TINJAUAN PUSTAKA. Adapun teori-teori yang dijelaskan adalah teori mengenai

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan aktivitas yang paling penting dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. kecemasan dalam bidang layanan bimbingan dan konseling pribadi, pengertian

I. PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk memperoleh

PENGGUNAAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS UNTUK MENGURANGI KECEMASAN CALON MAHASISWA DALAM MENGHADAPI SBMPTN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten, dan bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan proses belajar mengajar, diantaranya siswa, tujuan, dan. antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.

keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar.

MENGURANGI KECEMASAN SISWA DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

PENGARUH PELATIHAN RELAKSASI TERHADAP KECEMASAN PADA ATLET KARATE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai efek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah seseorang yang

I. PENDAHULUAN. Ujian nasional merupakan salah satu bagian penting dari proses pendidikan di

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pembelajaran. Tetapi juga dalam hal membimbing siswa

ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER.

BAB III METODE PENELITIAN. prosedur penelitian, dan (6) teknik analisis data.

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

KONSEP BEHAVIORAL THERAPY DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWA TERISOLIR. Dyesi Kumalasari

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Teknik lainnya dalam modifikasi perilaku

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mohammad Zepi Prakesa, 2016

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB II LANDASAN TEORI

Pedologi. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kadang berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Salah satu yang

LEBIH DEKAT & SEHAT DENGAN HYPNOTHERAPY *Oleh : Suci Riadi Prihantanto, CHt (Indigo Hypnosis & Hypnotherapy)

I. PENDAHULUAN. Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. antar bangsa yang semakin nyata serta agenda pembangunan menuntut sumber

PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat kompleks. Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah

STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendekatan Konseling Behavioral

PROSES TERJADINYA MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus. berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN

Reality Therapy. William Glasser

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kelas unggulan dalam arti secara umum merupakan kelas yang berisi anakanak

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

BAB III. subyek dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. kejenuhan belajar. Berkaitan dengan itulah tingkat kejenuhan belajar siswa perlu memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi

NURDIYANTO F

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

TINJAUAN PUSTAKA. yang spesifik dari takut yang muncul di situasi tertentu, tidak bisa dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individual dan makhluk sosial. Sejak manusia

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990)

BAB IV HASIL PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS DATA

BAB II TINJAUAN TEORI

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. untuk dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya.

#### SELAMAT MENGERJAKAN ####

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita

Membangkitkan Kekuatan Pikiran Bawah Sadar. (Peace Of Mind)

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN PADA IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA TRISEMESTER KE-III DI RSNU TUBAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

2013 EFEKTIVITAS TEKNIK SELF INSTRUCTION UNTUK MEREDUKSI KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN

BAB III METODE PENELITIAN

SYSTEMATISC DESENSITIZATION TECHNIQUE USE TO REDUCE ANXIETY AT THE PRESENTATION OF STUDENTS FOR STUDENTS IN CLASS X SMK 1 METRO YEAR 2012/2013

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB III METODE PENELITIAN. dengan data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari

UPAYA MENGURANGI KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM MENGGUNAKAN TEKNIK RELAKSASI ABSTRACT

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI

BAB II LANDASAN TEORI

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy)

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adaperilaku pendidikan yang tidak dilahirkan oleh proses komunikasi, baik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giska Nabila Archita,2013

KONSEP DASAR. Manusia : mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol/dipengaruhi oleh faktorfaktor

Paket Pelatihan untuk Guru BK SMA/SMK se-kabupaten Sleman. Analisis Kebutuhan Permasalahan Siswa dengan Daftar Cek Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

13 II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini, peneliti akan menjelaskan teori yang digunakan dalam penelitian. Adapun teori-teori yang dijelaskan adalah teori mengenai kecemasan yang meliputi: kecemasan tes, karakteristik kecemasan tes, dan penyebab kecemasan tes, akibat kecemasan tes, kelas unggulan, pengertian kelas unggulan, tujuan kelas unggulan, teknik disensitisasi sistematis, pengertian disensitisasi sistematis, jenisjenis desensitisasi sistematis dan tahap-tahap pelaksanaan desensitisasi sistematis, efektifitas teknik desensitisasi sistematis dalam mengurangi kecemasan. A. Kecemasan Setiap individu pasti pernah merasakan suatu perasaan yang disebut dengan kecemasan. Kecemasan (anxiety) adalah suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan khawatir (aprehensive) bahwa sesuatu buruk akan terjadi pada dirinya (Nevid dkk, 2003). Sedangkan menurut pendapat Atkinson (1996:214) kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang kadang-kadang dialami dalam tingkat yang berbeda-beda.

