CARA DAN RUTE PEMBERIAN OBAT PADA HEWAN PERCOBAAN MENCIT

dokumen-dokumen yang mirip
ANSIOLITIK/SEDATIVE - HIPNOTIKA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN II DAN III PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT & EFEK SEDATIF.

Laboratorium Farmakologi Program Studi S1 Farmasi

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

LABORATORIUM FARMAKOLOGI AKADEMI FARMASI THERESIANA SEMARANG

Rute Pemberian Obat. Indah Solihah

Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4%

Pengantar Farmakologi

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN I DAN II PENGARUH RUTE PEMBERIAN DAN VARIASI BIOLOGIK TERHADAP EFEK OBAT

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Racun merupakan substansi ( kimia maupun fisik) yang dapat menimbulkan cidera atau kerusakan pada

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UJI EFEK ANALGETIK REBUSAN DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) TERHADAP MENCIT (Mus musculus) Hilda Wiryanthi Suprio *) ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DASAR PERCOBAAN I PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT OLEH : NAMA : NIRMALA SARI NIM : O1A114098

Tujuan Instruksional:

NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015 di Laboratorium Zoologi

DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI ( )

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011).

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1 SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA) Disusun oleh : Kelompok 2

BAB III METODE PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI/TERAPI KEDOKTERAN I ABSORBSI DAN EKSKRESI

BAB II METODE PENELITIAN

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

Medication Errors - 2

AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT. TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

DESAIN SEDIAAN FARMASI

Tujuan Instruksional:

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. rancangan acak lengkap (RAL) atau completely randomized design yang terdiri

LAPORAN PRATIKUM FISIKA FARMASI PENENTUAN TEGANGAN PERMUKAAN

Prinsip-prinsip Farmakologi. Copyright 2002, 1998, Elsevier Science (USA). All rights reserved.

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil. 07/10/2013 follow

AKTIVITAS ANALGESIK EKSTRAK DAUN JARUM TUJUH BILAH (Pereskia Bleo K) PADA MENCIT JANTAN (Mus Musculus)

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN

Paradigma dalam pengembangan obat. Pertimbangan terapeutik Pertimbangan biofarmasetik Pendekatan fisikokimia 4/16/2013 1

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II. SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L. Di susun oleh: : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.

BAB II STUDI PUSTAKA

IMPLIKASI FARMAKOLOGI KEPERAWATAN 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

EFEK INFUS DAUN SELEDRI (Apium graviolens L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL

6/3/2011 DOKTER FARMASIS PERAWAT. 1. Independen 2. Interdependen 3. Dependen 4. Peneliti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi eksperimental

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 6

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PRATIKUM FISIKA FARMASI PENENTUAN KERAPATAN DAN BOBOT JENIS

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam

BAB IV METODE PENELITIAN

Giving Effect Tomato Fruit Juicer ( Solanum lycopersicum L) To Sedation Effect In Male Mice Strain BALB/C

Definisi: Suatu proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, meliputi: absorpsi, distribusi, metabolisme dan eksresi.

PENGENALAN PERBEKALAN STERIL

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tim Pengajar Praktek Farmakologi, 2011, Penuntun Praktikum Farmakologi, Poltekkes KemenkesMakassar

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

PENGANTAR FARMAKOLOGI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat 3.2 Bahan 3.3 Hewan Uji

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. racun yang jika tidak digunakan sebagaimana mestinya dapat membahayakan

bioavailabilitasnya meningkat hingga mencapai F relsl = 63 ± 22 %

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi Keperawatan

Nasib Obat dalam Tubuh (Farmakokinetika)

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

Pengaruh umum Pengaruh faktor genetik Reaksi idiosinkrasi Interaksi obat. Faktor yang mempengaruhi khasiat obat - 2

UJI ANTIDIABETES SECARA IN VIVO. Dwi Handayani Ni Luh Sukeningsih

CARA PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN DAN RUTE PEMBERIAN OBAT

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Konsep Dasar Pemberian Obat. Basyariah Lubis, SST, MKes

Transkripsi:

CARA DAN RUTE PEMBERIAN OBAT PADA HEWAN PERCOBAAN MENCIT Disusun Oleh : Nama Mahasiswa : Linus Seta Adi Nugraha Nomor Mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 25 April 2011 Hari Praktikum : Senin Dosen Pembimbing : Margareta Retno Priamsari, S.Si., Apt. LABORATORIUM FARMAKOLOGI AKADEMI FARMASI THERESIANA SEMARANG 2011

