PENGEMBANGAN POLA INSENTIF DAN DISINSENTIF RUSUNA DI KAWASAN PERKOTAAN

dokumen-dokumen yang mirip
Bastary Pandji Indra Asdep Perumahan, Pertanahan dan Pembiayaan Infrastruktur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN dan STRATEGI PENYEDIAAN PERUMAHAN TA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sub Tema: KRISIS ATAU DARURAT PERUMAHAN DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan

PROSEDUR SEWA BARANG MILIK NEGARA/DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

2 dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 3. Undang-undang Nomor

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAKA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

G. BIDANG PERUMAHAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN. 1. Pembiayaan 1. Pembangunan Baru

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

A. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN.

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 02 /PERMEN/M/2009 TENTANG

Jakarta, Desember Direktur Rumah Umum dan Komersial

TUGAS POKOK DAN FUNGSI BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NO LD.27 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2008 TANGGAL 16SEPTEMBER 2008 DAFTAR URUSAN PEMERINTAHAN KABUPATEN GARUT

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2013 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PRASARANA SARANA DAN UTILITAS UMUM (PSU)

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA SERTA DAYA BELI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH DI DKI JAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan akan tempat tinggal semakin terasa mendesak dikarenakan

PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SALINAN NO : 14 / LD/2009

DEFINISI. Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

PEREMAJAAN PEMUKIMAN KUMUH YANG BERADA DI ATAS TANAH NEGARA. Pasal 0

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 7/PERMEN/M/2007 TENTANG

MONITORING PELAKSANAAN KEGIATAN KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT TAHUN 2010 DI KABUPATEN/KOTA K.5.1. Kegiatan Deputi Bidang Pembiayaan

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG

Pengadaan Tanah PKP. untuk Pembangunan KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN. Jakarta, 19 Maret 2014

SALINAN TENTANG. Nomor. Dan Pelabuhan Bebas. Batam; Mengingat. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di

2 menetapkan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Pedoman B

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 05/PERMEN/M/2007 TENTANG

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 18 /PERMEN/M/2007

PROGRAM BANTUAN RUMAH KHUSUS

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

-1- MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

2015, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembar

LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 10 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/PMK.06/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PRT/M/2015 TENTANG

Pengendalian pemanfaatan ruang

PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA (BMN) BERDASARKAN PP NOMOR 6 TAHUN 2006

PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH BERDASARKAN REGULASI TERKAIT. Dwi Suci Sri Lestari. Abstrak

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

e. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, perlu diatur pedoman pembangunan perumahan dan permukiman dengan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

Transkripsi:

PENGEMBANGAN POLA INSENTIF DAN DISINSENTIF RUSUNA DI KAWASAN PERKOTAAN Ika Dahlia Pusparini Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Budi Luhur Jl. Raya Ciledug Petukangan Utara Jakarta Selatan 12260 mama_pandu@yahoo.com Abstrak Dalam penyelenggaraan rusuna di perkotaan, masih perlu upaya dukungan kebijakan pemerintah yang berguna untuk mengeliminir hambatan atau kendala yang terjadi di lapangan. Adapun kebijakan yang mengatur pemberian insentif dan disinsentif bagi rusuna yang ada sekarang, sejauh ini belum disusun secara sistematis komprehensif dan juga belum optimal terlaksana dan mampu memberikan dampak yang diharapkan yaitu dalam mendukung percepatan rusuna di perkotaan. Untuk itu perlu disusun sebuah kebijakan yang dapat memberikan kemudahan, keringanan, serta kebijakan yang mampu mendorong bagi terselenggaranya rusuna di kawasan perkotaan, dalam bentuk pemberian insentif dan disinsentif. Adapun usulan bentuk rancangan konsep pengembangan pola insentif dan disinsentif rusuna di perkotaan secara garis besar mengatur hal-hal antara lain: 1) Penjelasan rumusan mengenai definisi dari insentif dan disinsentif rusuna di kawasan perkotaan; 2) Penjelasan mengenai tujuan diberikannya insentif dan disinsentif; 3) Penjelasan tentang dari siapa dan kepada siapa insentif dan disinsentif tersebut diberikan; 4) Penjelasan mengenai bentukbentuk insentif dan disinsentif; 5) Penjelasan mengenai mekanisme pemberian insentif dan disinsentif tersebut terkait waktu kapan insentif disinsentif akan diberikan/dikenakan, serta 6) Bentuk aturan hukum apa yang sesuai, yang dapat mewadahi kebijakan pengembangan pola insetif dan disinsentif rusuna di perkotaan tersebut. Kata Kunci rumah susun, rusuna, insentif rusuna, disinsentif perumahan S I. PENDAHULUAN emenjak Gerakan Nasional Pengembangan Sejuta Rumah (GNPSR) dicanangkan pada tahun 2003, pencapaian pasokan Rumah Susun bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah masih berjalan lambat. Keterbatasan pasokan Rusun tersebut dikarenakan beberapa permasalahan mendasar berupa beban biaya tinggi dalam pengurusan proses perijinan antara lain meliputi ijin pemanfaatan ruang, ijin lokasi, sertifikasi tanah dan ijin mendirikan bangunan, beban pajak, keterbatasan dukungan prasarana,sarana dan utilitasa (PSU) serta masih tingginya beban bunga pinjaman. Sedangkan dari sisi permintaan rusun, masih terkendala antara lain terbatasnya daya beli masyarakat berpenghasilan menengah bawah, terbatasnya penyediaan uang muka, rendahnya kemampuan meminjam akibat tenor pinjaman yang pendek, serta permasalahan sosial dan budaya. Salah satu permasalahan penting terkait dengan keberhasilan penyelenggaraan rumah susun sederhana di perkotaaan yaitu masalah tanah. Semakin langkahnya tanah di pusat perkotaan, menyebabkan meningkatnya harga tanah. Mahalnya harga tanah tersebut akan berdampak pada harga unit rumah susun. Padahal di satu sisi pengembang diharuskan menjual unit rumah susunnya dengan harga yang telah ditentukan pemerintah, yang bertujuan agar masyarakat berpenghasilan rendah mampu menjangkaunya. II. LINGKUP KAJIAN Adapun ruang lingkup kajian ini meliputi pembahasan antara lain 1. Identifikasi permasalahan rusuna di kawasan perkotaan, meliputi aspek permasalahan strategis di bidang pertanahan dan tataruang yang terkait dengan percepatan rumah susun di kawasan perkotaan. 2. Identifikasi kebijakan, peraturan dan perundangan yang ada yaitu berkaitan dengan pola insentif dan disinsentif yang dikembangkan pemerintah pusat dan daerah dalam upaya mendorong rumah susun di kawasan perkotaan. 3. Analisis realisasi pelaksanaan insentif dan disinsentif dalam rumah susun yang telah ada. 4. Formulasi pola insentif dan disinsentif rumah sejahtera susun di kawasan perkotaan. Keluaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah tersusunnya pola insentif dan disinsentif rumah sejatera susun di kawasan perkotaan yang dapat dijadikan pedoman dalam mengembangkan strategi atau kebijakan di bidang rumah sejahtera susun sehingga dapat mendorong program percepatan rumah sejatera susun di kawasan perkotaan yang dapat dijadikan acuan bagi. 6 Arsitron Vol. 5 No. 1 Juni 2014 ISSN : 2086 9401