14 1. Pengertian Kecemasan Tes Ujian/tes ditujukan untuk merepresentasikan kemampuan atau pekerjaan siswa selama belajar di kelas. Dengan pelaksanaan ujian/tes siswa dituntut untuk memperoleh hasil yang baik, bahkan sempurna, baik oleh dirinya sendiri, teman-teman, guru, dan orangtuanya. Menurut Nevid dkk, (2003) ujian/tes merupakan salah satu hal yang dapat menjadi sumber kecemasan. Ketika akan menghadapi ujian atau tes, seseorang dapat mengalami kecemasan atau yang biasa disebut dengan kecemasan tes (test anxiety). Spielberger & Vagg (dalam Zeidner:1998) mengatakan bahwa kecemasan tes mengacu pada bentuk dasar pada situasi yang lebih spesifik, tingkat kekhawatiran yang tinggi, pikiran terganggu, ketegangan dan gairah fisiologis pada saat menghadapi suatu proses penilaian (ujian/tes). Situasi yang lebih spesifik yang dimaksudkan adalah ketika akan dihadapkan pada suatu proses penilaian seperti ujian/tes. Pada situasi seperti ini individu dapat mengalami tingkat kekhawatiran yang tinggi, pikirannya terganggu atau kurangnya konsentrasi dan merasakan ketegangan serta gairah fisiologis pada perilaku yang ditunjukkannya. Sedangkan menurut Nicaise (dalam Adeleyna, 2008) kecemasan tes didefinisikan sebagai respon fisiologis, kognitif, dan tingkah laku individu, yang mendorong perasaan negatif dalam situasi yang dinilai. Individu yang mengalami kecemasan tes menurut Nicaise lebih mengacu pada respon fisiologis yang ditunjukkan seperti detak jantung menjadi lebih cepat, telapak

15 tangan yang mengeluarkan keringat berlebih yang akhirnya mendorong pada perasaan negatif pada saat akan dilakukan proses penilaian. Menurut Sieber dkk, (dalam Zeidner:1998) kecemasan tes adalah respon fenomenologis, fisiologis, dan tingkah laku yang menyertai kekhawatiran atau kegagalan pada ujian atau situasi yang bersifat evaluasi. Seseorang dalam kondisi seperti ini lebih menunjukkan tingkah laku-tingkah laku yang disertai dengan rasa khawatir yang tinggi. Dari beberapa pengertian kecemasan tes di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan tes adalah suatu manifestasi emosi yang bercampur aduk yang merupakan bentuk perasaan cemas berlebihan pada saat menghadapi suatu proses penilaian (ujian/tes). Bentuk respon yang ditampilkan dalam respon fisiologis, kognitif dan tingkah laku individu, yang mendorong perasaan negatif dalam situasi yang dinilai tersebut. 2. Karakteristik Kecemasan Tes Kecemasan tes (test anxiety) bisa ditemukan pada beberapa siswa yang memiliki keinginan untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Seseorang yang memiliki kecemasan tes tinggi akan merasa khawatir akibat tidak mampu mengerjakan ujian/tes dengan baik. Orientasi diri terhadap perasaan khawatir ini juga mempengaruhi konsentrasi selama perjalanan ujian/tes. Menurut teori Sarason (dalam Adeleyna, 2008) mengatakan karakteristik siswa yang memiliki kecemasan tes adalah sebagai berikut: a. Melihat ujian sebagai situasi yang sulit, menantang dan menakutkan;

