ANALISA TEKANAN PADA BANTALAN LUNCUR YANG MENGGUNAKAN MINYAK PELUMAS MULTIGRADE DENGAN DAN TANPA ADITIF DENGAN VARIASI PUTARAN

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISA TEKANAN PADA BANTALAN LUNCUR YANG MENGGUNAKAN MINYAK PELUMAS ENDURO SAE 20W/50 DAN FEDERAL SAE 20W/50 DENGAN VARIASI PUTARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bawah pengaruh tekanan yang diberikan maka gaya yang bekerja pada kedua

EFEK PENAMBAHAN ZAT ADITIF PADA MINYAK PELUMAS MULTIGRADE TERHADAP KEKENTALAN DAN DISTRIBUSI TEKANAN BANTALAN LUNCUR

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem perawatan elemen mesin telah dikenal luas teknik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kecepatan putaran poros / journal BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keausan dengan menempatkan suatu lapisan tipis (film) fluida diantara permukanpermukaan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gesekan

BAB III. Universitas Sumatera Utara MULAI PENGISIAN MINYAK PELUMAS PENGUJIAN SELESAI STUDI LITERATUR MINYAK PELUMAS SAEE 20 / 0 SAE 15W/40 TIDAK

RANCANGAN TURBOCARJER UNTUK MENINGKATKAN PERFORMANSI MOTOR DIESEL

MESIN PEMINDAH BAHAN

PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI

PERANCANGAN TURBIN UAP PENGGERAK GENERATOR LISTRIK DENGAN DAYA 80 MW PADA INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP

SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM

TUGAS SKRIPSI SISTEM PEMBANGKIT TENAGA

MODUL II VISKOSITAS. Pada modul ini akan dijelaskan pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi praktikum, dan lembar kerja praktikum.

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat memperoleh Gelar Sarjana Teknik OLEH : ERICK EXAPERIUS SIHITE NIM :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian penelitian terdahulu berhubungan dengan pelumas M. Syafwansyah Effendi dan Rabiatul Adawiyah (2014).

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR BAGAN DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

PERANCANGAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH PADA PERUMAHAN SETIA BUDI RESIDENCE DARI DISTRIBUSI PDAM MEDAN DENGAN MENGGUNAKAN PIPE FLOW EXPERT SOFTWARE

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MILL SHAFT ROLL SHELL UNTUK 4000 TCD (TON CANE PER DAY) PADA PABRIK GULA SEI SEMAYANG DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

SKRIPSI MOTOR BAKAR RANCANGAN MOTOR BAKAR PENGGERAK KENDERAAN MINI BUS DENGAN DAYA EFEKTIP 78 PS MEMAKAI SISTEM KATUP SINGLE OVER HEAR CAM (SOHC)

BAB III METODELOGI PENGUJIAN

ANALISIS KELAYAKAN-PAKAI MINYAK PELUMAS SAE 10W-30 PADA SEPEDA MOTOR (4TAK) BERDASARKAN VISKOSITAS DENGAN METODE VISKOMETER BOLA JATUH

ANALISA KINEMATIKA DAN DINAMIKA CONNECTING ROD MOTOR BAKAR SATU SILINDER HONDA REVO

ANALISA KINEMATIKA DAN DINAMIKA POROS ENGKOL MOTOR BAKAR SATU SILINDER HONDA REVO

Gesekan. Hoga Saragih. hogasaragih.wordpress.com

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik MARULITUA SIDAURUK NIM

ANALISIS DAYA BERKURANG PADA MOTOR BAKAR DIESEL DENGAN SUSUNAN SILINDER TIPE SEGARIS (IN-LINE)

MESIN PEMINDAH BAHAN PERENCANAAN TOWER CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 7 TON, TINGGI ANGKAT 55 METER, RADIUS 60 M, UNTUK PEMBANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT.

UJI PERFORMANSI POMPA BILA DISERIKAN DENGAN KARAKTERISTIK POMPA YANG SAMA

Pemakaian Pelumas. Rekomendasi penggunaan pelumas hingga kilometer. Peningkatan rekomendasi pemakaian pelumas hingga

FIsika KTSP & K-13 FLUIDA STATIS. K e l a s. A. Fluida

PERANCANGAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI DI WORKSHOP PEMBUATAN PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKAT 10 TON

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

LAPORAN PRATIKUM FISIKA FARMASI PENENTUAN VISKOSITAS LARUTAN NEWTON DENGAN VISKOMETER BROOKFIELD

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN 10 TON

TUGAS SARJANA MESIN-MESIN FLUIDA

Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure)

8. FLUIDA. Materi Kuliah. Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik STEVANUS SITUMORANG NIM

KARAKTERISTIK PENGERINGAN COKLAT DENGAN MESIN PENGERING ENERGI SURYA METODE PENGERINGAN THIN LAYER

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM

ANALISIS PENGARUH VARIASI VISKOSITAS PELUMAS TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATUR PADA SIMULATOR ALAT UJI PELUMAS BANTALAN

TUGAS SKRIPSI MESIN PEMINDAH BAHAN

PERTEMUAN III HIDROSTATISTIKA

PENGUKURAN VISKOSITAS. Review Viskositas 3/20/2013 RINI YULIANINGSIH. Newtonian. Non Newtonian Power Law

ALIRAN FLUIDA. Kode Mata Kuliah : Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng

TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULI UNTUK DIGUNAKAN PADA KOMPRESOR AC KENDARAAN PENUMPANG BERKAPASITAS 5 ORANG

Pemeriksaan & Penggantian Oli Mesin

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP VISKOSITAS MINYAK PELUMAS. Daniel Parenden Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Musamus

PENENTUAN VISKOSITAS ZAT CAIR

CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN LUNCUR LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKUT 2,5 TON TBS MENGGUNAKAN ANALISA KEGAGALAN

MESIN PEMINDAH BAHAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

PERANCANGAN TURBIN GAS PENGGERAK GENERATOR PADA INSTALASI PLTG DENGAN PUTARAN 3000 RPM DAN DAYA TERPASANG GENERATOR 130 MW SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah

Pembuatan dan Uji Karakteristik Material Beton Ringan (Concrete Foam) yang Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Akibat Beban Statik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS VARIASI SUDUT SUDU-SUDU TURBIN IMPULS TERHADAP DAYA MEKANIS TURBIN UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP

BAB IV ANALISA PENGUJIAN DAN PERHITUNGAN BLOWER

BAB II RUNNING-IN PADA KONTAK ROLLING SLIDING

ANALISIS KEAUSAN DISC DENGAN MATERIAL BAJA St 70 MENGGUNAKAN ALAT TRIBOTESTER PIN-ON- DISC DENGAN VARIASI PELUMASAN

BAB II LANDASAN TEORI

Analisa Efisiensi Turbin Vortex Dengan Casing Berpenampang Lingkaran Pada Sudu Berdiameter 56 Cm Untuk 3 Variasi Jarak Sudu Dengan Saluran Keluar

PERTEMUAN IV DAN V VISKOSITAS

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut.

ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor

BAB 7 BANTALAN (BEARING)

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

Tegangan Permukaan. Fenomena Permukaan FLUIDA 2 TEP-FTP UB. Beberapa topik tegangan permukaan

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK

BAB II LANDASAN TEORI

KAJIAN EKSPERIMENTAL KONDENSOR UNTUK MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI TENAGA SURYA

UJI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA MOTOR BAKAR BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN CAMPURAN ZAT ADITIF-PREMIUM (C1:80, C3:80, C5:80)

Cara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol

KAJIAN TEORI PERFORMANCE MESIN DAIHATSU TERIOS D99B BERTEKNOLOGI VVTi DENGAN SISTEM BAHAN BAKAR D- TYPE EFI DAN MESIN NON VVT-i

BAB II LANDASAN TEORI

Materi Kuliah: - Tegangan Permukaan - Fluida Mengalir - Kontinuitas - Persamaan Bernouli - Viskositas

BAB VIII PELUMAS. Pelumas adalah suatu zat (media) yang berfungsi untuk melumasi bagian bagian yang bergerak.

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

FISIKA STATIKA FLUIDA SMK PERGURUAN CIKINI

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II PERCOBAAN II PENENTUAN VISKOSITAS LARUTAN NEWTON DENGAN VISKOMETER OSTWALD

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan otomatis. Maka dari itu minyak pelumas yang di gunakan pun berbeda.

BAB II DASAR TEORI. gesekan antara moekul-molekul cairan satu dengan yang lain. Suatu cairan yang

ANALISA PERANCANGAN TURBIN VORTEX DENGAN CASING BERPENAMPANG SPIRAL DAN LINGKARAN DENGAN 3 VARIASI DIMENSI SUDU

MESIN PEMINDAH BAHAN

BAB II LANDASAN TEORI

MENGENAL PELUMAS PADA MESIN

Transkripsi:

ANALISA TEKANAN PADA BANTALAN LUNCUR YANG MENGGUNAKAN MINYAK PELUMAS MULTIGRADE DENGAN DAN TANPA ADITIF DENGAN VARIASI PUTARAN SKRIPSI Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik FRANS EDO ADHINATA PASARIBU N I M : 0 4 0 4 0 1 0 4 5 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2009

KATA PENGANTAR Pujian dan rasa syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat karunia-nya, Skripsi ini dapat selesai dengan baik. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat dan melengkapi studi untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada jenjang pendidikan sarjana (S1) menurut kurikulum Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini membahas tentang teknik pelumasan pada bantalan luncur yang dilumasi dengan minyak pelumas multigrade, berjudul, Analisa Tekanan Pada Bantalan Luncur Menggunakan Minyak Pelumas Multigrade Dengan Dan Tanpa Aditif Dengan Variasi Putaran. Dengan terselesainya Skripsi ini, pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima-kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Orang Tua dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis tanpa pamrih. 2. Bapak Ir. H. A Halim Nasution, M.Sc. selaku dosen pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini. 3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus, ST, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dan sebagai dosen penguji 2