Adapun metodologi yang digunakan dalam kajian pengembangan pola insentif dan disinsentif rusuna di kawasan perkotaan dapat dijelaskan sebagai berikut: Dalam pengumpulan data, metode yang digunakan adalah studi literatur. Metode Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam (indepth interview) terutama menggali informasi mengenai permasalahan yang dihadapi dari berbagai sudut pandang masing-masing stakeholder yang terlibat dalam kegiatan rusuna. Sementara pada tahap Analisis, digunakan metode deskriptif kualitatif untuk mengidentifikasi permasalahan/kendalanya dan membandingkan antara kondisi eksisting dan kondisi ideal sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku. Analisis secara keseluruhan dilakukan pada setiap tahap penyelenggaraan rusuna, namun analisis secara mendalam lebih difokuskan pada aspek masalah pertanahan dan aspek tata ruang. Adapun hasil dari kajian ini menjelaskan konsep pengembangan pola insentif dan disinsentif rusuna di perkotaan. Hasil rumusan tersabut kemudian diharapkan dapat menjadi masukan kepada pihak-pihak terkait, khususnya kepada pihak pemerintah sebagai regulator dan fasilitator dapat menindaklanjuti hasil rekomendasi yang ada, guna mendorong tercapainya pelaksanaan kebijakan percepatan rusuna di kawasan perkotaan. III. KEBIJAKAN TERKAIT PENGEMBANGAN POLA INSENTIF DAN DISINSENTIF RUSUNA DI KAWASAN PERKOTAAN DALAM HAL PERTANAHAN DAN TATA RUANG Salah satu tahap awal dalam merumuskan pola pengembangan insentif dan disinsentif rumah susun sederhana di kawasan perkotaan adalah melakukan inventarisasi kebijakan apa saja yang terkait dengan kebutuhan kajian yang akan dilakukan. Tahap selanjutnya melakukan tinjauan kebijakan terhadap peraturan dan perundangan yang berlaku saat ini terkait dengan kebijakan dan perumahan, kebijakan dalam pertanahan, dan kebijakan dalam insentif dan disinsentif rusuna di kawasan perkotaan. Adapun tinjauan kebijakan terhadap Undang-undang terkait terdiri dari: Undang-undang Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden Peraturan Presiden Peraturan Kementerian Lain Selain itu kebijakan yang juga dapat dijadikan acuan dalam kajian ini adalah Renstra Menpera, Tupoksi Menpera, dan Kegiatan Pokok Deputi Bidang Perumahan Formal. IV. USULAN RANCANGAN KONSEP PENGEMBANGAN POLA INSENTIF DAN DISINSENTIF RUSUNA DI KAWASAN PERKOTAAN 4.1 Tujuan Pemberian Insentif dan Rusuna di Kawasan Perkotaan Adapun tujuan disusunnya bentuk insentif dan disinsentif dalam rusuna diperkotaan antara lain dimaksudkan sebagai berikut: Tujuan pemberian insentif adalah: 1. Memberi kemudahan dan atau keringanan bagi yang terlibat rusuna, sehingga meminimalisir keterbatasan dan hambatan yang dihadapi dalam setiap tahap kegiatan penyelenggaraan rusuna 2. Agar tercapai harga yang terjangkau bagi sasaran kelompok, namun tetap profitable bagi pengembang 3. Agar terselenggara rusuna yang memenuhi ketentuan teknis sehingga berfungsi sesuai dengan tujuannya dan sejalan dengan rencana tata ruang yang berlaku 4. Mendorong partisipasi Pemerintah ( Kementerian / Lembaga), Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, Badan Usaha Swasta dan Masyarakat dalam penyelenggaraan rusuna melalui kerjasama baik dengan pemerintah/pemda maupun dengan badan usaha yang bergerak dalam penyelenggaraan perumahan Tujuan pemberian disinsentif adalah: 1. Mendorong ikut terlibatnya badan usaha penyelenggara perumahan baik langsung maupun tak langsung dalam rusuna di kawasan perkotaan 2. Agar dalam rusuna di kawasan perkotaan tetap memperhatikan peraturan rencana tata ruang wilayah yang ada dan peraturan zonasi yang berlaku, Pengembangan Pola Insentif dan Rusuna di Kawasan Perkotaan 7