16 b. Siswa merasa dirinya sebagai orang yang tidak berguna atau tidak cukup bisa mengerjakan soal-soal ujian; c. Siswa akan lebih memfokuskan pada konsekuensi yang tidak diinginkan dari ketidakmampuan dirinya; d. Keinginan untuk menyalahkan diri sangat kuat dan mengganggu aktifitas kognitif terhadap ujian; e. Siswa sudah mengira dan mengantisipasi kegagalan karena orang lain. Berdasarkan karakteristik siswa dalam menghadapi ujian yang disebutkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa siswa yang menghadapi ujian mengalami perasaan-perasaan kurang nyaman dalam dirinya dan timbul anggapan bahwa ujian merupakan hal yang menyulitkan. 3. Penyebab Kecemasan Tes Gunarsa (1989) dan Durand & Barlow (dalam Widiastuti, 2011) menyatakan cemas disebabkan oleh hal-hal berikut: a. peningkatan aktivitas otak atau neurotransmitter b. munculnya ancaman, tekanan, atau masalah dalam kehidupan c. kondisi sosial yang menuntut secara berlebihan yang belum atau tidak dapat dipenuhi oleh individu, seperti tuntutan mendapatkan nilai tinggi. d. rasa rendah diri dan kecenderungan menuntut diri sempurna karena standar prestasi yang terlalu tinggi dibandingkan dengan kemampuan nyata yang dimiliki individu. e. kurang siap dalam menghadapi suatu situasi atau keadaan, misalnya pada siswa yang merasa kurang menguasai mata pelajaran matematika tetapi harus segera mengikuti ujian matematika. f. pola berfikir dan persepsi yang negatif terhadap situasi atau diri sendiri,

17 Berdasarkan penyebab kecemasan tes yang disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa siswa yang mengalami kecemasan tes dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti, meningkatnya aktifitas otak, adanya tekanan atau masalah dalam hidupnya, adanya tuntutan untuk mendapatkan nilai tinggi atau bahkan kurangnya kesiapan dalam menghadapi situasi tersebut dan pola pikir yang negatif terhadap dirinya sendiri. Hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan oleh Grainger (1999) yang menjelaskan bahwa penyebab kecemasan tes berasal dari dua sumber, yaitu faktor lingkungan dan faktor individu. 4. Efek Kecemasan Tes Pada dasarnya kecemasan dalam tingkat rendah dan sedang berpengaruh positif pada performasi belajar siswa karena dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Goleman (1997) mengatakan bahwa terlampau cemas dan takut menjelang ujian justru akan mengganggu kejernihan pikiran dan daya ingat untuk belajar dengan efektif sehingga hal tersebut mengganggu kejernihan mental yang sangat penting untuk dapat mengatasi ujian. Ada beberapa akibat cemas pada siswa antara lain: a. prestasi akademik rendah (Klingemann, 2008; Durand & Barlow, 2003) b. mengurangi kinerja (Educational Testing Service, 2005) c. gangguan psikologis, misalnya pikiran kosong, sulit konsentrasi, atau berlarian kemana-mana, isi pikiran negatif seperti mengingat-ingat hasil ujian yang buruk, atau mengetahui menjawab salah setelah tes selesai tapi tidak saat tes (Educational Testing Service, 2005) d. gangguan fisik, misalnya mual, pinsan, berkeringat, sakit kepala, mulut kering, napas cepat, berdebar-debar, otot tegang, atau sakit kepala. (Educational Testing Service, 2005)

18 Berdasarkan penjelasan di atas akibat dari kecemasan tes dapat menyebabkan gangguan fisik maupun psikologis pada orang yang mengalaminya. Ketika seseorang mengalami kecemasan yang ada dalam pikirannya hanyalah perasaan-perasaan negatif tentang sesuatu yang dicemaskan tersebut. Sehingga reaksi fisik maupun psikologis pun dapat muncul akibat perasaan cemas yang dialaminya tersebut. B. Desensitisasi Sistematis 1. Pengertian Desensitisasi Sistematis Desensitisasi sistematis adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan meyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu (dalam Corey, 2009:208). Jadi teknik ini penerapannya dengan memunculkan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang dialami oleh klien. Chaplin (dalam Abimanyu dan Manrihu, 1996) menyatakan bahwa desensitisasi sistematis adalah pengurangan sensitifitas emosional yang berkaitan dengan kelainan pribadi atau masalah sosial setelah melalui prosedur konseling. Menurut Chaplin penggunaan teknik desensitisasi sistematis ini untuk mengurangi sensitifitas emosional seperti cemas atau phobia dengan menerapkan prosedur atau langkah-langkah pelaksanaan teknik desesnsitisasi sistematis tersebut.