5. Bapak Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc, sebagai dosen penguji 1. 6. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai di Lingkungan Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 7. Kepada Fransiskus ciscus Purba, Adileo Panjaitan, Fernando Manurung, Satria Sagala, Marulitua Sidauruk, David Tambunan, Mangatas, Fazar dan Sura Baik Sitepu yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. 8. Semua mahasiswa Teknik Mesin umumnya, dan khususnya sesama rekanrekan stambuk 2004. Penulis telah mencoba semaksimal mungkin guna tersusunnya Skripsi ini dengan baik. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun. Akhir kata, Penulis mengharapkan semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Medan, Maret 2009 Penulis Frans Edo Adhinata Pasaribu NIM : 040401045

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK USU M E D A N AGENDA : 844/TS/2008 DITERIMA TGL : PARAF : TUGAS SARJANA N A M A : FRANS EDO ADHINATA PASARIBU N I M : 0 4 0 4 0 1 0 4 5 MATA PELAJARAN : TEKNIK PELUMASAN SPESIFIKASI : Buatlah analisa tekanan pada bantalan luncur pada mesin percobaan di Laboratorium Teknik Mesin FT USU dengan menggunakan minyak pelumas multigrade SAE 15W/50 dengan penambahan aditif, kemudian bandingkan dengan percobaan yang menggunakan minyak pelumas SAE 15W/50 tanpa penambahan aditif. DIBERIKAN TANGGAL : 27 / 11 / 2008 SELESAI TANGGAL : 06 / 03 / 2009 KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN, MEDAN, 27 / 11 / 2008 DOSEN PEMBIMBING, DR.ING IR.IKHWANSYAH ISRANURI IR.A.HALIM NASUTION, M.Sc

NIP. 132 018 668 NIP. 130 900 682 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK U.S.U. MEDAN KARTU BIMBINGAN TUGAS SARJANA MAHASISWA No. : 844 / TS / 2008 Sub. Program Studi : Konversi Energi / Teknik Produksi Bidang Studi : Teknik Pelumasan Judul Tugas : Diberikan Tgl. : 27 November 2008 Selesai Tgl: 06 Maret 2009 Dosen Pembimbing : Ir.A.Halim Nasution, M.Sc Nama Mhs:Frans Edo A.P N.I.M : 040401045 NO Tanggal KEGIATAN ASISTENSI BIMBINGAN Tanda Tangan Dosen Pemb. 1. 27-11-2008 Konsultasi penetapan tugas 2. 07-01-2009 Perbaiki bab 1 (latar belakang) dan bab 2 3. 23-012009 Perbaiki persamaan tekanan 4. 30-01 2009 Diagram alir pengujian 5. 10-02-2009 Pengujian kekentalan minyak pelumas dan analisa 6. 24-02-2009 Pengujian karakteristik bantalan luncur 7. 03-03-2009 Lanjutkan analisa tekanan 8. 05-03-2009 Penbahasan pada kesimpulan 9. 06-03-2009 ACC diseminarkan 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. CATATAN : Diketahui, 1. Kartu ini harus diperlihatkan kepada Dosen Ketua Jurusan Teknik Mesin Pembimbing setiap Asistensi 2. Kartu ini harus dijaga bersih dan rapi. 3. Kartu ini harus dikembalikan ke Jurusan, bila kegiatan Asistensi telah selesai.. F.T U.S.U Dr.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri NIP.132 018 668

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... SPESIFIKASI TUGAS... KARTU BIMBINGAN... EVALUASI SEMINAR... i iii iv v DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xvii DAFTAR NOTASI... xix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.3 Batasan Masalah... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5 2.1 Gesekan dan Keausan... 5 2.2 Pengertian Pelumasan... 5 2.3 Fungsi Bahan Pelumas... 6 2.4 Tipe-tipe Pelumasan... 8 2.4.1 Pelumasan hidrodinamis... 8 2.4.2 Pelumasan elastohidrodinamis... 10

2.4.3 Pelumasan bidang batas... 10 2.4.4 Pelumasan tekanan ekstrim... 11 2.4.5 Pelumasan padat... 11 2.4.6 Pelumasan hidrostatis... 13 2.5 Kekentalan (Viscosity)... 14 2.5.1 Kekentalan dinamik dan kekentalan kinematik... 14 2.5.2 Klasifikasi kekentalan minyak pelumas... 18 2.5.3 Minyak pelumas multigrade... 21 2.5.4 Pengaruh temperatur dan tekanan terhadap kekentalan... 23 2.6 Pengukuran/Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas... 26 2.6.1 Viskometer bola jatuh (Falling Sphere Viscometers)... 26 2.6.1.1 Viscometer Bola Jatuh Yang Memenuhi Hukum Stokes... 26 2.6.1.2 Viskometer Bola Jatuh Menurut Hoeppler... 28 2.6.2 Viskometer rotasional... 29 2.6.3 Viskometer pipa kapiler... 30 2.6.4 Viskometer cone and plate... 31 2.6.5 Viskometer Tipe lain... 32 2.7 Aditif minyak Pelumas... 33 2.7.1 Tujuan penambahan aditif terhadap minyak pelumas... 34 2.7.2 Pengaruh penambahan aditif terhadap minyak pelumas... 34 2.7.3 Tipe aditif dan penggunaannya... 35 2.8 Bantalan Luncur dan Pelumasan pada Bantalan Luncur... 39 2.8.1 Bantalan Luncur... 39

2.8.2 Pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur... 41 2.8.2.1 Teori aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat/ permukaan datar... 41 2.8.2.2 Persamaan tekanan Sommerfeld untuk pelumasan Hidodinamis pada bantalan luncur... 43 BAB III METODE PENGUJIAN... 46 3.1 Diagram Alir Pengujian... 46 3.2 Variabel Pengujian... 47 3.3 Peralatan Pengujian... 47 3.4 Pengisian Minyak Pelumas dan Pemanasan... 51 3.5 Pengujian Karakteristik Bantalan Luncur... 51 3.6 Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas... 52 3.7 Minyak Pelumas dan Aditif yang Digunakan... 53 BAB IV DATA PENGUJIAN DAN ANALISA... 54 4.1 Data hasil pengujian kekentalan minyak pelumas... 54 4.2 Data pengujian distribusi tekanan... 55 4.3 Analisa hasil pengujian kekentalan minyak pelumas... 58 4.4 Analisa pengujian distribusi tekanan pada bantalan... 59 4.5 Analisa Tekanan pada bantalan menggunakan persamaan Sommerfeld... 71 4.6 Analisa Beban Bantalan Luncur... 88 4.7 Pembahasan Terhadap Grafik Distribusi Tekanan... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 93 5.1 Kesimpulan... 93 5.2 Saran... 95 DAFTAR PUSTAKA... 96

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Pelumasan hidrodinamis untuk gerakan meluncur pada bidang rata 9 Gambar 2.2 Pelumasan hidrodinamis pada roller yang bergerak relatif pada bidang rata 9 Gambar 2.3 Pendefenisian kekentalan dinamik menurut hukum Newton tentang aliran viskos 15 Gambar 2.4 Pengaruh tekanan terhadap kekentalan, persamaan Barus dan persamaan Roeland 24 Gambar 2.5 Pengaruh temperatur terhadap minyak pelumas SAE pada tekanan atmosfer 25 Gambar 2.6 Viskometer bola jatuh yang memenuhi hukum Stokes 27 Gambar 2.7 Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler 28 Gambar 2.8 Viskometer rotasional 29 Gambar 2.9 Beberapa jenis tipe viskometer pipa kapiler 30 Gambar 2.10 Viskometer Ferranti Cone and Plate 31 Gambar 2.11 Prinsip kerja cone and plate viscometer 31 Gambar 2.12 Viskometer Stormer 32 Gambar 2.13 Viskometer Saybolt 32 Gambar 2.14 Viskometer MacMichael 33 Gambar 2.15 Bantalan luncur 40

Gambar 2.16 Aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat/permukaan datar 41 Gambar 2.17 Mekanisme pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur 43 Gambar 2.18 Distribusi tekanan dan geometri bantalan luncur 44 Gambar 3.1 Diagram alir Pengujian 46 Gambar 3.2 Alat uji Bantalan Luncur TecQuipment TM25 48 Gambar 3.3 Pandangan assembling peralatan bantalan luncur TM25 49 Gambar 3.4 Viskometer HAAKE Fissons 52 Gambar 3.5 Minyak pelumas yang miltigrade SAE 15W/50 53 Gambar 3.6 Aditif yang digunakan 53 Gambar 4.1 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada bantalan luncur menggunakan minyak pelunas multigrade SAE 15W/50 tanpa aditif 63 Gambar 4.2 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada bantalan luncur menggunakan minyka pelumas multigrade SAE 15W/50 dengan penambahan aditif 64 Gambar 4.3 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada arah aksial bantalan luncur menggunakan minyak pelumas multigrade SAE 15W/50 tanpa aditif 65 Gambar 4.4 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada arah aksial bantalan luncur menggunakan minyak pelumas multigrade SAE 15W/50 dengan penambahan aditif 65 Gambar 4.5 Grafik perbandingan distribusi tekanan lapisan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas multigrade dengan dan

tanpa aditif pada 1000 rpm 66 Gambar 4.6 Grafik perbandingan distribusi tekanan lapisan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas multigrade dengan dan tanpa aditif pada 1250 rpm 67 Gambar 4.7 Grafik perbandingan distribusi tekanan lapisan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas multigrade dengan dan tanpa aditif pada 1500 rpm 68 Gambar 4.8 Grafik perbandingan distribusi tekanan lapisan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas multigrade dengan dan tanpa aditif pada 1750 rpm 69 Gambar 4.9 Grafik perbandingan distribusi tekanan lapisan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas multigrade dengan dan tanpa aditif pada 2000 rpm 70 Gambar 4.10 Prosedur penggambaran kurva teoritis Sommerfeld pada putaran 1000 rpm 73 Gambar 4.11 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas multigrade tanpa aditif pada putaran 1000 rpm 78 Gambar 4.12 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas multigrade dengan penambahan aditif pada putaran 1000 rpm 79 Gambar 4.13 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan

pelumas multigrade tanpa aditif pada putaran 1250 rpm 80 Gambar 4.14 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas multigrade dengan penambahan aditif pada putaran 1250 rpm 81 Gambar 4.15 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas multigrade tanpa aditif pada putaran 1500 rpm 82 Gambar 4.16 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas multigrade dengan penambahan aditif pada putaran 1500 rpm 83 Gambar 4.17 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas multigrade tanpa aditif pada putaran 1750 rpm 84 Gambar 4.18 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas multigrade dengan penambahan aditif pada putaran 1750 rpm 85 Gambar 4.19 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas multigrade tanpa aditif pada putaran 2000 rpm 86 Gambar 4.20 Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan

pelumas multigrade dengan penambahan aditif pada putaran 2000 rpm 87

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Material yang digunakan sebagai bahan pelumas padat 13 Tabel 2.2 Klasifikasi kekentalan ISO minyak pelumas pada suhu 40 C 19 Tabel 2.3 Derajat kekentalan SAE untuk minyak pelumas mesin (SAE J300 Engine Oil Viscosity Clssification) 21 Tabel 2.4 Klasifikasi SAE Crankcase Oil Viscosity 22 Tabel 4.1 Data pengujian rapat massa minyak pelumas SAE 15W/50 54 Tabel 4.2 Data hasil pengujian kekentalan minyak pelumas SAE 15W/50 tanpa aditif 54 Tabel 4.3 Data hasil pengujian kekentalan minyak pelumas SAE 15W/50 dengan penambahan aditif. 55 Tabel 4.4 Data pembacaan manometer pengujian distribusi tekanan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas SAE 15W/50 tanpa aditif 56 Tabel 4.5 Data pembacaan manometer pengujian distribusi tekanan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas SAE 15W/50 Dengan penambahan aditif 57 Tabel 4.6 Data tekanan yang terjadi di sekeliling bantalan dengan minyak pelumas multigrade SAE 10W/50 tanpa aditif 61 Tabel 4.7 Data tekanan yang terjadi di sekeliling bantalan dengan minyak pelumas multigrade SAE 10W/50 dengan penambahan aditif 62 Tabel 4.8 Nilai eksentrisitas( ε) dan bilangan Sommerfeld (k) terhadap

minyak pelumas multigrade tanpa aditif 75 Tabel 4.9 Nilai eksentrisitas dan bilangan Sommerfeld terhadap minyak pelumas multigrade dengan penambahan aditif 75 Tabel 4.10 Beban total pada bantalan luncur terhadap minyak pelumas multigrade tanpa aditif 90 Tabel 4.11 Beban total pada bantalan luncur terhadap minyak pelumas 90 multigrade dengan aditif

DAFTAR NOTASI Notasi Arti Satuan A Luas permukaan m 2 D Diameter bantalan m d Dimeter poros/journal m e Eksentrisitas m g gravitasi bumi m/s 2 h, dy Tebal lapisan minyak pelumas m h m Tebal minimum lapisan minyak pelumas m K Konstanta bola uji viskometer Haake k Angka Sommerfeld untuk bantalan luncur Pa l Lebar efektif bantalan m Ob Titik pusat bantalan - Oj Titik pusat poros - P Beban pada bantalan N p Tekanan minyak pelumas Pa p o Tekanan suplai Pa R Jari-jari bantalan m r jari-jari poros / journal m t Waktu detik (s) t Waktu rata-rata detik (s)

δ Kelonggaran radial m ε Perbandingan Eksentrisitas - τ Tegangan geser fluida N/m 2 θ Sudut pengukuran radial/angular derajat ( ) θ m Sudut pengukuran radial/angular pada tekanan derajat ( ) maksimum u Kecepatan relatif permukaan m/s μ Kekentalan dinamik Poise (P) ν Kekentalan kinematik Stokes (S) ρ Rapat massa kg/m 3 ω Kecepatan putaran poros / journal rpm

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sistem perawatan elemen mesin telah dikenal luas teknik pelumasan, yang berperan penting dalam mengendalikan gesekan dan keausan. Pada mesin-mesin yang yang mempunyai bagian-bagian bergerak relatif satu sama lain dan saling bergesekan hampir selalu dibubuhkan bahan pelumas ke bagian yang bergesekan tersebut untuk membuat gesekan dan keausan sekecil mungkin. Gesekan yang tidak dikendalikan tidak saja memberi kerugian langsung dalam energi dan material, juga karena kerja gesekan yang terjadi diubah menjadi kalor, yang menyebabkan temperatur bagian yang bergesekan menjadi lebih tinggi dari lingkungan sekitar dan akan semakin tinggi. Jika gesekan tersebut tidak dikendalikan, akan mengganggu operasi mesin dan dapat berakibat pada kegagalan mesin. Hal tersebut mengakibatkan bertambahnya biaya yang diperlukan untuk mereparasi mesin. Dengan mengendalikan gesekan dan keausan tersebut diharapkan dapat memperpanjang umur dari elemen mesin dan mencegah kegagalan dari elemen mesin tersebut. Oleh karena itu teknik atau sistem pelumasan harus dipertimbangkan dalam setiap rancangan mesin khususnya yang memiliki bagian bergerak atau bergesekan. Fenomena pelumasan dapat dilihat pada hampir semua jenis bantalan yang berfungsi menumpu poros. Tipe yang paling umum digunakan adalah bantalan gelinding (roller bearing) dan bantalan luncur (journal bearing), sebab

konstruksinya sederhana, mudah dalam pekerjaan bongkar-pasang, harga relatif murah dan mudah dalam pelumasannya. Pada bantalan luncur, tipe pelumasan yang biasa dijumpai adalah pelumasan hidrodinamis. Bantalan luncur merupakan tipe bantalan hidrodinamis yang paling banyak digunakan dalam praktek. Penelitian mengenai bantalan luncur telah banyak dilakukan, baik analitis dan experimental, untuk mempelajari dan mengetahui karakteristik bantalan luncur. Peneliti pertama yang tercatat dalam sejarah yang meneliti bantalan luncur adalah Beauchamp Tower, saat meneliti bantalan luncur roda kereta api di laboratoriumnya pada awal tahun 1980-an untuk mengetahui metode pelumasan terbaik pada bantalan tersebut. Bermula pada suatu kejadian error, saat melakukan penelitian tersebut Beauchamp Tower terkejut saat minyak pelumas pada bantalan menyembur keluar melalui lubang pada bagian atas yang dibuat sendiri pada peralatan bantalan uji miliknya. Diambil kesimpulan bahwa minyak pelumas diantara poros (journal) dan bantalan berada di bawah tekanan, dan distribusi tekanan tersebut dapat mengangkat/mendukung poros pada bantalan. Tercatat Tower melaporkan hasil penelitiannya empat kali, namun yang paling terkenal adalah pada tahun 1883 dan 1885. Kemudian hasil eksperimen Beauchamp Tower dianalisa dan dijelaskan secara teoritis oleh Osborne Reynolds, yang kemudian melaporkan tulisannya pada tahun 1886. Didalam laporan tersebut juga dijelaskan mengenai adanya distribusi tekanan pada lapisan pelumas yang memisahkan poros dan bantalan. Distribusi tekanan yang terjadi pada bantalan luncur juga telah dianalisa A.J.W Sommerfeld, dan solusinya diberikan dalam persamaan Sommerfeld. Persamaan

tekanan Sommerfeld juga memberikan solusi dalam bentuk grafik, sehingga mudah dalam menganalisa fenomena tekanan pada bantalan luncur. Namun untuk memperoleh prediksi yang akurat tentang performa dan karakteristik bantalan luncur di bawah berbagai kondisi operasi sangat sulit diperoleh, hal tersebut terjadi seiring dengan perkembangan teknologi bantalan, variasi kecepatan dan beban serta peningkatan kualitas bahan pelumas, misalnya minyak pelumas multigrade. Penelitian ini adalah lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh Amechrisler Sinurat (2003), yang menguji karakteristik bantalan luncur terhadap minyak pelumas multigrade. Pada penelitian tersebut Amechrisler Sinurat menggunakan 3 sampel pelumas multigrade. Dari ketiga sampel tersebut tercatat pelumas SAE 15W/50 memiliki karakteristik yang lebih baik dari ketiga pelumas tersebut. Oleh karena itu penulis terdorong untuk melakukan penelitian atau pengujian terhadap karakteristik bantalan luncur terhadap kecepatan putaran poros dan minyak pelumas multigrade dengan dan tanpa aditif tambahan (oil additives / oil treatment). Penulis juga menggunakan persamaan tekanan Sommerfeld untuk menganalisa hasil percobaan secara teoritis. 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah: Mengetahui perubahan kekentalan minyak pelumas terhadap penambahan aditif. Mengetahui karakteristik bantalan luncur, yaitu distribusi tekanan pada lapisan minyak pelumas bantalan luncur terhadap perubahan kecepatan

