BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris yang berlaku di Indonesia dikenal sangat beragam, hal ini dikarenakan adanya pengaruh penggolongan penduduk yang pernah dilakukan pada masa Hindia Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mulai berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Indonesia, akan tetapi pada kenyataannya di dalam pelaksanaan hukum waris, hal ini terbukti dengan berlakunya tiga hukum waris bagi penduduk Indonesia, yang antara lain adalah sebagai berikut : 1. Hukum Waris Islam Hukum Waris Islam adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan pewaris, dan menentukan ahli waris yang berhak atas harta peninggalan tersebut serta menentukan jumlah bagian yang diterima oleh ahli waris tersebut, yang pengaturannya berdasarkan pada Al-Qur an dan Hadist. Hukum Waris Islam berlaku bagi orang orang yang tidak tunduk pada Hukum Perdata Barat dan beragama Islam, misalkan : golongan pribumi yang beragama islam, dan golongan bangsa lain yang beragama islam. 2. Hukum Waris Adat Hukum Waris Adat adalah sekumpulan hukum yang mengatur proses pengoperan harta warisan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Hukum waris adat berlaku 1
bagi orang orang yang tidak tunduk pada hukum perdata barat dan tidak beragama islam, misalkan : golongan pribumi yang tidak beragama Islam. 3. Hukum Waris Barat Hukum Waris Barat adalah hukum yang mengatur peralihan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia dan akibat akibatnya bagi ahli waris, yang pengaturannya adalah berdasarkan pada Kitab Undang Undang Hukum Perdata.Hukum Waris Barat berlaku bagi yang tunduk pada hukum perdata sesuai dengan ketentuan sebagai berikut. 1 a. Pasal 131 jo 163 I.S (Indische Staatsregelin) yaitu : hukum waris yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata berlaku bagi orang orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang orang Eropa tersebut; b. Staatsblad 1917 Nomor 129, yaitu : hukum waris yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata berlaku bagi orang orang Timur Asing Tionghoa. c. Staatsblad 1924 Nomor 557 jo Staatsblad 1917 Nomor 129, yaitu : hukum waris yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata berlaku bagi orang orang Timur Asing lainnya dan orang orang Indonesia yang melakukan penundukan diri kepada hukum Eropa. Pemberlakuan Hukum Waris Perdata pada golongan Tionghoa yang diharapkan dapat menyelesaikan kekacauan dan anarki dalam sistem pewarisan harta waris di antara orang orang Tionghoa yang memuncak pada abad ke-19, ternyata menimbulkan masalah baru, bagi masyarakat Tionghoa, hukum perdata barat adalah 1 SuriniAhlanSjarifdanNurulElmiyah, 2006. Hukum Kewarisan Perdata Barat, Kencana Renada Media Group,Jakarta, hlm.4. 2
hukum asing, banyak ketentuannya yang menyimpang dengan hukum adat Tionghoa dan karena adanya perbedaan yang mendasar antara hukum perdata barat dengan hukum adat Tionghoa. Pada mulanya ada sikap ketidak setujuan dari golongan Tionghoa terhadap penerapan KUHPerdata terhadap mereka, bisa dibaca dari laporan minimnya pendaftaran pernikahan di kantor catatan sipil dibandingkan dengan jumlah penduduk Tionghoa. 2 Saat Nieuwe Chinezen Wetgeving (Perundang-undangan TionghoaBaru) diberlakukan, maka seluruh ketentuan hukum waris yang terdapat dalam Bab XII Buku Kedua KUHPerdata juga berlaku bagi WNI yang tergolong keturunan Tionghoa. Perkara yang timbul dalam hal warisan sangat kental dalam hubungannya dengan kasus kekeluargaan dan kekerabatan. Hukum Perdata Barat (KUHP) mempergunakan sistem kekerabatan parental atau yang biasa disebut kekerabatan bilateral, sistem kekerabatan ini bersifat individual yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ayah dan ibu jadi dalam hal ini kedudukan antara anak laki-laki dan perempuan adalah sejajar, sehingga keduanya akan mendapatkan hak yang sama dalam hal pewarisan. Tionghoa menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ayah sehingga menempatkan anak laki-laki berada di posisi yang lebih menonjol dari pada kedudukan anak perempuan dalam hal pewarisan.ketentuan yang berlaku dalam hukum waris adat Tionghoa mengatakan bahwa hanya anak laki-laki saja yang dianggap sebagai ahli waris, karena anak laki-laki dianggap memiliki tanggungjawab lebih besar terhadap keluarga dibandingkan anak perempuan. 2 Satrio,2000, Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Dalam Undang-Undang, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.193. 3
Pada Tahun 1991 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah membaca surat permohonan tertanggal 24 Juli 1991 dari Mangatas Matondang, SH. Sebagai Kuasa Hukum dari para Pihak Pemohon mengenai permohonan adanya Surat Penetapan Ahli Waris dari Pewaris. Bahwa Pewaris sebagai suami, semasa hidupnya yaitu pada waktu Perang Dunia ke-ii telah melangsungkan perkawinan untuk yang pertama dan terakhir kalinya dengan istrinya (Pemohon) secara adat Tionghoa, perkawinan mana kemudian telah dilangsungkan secara sah menurut hukum yang dilangsungkan di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 1952 perkawinan antara Pewaris dengan Pemohon-I tersebut sudah merupakan perkawinan yang sah. Bahwa dari hasil perkawinan antara Pewaris dengan Pemohon-I tersebut telah dilahirkan anak-anak, yaitu : 2 (dua) orang anak Perempuan yang