19 Menurut Munro, dkk. (dalam Abimanyu dan Manrihu, 1996) menyatakan bahwa desensitisasi adalah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku melalui perpaduan beberapa teknik yang terdiri atas memikirkan sesuatu, menenangkan diri, dan membayangkan sesuatu. Jadi yang dimaksudkan adalah dalam teknik desnsitisasi sistematis ini terdapat suatu proses memikirkan sesuatu, menenangkan diri, dan membayangkan sesuatu sebagai langkah atau proses pengubahan tingkah laku. Desensitisasi sistematis juga melibatkan teknik-teknik relaksasi (dalam Abimanyu dan Manrihu, 1996). Klien dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan dan divisualisasi. Tingkatan stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan antara stimulus penghasil kecemasan itu akan terhapus. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa desensitisasi sistematis adalah salah satu teknik dalam terapi tingkah laku dengan menghilangkan respon yang tidak menyenangkan dengan mengganti respon yang berlawanan dalam situasi rileks, dimana klien diajak untuk memikirkan sesuatu, menenangkan diri, dan membayangkan sesuatu. 2. Jenis-jenis desensitisasi sistematis Pelaksanaan teknik desensitisasi sistematis ini ada beberapa cara, baik secara individu atau secara kelompok.

20 Beberapa jenis desensitisasi sistematis yang dijelaskan dalam Abimanyu dan Manrihu (1996:334) adalah: a. Desensitisasi yang dilaksanakan secara kelompok Pelaksanaan desensitisasi kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah yang sama adalah lebih efektif dan efisien daripada desensitisasi yang dilaksanakan secara individual. b. Desensitisasi yang dilaksanakan sendiri oleh klien Beberapa studi menunjukkan bahwa desensitisasi yang diselenggarakan oleh terapis tidak efektif. Glasgow dan Barrera (dalam Abimanyu dan Manrihu,1996) menemukan bahwa klien yang melaksanakan desensitisasi sistematis utuk dirinya sendiri terus menunjukkan kemajuan setelah dites lebih dari klien yang pelaksanaan desensitisasiya dilakukan oleh konselor. c. Desensitisasi in-vivo Desensitisasi in-vivo melibatkan beradanya klien secara aktual pada situasi-situasi dalam hirarki itu. Klien melibatkan diri dalam seri-seri situasi yang bertingkat daripada mengimajinasikan setiap seri itu. Jenis desensitisasi itu digunakan jika klien mempunyai kesulitan menggunakan imajinasinya atau tidak mengalami kecemasan selama melakukan imajinasi. Dengan demikian dapat disimpulkan selain jenis desenstisasi yang dilakukan secara perorangan, terdapat pula desensitisasi yang dilakukan secara berkelompok, yang dilakukan oleh klien sendiri, dan yang dilakukan oleh klien dalam stuasi aktual.

21 3. Tahap-tahap pelaksanaan desensitisasi sistematis Adapun tahap-tahap dalam pelaksanaan teknik desensitisasi sistematik ini dikemukakan oleh Cormier dan Cormier (dalam Abianyu dan Manrihu, 1996:337) adalah: a. Rasional penggunaan treatment desensitisasi sistematis; b. Identifikasi situasi-situasi yang menimbulkan emosi; c. Identifikasi konstruksi hirarki; d. Pemilihan latihan; e. Penilaian imajinasi; f. Penyajian adegan; g. Pekerjaan rumah dan tindak lanjut. Tahap yang pertama kali digunakan pada teknik desensitisasi sistematik adalah: a. Rasional penggunaan treatment desensitisasi sistematis Rasional yang berisi tujuan dan prosedur pelaksanaan desensitisasi sistematis disampaikan kepada klien karena akan mendatangkan beberapa manfaat. Antara lain: 1. rasional dan ringkasan prosedur pelaksanaan itu mengemukakan model tertentu atau cara dimana konselor akan melaksanakan treatment ini, 2. hasil dari desensitisasi mungkin bisa ditingkatkan karena diberikan instruksi dan harapan yang positif. b. Mengidentifikasikan situasi-situasi yang menimbulkan emosi Jika konselor telah menemukan masalah, maka mestinya ada indikasi tentang dimensi atau situasi yang memengaruhi kecemasan. Untuk itu dalam hal ini konselor hendaknya berinisiatif melakukan identifikasi situasi yang memengaruhi emosi tersebut dengan menggunakan salah satu prosedur, yaitu: wawancara, monitoring diri sendiri, atau angket. Setelah itu konselor