poros atau journal. Memperoleh karakteristik distibusi tekanan bantalan luncur terhadap minyak pelumas multigrade dengan dan tanpa penambahan aditif (oil additives / oil treatment). Menggambarkan kurva tekanan menurut teori tekanan atau persamaan tekanan Sommerfeld untuk bantalan luncur. 1.3 Batasan Masalah Pembatasan masalah penelitian ini adalah untuk memperoleh karakteristik bantalan luncur terhadap perubahan kecepatan menggunakan minyak pelumas multigrade. Karakteristik bantalan luncur yang dianalisa pada penelitian ini adalah distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada bantalan luncur. Sifat atau karakteristik minyak pelumas yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sifat fisika yaitu kekentalan minyak pelumas. Minyak pelumas yang digunakan dalam percobaan ini adalah minyak pelumas multigrade SAE 15W/50. Sedangkan zat aditif tambahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah zat aditif tipe viscosity index improver, sebagai sifat utamanya, yang dapat meningkatkan kekentalan dan lapisan tipis minyak pelumas pada bantalan (increase oil film thickness). Selain itu zat aditif ini juga ditambahkan sifat anti-wear oleh produsennya. Putaran poros yang dipilih pada penelitian ini adalah putaran 1000 rpm. 1250 rpm, 1500 rpm, 1750 rpm dan 2000 rpm.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gesekan dan Keausan Ketika suatu permukaan bergerak relatif terhadap permukaan lainnya di bawah pengaruh tekanan yang diberikan maka gaya yang bekerja pada kedua permukaan bersinggungan tersebut akan timbul tahanan tehadap gerakan, fenomena ini menunjukkan adanya gesekan. Ada tiga tipe dasar gesekan yakni, gesekan luncur, gesekan menngelinding dan gesekan fluida. Gesekan meluncur dan gesekan menggelinding adalah gesekan kering, sedangkan gesekan fluida adalah gesekan basah. Disebut gesekan basah karena ada lapisan fluida yang memisahkan secara sempurna pada salah satu atau kedua permukaan bergesekan. Ketika dua atau lebih permukaan mengalami gesekan, maka ada kecenderungan kedua permukaan tersebut akan mengalami keausan. Gesekan juga dapat merusak komponen mesin karena adanya energi gesekan tersebut yang diubah menjadi kalor. Fenomena tersebut banyak ditemukan pada elemen-elemen mesin, baik yang bergerak translasi, rotasi maupun gabungan keduanya. Ring piston dan slinder, poros dan bantalan, roda gigi, sabuk dan puli adalah contoh elemen mesin yang saling bergesekan. 2.2 Pengertian Pelumasan Gesekan dan keausan dalam elemen mesin harus dikendalikan, supaya mesin tersebut dapat bekerja optimal baik pada saat stasioner maupun pada saat

beban puncak/maksimum. Dengan mengendalikan gesekan pada elemen juga dapat memperpanjang masa hidup atau masa pakai mesin tersebut. Cara yang paling efektif dan banyak digunakan untuk mengendalikan gesekan tersebut adalah dengan suatu teknik yang disebut pelumasan. Pelumasan adalah suatu cara untuk mengurangi dan memperkecil gesekan dan keausan diantara permukaan-permukaan yang bergerak relatif satu sama lain dengan menempatkan bahan pelumas diantara kedua permukaan yang bergerak tersebut.bahan pelumas yang umum adalah berupa cairan (liquids) dan semi-liquid, tapi dapat juga berupa padat atau gas, atau kombinasi cair, padat dan gas. Bahan pelumas dalam wujud cairan sering disebut dengan minyak pelumas. 2.3 Fungsi Bahan Pelumas Bahan pelumas banyak digunakan seperti pada motor bakar, baik untuk pembakaran dengan busi (siklus Otto) maupun untuk pembakaran dengan tekanan (siklus Diesel dan siklus Dual). Bahan pelumas juga digunakan pada sektor industri, misalnya untuk bantalan, roda gigi pompa maupun kompresor, turbin dan lain-lain. Dalam hal ini termasuk pemanasan dan pendinginan pada industri baja, pertambangan, industri kertas, industri tekstil, dan sebagai pendingin dan pelumas untuk mata pahat mesin perkakas. Pada beberapa penggunaan diperlukan minyak pelumas yang dapat bekerja pada interval temperatur yang besar, dengan kata lain diperlukan indeks kekentalan minyak pelumas yang besar, misalnya pada turbin gas.

Fungsi utama dari bahan pelumas yang umum digunakan peralatan permesinan adalah sebagai berikut : a. Mengurangi gesekan dan keausan Mengurangi gesekan dan keausan adalah fungsi primer dari bahan pelumas. Bahan pelumas harus mampu mencegah persinggungan langsung antara permukaan yang bergesekan pada temperatur kerja, daerah pembebanan dan kondisi lainnya. Sifat ini didapat dari kekentalan yang dimiliki minyak pelumas (viscosity) b. Memindahkan panas Panas yang ditimbulkan oleh elemen mesin yang bergerakan (misalnya: bantalan dan roda gigi) dipindahkan oleh minyak pelumas, asalkan terjadi aliran yang mencukupi. c. Menjaga sistem tetap bersih Bahan pelumas harus dapat menghindarkan kontaminasi sistem dari komponen-komponen bergerak yang bisa merusak sistem tersebut. Partikelpartikel logam akibat keausan, abu yang berasal dari luar dan sisa hasil pembakaran dapat memasuki sistem dan menghalangi operasi yang efisien. d. Melindungi sistem Karat bisa disebabkan kehadiran udara dan air, serta keausan korosif dapat dikarenakan asam-asam mineral yang terbentuk secara kimiawi selama pembakaran bahan bakar. Karat dapat menyebabkan kerusakan komponen, sehingga komponen tersebut tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. Karena hal itulah bahan pelumas harus direncanakan untuk melindungi sistem terhadap serangan korosif.

Bahan pelumas umumnya mempunyai kekentalan yang relatif tinggi, karenanya fluiditas atau kemampuannya untuk mengalir relatif rendah. Dengan demikian sifat ini dapat dimanfaatkan untuk melindungi sistem dari kontaminasi udara luar. Dengan kata lain, bahan pelumas dapat berperan sebagai paking (seal). 2.4 Tipe-Tipe Pelumasan 2.4.1 Pelumasan Hidrodinamis Pelumasan hidrodinamis (Hydrodynamic Lubrication) adalah tipe pelumasan dimana gerakan relatif dari gerakan meluncur pada sebuah permukaan menyebabkan formasi tekanan lapisan pelumas memisahkan sepenuhnya permukaan yang bergesekan. Dengan kata lain lapisan tipis pelumas dibangkitkan oleh gerakan relatif dari salah satu atau kedua permukaan itu sendiri. Penggambaran dari prinsip pelumasan hidroinamis dapat dilihat pada gambar 2.1. Pada gambar 2.1, salah satu permukaan (slider) bergerak relatif terhadap suatu permuakan yang diam, gerakannya disebut gerakan meluncur. Lapisan tipis minyak pelumas (oil film) terbentuk akibat adanya gerakan meluncur dari slider terhadap permukaan yang diam yang membangkitkan pressure wedge. Begitu juga halnya dengan roller yang bergerak pada relatif pada permukaan rata (gambar 2.2) Pelumasan hidrodinamis umumnya diaplikasikan pada permukaan bidang dengan gerakan meluncur, misalnya poros yang menggunakan bantalan luncur (journal bearing). Teori pelumasan hidrodinamis yang sekarang berkembang adalah hasil penelitian Beauchamp Tower pada awal tahun 1880-an di Inggris, yang menyelidiki gesekan

pada bantalan luncur pada roda kereta api dan mempelajari tipe pelumasan yang terbaik pada bantalan luncur tersebut. Hasil yang diperoleh oleh Beauchamp Tower mempunyai keteraturan dan kesamaan karakteristik seperti yang disimpulkan Osborne Reynolds bahwa harus ada persamaan defenitif yang terbatas dalam hubungan gesekan, tekanan dan kecepatan. Berdasarkan penelitian Beauchamp Tower tersebut, Osborne Reynolds mengembangkan teori matematis untuk menjelaskan eksperimen yang dilakukan Beauchamp Tower, dan dipublikasikan pada tahun 1886. Gambar 2.1 Pelumasan hidrodinamis untuk gerakan meluncur pada bidang rata Gambar 2.2 Pelumasan hidrodinamis pada roller yang bergerak relatif pada bidang rata

2.4.2 Pelumasan Elastohidrodinamis Pelumasan elastohidrodinamis (Elastohydrodynamic Lubrication) juga merupakan bentuk dari pelumasan hidrodinamis, tetapi pada pelumasan elastohidrodinamis deformasi elastis dari permukaan yang dilumasi menjadi sangat besar. Artinya terjadi kontak bidang permukaan yang bergesekan sangat kecil, sehingga timbul tekanan yang demikian besar pada lapisan tipis minyak pelumas yang membatasi kedua permukaan itu. Misalnya pada bantalan gelinding (roller bearing), mimis (ball/roller) akan menekan cincin sehingga terjadi deformasi elastis biarpun gaya yang diberikan demikian kecilnya. 2.4.3 Pelumasan Bidang Batas Pelumasan bidang batas (Boundary Lubrication) mengacu pada situasi kombinasi geometri kontak, beban relatif besar, kecepatan rendah, kuantitas pelumas yang tidak cukup sehingga tidak dimungkinkan untuk membangkitkan lapisan tipis minyak pelumas yang sempurna pada bagian yang bersinggungan. Pada beberapa kasus pelumasan bidang batas masih terjadi kontak asperity (permukaan kasar pada suatu permukaan yang dilihat di bawah mikroskop). Pada situasi normal, asperity setiap logam dilapisi oleh lapisan oksida, misalnya besi oksida pada besi atau baja, aluminium oksida (alumina) pada aluminium dan sebagainya. Ketika asperities tersebut saling bergesekan, kecenderungan asperities tersebut untuk melekat relatif lembut. Namun, bila lapisan oksida tersebut aus/habis akibat gesekan yang berat maka permukaan-permukaan yang bersinggungan memiliki kecenderungan untuk melakukan kontak langsung. Maka sangat penting untuk mempertahankan lapisan oksida tersebut, agar terjadi