CARA DAN RUTE PEMBERIAN OBAT PADA HEWAN PERCOBAAN MENCIT A. TUJUAN PRAKTIKUM Mahasiswa dapat mengenal cara dan rute pemberian obat, mengetahui pengaruh rute pemberian obat terhadap efek farmakologi, memahami konsekuensi praktis dari pengaruh rute pemberian obat, mengenal manifestasi berbagai efek obat yang diberikan. B. DASAR TEORI Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzug, B.G, 1989). Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut: a. Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik b. Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama c. Stabilitas obat di dalam lambung atau usus d. Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute e. Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter 2

f. Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-macam rute g. Kemampuan pasien menelan obat melalui oral. Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep (Anief, 1990). Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara: a. Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal b. Parenteral dengan cara intravena, intra muskuler dan subkutan c. Inhalasi langsung ke dalam paru-paru. Efek lokal dapat diperoleh dengan cara: a. Intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan ada mata, hidung, telinga b. Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paru c. Rektal, uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur, saluran kencing dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada keringat badan atau larut dalam cairan badan Rute penggunaan obat dapat dengan cara: a. Melalui rute oral b. Melalui rute parenteral c. Melalui rute inhalasi d. Melalui rute membran mukosa seperti mata, hidung, telinga, vagina dan sebagainya e. Melalui rute kulit (Anief, 1990). 3

Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal (dubur) dan parenteral tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular, subkutan, dan intraperitonial, melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-beda. Pemberian secara parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intra-arteri, intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, obat langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor (receptor site) cara pemberian yang lain adalah inhalasi melalui hidung dan secara setempat melalui kulit atau mata. Proses penyerapan dasar penting dalam menentukan aktifitas farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan ( Siswandono dan Soekardjo, B., 1995). Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratanpersyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia (Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002). Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya (Katzug, B.G, 1989). Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturate merupakan senyawa organik pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi 4

dapat dicapai mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anesthesia, koma, sampai dengan kematian. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya merupakan tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu (Ganiswara, 1995). Barbiturat secara oral diabsorbsi cepat dan sempurna. Bentuk garam natrium lebih cepat diabsorbsi dari bentuk asamnya. Mula kerja bervariasi antara 10-60 menit, bergantung kepada zat serta formula sediaan dan dihambat oleh adanya makanan didalam lambung. Barbiturat didistribusi secara luas dan dapat lewat plasenta, ikatan dengan PP sesuai dengan kelarutannya dalam lemak, thiopental yang terbesar, terikat lebih dari 65%. Kira-kira 25% fenobarbital dan hampir semua aprobarbital diekskresi kedalam urin dalam bentuk utuh (Ganiswara, 1995). Resorpinya di usus baik (70-90%) dan lebih kurang 50% terikat pada protein; plasma-t ½-nya panjang, lebih kurang 3-4 hari, maka dosisnya dapat diberikan sehari sekaligus. Kurang lebih 50% dipecah menjadi p-hidrokdifenobarbitat yang diekskresikan lewat urin dan hanya 10-30% dalam kedaan utuh. Efek sampingnya berkaitan dengan efek sedasinya, yakni pusing, mengantuk, ataksia dan pada anak-anak mudah terangsang. Bersifat menginduksi enzim dan antara lain mempercepat penguraian kalsiferol (vitamin D2) dengan kemungkinan timbulnya rachitis pada anak kecil. Pengunaannya bersama valproat harus hati-hati, karena kadar darah fenobarbital dapat ditingkatkan. Di lain pihak kadar darah fenitoin dan karbamazepin serta efeknya dapat diturunkan oleh fenobarbital. Dosisnya 1-2 dd 30-125 mg, maksimal 400 mg (dalam 2 kali); pada anak-anak 2-12 bulan 4mg/kg berat badan sehari; pada status epilepticus dewasa 200-300 mg (Tjay dan Rahardja, 2006). 5

C. BAHAN 1. Rute Pemberian Obat Secara Oral Obat : Luminal Natrium dengan dosis 35 mg/kg BB, konsentrasi larutan obat 3,5% Volume maksimal : 1,0 ml/kg BB Hewan Percobaan : Mencit, jenis kelamin jantan 2. Rute Pemberian Obat Secara Intravena Obat : Luminal Natrium dengan dosis 35 mg/kg BB, konsentrasi larutan obat 3,5% Volume maksimal : 0,5 ml/kg BB Hewan Percobaan : Mencit, jenis kelamin jantan 3. Rute Pemberian Obat Secara Intra Peritoneal Obat : Luminal Natrium dengan dosis 35 mg/kg BB, konsentrasi larutan obat 3,5% Volume maksimal : 1,0 ml/kg BB Hewan Percobaan : Mencit, jenis kelamin jantan 4. Rute Pemberian Obat Secara Sub Cutan Bahan Obat : Luminal Natrium dengan dosis 35 mg/kg BB, konsentrasi larutan obat 3,5% Volume maksimal : 0,5 ml/kg BB Hewan Percobaan : Mencit, jenis kelamin jantan 6