22 hendaknya terus membantu klien menilai situasi-situasi yang diperoleh sampai ditemukan beberapa situasi khusus. c. Identifikasi konstruksi hirarki Hirarki adalah daftar situasi rancangan terhadap mana klien bereaksi dengan sejumlah kecemasan yang bertingkat-tingkat. Untuk memeroleh hirarki itu, dalam tahap ini konselor hendaknya membantu klien: 1. Menjelaskan tujuan meranking butir-butir hirarki menurut meningkatnya level yang menimbulkan kecemasan; 2. Memilih tingkatan kecemasan dari paling yang tidak menimbulkan kecemasan (nilai 0) sampai pada tingkatan yang paling menimbulkan kecemasan (nilai 100); 3. Mengidentifikasi hal-hal yang menimbulkan kecemasan; 4. Mengidentifikasi hal-hal yang membuat cemas dan menulis dengan menggunakan kartu; 5. Mengeksplorasi hal-hal yang membuat cemas sampai diperoleh kriteria yang spesifik; 6. Meminta klien untuk mengidentifikasi beberapa hal-hal yang berlawanan dengan hal-hal yang membuat cemas; 7. Meminta klien untuk mengatur butir hirarki menurut makin meningkatnya pengaruh pada kecemasan dengan menggunakan metode rangking berikut: skala 0-100 atau rendah, sedang, dan tinggi; 8. Menambah atau mengurangi hirarki kecemasan agar diperoleh hirarki yang masuk akal.

23 d. Pemilihan dan latihan cuonterconditioning atau respon penanggulangan Pada tahap ini konselor memilih counterconditioning atau respon penanggulangan yang sesuai untuk melawan atau menanggulangi kecemasan. Konselor menjelaskan tujuan respon yang dipilih dan mendiskusikannya. Konselor melatih klien untuk melakukan penanggulangan dan melakukannya setiap hari. Sebelum melakukan latihan, klien diminta untuk menilai level perasaan kecemasan. Kemudian konselor meneruskan latihan sampai klien dapat membedakan level-level yang berbeda dari kecemasan dan dapat menggunakan respon non kecemasan untuk mencapai sepuluh atau kurang dalam skala penilaian 0-100. e. Penilaian imajinasi Pelaksanaan yang khas dari desensitisasi dititikberatkan pada imajinasi klien. Hal ini berasumsi bahwa imajinasi dari situasi adalah sama dengan situasi nyata dan bahwa belajar yang terjadi dalam situasi imajinasi menggeneralisasi pada situasi ril. Karena itu tugas konselor adalah: a) Menjelaskan penggunaan imajinasi dalam desensitisasi; b) Mengukur kapasitas klien untuk menggeneralisasi imajinasi secara hidup; c) Melalui bantuan klien konselor menentukan apakah imajinasi klien memenuhi kriteria atau tidak. f. Penyajian adegan hirarki Adegan dalam hirarki disajikan setelah klien diberikan latihan dalam counterconditioning atau respon penanggulangan dan setelah kapasitas

24 imajinasi diukur. Setiap persentasi adegan didampingi dengan respon penanggulangan sehingga kecemasan klien terkondisikan atau terkurangi. g. Pekerjaan Rumah dan Tindak Lanjut Dalam bagian akhir dari treatment ini konselor melakukan kegiatan sebagai berikut: a) Konselor memberikan tugas/pekerjaan rumah yang berhubungan dengan usaha memajukan hasil treatment desensitisasi dengan petunjuk sebagai berikut: Latihan setiap hari tentang pelaksanaan relaksasi, visualisasi butir-butir yang diselesaikan secara sukses pada sesi yang mendahuluinya, penerapan pada situasi yang sebenarnya butir-butir yang telah diselesaikan dengan sukses. b) Konselor menginstruksikan klien untuk mencatat pekerjaan rumah dalam buku catatan c) Konselor merencanakan pertemuan tindak lanjut untuk mencek hasil pekerjaan rumah. Pelaksanaan teknik utama dari teknik desensitisasi sistematis diatas akan diuraikan dengan jelas di bawah ini: Saat mata tertutup klien mulai terlibat dengan teknik ini. Konselor menggambarkan seri-seri adegan atau situasi dan meminta klien untuk membayangkan dirinya dalam setiap adegan atau situasi tersebut. Jika klien tetap rileks, klien diminta untuk membayangkan situasi yang dapat menimbulkan kecemasan. Kemudian konselor bergerak secara progresif ke hirarki situasi atau