gesekan yang relatif lembut. Dan jika permukaan logam tersebut kehilangan lapisan oksidanya maka akan terjadi gesekan dan keausan yang parah. Dan pada kasus tersebut diatas pelumasan bidang batas dapat mengurangi gesekan dan keausan yang terjadi. Mekanisme dari pelumasan bidang batas sendiri adalah misalnya dengan physical adsorption, chemical adsorption, maupun chemical reaction. 2.4.4 Pelumasan Tekanan Ekstrim Pelumasan tekanan ekstrim mengacu pada kondisi apabila kontak yang terjadi di bawah pengaruh kerja paling hebat/ekstrim, seperti pada pemotongan logam atau roda gigi yang mengalami beban kejut, sehingga aditif tekanan ekstrim (EP additive) digunakan untuk melumasi. EP (Extreem Pressure) additive ini merupakan sennyawa minyak yang dapat larut dan biasanya mengandung zat belerang, chlorin atau fosfor yang bereaksi dengan permukaan bantalan pada temperatur tinggi yang timbul dimana lapisan tipis minyak pelumas pecah, membentuk zat lapisan tipis yang titik cairnya tinggi antara permukaanpermukaan yang berkontak. 2.4.5 Pelumasan Padat Pelumasan padat (Solid Lubrication) adalah sistem pelumasan dimana diantara permukaan kontak saling melumasi sendiri oleh bahan padat yang dilapisi dan kadang menyatu pada elemen tersebut. Pelumasan padat dapat dipahami misalnya pada sebuah contoh, misalnya debu pasir dan kerikil pada permukaan jalan dapat menyebabkan kendaraan tergelincir

karena debu, pasir dan kerikil mengurangi gesekan antara ban dan permukaan jalan. Teknisnya, debu, pasir dan kerikil tersebut bertindak sebagai pelumas, namun tentu saja tidak ada yang merekomendasikan debu, pasir dan kerikil sebagai pelumas padat pada elemen mesin. Walaupun telah banyak dikembangkan bahan inorganik untuk pelumasan padat, seperti misalnya mica, talc, dan chalk namun sangat sedikit yang digunakan secara umum untuk permesinan. Bahan-bahan yang umum dan paling banyak digunakan sebagai pelumas padat adalah grafit dan molybdenum disulfida dan PTFE (Polytetrafluoroethylene) / teflon. Adapun karakterisitik bahan yang baik digunakan sebagai pelumas padat adalah sebagai berikut : Mempunyai koefisien gesek rendah namun konstan dan terkendali Memiliki stabilitas kimia yang baik sepanjang temperatur yang diperlukan Tidak memiliki kecenderungan untuk merusak permukaan bantalan Lebih diutamakan yang memiliki daya adhesi yang kuat terhadap permukaan bantalan, sehingga tidak mudah hilang/aus dari permukaan bantalan. Memiliki daya tahan terhadap keausan dan umur yang relatif panjang Mudah diaplikasikan pada permukaan yang bergesekan terutama bantalan Tidak beracun dan ekonomis Bahan inorganik seperti grafit dan molybdenum disulfida memiliki sifat mampu membentuk lapisan tipis pada permukaan logam yang bergeser dengan mudah dan menahan penetrasi oleh permukaan-permukaan yang bergesek. Senyawa-senyawa demikian dapat digunakan sendiri-sendiri atau disuspensikan dalam tempat cairan

atau minyak gemuk. Jenis plastik/polimer seperti PTFE dapat digunakan sebagai permukaan bantalan yang dalam penggunaan tidak menggunakan atau membutuhkan pelumasan lanjutan ataupun lainnya. Beberapa bahan yang digunakasebagai pelumas padat dapat dilihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Beberapa material yang digunakan sebagai bahan pelumas padat Kelompok Bahan Nama Bahan Layer-lattice compounds Molybdenum disulphide Tungsten diselenide Niobium diselenide Calcium fluoride Graphite Tungsten disulphide Tantalum disulphide Graphite fluoride PTFE Nylon Polymers PTFCE Acetal PVF 2 Polyimide FEP Polyphenylene sulphide PEEK Metals Lead Tin Gold Silver Indium Other Inorganics Molybdic oxide Boron trioxide Lead monoxide Boron nitride (sumber : Lubrication and Lubricant Selection :A Practical Guide, Third Edition by A.R. Lansdown) 2.4.6 Pelumasan Hidrostatis Pada pelumasan hidrodinamis, seperti pada penjelasan diatas permukaan yang bergesekan dipisahkan secara sempurna oleh lapisan tipis pelumas. Lapisan tipis pelumasn tersebut dicapai dengan akibat gerakan luncuran, yang membangkitkan lapisan baji minyak pelumas (oil-wedge) untuk membangkitkan tekanan minyak pelumas di dalam bantalan misalnya. Namun pada mesin-mesin yang mempunyai beban besar dan kecepatan putaran rendah tidak dimungkinkan lagi terjadi pelumasan hirodinamis pada saat start. Untuk itu diperlukan tekanan

yang lebih besar agar terjadi lapisan tipis minyak pelumas diantaraporos dan bantalan misalnya. Tekanan demikian diperoleh dengan menggunakan pompa tekanan tingi yang akan menekan minyak pelumas ke bagian-bagian yang bergesek, bukan sekedar pompa tekanan rendah yang berfungsi hanya sebagai pendistribusi atau pensirkulasi minyak pelumas. Pelumasan sedemikian disebut pelumasan hidrostatis (Hidrostatic Lubrication). Pelumasan hidrostatis disebut juga pelumasan tekanan luar (externally pressurized) karena tekanan yang timbul diakibatkan pengaruh kerja dari luar sistem. Dalam beberapa kasus, setelah poros berputar dengan kecepatan tinggi biasanya pompa tekanan tinggi yang digunakan dapat dihentikan sementara pompa tekanan rendah sebagai pensuplai minyak pelumas tetap difungsikan. Dalam kasus ini, pada operasi normal yang terjadi bukan pelumasan hidrostatis lagi, melainkan pelumasan hidrodinamis. 2.5 Kekentalan Minyak Pelumas(Viscosity) 2.5.1 Kekentalan Dinamik dan Kekentalan Kinematik Dalam industri perminyakan khususnya minyak pelumas dikenal istilah kekentalan, karena kekentalan merupakan sifat paling penting bagi minyak pelumas khususnya dan bahan pelumas umumnya, karena sifat ini menunjukkan kemampuan untuk melumasi sesuatu dan kemampuan suatu fluida untuk mengalir. Pada gambar 2.3 menunjukkan pendefenisian kekentalan dinamik menurut Hukum Newton tentang aliran viskos. Suatu permukaan bergerak relatif dengan kecepatan u terhadap permukaan lain dimana diantara kedua permukaan ditempatkan suatu lapisan tipis fluida. Kekentalan didefenisikan sebagai besarnya

tahanan fluida untuk mengalir di bawah pengaruh tekanan yang dikenakan dan besarnya harga kekentalan merupakan perbandingan antara tegangan geser yang bekerja dengan kadar geseran (rate of shear). u y u h diam Gambar 2.3 Pendefenisian kekentalan dinamik menurut hukum Newton tentang aliran viskos Dari gambar 2.3 secara matematis dapat ditulis: du u τ = µ = µ (2.1) dy h dimana: τ = tegangan geser fluida (N/m 2 ) µ = kekentalan dinamik (Poise, P) u = kecepatan relatif permukaan (m/det) h = tebal lapisan pelumasan (m) Sehingga kekentalan dinamik dapat ditulis:

τ µ = (2.2) du dy Kekentalan dinamik disebut juga dengan kekentalan absolut, sementara kadar geseran adalah du/dy. Jika kekentalan dinamik dibagi dengan rapat massa pada temperatur yang sama hasilnya disebut kekentalan kinematik. Secara matematis ditulis: µ ν = (2.3) ρ dimana: ν = kekentalan kinematik (Stokes, S) ρ = rapat massa (gram/cm 3 ) Dalam satuan cgs, tegangan geser adalah dalam dyne/cm 2 dan kadar geseran dalam det -1, maka satuan kekentalan dinamik adalah poise disingkat P. Sedangkan satuan rapat massa gram/cm 3 sehingga satuan kekentalan kinemati adalah stokes disingkat St. Satuan yang paling umum dalam industri perminyakan adalah centipoise disingkat cp dan centistoke disingkat cst, dimana 1 P = 100 cp dan 1 St =100 cst. Dalam satuan SI, untuk kekentalan dinamis adalah N det/m 2 atau kg/m det dan satuan kekentalan kinematik adalah m 2 /det. Dengan demikian diperoleh hubungan satuan-satuan: 1 P = 10-1 N det/m 2 1 cp = 10-3 N det/m 2 1 St = 10-4 m 2 /det 1cSt = 10-6 m 2 /det

Dalam satuan British untuk kekentalan dinamik dikenal satuan lbf.s/in 2 (poundforce second per square inch) yang disebut juga dengan reyn, yang diberikan untuk penghormatan terhadap Sir Osborne Reynolds. Hubungan antara reyn dan centipoise: 1 reyn = 1 lbf.s/in 2 = 7,03 kgf.s/m 2 1 reyn = 6,9. 10 6 cp Kekentalan juga dapat/pernah dinyatakan dengan unit sebagai berikut: Kekentalan Redwood (Redwood viscosity) Secara teknis Redwood viscosity bukanlah satuan untuk kekentalan melainkan waktu alir. Itu adalah jumlah waktu yang diperlukan 50 ml minyak untuk mengalir melalui cerobong saluran berbentuk mangkuk (cup-shaped funnel) akibat gaya beratnya sendiri. Kekentalan Saybolt (Saybolt viscosity) Saybolt viscosity secara teknis adalah waktu alir dan hal tersebut juga bukan satuan kekentalan, karena memiliki cara yang sama dalam pengukurannya dengan Redwood viscosity. Metode ini pernah menjadi metode standar pada ASTM. Kekentalan Engler (Engler viscosity) Engler viscosity juga merupakan waktu alir dengan metode hampir sama dengan Redwood viscosity, tetapi hasilnya dinyatakan dengan derajat, waktu alir sampel minyak terhadap yang diukur air pada temperatur yang sama. Hal ini diterapkan hanya di hampir seluruh Eropa, tetapi secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan.

