BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada sejak dahulu yaitu hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

BAB V KESIMPULAN. bab- bab sebelumnya maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan. Manusia harus meninggalkan dunia fana. kekayaannya beralih pada orang lain yang ditinggalkannya.

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan, maupun dengan pihak ketiga. Pewaris adalah orang yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda

BAB I PENDAHULUAN. istiadat yang mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan setiap kelahiran anak yang dilakukan oleh pemerintah berasas non

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

BAB I PENDAHULUAN. penduduk. Penduduk yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, adat istiadat

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

HAK WARIS ATAS TANAH YANG DIPEROLEH ANAK BELUM DEWASA DARI HASIL PERKAWINAN BEDA KEWARGANEGARAAN

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur baik materil maupun

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB II KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENCATATAN KELAHIRAN

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. Untuk dapat mencegah permasalahan mengenai harta warisan tersebut, hukum

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara

BAB I PENDAHULUAN. Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Kewarganegaraan. dalam melaksanakan tugas pokok dan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Kajian tentang kekerasan yang berspektif gender juga memasuki

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain itu untuk menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB V PARA AHLI WARIS

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK. A. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak

BAB I PENDAHULUAN. Allah menjadikan makhluk-nya berpasang-pasangan, menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

SOSIALISASI RUU BHP : TELAAH SINGKAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG BALAI HARTA PENINGGALAN (RUU BHP)

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa. melaksanakan kemurnian dari peraturan-peraturannya.

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB I PENDAHULUAN. di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT BALI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1961 TENTANG PERUBAHAN ATAU PENAMBAHAN NAMA KELUARGA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. terpenuhi, sehingga kadang-kadang terdapat suatu keluarga yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris yang berlaku di Indonesia dikenal sangat beragam, hal ini dikarenakan adanya pengaruh penggolongan penduduk yang pernah dilakukan pada masa Hindia Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mulai berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Indonesia, akan tetapi pada kenyataannya di dalam pelaksanaan hukum waris, hal ini terbukti dengan berlakunya tiga hukum waris bagi penduduk Indonesia, yang antara lain adalah sebagai berikut : 1. Hukum Waris Islam Hukum Waris Islam adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan pewaris, dan menentukan ahli waris yang berhak atas harta peninggalan tersebut serta menentukan jumlah bagian yang diterima oleh ahli waris tersebut, yang pengaturannya berdasarkan pada Al-Qur an dan Hadist. Hukum Waris Islam berlaku bagi orang orang yang tidak tunduk pada Hukum Perdata Barat dan beragama Islam, misalkan : golongan pribumi yang beragama islam, dan golongan bangsa lain yang beragama islam. 2. Hukum Waris Adat Hukum Waris Adat adalah sekumpulan hukum yang mengatur proses pengoperan harta warisan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Hukum waris adat berlaku 1

bagi orang orang yang tidak tunduk pada hukum perdata barat dan tidak beragama islam, misalkan : golongan pribumi yang tidak beragama Islam. 3. Hukum Waris Barat Hukum Waris Barat adalah hukum yang mengatur peralihan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia dan akibat akibatnya bagi ahli waris, yang pengaturannya adalah berdasarkan pada Kitab Undang Undang Hukum Perdata.Hukum Waris Barat berlaku bagi yang tunduk pada hukum perdata sesuai dengan ketentuan sebagai berikut. 1 a. Pasal 131 jo 163 I.S (Indische Staatsregelin) yaitu : hukum waris yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata berlaku bagi orang orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang orang Eropa tersebut; b. Staatsblad 1917 Nomor 129, yaitu : hukum waris yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata berlaku bagi orang orang Timur Asing Tionghoa. c. Staatsblad 1924 Nomor 557 jo Staatsblad 1917 Nomor 129, yaitu : hukum waris yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata berlaku bagi orang orang Timur Asing lainnya dan orang orang Indonesia yang melakukan penundukan diri kepada hukum Eropa. Pemberlakuan Hukum Waris Perdata pada golongan Tionghoa yang diharapkan dapat menyelesaikan kekacauan dan anarki dalam sistem pewarisan harta waris di antara orang orang Tionghoa yang memuncak pada abad ke-19, ternyata menimbulkan masalah baru, bagi masyarakat Tionghoa, hukum perdata barat adalah 1 SuriniAhlanSjarifdanNurulElmiyah, 2006. Hukum Kewarisan Perdata Barat, Kencana Renada Media Group,Jakarta, hlm.4. 2