25 adegan yang lebih membuat klien merasa cemas sampai klien memberi tanda bahwa klien sedang mengalami kecemasan, seperti mengeluarkan keringat, memberikan kode dengan salah satu jari-jari tangannya saat adegan tersebut dimunculkan. Kemudian konselor meminta klien untuk menghentikan imajinasi adegan kepada klien. Konselor kembali meminta klien untuk rileks, diantaranya dengan melemaskan otot-otot tubuh dan membayangkan situasi yang membuat klien senang atau situasi yang tidak membuat klien cemas. Setelah klien rileks dan tidak merasa cemas lagi kemudian adegan diteruskan kembali. Pada daftar hirarki situasi yang lebih menimbulkan rasa cemas. Apabila prosedur pelaksanaan teknik desensitisasi sistematis dapat dilaksanakan secara berurutan dan tetap sesuai dengan tahap-tahapnya maka pelaksanaan teknik ini dapat berjalan dengan lancar dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Maka secara garis besar teknik ini dapat dibagi dalam tiga bagian usaha yang besar yaitu sebagai berikut: a) Latihan relaksasi otot dan ketenangan menggunakan tipe relaksasi progresif; b) Menyusun urutan hirarki masalah yang mencemaskan; c) Desensitisasi yang sesungguhnya atau pelaksanaan inti dari teknik desensitisasi sistematis. Penyususunan hirarki dimulai dari masalah yang paling ringan dan tidak begitu menimbulkan kecemasan kemudian satu persatu ke atas hingga ke daftar hirarki situasi yang paling mencemaskan.

26 Penyusunan ini biasanya selesai dalam beberapa sesi wawancara sebagai berikut: a. Pada wawancara pertama, klien dilatih dengan relaksasi otot, yaitu dengan cara melemaskan otot tubuh yang terus tegang. Kemudian klien memerhatikan dengan cermat beda rasa antara otot yang tegang dan otot yang lemas. Klien kemudian dianjurkan untuk melatih dirinya dirumah sendiri sebelum datang pada wawancara selanjutnya. Bila relaksasi sudah dapat tercapai, maka desensitisasi sudah dapat dimulai. Klien diberi aba-aba untuk melemaskan otot-ototnya sebagaimana telah diajarkan konselor dan mengacungkan jari telunjuknya bila merasa cemas saat mengimajinasikan adegan. Setelah klien merasa rileks, klien diminta membayangkan suatu adegan yang netral dan tidak akan menimbulkan rasa kecemasan setelah adegan itu dilaksanakan. Kemudian konselor meminta klien untuk mengimajinasikan suatu adegan atau situasi yang biasanya menimbulkan kecemasan. Teknik desensitisasi ini sangat perlu dipakai untuk mengetahui betapa cepat dan jelasnya klien dapat membayangkan atau mengimajinasikan suatu adegan atau situasi tertentu yang dialami dalam hidupnya. b. Pada sesi selanjutnya, cara seperti yang dilakukan pada saat wawancara pertama tetap dilakukan lagi dengan cara mengimajinasikan situasi atau adegan yang sudah tidak menimbulkan kecemasan lagi, kemudian imajinasi adegan atau situasi boleh dilanjutkan pada urutan hirarki yang lebih tinggi atau ke situasi yang dapat menimbulkan kecemasan., demikian seterusnya hingga beberapa sesi dalam pelaksanaan teknik ini. Situasi atau adegan yang tercantum paling atas dari daftar hirarki situasi yang seharusnya menimbulkan