8 sehingga tercapai keserasian lingkungan dan tercapai tujuan peningkatan kualitas lingkungan sejalan dengan renstra Menpera dalam rangka pemenuhan kebutuhan hunian yang layak dan terjangkau dan mengurangi lingkungan permukiman kumuh. 3. Agar pemanfaat rusuna tepat sasaran yaitu pemilikan rusunami bagi masyarakat menengah kebawah dan penghunian rusunawa bagi MBR, sekaligus mendorong developer menentukan harga jual rusunami atau tarif sewa rusunawa sesuai dengan ketentuan pemerintah sehingga terjangkau oleh kemampuan financial target sasaran yaitu masyarakat menengah kebawah, khususnya MBR. Tabel 1. Tujuan diberikannya Insentif dan bagi Rusuna di Kawasan Perkotaan Tujuan Pemberian Tataran Insentif dan Sebelum Bagaimana mendorong para mau terlibat dalam rusuna yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah khususnya. Upaya ini dapat dilaksanakan melalui penerapan berbagai bentuk Kebijakan pemerintah yang terkait dengan kebijakan penyediaan perumahan, seperti perumahan bagi MBR, PNS, TNI- Polri, perumahan bagi pekerja industri, dll. Sedang Bagaimana agar penyelenggaraan rusuna berjalan lancar di setiap tahapan kegiatannya Bagaimana agar rusuna tidak menyimpang dari segi teknis perencanaan/ perancangan dan tata ruang serta peraturan zonasi yang ada Setelah Bagaimana agar yang memiliki rusunami dan yang menghuni rusunawa, tepat sasaran, dan harga jual atau sewa sesuai arahan Insentif Pengembang atau lain yang terlibat dalam rusuna akan mendapat insentif Insentif akan diberikan jika: Pembangunan dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang dan aturan zonasi yang berlaku Mengalami hambatan selama proses pelaksanaan n ya Jika penghuni tepat sasaran dan harga atau tarif sesuai arahan pemerintah maka akan mendapat insentif Pengembang atau lain yang tidak terlibat rusuna akan mendapat disinsentif diberikan jika: Pembangunan dilakukan menyimpang dari rencana tata ruang dan aturan zonasi yang berlaku Jika penghuni tidak tepat sasaran dan harga atau tarif tidak sesuai arahan pemerintah akan mendapat disinsentif pemerintah Bagaimana agar rusuna dapat beroperasi atau berfungsi dengan baik dan sustainable 4.2 Sasaran Pemberian Insentif dan Rusuna di Kawasan Perkotaan Berikut tabel untuk siapa insentif dan disinsentif diberikan dan siapa yang memberikannya,: Tabel 2. Pemberi dan Penerima Insentif dan Pemberi Insentif Penerima Insentif - Pemerintah 1. Pemerintah (Kementerian/Lembaga) 2. Pemerintah Daerah 3. BUMN / BUMD 4. Badan Usaha Swasta 5. Lembaga Kemasyarakatan, Lembaga Sosial, Lembaga Keagamaan 6. Koperasi 7. Masyarakat Pemerintah Daerah 1. BUMD 2. Badan Usaha Swasta 3. Lembaga Kemasyarakatan, Lembaga Sosial, Lembaga Keagamaan 4. Koperasi 5. Masyarakat 4.3 Usulan Bentuk Insentif dan Rusuna di Kawasan Perkotaan Adapun bentuk dari insentif dan disinsentif yang diberikan oleh pemerintah maupun pemda dapat dikategorikan menjadi bentuk insentif dan disinsentif fiskal dan non fiskal. Tabel 3. Bentuk Insentif dan Rusuna di Kawasan Perkotaan INSENTIF FISKAL Pemberian keringanan pajak PPH Uang Pemasukan Negara BPHTB PBB PPN Pengurangan retribusi Tarif listrik dan air Tarif sewa Uang Kontribusi tetap ke kas negara/ daerah Pertelaan Sertifikasi NON FISKAL Pemberian Kompensasi Pemberian hak sekaligus, pemberian hak, perpanjangan hak, dan pembaharuan hak atas tanah DISINSENTIF Pengenaan pajak yang tinggi PPH Uang Pemasukan Negara BPHTB PBB PPN Pengenaan retribusi yang tinggi Tarif listrik dan air Tarif sewa Uang Kontribusi tetap ke kas negara/ daerah Pertelaan Sertifikasi Kewajiban Memberi Kompensasi Ganti tanah Ganti PSU Ganti ruang hijau Uang ganti rugi Arsitron Vol. 5 No. 1 Juni 2014 ISSN : 2086 9401

