BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang pemilihan judul Kemajuan ekonomi menjadi salah satu tolak ukur suatu negara untuk mendapatkan pengakuan dari negara lain, bahwa negara itu termasuk negara maju atau berkembang. Indonesia sebagai suatu negara yang mayoritas penduduknya adalah umat muslim sedang mencoba untuk melakukan pembangunan ekonomi Islam. Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia saat ini nampaknya sudah mulai menunjukkan pertumbuhan ke arah yang positif. Salah satu tanda pertumbuhan tersebut ditandai dengan bermunculannya bank yang berbasis syariah. Namun, di sisi lain perkembangan ekonomi islam tidak bisa hanya dinilai dari segi peralihan sistem bank dari konvensional ke sistem syariah. Hal penting yang tidak terlepas dari perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Islam terletak pada tingkat kesejahteraan sosial dan kemakmuran masyarakat di suatu negara. Pembangunan ekonomi islam diharapkan mampu mengatasi masalah tersebut dengan diwajibkannya pembayaran zakat (khususnya zakat mal) baik bagi para pelaku bisnis maupun seluruh instansi pemerintahan. Menurut Hasbiyallah (2013:246) zakat adalah salah satu rukun Islam yang harus dipenuhi oleh semua umat Islam. Zakat merupakan salah satu rukun islam yang paling tampak di antara sekalian rukun-rukun islam, sebab zakat adalah hak orang banyak yang terpikul pada pundak individu. Zakat membersihkan atau mensucikan jiwa dari sifat kikir dan bakhil. Sebab manusia ketika ia keluarkan zakat dengan merelakan hartanya, tatkala itulah ia menang atas nafsunya. Sama halnya dengan pajak, zakat dapat dikategorikan sebagai pendapatan atau penerimaan lain sehingga tingginya penerimaan zakat akan mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Yang menjadi perbedaan di antara keduanya hanya terletak pada peruntukkannya. Sebagian besar alokasi pajak digunakan untuk pembangunan infrastruktur negara dan tidak ada aturan yang baku mengenai pengaloksian pajak sedangkan dana zakat dialokasikan berdasarkan pada prinsip syariah yaitu kepada para mustahiq (penerima zakat) yang diberikan langsung kepada masyarakat sehingga memiliki esensi sebagai pembangunan kesejahteraan sosial dan kemakmuran masyarakat. Saat ini, Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kota Bogor semakin memprihatinkan. Salah satunya keberadaan anak jalanan, gelandangan, dan pengemis di Kota Bogor yang bisa ditemui dengan mudah di setiap sudut kota (Radar Bogor, 4 Juni 2014). Hal tersebut berbanding terbalik dengan yang diungkapkan oleh Ketua Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Bogor yang menyebutkan bahwa penerimaan zakat, infaq dan shodaqoh (ZIS) melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Bogor, mengalami peningkatan sebesar 5,88 persen dari tahun sebelumnya. Total penerimaan zakat, infaq dan shodaqoh tahun ini terkumpul sebesar Rp 12,26 miliar sedangkan tahun lalu terkumpul sebesar Rp 11,58 miliar. Dengan peningkatan penerimaan zakat pada tahun 2013 seharusnya masalah kemiskinan di Kota Bogor bisa teratasi dengan baik. Kondisi yang seperti ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai pengelolaan zakat di Kota Bogor. Seperti ibadah lainnya, seorang muslim dituntut untuk mencapai tingkat kesempurnaan tertentu dalam pelaksanaan ibadah zakat. Untuk itu dalam menentukan dan menghitung zakat adalah hal yang wajar jika seorang muslim diwajibkan untuk menentukan dan menghitung zakatnya degan tingkat kepatutan dan kehati-hatian tertentu, apalagi terdapat seperangkat prinsip-prinsip akuntansi yang dapat dijadikan alat pendekatan kesempurnaan ibadah. Karena pengumpulan, penyaluran, dan potensi zakat sebagai instrumen pengentasan kemiskinan, akhir-akhir ini sudah menjadi primadona untuk disoroti dalam kajian multidimensi khazanah literatur ekonomi Islam. Selain itu, pada kenyataanya