hukum asing, banyak ketentuannya yang menyimpang dengan hukum adat Tionghoa dan karena adanya perbedaan yang mendasar antara hukum perdata barat dengan hukum adat Tionghoa. Pada mulanya ada sikap ketidak setujuan dari golongan Tionghoa terhadap penerapan KUHPerdata terhadap mereka, bisa dibaca dari laporan minimnya pendaftaran pernikahan di kantor catatan sipil dibandingkan dengan jumlah penduduk Tionghoa. 2 Saat Nieuwe Chinezen Wetgeving (Perundang-undangan TionghoaBaru) diberlakukan, maka seluruh ketentuan hukum waris yang terdapat dalam Bab XII Buku Kedua KUHPerdata juga berlaku bagi WNI yang tergolong keturunan Tionghoa. Perkara yang timbul dalam hal warisan sangat kental dalam hubungannya dengan kasus kekeluargaan dan kekerabatan. Hukum Perdata Barat (KUHP) mempergunakan sistem kekerabatan parental atau yang biasa disebut kekerabatan bilateral, sistem kekerabatan ini bersifat individual yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ayah dan ibu jadi dalam hal ini kedudukan antara anak laki-laki dan perempuan adalah sejajar, sehingga keduanya akan mendapatkan hak yang sama dalam hal pewarisan. Tionghoa menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ayah sehingga menempatkan anak laki-laki berada di posisi yang lebih menonjol dari pada kedudukan anak perempuan dalam hal pewarisan.ketentuan yang berlaku dalam hukum waris adat Tionghoa mengatakan bahwa hanya anak laki-laki saja yang dianggap sebagai ahli waris, karena anak laki-laki dianggap memiliki tanggungjawab lebih besar terhadap keluarga dibandingkan anak perempuan. 2 Satrio,2000, Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Dalam Undang-Undang, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.193. 3

Pada Tahun 1991 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah membaca surat permohonan tertanggal 24 Juli 1991 dari Mangatas Matondang, SH. Sebagai Kuasa Hukum dari para Pihak Pemohon mengenai permohonan adanya Surat Penetapan Ahli Waris dari Pewaris. Bahwa Pewaris sebagai suami, semasa hidupnya yaitu pada waktu Perang Dunia ke-ii telah melangsungkan perkawinan untuk yang pertama dan terakhir kalinya dengan istrinya (Pemohon) secara adat Tionghoa, perkawinan mana kemudian telah dilangsungkan secara sah menurut hukum yang dilangsungkan di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 1952 perkawinan antara Pewaris dengan Pemohon-I tersebut sudah merupakan perkawinan yang sah. Bahwa dari hasil perkawinan antara Pewaris dengan Pemohon-I tersebut telah dilahirkan anak-anak, yaitu : 2 (dua) orang anak Perempuan yang merupakan anak yang lahir diluar perkawinan dan belum pernah diakui dan telah meninggalkan Kewarganegaraan Indonesia, 1 (satu) orang anak Laki-laki yang merupakan anak yang lahir diluar perkawinan yang kemudian telah diakui serta disahkan sebagai Anak Sah (Pemohon-II), 1 (satu) orang anak Laki-laki yang lahir dari perkawinan yang sah (Pemohon-III), dan 2 (dua) orang anak Perempuan yang lahir dari perkawinan yang sah (Pemohon-IV dan Pemohon-V). Bahwa menurut hukum, anak-anak yang lahir diluar perkawinan yang belum diakui oleh Bapaknya tidak dapat mewarisi harta peninggalan bapaknya dan/atau bukan merupakan ahli waris yang sah dari Bapaknya tersebut.sehingga dengan demikian, adapun ahli waris yang sah dan terdekat yang ditinggalkan oleh Pewaris adalah 1 (satu) orang Istri dan 4 (empat) orang anak (Para Pemohon) yang diakui oleh Pewaris tersebut. 4