Pembebasan KLB Pembebasan KDB Mendapat tanah dengan harga murah (NJOP murah) Kemudahan Perizinan Kemudahan pengurusan perizinan IMB, IPB, Ijin Layak Huni dan perijinan lainnya Imbalan Hibah bangunan rusuna Penetapan lokasi tanah yang diperuntukkan bagi rusuna Mendapat desain prototype (DED) Mendapat studi kelayakan dan Amdal Mendapat kontribusi tetap atau prosentase atas keuntungan yang diperoleh dari hasil penyerahan aset yang dibangun rusuna Tarif pemeliharaan lingkungan (OM PSU) ditanggung pemerintah Bimbingan teknis, supervisi, pelatihan Penyediaan Prasaran dan Sarana Mendapat bantuan PSU oleh pemerintah Sewa Ruang Mendapat hak pembagian ruang / unit rusuna atas penyertaan aset misalnya berupa tanah yang dibangun rusuna Hak menggunakan obyek yang dikerjasamakan Publikasi atau Promosi Bantuan promosi dan publikasi bagi rusuna Persyaratan khusus dalam perizinan Dipersulitnya perijinan antara lain jika seandainya tidak memenuhi aturan tata ruang atau terdapat persyaratan khusus yang harus dipenuhi diluar persyaratan umum Kewajiban memberi imbalan Biaya OM PSU Perawatan ruang hijau Pembatasan penyediaan prasarana dan sarana Tidak mendapatkan dukungan PSU oleh pemerintah Tataran Tujuan Pemberian Insentif dan Sedang Bagaimana agar penyelenggaraan rusuna berjalan lancar di setiap tahapan kegiatannya Bagaimana agar rusuna tidak menyimpang dari segi teknis perencanaan/ perancangan dan tata ruang serta peraturan zonasi yang ada Setelah Bagaimana agar yang memiliki rusunami dan yang menghuni rusunawa, tepat sasaran, dan harga jual atau sewa sesuai arahan pemerintah Bagaimana agar rusuna dapat beroperasi atau berfungsi dengan baik dan sustainable Bentuk Insentif Penentuan lokasi Pengadaan tanah Perizinan Sertifikat Perencanaan dan rancang bangun (KLB, KDB, KDH) Konstruksi Dukungan PSU Pemasaran Penyesuaian tarif listrik dan air Penyesuaian tarif sewa Bantuan biaya OM Bentuk Dipersulit perizinanny a Pajak Persyaratan khusus dalam perizinan Kewajiban memberi kompensasi Kewajiban memberi imbalan Pembatasan PSU Penaikan retribusi tarif sewa Penaikan tarif listrik dan air Penaikan tarif OM PSU 4.4 Mekanisme Pemberian Insentif dan Rusuna di Kawasan Perkotaan Adapun mekanisme pemberian insentif dan disinsentif diklasifikasikan berdasarkan proses pelaksanaan: tahap sebelum, tahap pada saat pelaksanaan, dan tahap setelah dilaksanakan. Tabel 4. Pemberian Insentif dan Sesuai Tujuan di Tiap Tataran Tataran Sebelum Tujuan Pemberian Insentif dan Bagaimana mendorong para mau Bentuk Insentif Pemberian Izin Lokasi Studi kelayakan dan Bentuk Dipersulit perizinanny a Pajak V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis kondisi eksisting, terkait bentuk insentif dan disinsentif bagi rusuna yang ada dapat disimpulkan bahwa substansi yang ada baru menyebutkan bentuk insentif dan kemudahan perizinan yang diberikan dari Pemda kepada pengembangan rusuna (Permendagri 74 tahun 2007). Tidak menjelaskan bentuk disinsentif dan tidak menjelaskan bagaimana mekanismenya. Meski beberapa kebijakan insentif bagi rusuna telah diterbitkan pemerintah namun belum ada grand desain mengenai bentuk dari kebijakan pemberian Pengembangan Pola Insentif dan Rusuna di Kawasan Perkotaan 9