D. ALAT Jarum suntik ¾ - 1 inch (No. 27) Jarum Oral Beakerglass Matglass Pipet volume Labu Ukur Spidol Stopwatch E. PROSEDUR KERJA 1. Rute Pemberian Obat Secara Oral Prosedur Pegang tikus pada tengkuknya Jarum oral yang telah diisi dimasukkan ke mulut tikus melalui langit-langit masuk esofagus Dorong larutan tersebut ke dalam esofagus Pengamatan - Catat waktu pemberian obat, mulai timbulnya efek (on set) dan hilangnya efek - Efek yang diamati, diantaranya : 1. Aktivitas spontan dari respon terhadap rangsangan/stimulus pada keadaan normal 2. Perubahan aktivitas baik spontan maupun distimulasi 7

3. Usaha untuk menegakkan diri tidak berhasil 4. Diam, tidak bergerak, usaha untuk menegakkan diri tidak lagi dicoba. 2. Rute Pemberian Obat Secara Intravena Prosedur Lakukan dilatasi pada ekor mencit dengan cara merendamnya dalam air hangat atau diolesi dengan aseton atau eter Carilah vena dan suntikan larutan obat ke dalamnya, bila terasa ada tahanan artinya jarum tersebut tidak memasuki vena dan bila piston ditarik tidak ada darah yang keluar Bila harus dilakukan penyuntikan ulang maka lakukan pengulangan dimulai dari bagian distal ekor Pengamatan Lakukan pengamatan seperti pada pemberian secara oral 3. Rute Pemberian Obat Secara Intra Peritoneal Prosedur Pegang mencit pada tengkuknya sedemikian hingga posisi abdomen lebih tinggi dari kepala Suntikan larutan obat ke dalam abdomen bawah dari tikus disebelah garis midsagital Pengamatan Lakukan pengamatan seperti pada pemberian secara oral. 8

4. Rute Pemberian Obat Secara Sub Cutan Prosedur Pegang kulit pada bagian tengkuk mencit Cari bagian kulit tersebut yang berongga (ada ruangan di bawah kulit) Suntikan larutan obat ke dalam ruangan tersebut (bawah kulit) Pengamatan Lakukan pengamatan seperti pada pemberian secara oral. D. HASIL DAN PENGOLAHAN DATA 1. Konversi Dosis Dosis Phenobarbital : 300 600 mg / kg Untuk manusia 70 kg : 70/50 x (300 600 mg) = 420 840 mg/70 kg Untuk mencit 20 g : (420 840 mg) x 0,0026 = 1,092 2,180 mg = 1,638 mg/20 g 2. Pembuatan Larutan Stok Sediaan : 200 mg/2 ml V1 x C1 = V2 x C2 2 ml x 200 mg = 50 ml x C2 C2 = 400/50 = 8 mg -> 8 mg/50 ml 9

3. Perhitungan Dosis Mencit Dosis mencit = Berat (gram)/20 gram x dosis konversi Volume yang disuntikkan = dosis mencit/lar stok x dosis maksimal tiap rute Mencit 1 (23,1 g) = 23,1/20 x 1,638 = 1,89 mg Volume Suntik IP = 1,89 mg/8 mg x 1,0 ml = 0,24 ml Mencit 2 (26,2 g) = 26,2/20 x 1,638 = 2,15 mg Volume Suntik SC = 2,15 mg/8 mg x 0,5 ml = 0,13 ml Mencit 3 (28,45 g) = 28,45/20 x 1,638 = 2,33 mg Volume Suntik IP = 2,33 mg/8 mg x 1,0 ml = 0,29 ml Mencit 4 (23,12 g) = 23,12/20 x 1,638 = 1,89 mg Volume Suntik IV = 1,89 mg/8 mg x 0,5 ml = 0,12 ml 4. Tabel Dosis No. Rute Pemberian BB (g) Dosis Lar. Stok Volume Suntik 1 PO 23,1 1,89 8 mg 0,24 ml 2 SC 26,2 2,15 8 mg 0,13 ml 3 IP 28,45 2,33 8 mg 0,29 ml 4 IV 23,12 1,89 8 mg 0,12 ml 5. Data Onset dan durasi Kelompok PO SC IP IV Onset Durasi Onset Durasi Onset Durasi Onset Durasi 1 45,40 31,05 42,07 83,45 19,30 74,26 10,41 80,54 2 35,27 21,74 - - 52,40 - - - 3 48,50-47,40-41,28-40,37-4 57,50-41,36-36,08-29,08 38,45 10