Terkait pemaparan tersebut maka penulis merasa tertarik untuk meneliti secara lebih mendalam perihal pelaksanaan pembagian harta warisan di kalangan masyarakat Tionghoa di Kota Jakarta Selatan apakah telah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam KUHPerdata atau justru sebaliknya, bagaimana perkembangan penerapan hukum waris kodifikasi pada WNI keturunan Tionghoa di Kota Jakarta Selatan apakah dapat berjalan dengan efektif sebagaimana yang ditentukan oleh Undang Undang atau belum, untuk menjawab semua pertanyaan yang ada penulis mengajukan penulisan hukum dengan judul Pembagian Harta Warisan Bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 315/Pdt/P/1991/PN.Jkt.Sel Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Barat di Kota Jakarta Selatan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana pembagian warisan bagi ahli waris golongan 1 (satu) WNI keturunan Tionghoa dalam hal ada anak luar kawin pada Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 315/Pdt/P/1991/PN.Jkt.Sel? 5

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Subjektif Tujuan subjektif dari penulisan hukum ini adalah untuk melengkapi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas HukumUniversitas Gadjah Mada 2. Tujuan Objektif Tujuan Objektif dari penulisan hukum ini adalah: Mengetahui pembagian warisan bagi ahli waris WNI keturunan Tionghoa golongan 1 dalam hal ada anak luar kawin yang terjadi pada WNI keturunan tionghoa di kota Jakarta Selatan. D. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan penulis, belum pernah ada yang mengadakan penelitian dan judul yang serupa dengan yang diteliti oleh penulis. Dan berdasarkan penelusuran kepustakaan yang penulis lakukan di Perpustakaan Hukum Universitas Gadjah Mada, terdapat penulisan hukum yang terkait dengan hukum waris di kalangan masyarakat Tionghoa dengan judul Praktek Pembagian Harta Warisan Khususnya bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa Menurut Hukum Perdata Barat di Kota Banjarmasin yang disusun oleh Siti Mentari Dini, dengan nomor mahasiswa 07/250540/HK/17429. Penulisan hukum tersebut meneliti dan membahas mengenai praktek pelaksanaan pewarisan yang terjadi dalam masyarakat tionghoa jika dilihat dari sudut pandang dan 6

ketentuan-ketentuan pewarisan Hukum Waris Perdata Barat berdasarkan Kitab Undangundang Hukum Perdata di kota Banjarmasin. Berbeda dengan pembahasan yang penulis lakukan, dalam penulisan ini penulis terfokus pada Penetapan Pengadilan No. 315/Pdt/P/1991/PN.Jkt.Sel tentang praktek pembagian pewarisan yang terjadi dalam masyarakat Tionghoa ketika ada anak diluar nikah jika dilihat dari sudut pandang dan ketentuan-ketentuan pewarisan hukum waris perdata barat berdasarkan Kitab Undangundang Hukum Perdata, dan penulis memilih kota Jakarta Selatan sebagai lokasi penelitian. 3 Dengan demikian penelitian ini dapat dianggap asli serta layak untuk dilaksanakan, akan tetapi apabila nantinya masih terdapat penelitian yang serupa maka itu diluar sepengetahuan penulis, besar harapan penulis agar kelak penelitian dan penulisan hukum ini dapat menjadi satu pelengkap dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. E. Kegunaan Penelitian 1. Bagi Ilmu Pengetahuan (akademik) Hasil daripada penelitian ini penulis harapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan hukum secara umum, serta memberikan manfaat pula secara khusus dalam perkembangan bidang hukum waris jika dikaitkan dengan perkembangan sosiologis suatu kelompok atau golongan masyarakat tertentu sehingga di kemudian hari hukum waris dapat lebih disesuaikan dengan kepentingan Warga Negara Indonesia yang bersifat pluralistis. 3 Penetapan Pengadilan No.315/Pdt/P/1991/PN.Jkt.Sel 7

2. Bagi Pembangunan Bangsa dan Negara Agar pemerintah serta badan legislative dan seluruh Warga Negara Indonesia yang dalamhal ini lebih dikhusukan WNI keturunan Tionghoa lebih peka dan meningkatkan kesadaran akan adanya permasalahan dalam pelaksanaan pembagian hukum waris yang masih menjadi sebuah polemik hingga saat ini karena belum terciptanya cita-cita unifikasi dalam bidang hukum waris di Indonesia. Sehingga tidak memunculkanm permasalahan-permasalahan baru lagi dikemudian hari. 3. Bagi Praktisi Hukum Sebagai gambaaran bagaimana realisasi pembagian harta warisan yang terjadi pada WNI keturunan Tionghoadi kota Jakarta Selatan, serta mengetahui segala permasalahan dan pemecahan masalah yang terkait dengan peristiwa pewarisan tersebut. 8