zakat sebagai sebuah teori sudah banyak dieksplorasi oleh para ahli intelektual muslim yang concern kepada pembangunan dan keuangan publik. Sebagaimana yang dilansir dalam surat At-Taubah ayat 60 tentang delapan asnaf yang berhak menerima zakat, maka pola distribusi dana zakat produktif menjadi menarik untuk dibahas mengingat pernyataan dalam syariah menegaskan bahwa dana zakat yang terkumpul sepenuhnya adalah hak milik dari mustahiq delapan asnaf. Dengan demikian, menurut Ustman Syubeir (2000:501) perlakuan apapun yang ditunjukkan kelompok mustahiq terhadap dana zakat tersebut tidak akan menjadi permasalahan yang ilegal dalam pengertian hukum syariah, seperti hanya mengonsumsi habis dari jatah dana zakat terkumpul yang menjadi haknya. Lembaga zakat merupakan organisasi yang mendapat tanggung jawab (amanah) dari para pembayar zakat (muzakki) untuk menyalurkan zakat yang telah mereka bayarkan kepada masyarakat yang membutuhkan secara efektif dan efisien. Penyaluran secara efektif dan efisien adalah penyaluran zakat yang sampai pada sasaran masyarakat dan mencapai tujuan. Sementara itu, penyaluran zakat yang efisien adalah terdistribusikannya zakat dengan baik. Sebagai lembaga pemegang amanah, lembaga zakat berkewajiban untuk mencatat setiap setoran zakat dari muzakki baik kuantitas maupun jenis zakat, kemudian melaporkan pengelolaan zakat tersebut kepada masyarakat. Osmad Muthaher (2012:184) Badan Amil Zakat Nasional selanjutnya disingkat menjadi BAZNAS merupakan badan resmi dan satu-satunya yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS) pada tingkat nasional. Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat semakin mengukuhkan peran BAZNAS sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dalam UU tersebut, BAZNAS dinyatakan sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat
mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. Dengan demikian, BAZNAS bersama Pemerintah bertanggung jawab untuk mengawal pengelolaan zakat yang berasaskan: syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi dan akuntabilitas. BAZNAS menjalankan empat fungsi, yaitu: 1. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; 2. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; 3. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan 4. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat. Untuk terlaksananya tugas dan fungsi tersebut, maka BAZNAS memiliki kewenangan: 1. Menghimpun, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat. 2. Memberikan rekomendasi dalam pembentukan BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota, dan LAZ 3. Meminta laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infaq, shadaqah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS Provinsi dan LAZ. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dan hasilnya akan dituangkan dalam laporan tugas akhir ini dengan judul Tinjauan atas Pengelolaan Dana Zakat pada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Bogor berdasarkan PSAK No. 109 tentang Akuntansi Zakat dan Infaq/Shadaqah. 1.2 Identifikasi masalah Adapun identifikasi masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengelolaan dana zakat di BAZNAS Kota Bogor? 2. Bagaimana penerapan PSAK 109 dalam pengelolaan zakat di BAZNAS Kota Bogor?
1.3 Tujuan laporan tugas akhir Sesuai dengan masalah yang diidentifikasikan di atas, maka laporan tugas akhir ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui sistem pengelolaan dana zakat di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Bogor. 2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan PSAK 109 dalam pengelolaan zakat di BAZNAS Kota Bogor. 1.4 Kegunaan tugas akhir 1. Bagi Penulis Untuk memperluas pengetahuan serta menambah wawasan khususnya mengenai pengelolaan dan pendistribusian dana zakat dan merupakan media pembanding antar teori yang telah diperoleh dari perkuliahan dengan aplikasinya pada perusahaan tempat diadakan kerja praktik. 2. Bagi BAZNAS Kota Bogor a. Dapat memberikan masukan dan informasi kepada pimpinan BAZNAS mengenai pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan dana zakat. b. Dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap kebijakankebijakan yang akan diambil menyangkut pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan dana zakat di BAZNAS Kota Bogor.
3. Bagi Pihak Lain Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi yang berguna dalam melaksanakan penelitian, maupun studi lebih lanjut serta bahan rujukan dalam melihat keadaan atau kondisi perusahaan secara benar dan objektif. 1.5 Lokasi dan waktu pelaksanaan Dalam rangka memperoleh data dan bahan yang diperlukan untuk penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, penulis melakukan kerja praktik secara langsung yang dilakukan di BAZNAS Kota Bogor yang berlokasi di Jln. Pajajaran No. 10 Kota Bogor. Sedangkan waktu kerja praktek dilakukan mulai dari tanggal 27 Januari 2014 sampai dengan tanggal 18 Febuari 2014.