insentif dan disinsentif bagi rusuna ini. 2. Dapat disimpulkan bahwa bentuk insentif yang diberikan pemerintah sejauh ini berkaitan dengan pengendalian tata ruang antara lain berupa pemberian insentif intensitas seperti pelampauan KLB, keringanan retribusi dalam perizinan, PSU. Pemerintah juga telah memberikan Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi pembeli rusun, dan pemanfaatan DAK untuk mendukung rusuna. 3. Dari hasil analisis dalam penyelenggaraan rusuna sesuai tahapannya, meski pemerintah telah menerbitkan beberapa bentuk insentif dan disinsentif bagi rusuna, namun masih dibutuhkan lagi bentuk dukungan pemerintah lainnya, termasuk kebijakan insentif disinsentif terkait masalah penyediaan tanah bagi rusuna di perkotaan. 4. Belum ada kebijakan insentif disinsentif yang mengarahkan agar mau berpartisipasi membangun rusuna, sehingga bagi yang seharusnya ikut terlibat, namun ternyata tidak terlibat dalam rusuna, maka akan dikenai disinsentif. 5. Belum ada kebijakan insentif disinsentif yang mengarahkan agar sasaran pemanfaat rusuna tepat, sehingga apabila kelompok pemanfaat tidak tepat sasaran, maka akan mendapatkan disinsentif. 6. Berkaitan dengan masalah pertanahan, pengadaan tanah merupakan faktor krusial dalam rusuna. Pembangunan rusuna diharapkan dapat dibangun di kawasan perkotaan. Padahal untuk mendapat tanah di perkotaan sudah pasti harganya mahal, sedangkan kebijakan insentif dan disinsentif yang ada belum mampu untuk menjawab masalah pengadaan tanah ini. 7. Strategi untuk mengatasi masalah mengenai ketersediaan tanah bagi rusuna di perkotaan adalah antara lain dapat ditempuh melalui kerjasama dengan pemilik tanah di perkotaan. Bagi BUMN/BUMD atau pemerintah kementrian /lembaga dan pemda yang memiliki tanah idle, bisa digunakan untuk rusuna. Namun hingga saat ini pemanfaatan tanah BMN/BMD belum optimal, meski pemerintah telah menerbitkan PP 38 tahun 2008, yaitu menjelaskan bahwa penilaian BMN/D dilaksankan untuk mendapatkan nilai wajar, dengan estimasi terendah menggunakan NJOP. Namun penilaian tersebut dikecualikan untuk penjualan BMN berupa tanah yang diperlukan untuk rumah susun sederhana (dalam p enjelasan disebutkan bahwa pengecualian tersebut dimaksudkan agar tujuan rusuna dapat tercapai namun kewajaran harga/nilai BMN tersebut masih diperhatikan). 8. Belum ada insentif dan disinsentif yang berikan kepada pemilik tanah, sehingga pemerintah perlu merumuskannya, guna menarik minat para pemilik tanah di perkotaan khususnya masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam rusuna. 9. Kegiatan konsolidasi tanah belum banyak dilaksanakan. Bagi tanah masyarakat terutama yang menempati lingkungan padat bisa diarahkan untuk di bangun rusuna melalui konsolidasi tanah, namun sejauh ini hal tersebut belum pernah dilakukan. 5.2 Rekomendasi 1. Kebijakan insentif dan disinsentif bagi rusuna harus secara tegas merumuskan mekanisme pemberian insentif dan disinsentif tersebut. Perlu disusun pola pemberian insentif dan disinsentif rusuna di kawasan perkotaan secara sistematis (lihat gambar 4-1). Selain itu insentif disinsentif dapat diberikan sesuai dengan tahapan kegiatannya (lihat tabel 4.4). 2. Perlu dikembangkan kerjasama antara pengembang (Pemerintah, Perumnas, Swasta) dengan pihak pemilik tanah yaitu Pemerintah, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, Swasta dan Masyarakat, dalam mengatasi masalah pengadaan tanah bagi rusuna di perkotaan, untuk itu perlu dukungan insentif dan disinsentif dalam rangka terlaksananya kerjasama tersebut. 3. Perlu kajian lebih mendalam terhadap pola pengembangan rusuna melalui metode konsolidasi tanah sebagai sebuah cara dalam mengatasi masalah mahal atau langkanya tanah di daerah perkotaan. Melalui program rusuna melalui konsolidasi tanah masyarakat perkotaan ini akan dicapai tiga penyelesaian sekaligus yaitu masalah penataan lingkungan yang padat di perkotaan, masalah penyediaan tempat tinggal, dan masalah kesulitan dalam penyediaan tanah di perkotaan. 10 Arsitron Vol. 5 No. 1 Juni 2014 ISSN : 2086 9401

DAFTAR PUSTAKA [1] Ching, Francis D.K. 2000. Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Tatanan edisi kedua. Erlangga. Jakarta. [2] Undang-Undang nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria [3] Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun [4] Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman [5] Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang [6] Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang PEMDA [7] Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang [8] Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun [9] Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah [10] Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah [11] Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 Tentang Pengelolahan Barang Milik Negara/Daerah [12] Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana tata Ruang Wilayah Nasional [13] Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar [14] Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Panataan Ruang [15] Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijaksanaan Nasional di Bidang Pertanahan [16] Keputusan Presiden nomor 22 tahun 2006 tentang Tim koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan [17] Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum [18] Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 1994 tentang Tata Cara Perolehan Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal [19] Keputusan Menteri Negara Perumahan dan Pemukiman Nomor 10/KPTS/M/1999 tentang Kebijakan dan Strategi Pembangunan Rumah Susun [20] Peraturan KaBPN no.4 tahun 1991 Tentang Konsolidasi Tanah [21] Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi [22] Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Pemda [23] Peraturan Menteri Dalam Negeri no.74 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pemberian Kemudahan Perijinan dan Insentif dalam rangka Percepatan Pembangunan Rusuna di Kawasan Perkotaan [24] PermenKeu Nomor 96 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindah Tanganan BMN Pengembangan Pola Insentif dan Rusuna di Kawasan Perkotaan 11