merupakan anak yang lahir diluar perkawinan dan belum pernah diakui dan telah meninggalkan Kewarganegaraan Indonesia, 1 (satu) orang anak Laki-laki yang merupakan anak yang lahir diluar perkawinan yang kemudian telah diakui serta disahkan sebagai Anak Sah (Pemohon-II), 1 (satu) orang anak Laki-laki yang lahir dari perkawinan yang sah (Pemohon-III), dan 2 (dua) orang anak Perempuan yang lahir dari perkawinan yang sah (Pemohon-IV dan Pemohon-V). Bahwa menurut hukum, anak-anak yang lahir diluar perkawinan yang belum diakui oleh Bapaknya tidak dapat mewarisi harta peninggalan bapaknya dan/atau bukan merupakan ahli waris yang sah dari Bapaknya tersebut.sehingga dengan demikian, adapun ahli waris yang sah dan terdekat yang ditinggalkan oleh Pewaris adalah 1 (satu) orang Istri dan 4 (empat) orang anak (Para Pemohon) yang diakui oleh Pewaris tersebut. 4
Terkait pemaparan tersebut maka penulis merasa tertarik untuk meneliti secara lebih mendalam perihal pelaksanaan pembagian harta warisan di kalangan masyarakat Tionghoa di Kota Jakarta Selatan apakah telah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam KUHPerdata atau justru sebaliknya, bagaimana perkembangan penerapan hukum waris kodifikasi pada WNI keturunan Tionghoa di Kota Jakarta Selatan apakah dapat berjalan dengan efektif sebagaimana yang ditentukan oleh Undang Undang atau belum, untuk menjawab semua pertanyaan yang ada penulis mengajukan penulisan hukum dengan judul Pembagian Harta Warisan Bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 315/Pdt/P/1991/PN.Jkt.Sel Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Barat di Kota Jakarta Selatan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana pembagian warisan bagi ahli waris golongan 1 (satu) WNI keturunan Tionghoa dalam hal ada anak luar kawin pada Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 315/Pdt/P/1991/PN.Jkt.Sel? 5
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Subjektif Tujuan subjektif dari penulisan hukum ini adalah untuk melengkapi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas HukumUniversitas Gadjah Mada 2. Tujuan Objektif Tujuan Objektif dari penulisan hukum ini adalah: Mengetahui pembagian warisan bagi ahli waris WNI keturunan Tionghoa golongan 1 dalam hal ada anak luar kawin yang terjadi pada WNI keturunan tionghoa di kota Jakarta Selatan. D. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan penulis, belum pernah ada yang mengadakan penelitian dan judul yang serupa dengan yang diteliti oleh penulis. Dan berdasarkan penelusuran kepustakaan yang penulis lakukan di Perpustakaan Hukum Universitas Gadjah Mada, terdapat penulisan hukum yang terkait dengan hukum waris di kalangan masyarakat Tionghoa dengan judul Praktek Pembagian Harta Warisan Khususnya bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa Menurut Hukum Perdata Barat di Kota Banjarmasin yang disusun oleh Siti Mentari Dini, dengan nomor mahasiswa 07/250540/HK/17429. Penulisan hukum tersebut meneliti dan membahas mengenai praktek pelaksanaan pewarisan yang terjadi dalam masyarakat tionghoa jika dilihat dari sudut pandang dan 6
ketentuan-ketentuan pewarisan Hukum Waris Perdata Barat berdasarkan Kitab Undangundang Hukum Perdata di kota Banjarmasin. Berbeda dengan pembahasan yang penulis lakukan, dalam penulisan ini penulis terfokus pada Penetapan Pengadilan No. 315/Pdt/P/1991/PN.Jkt.Sel tentang praktek pembagian pewarisan yang terjadi dalam masyarakat Tionghoa ketika ada anak diluar nikah jika dilihat dari sudut pandang dan ketentuan-ketentuan pewarisan hukum waris perdata barat berdasarkan Kitab Undangundang Hukum Perdata, dan penulis memilih kota Jakarta Selatan sebagai lokasi penelitian. 3 Dengan demikian penelitian ini dapat dianggap asli serta layak untuk dilaksanakan, akan tetapi apabila nantinya masih terdapat penelitian yang serupa maka itu diluar sepengetahuan penulis, besar harapan penulis agar kelak penelitian dan penulisan hukum ini dapat menjadi satu pelengkap dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. E. Kegunaan Penelitian 1. Bagi Ilmu Pengetahuan (akademik) Hasil daripada penelitian ini penulis harapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan hukum secara umum, serta memberikan manfaat pula secara khusus dalam perkembangan bidang hukum waris jika dikaitkan dengan perkembangan sosiologis suatu kelompok atau golongan masyarakat tertentu sehingga di kemudian hari hukum waris dapat lebih disesuaikan dengan kepentingan Warga Negara Indonesia yang bersifat pluralistis. 3 Penetapan Pengadilan No.315/Pdt/P/1991/PN.Jkt.Sel 7
2. Bagi Pembangunan Bangsa dan Negara Agar pemerintah serta badan legislative dan seluruh Warga Negara Indonesia yang dalamhal ini lebih dikhusukan WNI keturunan Tionghoa lebih peka dan meningkatkan kesadaran akan adanya permasalahan dalam pelaksanaan pembagian hukum waris yang masih menjadi sebuah polemik hingga saat ini karena belum terciptanya cita-cita unifikasi dalam bidang hukum waris di Indonesia. Sehingga tidak memunculkanm permasalahan-permasalahan baru lagi dikemudian hari. 3. Bagi Praktisi Hukum Sebagai gambaaran bagaimana realisasi pembagian harta warisan yang terjadi pada WNI keturunan Tionghoadi kota Jakarta Selatan, serta mengetahui segala permasalahan dan pemecahan masalah yang terkait dengan peristiwa pewarisan tersebut. 8