR Kebijakan hutang dan ROA negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen, ukuran perusahaan positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Sedangkan kepemilikan manajerialtidak signifikan terhadap kebijakan dividen.
2.3. Kerangka Konseptual Salah satu tujuan perusahaan adalah untuk memperoleh keuntungan atau laba. Laba yang diperoleh perusahaan biasanya akan ditahan dalam bentuk retained earning atau dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen sesuai dengan kebijakan dividen perusahaan tersebut. Kebijakan dividen merupakan keputusan perusahaan untuk menentukan bagian keuntungan sebagai laba ditahan dan bagian yang akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen (Oladipupo & Ibadin, 2013). Kebijakan dividen merupakan masalah yang sering dihadapi oleh perusahaan. Pihak manajemen perusahaan sering mengalami kesulitan untuk menentukan apakah akan membagi dividennya atau akan menahan labanya untuk diinvestasikan kembali membiayai proyek yang menguntungkan perusahaan. Setiap perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan dan juga dapat membayar dividen yang stabil kepada pemegang saham tetapi kedua tujuan tersebut selalu bertentangan. Hal ini disebabkan karena apabila manajemen perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen maka akan mengurangi laba ditahan yang akhirnya mengurangi total sumber dana intern perusahaan. Sebaliknya jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh maka kemampuan perusahaan dalam pembentukan dana intern akan semakin besar. Oleh karena itulah, penetapan kebijakan dividen menjadi penting bagi perusahaan dan manajemen perusahaan perlu memerhatikan hal-hal yang dalam penentuan kebijakan dividen. Beberapa hal yang mempengaruhi kebijakan dividen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
manajemen modal kerja yang diukur dengan net trade cycle (NTC), pertumbuhan perusahaan (growth) dan ukuran perusahaan (size). Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka diatas maka dapat disimpulkan kerangka konseptual sebagai berikut: Net H1 Trade Pertu H2 mbuha Ukur an H3 H4 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.4. Hipotesis Penelitian Menurut Idrus (2009 : 18) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang diteliti. Hipotesis adalah instrumen kerja dari suatu teori dan bersifat spesifik yang siap diuji secara empiris.
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konseptual yang telah diurakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: Net trade cycle (NTC) signifikan terhadap Dividend Payout Ratioperusahaan manufaktur H2: Pertumbuhan perusahaan (Growth) signifikan terhadap Dividend Payout Ratioperusahaan manufaktur H3: Ukuran perusahaan (Size) signifikan terhadap Dividend Payout Ratio perusahaan manufaktur. H4:Net trade cycle (NTC), pertumbuhan perusahaan (Growth) dan ukuran perusahaan (Size) secara simultan signifikan terhadap Dividend Payout Ratio perusahaan manufaktur.