6. Tabel Data Kelompok PO SC IP IV 1 45 42 19 10 2 35-52 - 3 48 47 41 40 4 57 41 36 29 Σx 185 130 148 79 Σn 4 3 4 3 Σx PO 2 = 45 2 + 35 2 + 48 2 + 57 2 = 8803 Σx SC 2 = 42 2 + 47 2 + 41 2 = 5654 Σx IP 2 = 19 2 + 52 2 + 41 2 + 36 2 = 6042 Σx IV 2 = 10 2 + 40 2 + 29 2 = 2541 ΣxT = 185 + 130 + 148 + 79 = 542 ΣxT 2 = 8803 + 5654 + 6042 + 2541 = 23040 taraf nyata Onset α = 5% = 0,05 Jumlah Kuadrat total ΣxT 2 (ΣxT) 2 n total = 23040 (542) 2 14 = 2056,86 7. Jumlah Kuadrat Perlakuan (Σxpo) 2 + (Σxsc) 2 + (ΣxIp) 2 + (ΣxIV) 2 - n po n sc n Ip n IV (ΣxT) 2 n total 185 2 + 130 2 + 148 2 + 79 2-542 2 4 3 4 3 14 = 762,77 11

8. Jumlah Kuadrat Galat = JK total JK Perlakuan 2056,86 762,77 = 1294,09 9. Tabel Anova onset Sumber Variasi Jumlah dk Kuadrat F hitung Kuadrat rata2 Rute Pemberian 762,77 3 254,26 254,26/129,41 Galat 1294,09 10 129,41 = 1,9648 Total 2056,86 13 158,22 10. F Kritis = (α; dk rute; dk galat) = (0,05; 3; 10) = 3,71 F Hitung < F Kritis 1,96 < 3,71 Berbeda Tidak Bermakna 11. Grafik 60 Onset W a k t u 50 40 30 20 10 0 Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 PO SC IP IV 12

E. PEMBAHASAN Praktikum kali ini mempalajari tentang pengaruh cara pemberian obat terhadap absorpsi obat dalam tubuh (dalam hal ini pada tubuh hewan uji). Mencit dipilih sebagai hewan uji karena proses metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai objek pengamatan. Dari data yang didapatkan tentang perbandingan rute pemberian obat terhadap efektifitasnya, menunjukkan bahwa rute pemberian melalui intravena adalah yang paling cepat, yaitu didapatkan hasil rata-rata membutuhkan waktu 10 40 menit. Sedangkan onset yang paling lama tercapai adalah melalui per oral yang didapatkan hasil sekitar 35 57 menit. Pemberian obar secara oral merupakan cara pemberian obar yang umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah. Namun kerugiannya ialah banyak faktor yang dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya sehingga waktu onset yang didapat cukup lama. Sedangkan pemberian secara suntikan yaitu pemberian intravena, memiliki keuntungan karena efek yang timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian secara oral karena tidak mengalami tahap absorpsi maka kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respons penderita. Sedangkan rute pemberian yang cukup efektif adalah intra peritoneal (i.p.) karena memberikan hasil kedua paling cepat setelah intravena. Namun suntikan i.p. tidak dilakukan pada manusia karena bahaya injeksi dan adhesi terlalu besar (Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995). 13

F. KESIMPULAN Pada pemberian obat secara oral lebih lama menunjukkan onset of action dibanding secara Intravena, hal ini dikarenakan Intravena tidak mengalami fase absorpsi tetapi langsung ke dalam pembuluh darah. Sementara pemberian secara oral, obat akan mengalami absorpsi terlebih dahulu lalu setelah itu masuk ke pembuluh darah dan memberikan efek. 14

DAFTAR PUSTAKA Anief, Moh., 1990, Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan, Gadjah Mada University Press, D.I Yogayakarta. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi,IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Ansel, Howard.C., 1989 Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas Indonesia Press, Jakarta Ganiswara, Sulistia G (Ed), 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Balai Penerbit Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Joenoes, Z. N., 2002, Ars Prescribendi, Jilid 3, Airlangga University Press, Surabaya. Katzung, Bertram G., Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta. Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia, Jakarta. Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995, Pengantar Farmakologi Dalam Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Editor: Sulistia G.G, Gaya Baru, Jakarta. Siswandono dan Soekardjo, B, 1995, Kimia Medisinal, Airlangga Press, Surabaya. Mengetahui, Semarang, April 2011 Dosen Pembimbing Praktikan Margareta Retno Priamsari, S.Si., Apt. Linus Seta Adi N. 15