2.5.2 Klasifikasi Kekentalan Minyak Pelumas Kekentalan minyak pelumas perlu distandarkan dan diklasifikasikan agar penggunaannya sesuai dengan kebutuhan. Kekentalan minyak pelumas untuk keperluan teknik dan industri telah diklasifikasikan oleh beberapa organisasi standarisasi seperti ISO, SAE, ASTM, DIN, AGMA, dan lain sebagainya. Klasifikasi yang paling banyak digunakan dalam dunia industri adalah klasifikasi menurut ISO dan SAE. 1.Klasifikasi Kekentalan Menurut ISO Sistem klasifikasi kekentalan minyak pelumas menurut ISO (International Standard Organization) adalah berdasarkan kekentalan kinematik, dalam satuan centistokes (cst), pada daerah (range) kekentalan pada temperatur 40 C. Setiap daerah kekentalan diidentifikasi dengan angka ISO VG (Viscosity Grade) atau derajat kekentalan ISO, dimana kekentalan tersebut merupakan kekentalan kinematik rata-rata pada daerah tersebut (midpoint kinematic viscosity). Untuk mendapatkan nilai kekentalannya, harus dihitung 10% dari nilai rata-rata kekentalan kinematiknya. Misalnya ISO VG 100 mempunyai kekentalan rata-rata 100 cst, dimana batas kekentalannya adalah 90 cst untuk minimum dan 110 cst untuk maksimum. Nilai kekentalan menurut ISO untuk minyak pelumas dapat dilihat pada gambar grafik dan tabel berikut, yang dikutip dari dokumen ISO 3448 Industrial Liquid Lubricants ISO Viscosity Classification.

Nilai kekentalan standar ISO dapat dilihat pada tabel di bawah, untuk nilai kekentalan pada suhu 40 C. Nilai untuk harga kekentalan kinematik minyak pelumas pada 40 C menurut dokumen ISO 3448. Tabel 2.2 Klasifikasi kekentalan ISO minyak pelumas pada suhu 40 C Angka derajat kekentalan ISO Harga tengah kekentalan, cst pada 40 C Batas kekentalan kinematik, cst pada 40 C Minimum Maksimum ISO VG2 2,2 1,98 2,42 ISO VG3 3,2 2,88 3,52 ISO VG5 4,6 4,14 5,06 ISO VG7 6,8 6,12 7,48 ISO VG10 10 9 11 ISO VG15 15 13,5 16,5 ISO VG22 22 19,8 24,2 ISO VG32 32 28,8 35,2 ISO VG46 46 41,4 50,6 ISO VG68 68 61,2 74,8 ISO VG100 100 90 110 ISO VG150 150 135 165 ISO VG220 220 198 242 ISO VG320 320 288 352 ISO VG460 460 4174 506 ISO VG680 680 612 748 ISO VG1000 1000 900 1100 ISO VG1500 1500 1350 1650 (sumber: Prinsip pelumasan dan minyak pelumas mineral, A.Halim Nasution)

2.Klasifikasi Kekentalan Menurut SAE Sistem klasifikasi ini disusun oleh SAE (Society of Automotive Engineers), dalam SAE J300 SEP80 pertama kali dilaporkan Divisi Anekaragam (Miscellaneous Division), disetujui pada Juni 1911, dan direvisi kembali oleh suatu komite September 1980. Walaupun sistem kekentalan ini disusun oleh SAE, klasifikasi kekentalan minyak pelumas bukan hanya untuk otomotif, melainkan ssemua tipe penggunaan minyak pelumas termasuk industri, kapal laut dan pesawat udara. Klasifikasi SAE merupakan klasifikasi untuk minyak pelumas mesin-mesin secara rheologi saja. Karakteristik lain dari minyak pelumas tidak termasuk. Praktek yang dianjurkan ini ditujukan untuk penggunaan oleh pabrik pembuat mesin-mesin dalam menentukan derajat kekentalan minyak pelumas yang akan direkomendasikan untuk penggunaan mesin-mesin yang diproduksi, dan oleh perusahaan minyak dalam merumuskan dan memberi label produksi mereka. Dua seri derajat kekentalan diberikan pada tabel 2.2, dimana salah satu mengandung letter W dan lainnya tidak. Derajat kekentalan dengan letter W didasarkan atas kekentalan maksimum pada temperatur rendah dan temperatur pemompaan batas maksimum, sebagaimana kekentalan minimum pada 100 C. Minyak pelumas tanpa letter W didasarkan atas kekentalan pada 100 C. Minyak yang diklasifikasikan kekentalannya pada temperatur rendah dan temperatur pemompaan memenuhi persyaratan untuk derajat W, dan yang mana kekentalannya pada 100 C berada dalam daerah yang telah ditentukan dari salah satu klasifikasi derajat non-w. Kekentalan pada temperatur rendah diukur sesuai dengan prosedur tertentu. Porsedur ini merupakan versi multi-temperatur dari

ASTM D 2602, Metode Pengujian Kekentalan Nyata Minyak Pelumas Mesin pada Temperatur Rendah dengan mnggunakan Simulator Pengengkolan Dingin (Method of Test for Apparent Viscosity of Motor Oils at Low Temperature Using the Cold Crancing Simulator), dan hasilnya dilaporkan dalam centipoise (cp). Kekentalan diukur dengan metode ini dan telah ditemui hubungannya dengan kecepatan putaran yang diberikan selama pengengkolan temperatur rendah. Tabel 2.3 Derajat kekentalan SAE untuk minyak pelumas mesin (SAE J300 Engine Oil Visccosity Classification) SAE Viscosity Grade Viscosity (cp) a at temp ( C ) max. Borderline b pumping temp ( C ) max. Viscosity c (cst) at 100 C. min max 0 W 5 W 10 W 15 W 20 W 25 W 20 W 30 W 40 W 50 W 60 W 3250 at -30 3250 at -30 3250 at -30 3250 at -30 3250 at -30 - - - - - -35-30 -25-20 -15-10 - - - - - 3,8 3,8 4,1 5,6 5,6 9,3 5,6 9,3 12,5 16,3 21,9 - - - - - - 9,3 12,5 16,3 21,9 26,1 2.5.3 Minyak Pelumas Multigrade Minyak pelumas multigrade sering menimbulkan keraguan. Pada dasarnya jenis ini merupakan salah satu yang mempunyai indeks kekentalan yang bersesuaian dengan persyaratan pada 100 C dan -18 C.

Tabel 2.4 Klasifikasi Multigarde SAE Crankcase Oil Viscosity Nomor SAE Ganda 10W/30 10W/40 10W/50 20W/40 20W/50 Indeks Kekentalan 145 169 190 113 133 Minyak pelumas mesin otomotif diklasifikasikan oleh SAE seperti tercantum pada tabel 2.4. Tabel 2.4 khusus menunjukkan kekentalan minyak pelumas multigrade. Ternyata bahwa minyak pelumas jenis ini mempunyai indeks kekntalan yang tinggi. Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa nomor SAE yang diikuti dengan letter W (Winter) ditunjukkan sebagai minyak pelumas yang dimaksudkan untuk kemudahan dalam menghidupkan mesin selama kondisi cuaca dingin. Misalnya SAE 20W/50, artinya bahkan pada saat musim dingin (atau pada pagi hari saat bukan musim dingin) nilai kekentalannya akan sama seperti SAE 20, dan pada saat udara panas (kondisi operasi) atau bukan musim dingin kekentalan maksimalnya adalah akan sama seperti SAE 50. Minyak pelumas multigrade pada awalnya dibuat khusus untuk daerah yang memiliki empat musim (iklim) dalam satu tahun, termasuk didalamnya musim dingin, agar memudahkan pemilihan minyak pelumas untuk pengoperasian mesin pada keempat musim tersebut. Namun dalam perkembangannya penggunaan minyak pelumas multigrade tidak hanya digunakan pada wilayah yang memiliki musim dingin, tetapi juga yang beriklim tropis, sehingga sering menimbulkan

keragu-raguan bagi pengguna. Secara teori minyak pelumas SAE 20W/50 tersebut dapat diaplikasikan/digunakan pada sistem yang memerlukan minyak pelumas SAE 20, SAE 30, SAE 40 dan SAE 50. 2.5.4 Pengaruh Tekanan dan Temperatur Terhadap Kekentalan Tekanan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kekentalan pelumas. Hal ini sangat penting dalam pelumasan tipe elastohidrodinamis dan bidang hidrolika. Minyak pelumas yang menunjukkan perubahan kekentalan yang besar terhadap temperatur juga akan menunjukkan perubahan yang besar dengan perubahan tekanan. Persamaan Barus memberikan solusi hubungan kekentalan dan tekanan, yaitu: µ p = µ 0. e αp (2.4) (sumber: Literatur 1, bab 4, hal 29) Dimana µ p dan µ 0 adalah kekentalan masing-masing pada tekanan p dan tekanan atmosfir, α adalah koefisien tekanan untuk kekentalan. Koefisien tekanan untuk kekentalan (α) untuk minyak pelumas yang memiliki indeks viskositas rendah dan menengah lebih tinggi daripada untuk minyak pelumas dengan indeks viskositas tinggi. Persamaan kekentalan-tekanan Roeland merupakan persamaan alternatif untuk menentukan kekentalan minyak pelumas terhadap perubahan tekanan yang dinyatakan dengan:z p log (1,200 + log µ ) = log (1,200 + log µ 0 ) + z log (1+ ) (2.5) 2000 dimana:

µ = kekentalan pada tekanan p (cp) µ 0 = kekentalan dalam tekanan atmosfer z = konstanta yang harganya bergantung pada jenis minyak pelumas Gambar. 2.4 Pengaruh tekanan terhadap kekentalan, persamaan Barus dan Persamaan Roeland Temperatur memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kekentalan minyak pelumas. Pada temperatur rendah molekul-molekul pada cairan sangat rapat sekali satu sama lain; dengan kata lain volume bebas terbatas. Pada daerah ini tahanan cairan untuk mengalir (kekentalan) bergantung secara kritis pada ukuran, bentuk dan fleksibilitas dari molekul-molekul dan gaya tarik molekulmolekul tersebut. Pada temperatur tinggi volume bebas bertambah, kekentalan fluida turun dan ukuran, bentuk, molekul-molekul dan sebagainya tidak begitu penting. Persamaan Roeland, Blok dan Vlugter memberikan hubungan antara kekentalan minyak pelumas dengan temperatur, dinyatakan sebagai berikut:

t log (1,200 + log µ ) = log b S log (1 + ) (2.6) 135 (sumber: Literatur 1, bab 4, hal.36) dimana: µ = kekentalan (cp) t = temperatur ( C) Gambar 2.5 Pengaruh temperatur terhadap minyak pelumas SAE pada tekanan atmosfer (sumber: Literatur 1, bab 4, hal.36)