27 banyak kecemasan pada sesion sebelumnya maka pada sesion ini situasi tersebut sudah tidak lagi menjadi situasi yang mencemaskan pada diri klien. Hal yang perlu diingat adalah faktor pelaksanaan dalam mengadakan persentasi situasi dengan cara imajinasi yang logis dan konsisten untuk desensitisasi yaitu untuk mempertahankan relaksasi selama terapi dan untuk mencegah selama proses desensitisasi itu tidak akan menjadi penyebab kecemasan. Oleh sebab itu, bila klien memberi tanda bahwa ia merasa cemas atau pemberi terapi melihat ada pertanda gangguan tubuh selama diberikan rangsang kecemasan itu maka imajinasi adegan oleh klien harus segera dihentikan dan bayangan adegan yang mencemaskan tersebut di perintahkan untuk segera dihapuskan dan konselor meminta klien untuk rileks, agar klien dapat menghilangkan rasa cemas setelah mengimajinasikan suatu adegan. Setelah klien tenang kembali barulah daftar cemas dari rangsang hirarki situasi dapat diimajinasikan kembali. Bila kecemasan timbul lagi maka relaksasi dilakukan kembali, demikian selanjutnya. Situasi diulang lagi hingga dirasakan oleh klien cukup nyaman dan santai untuk menyelesaikan terapinya itu sehingga berhasil. Dengan demikian kegagalan dalam proses desensitisasi sistematis dapat dicegah. Perlu diingat penghentian terapi jangan sekali-kali disaat klien sedang dalam keadaan cemas, sebab suatu suasana akhir pertemuan nampaknya akan lekat dipertahankan sehingga membutuhkan saat yang paling lama untuk menghapuskannya. Oleh sebab itu tiap akhir pertemuan hendaknya diberikan

28 rangsang atau suasana yang cukup lunak dan santai sehingga penghentian dapat dilakukan dengan lebih lancar. 4.Langkah-langkah dalam menganalisis perilaku kecemasan Dalam penelitian ini digunakan tiga langkah menganalisis perilaku, berawal dari tahap memilih target perilaku yang akan dikurangi sampai tahap mengevaluasi program yang telah dilaksanakan. Tiga langkah tersebut yaitu: a) Memilih target perilaku yang akan dikurangi; b) Merencanakan dan mewujudkan sebuah strategi untuk mengurangi perilaku; c) Mengevaluasi program yang telah dilaksanakan. Langkah-langkah dalam menganalisis perilaku akan diuraikan lebih jelas dibawah ini: a) Memilih target perilaku yang akan dikurangi Merupakan langkah awal yang dilakukan peneliti sebelum melakukan penelitian. Dalam penelitian ini target perilaku yang akan dikurangi adalah kecemasan siswa dalam menghadap ujian akhir semester. Untuk mengurangi perilaku yang dialami oleh siswa tersebut peneliti menggunakan teknik konseling. Adapun konseling yang akan diterapkan oleh peneliti adalah dengan menggunakan pendekatan behavioral teknik desensitisasi sistematis. b) Merencanakan dan mewujudkan sebuah strategi untuk mengurangi kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir semester.

29 Tahap ini merupakan tahap inti dari penelitian yang akan dilakukan. Dalam tahap ini peneliti menentukan cara dan strategi yang akan digunakan untuk membantu mengurangi perilaku subyek. Peneliti menggunakan strategi atau cara konseling untuk membantu mengurangi perilaku subyek penelitian dengan cara menurunkan perilakunya bahkan sampai menghilangkan perilakunya. Konseling yang akan dilaksanakan peneliti menggunakan salah satu pendekatan yaitu pendekatan konseling behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis. c) Mengevaluasi program yang telah dilaksanakan peneliti Tahap ini merupakan tahap akhir dari proses menganalisis perilaku yang dilaksanakan. Mengevaluasi program yang telah dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui apakah program yang telah dilaksanakan sudah efektif atau belum. Untuk mengevaluasi program yang dilaksanakan yaitu dengan cara membandingkan keadaan perilaku subyek sebelum dilakukan konseling dengan perilaku subyek sesudah dilakukan konseling. C. Kelas Unggulan 1. Pengertian Kelas Unggulan Menurut Silalahi (dalam Zanuraini : 2011), kelas unggulan adalah kelas yang menyediakan program pelayanan kusus bagi peserta didik dengan cara mengembangkan bakat dan kreativitas yang dimilikinya untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