2.6 Pengukuran/Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas Kekentalan fluida/minyak pelumas dapat diukur dengan berbagai metode dengan prinsip-prinsip yang berbeda. Misalnya dengan prinsip bola jatuh yang memenuhi hukum Stokes atau menurut Hoeppler. Pengujian minyak pelumas biasanya dilakukan pada temperatur yang konstan, misalnya -18 C, 10 C, 28 C, 40 C, 50 C atau 100 C. Alat untuk mengukur kekentalan minyak pelumas disebut dengan viskometer (viscometers). 2.6.1 Viskometer Bola Jatuh (Falling Sphere Viscometer) 2.6.1.1 Viskometer Bola Jatuh Yang Memenuhi Hukum Stokes Menurut hukum Stokes, sebuah bola dengan jari-jari r yang bergerak dengan kecepatan rendah v di dalam fluida akan mengalami gaya gesekan yang melawan arah gerakannya akibat kekentalan fluida, dengan suhu dan tekanan konstan digambarkan seperti pada gambar di bawah. Dalam metode bola jatuh sebuah bola jatuh dijatuhkan ke dalam tabung transparan yang berisi fluida. Kecepatan bola jatuh mula-mula rendah, tetapi percepatan gravitasi menyebabkan kecepatan bertambah sehingga gaya gesekan fluida semakin besar. Gaya yang dialami bola adalah gaya gravitasi gaya apung (arahnya ke atas), dan gaya gesekan (arahnya ke atas). Pada suatu kecepatan terentu akan terjadi keseimbangan. Tabung atau slinder yang digunakan dalam pengujian bola jatuh yang memenuhi hukum Stokes ini haruslah tabung transparan, sehingga dapat dengan mudah diamati dan dicatat waktu jatuh bola uji.

Gambar 2.6 Viskometer bola jatuh yang memenuhi hukum Stokes Maka diperoleh kekentalan dinamik (μ) minyak pelumas (fluida) yang diuji: 2 r 2 µ = ( ρb f ). g 9v ρ (2.7) r dimana: µ = kekentalan dinamik (N.s/m 2 ) r 2 = perbandingan kuadrat jari-jari bola baja dengan kecepatan v rata-rata (m/det) ρ b = rapat massa bola baja (kg/m 3 ) ρ b = rapat massa fluida (kg/m 3 ) g = gaya gravitasi = 9,81 (m/s 2 )

2.6.1.2 Viskometer Bola Jatuh Menurut Hoeppler Gambar 2.7 Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler dapat dilihat pada gambar diatas. Pengaturan suhu dapat dilakukan dengan menaikkan atau menurunkan selimut air (water bath) pada tabung viskometer. Formula untuk pengukuran viskositas menurut Hoeppler adalah : µ = K ρ 1 ρ ). t (2.8) ( 2 Dimana: µ = kekentalan dinamik (Poise) ρ 1= massa jenis bola uji (kg/m 3 ) ρ 1 = massa jenis fluida (kg/m 3 ) K = Konstanta bola uji viskometer t = waktu rata-rata (s)

2.6.2 Viskometer Rotasional Viskometer rotasional (Rotational Cylindrical Viscometer) seperti pada gambar 2.2 terdiri dari dua slinder konsentris dengan fluida yang terdapat diantara keduanya. Slinder terluar diputar dan torsi diukur pada slinder yang terdapat di dalam. Jika: r i = jari-jari slinder bagian dalam r o = jari-jari slinder bagian luar l a = panjang tabung/slinder δ = radial clearence Didapat kekentalan dinamik/absolut: tq δ µ o = (2.9) 2π ω r r l 2 o i a Gambar 2.8. Viskometer Rotasional

2.6.3 Viskometer Pipa Kapiler Pengukuran kekentalan pada viskometer pipa kapiler (Capillary Viscometers) didasarkan pada pengukuran rata-rata aliran fluida melalui tabung berdiameter kecil/pipa kapiler. Ada banyak tipe/varian viskometer yang menggunakan prinsip aliran fluida melalui pipa kapiler, dan viskometer pipa kapiler merupakan viskometer yang memiliki varian paling banyak dibandingkan dengan tipe viskometer yang lain. Beberapa diantaranya dapat dilihat seperti pada gambar di bawah. Gambar 2.9 Beberapa jenis tipe viskometer pipa kapiler JikA µ µ = o k, o adalah kekentalan kinematik pada = 0 ρ o p dan temperatur tetap, _ serta A * 8l t 1 =, dan mengingat q α 4, maka: π g a t

h t µ k, o = = B * t (2.10) A* q Dimana B* adalah konstanta dari fungsi alat uji tersebut. 2.6.4 Viskometer Cone and Plate Viscometer. Gambar 2.7 menunjukkan prinsip kerja viskometer Cone-and-Plate Gambar 2.10 Viskometer Ferranti - Cone and Plate Viscometers Gambar 2.11. Prinsip kerja cone-and-plate viscometer

2.6.5 Viskometer tipe lain Selain dari viscometer diatas, masih banyak lagi viscometer tipe lain, beberapa diantaranya dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 2.12 Viskometer Stormer Gambar 2.13 Viskometer Saybolt

Gambar 2.14 Viskometer MacMichael 2.7 Aditif minyak pelumas Aditif minyak pelumas (oil additives) atau bahan tambahan minyak pelumas, yang sering disebut juga oil treatment, adalah sejenis zat kimia yang jika ditambahkan ke dalam minyak pelumas baik yang memiliki bahan dasar (base oil) minyak bumi maupun sintetis akan mempertinggi atau memperbaiki sifat yang ada dari minyak pelumas tersebut. Atau dapat juga memberikan sifat yang baru pada minyak pelumas, yang tidak dimiliki sebelumnya. Minyak pelumas awalnya ada yang diberikan aditif, namun dalam jumlah yang sangat sedikit, agar terjaga keseimbangan komposisi kimia dalam pelumas. Penambahan aditif haruslah dalam takaran yang sesuai dengan rekomendasi pabrikan pembuat aditif tersebut.

2.7.1 Tujuan Penambahan Terhadap Minyak Pelumas Penambahan aditif sering dilakukan pada minyak pelumas, untuk tujuan tertentu, misalnya adalah: Memperbaiki kualitas/mutu minyak pelumas yang terlalu lama disimpan di dalam gudang, sebelum dimasukkan ke dalam mesin atau sistem yang memerlukan pelumasan. Untuk meningkatkan kembali performa mesin atau sistem yang sudah tua, sehingga didapat karakteristik pelumasan yang menuju atau mendekati kondisi seperti saat mesin/sistem masih baru atau performa yang dianggap baik. Memberikan sifat-sifat tertentu pada minyak pelumas awal, yang tidak dimiliki minyak pelumas itu sebelumnya. Misalnya anti-korosi, demulsifier, dan pour point depresant. Manambah daya tahan atau waktu pemakaian minyak pelumas, sehingga selang waktu pergantian minyak pelumas bertambah, yang menghemat biaya untuk perawatan. 2.7.2 Pengaruh Penambahan Aditif Terhadap Minyak Pelumas Secara umum pengaruh penambahan aditif ke dalam minyak pelumas adalah sebagai berikut: Peningkatan kekentalan. Hampir semua tipe aditif yang ditambahkan ke dalam minyak pelumas mengakibatkan peningkatan kekentalan minyak pelumas tersebut, baik tipe viscosity index improver, anti-wear, anti-oxidant dll.

Peningkatan yang terjadi berkisar antara 5 % - 35 %, peningkatan bervariasi tergantung dari jenis bahan dasar pelumas dan komposisi kimianya. Perubahan warna dan bau. Perubahan warna yang terjadi tergantung adalah efek samping dari penambahan aditif, yang perubahannya tergantung pada warna aditif yang ditambahkan. Perubahan warna yang terjadi mungkin lebih gelap maupun lebih terang. Sedangkan perubahan bau yang lebih harum diharapkan dapat menambah daya jual produk aditif tersebut. Perubahan komposisi kimia. Komposisi kimia yang berubah akibat penambahan aditif adalah sangat penting untuk meningkatkan kemampuan dari minyak pelumas dalam melindungi minyak pelumas itu sendiri, maupun sistem yang dilumasinya. Komposisi kimia aditif yang baik dapat merubah komposisi kimia pelumas tanpa merusak komposisi kimia awal minyak pelumas tersebut. 2.7.3 Tipe Aditif dan Penggunaannya Beberapa tipe aditif umum yang sering diaplikasikan pada minyak pelumas adalah sebagai berikut: Alkaline Fungsinya adalah mencegah kontaminasi (menetralisir) asam terhadap minyak pelumas dan sistem yang dilumasi, sehingga tidak bereaksi dengan minyak pelumas maupun mesin. Kontaminasi asam dapat disebabkan kontaminasi dari luar sistem maupun akibat dari dalam sistem itu sendiri.