30 Sedangkan menurut Direktorat Pendidikan Dasar yang ditulis kembali oleh Supriyono (dalam Zanuraini : 2011) adalah sejumlah anak didik yang karena prestasinya menonjol dikelompokkan di dalam satu kelas tertentu kemudian diberi program pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan dan adanya tambahan materi pada mata pelajaran tertentu. Selanjutnya menurut Suhartono dan Ngadirun (dalam Zanuraini : 2011) kelas unggulan adalah kelas yang dirancang untuk memberikan pelayanan belajar yang memadai bagi siswa yang benar-benar mempunyai kemampuan yang laur biasa. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kelas unggulan adalah kelas yang dirancang untuk sejumlah siswa yang memiliki kemampuan, bakat, kreativitas dan prestasi yang menonjol dibandingkan dengan siswa lainnya kemudian diberi program pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan dan adanya tambahan materi pada mata pelajaran tertentu. 2. Tujuan Kelas Unggulan Menurut Silalahi (dalam Zanuraini : 2011) tujuan penyelenggaraan kelas unggulan diantaranya: a) Mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan. b) Menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. c) Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan tenaga pendidik. d) Mengembangkan potensi yang dimiliki sekolah.

31 e) Meningkatkan kemampuan untuk menghadapi persaingan di dunia pendidikan dengan menciptakan keunggulan kompetitif D. Efektifitas Teknik Desensitisasi Sistematis dalam Mengurangi Kecemasan Tes Teknik desensitisasi sistematis dipilih karena merupakan perpaduan dari teknik memikirkan sesuatu, menenangkan diri dan membayangkan sesuatu dengan memanfaatkan ketenangan jasmaniah konseli untuk melawan ketegangan jasmaniah konseli yang bila konseli berada dalam situasi yang menakutkan atau menegangkan sehingga sangat tepat untuk mengatasi gangguan kecemasan atau yang berhubungan dengan kelainan pribadi maupun masalah sosial. Adapun yang memperkuat dalam menggunakan teknik desensitisasi sistematis dalam mereduksi kecemasan menghadapi ujian adalah karena teknik desensitisasi sistematis dapat diterapkan secara efektif pada berbagai situasi penghasil kecemasan, mencakup situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang digeneralisasi, kecemasan-kecemasan neurotik, serta impotensi, dan frigiditas seksual (Corey, 2009:210). Desensitisasi sistematis merupakan teknik yang didasarkan pada pengkondisian responden yang digunkaan oleh para ahli psikologi untuk mengurangi rasa takut dan rasa cemas klien mereka (Wolpe, dalam Bastable:1999).

32 Wolpe (dalam Corey, 2009:209) telah mengembangkan suatu respon yakni relaksasi, yang secara fisiologis bertentangan dengan kecemasan yang secara sistematis diasosiasikan dengan aspek-aspek dari situasi yang mengancam. Jadi dengan respon relaksasi diharapkan kecemasan yang dialami secara perlahan berkurang. Setiap kali relaks maka cemasnya berkurang. Cormier dan Cormier (dalam Abimanyu dan Manrihu,1996:334) mengemukakan bahwa desensitisasi telah digunakan untuk menyembuhkan kecemasan,kasus-kasus phobia ganda pada anak-anak, muntah-muntah yang kronis, takut pada darah, kebiasaan mimpi buruk dimalam hari, takut menyetir mobil dan takut air. Teknik desensitisasi juga telah digunakan secara luas dengan penderita phobia pada umumnya seperti, takut ketinggian, takut di tempat terbuka, dan takut di tempat tertutup. Selain itu, teknik disensitisasi juga digunakan untuk menyembuhkan orang yang takut terbang, takut mati, takut kritik atau penolakan. Egbochuku, (2005) membuktikan lewat penelitiannya, bahwa teknik desensitisasi sistematis efektif dalam mengurangi kecemasan ujian pada siswa Sekolah Menengah Atas Nigeria, sehingga terapi ini cocok digunakan dalam mereduksi kecemasan. Adapun dalam penelitiannya tersebut menghasilkan sebuah program penanganan kecemasan ujian pada siswa sekolah menengah pertama dengan menggunakan desensitisasi sistematis. Dari hasil penelitian para peneliti tersebut dapat dikatakan bahwa teknik desensitisasi sistematis efektif untuk mereduksi kecemasan. Dalam penelitian

33 ini peneliti menggunakan desensitisasi sistematis untuk mengurangi kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir semester karena teknik ini dianggap tepat dan sesuai untuk masalah yang dialami klien dengan masalah kecemasan.