Anti-corrosion Fungsinya adalah mencegah reaksi kimia yang menyebabkan korosi terhadap bantalan/mesin. Aditif anti-corrosion akan memebentuk lapisan pelindung pada permukaan yang dilumasi. Biasanya ditambahkan untuk sistem yang bekerja pada lingkungan yang korosif. Anti-foam Fungsinya adalah mencegah terjadinya pembentukan buih (foam) pada minyak pelumas saat mesin beroperasi. Pembentukan buih terjadi akibat minyak pelumas mengikat udara, misalnya pada bantalan hidrodinamis, sehingga terbentuk gelembunggelembung udara. Jika lapisan bagian yang bergelembung tersebut berada pada elemen mesin yang saling bergesekan, maka gelembung-gelembung udara pada minyak pelumas tersebut akan pecah dan terjadi kontak langsung antar elemen. Buih pada minyak pelumas dapat menyebabkan keluarnya minyak pelumas dari kontainernya (overflow). Overflow dapat diilustrasikan pada mesin cuci yang tidak menggunakan detergen antifoam, dimana jika tidak menggunakan anti-foam pada detergennya maka cairan detergen/buih akan keluar dari kontainernya. Anti-oxidant Meningkatkan daya tahan minyak pelumas terhadap oksidasi pada temperatur tinggi. Oksidasi yang terjadi pada minyak pelumas dapat menyebabkan kerusakan pada komposisi kimia minyak, sehingga dapat merusak komponen yang dilumasi. Selain temperatur, pengaruh waktu operasi juga dapat mempengaruhi tingkat oksidasi minyak pelumas.

Anti-Wear Lebih tepatnya adalah anti-wear improver, fungsinya mengurangi tingkat keausan pada elemen mesin, khususnya yang berada pada pelumasan bidang batas (boundary lubrication), seperti kam (cam) dan ring piston. Demulsifier Fungsi utamanya adalah mencegah kontaminasi air pada minyak pelumas. Misalnya pada fluida transmisi, fluida hirolik, maupun roda gigi pada industri, dimana kandungan air pada pelumas dapat menimbulkan masalah/kegagalan. Detergant & Dispersant Fungsi utamanya adalah membersihkan dan mencegah kontaminasi jelaga. Detergant berguna dalam membersihkan permukaan yng dilumasi, sedangkan dispersant mencegah jelaga merusak minyak pelumas, misalnya jelaga akibat pembakaran pada motor bakar. Metal-deactivator Fungsinya mencegah kontaminasi partikel logam merusak permukaan yang dilumasi. Cara kerja aditif ini adalah dengan membentuk lapisan pelindung jika beinteraksi dengan partikel logam, misalnya dengan adsorpsi kimia. Pour Point Depresant Pada temperatur rendah, misalnya pada musim dingin, minyak akan mengental, karena akan terbentuk waxy crystals. Hal tersebut dikarenakan minyak pelumas umumnya terdiri dari rantai panjang hidrokarbon parafin, yang akan membentuk waxy crystal pada temperatur

rendah, sehingga minyak pelumas akan sulit dituang atau mengalir. Oleh sebab itu ditambahkan pour point depresant ke dalam minyak pelumas. Viscosity Index Improver Pertimbangan utama dalam memilih minyak pelumas adalah adalah kekentalan dan variasi kekentalan tersebut terhadap temperatur. Semakin rendah temperatur maka kekentalan akan semakin tinggi (semakin kental), demikian juga jika semakin tinggi temperatur maka kekentalan akan semakin rendah (semakin encer). Tujuan dari viscosity index improver ini adalah memperkecil pengaruh dari temperatur terhadap kekentalan minyak pelumas. Selain tipe aditif diatas masih ada lagi aditif khusus yang dapat di tambahkan pada minyak pelumas, dengan seperti : Extreme-pressure agents, yang dapat meningkatkan kekuatan lapisan minyak pelumas pada tekanan yang ekstrim (sangat tinggi). Viscosity Improver, berfungsi meningkatkan kekentalan secara ekstrim, biasanya dapat meningkatkan kekentalan diatas 30%. Colour stabilizers Minyak pelumas dan minyak gemuk sering ditambahkan dengan colour stabilizers untuk mencegah minyak pelumas ataupun minyak gemuk berubah warna (menjadi lebih gelap) dengan cepat, misalnya saat berinteraksi dengan panas dan oksidasi. Dengan penambahan colour stabilizers, perubahan warna terhadap pelumas dapat ditekan sedemikian rupa.

Seal-swell agent Tujuan utamanya adalah mengisolasi lingkungan yang dilumasi dari elemen-elemen berpotensi yang merusak minyak pelumas dan lingkungan yang dilumasi. Sering ditemukan di pasaran, dalam satu kemasan aditif yang memiliki 2 atau lebih sifat tambahan sekaligus. Misalnya pada satu kemasan terdapat aditif alkaline dan detergent/dispersant, VI Improver dan anti-wear, atau anti-oxidant dan anti-corrosion dan sebagainya. 2.8 Bantalan Luncur dan Pelumasan pada Bantalan Luncur 2.8.1 Bantalan Luncur Bantalan luncur (journal bearings) sangat luas penggunaannya pada mesin-mesin yang memiliki elemen berputar (rotating machines), seperti turbin uap, generator, blower, kompresor, motor bakar, poros kapal laut, bahkan sebagai bantalan pada elemen yang seharusnya menggunakan bantalan gelinding (rolling elements bearing). Hal tersebut karena bantalan luncur lebih baik dari bantalan gelinding (pada parameter yang dapat dianggap sama) dalam hal penyerapan getaran, tahanan terhadap gaya kejut, relatif tidak bising, dan umurnya lebih panjang. Semua karakteristik ini disebabkan oleh prinsip pelumasan bantalan luncur yang menggunakan lapisan tipis minyak pelumas saat menumpu poros,misalnya. Tentu saja hal tersebut tidak lepas dari teknik desain dan pemilihan material yang terus dikembangkan.

Bantalan luncur termasuk dari jenis bantalan yang arah pembebanan normalnya pada arah radial atau lebih banyak mengarah tegak lurus pada garis sumbu poros. Maka bantalan luncur termasuk ke dalam jenis plain bearing atau kadang disebut dengan sliding bearing. Disebut bantalan luncur (dalam bahasa Indonesia) adalah karena adanya gesekan luncur dan gerakan luncuran (sliding) yang terjadi pada bantalan, akibat adanya lapisan fluida tipis diantara bantalan dan poros tersebut. Dapat juga dibandingkan seperti atlet selancar air yang berselancar/meluncur bebas diatas air, demikian juga dengan poros yang dapat meluncur dengan mudah pada bantalan dengan bantuan lapisan tipis minyak pelumas. Dalam bahasa Inggris disebut journal bearings karena poros ditumpu oleh bantalan pada tempat/daerah yang dinamakan tap-poros atau leher-poros (neck), dan daerah leher-poros tersebut dinamakan journal. Gambar 2.15 Bantalan luncur

2.8.2 Pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur Ada berbagai jenis bantalan luncur, dan bantalan-bantalan tersebut dapat dilumasi dengan minyak pelumas, gas bahkan dengan minyak gemuk. Namun tipe pelumasan yang paling efektif dan paling banyak digunakan adalah dengan minyak pelumas dengan tipe pelumasan hidrodinamis. Seperti yang telah dijelaskan diatas, teori pelumasan hidrodinamis ini berasal dari penelitian Beauchamp Tower, yang dianalisa oleh Osborne Reynolds. 2.8.2.1 Teori aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat / permukaan datar Gambar 2.16 Aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat / permukaan datar Lihat lapisan minyak pelumas diantara dua plat AB dan CD, salah satu permukaan bergerak dengan kecepatan V, dan permukaan yang satunya (CD) diam, seperti pada gambar 2.14. Kecepatan minyak saat kontak dengan CD adalah nol saat CD diam. Gaya pada minyak yang digambarkan dalam elemen kubus dx.dy.dz pada

setiap titik (xyz) seperti pada diagram, dimana F adalah gaya yang terjadi pada gesekan internal dan p adalah tekanan pada titik tersebut (xyz). Berdasarkan hukum Newton: µδv F = (2.11) δy Dimana µ = koefisien kekentalan dan v = kecepatan pada arah x δp Anggap elemen dx.dy.dz berada dalam gerakan seragam pada arah x dan = 0 δy (p adalah independent terhadap y), sehingga solusi gaya: δf δp F +, dy F dx. dz + p ( p +, dx dx. dz = 0 δy δx (2.12) δf δy δp = δx Substitusi nilai F: δf δy 2 µ v δy = 2 δp = δx (2.13) Integral persamaan (2.10) terhadap y: 1 δp = 2 µδ x 2 v y + C1 y + C 2 (2.14) Lalu kita tentukan kondisi v=v ketika y=0 dan v=0 ketika y=h, didapat:

y p v V 1 δ = 1 1 h 2µδx y hy h (2.15) catatan: Kondisi yang diterapkan untuk menentukan konstanta C 1 dan C 2 adalah karena y diukur berlawanan dengan arah yang diindikasikan. Dari sini fungsi internal pada persamaan (2.9) harus bernilai δf F dy pengganti δ y δf F δ + dy y, sehingga : δf δp = δy δx Atau tanda δf δy dibuat negatif dan persamaan kecepatan menjadi: y p v V 1 δ = 1 + 1 h 2µδx y hy h (2.16) 2.8.2.2 Persamaan tekanan Sommerfeld untuk pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur Mekanisme pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar 2.17 Mekanisme pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur

Gambar 2.18 Distribusi tekanan dan geometri bantalan luncur Pada tahun 1904, A.J.W. Sommerfeld (1869-1951) menemukan suatu persamaan yang dapat menganalisa tekanan pada lapisan tipis minyak pelumas pada bantalan luncur, yang dikenal dengan persamaan Sommerfeld, yaitu: 2 µ r ω 6ε sinθ (2 + ε cosθ ) p = + p 2 2 2 δ (2 + ε )(1 + ε cosθ ) 0 (2.17) Dapat juga ditulis: p p0 = 2 µ r ω 6ε sinθ (2 + ε cosθ ) 2 2 δ (2 + ε )(1 + ε cosθ ) 2 (2.18) Dimana: p 0 = tekanan suplai (Pa) ω = kecepatan putaran poros / journal (rpm) R = radius bantalan (m)

r = radius poros (m) δ = kelonggaran radial (R-r) e = eksentrisitas ε = perbandingan eksentrisitas e = δ μ = viskositas minyak pelumas h = tebal lapisan minyak pelumas θ = posisi angular ( ) dimana lapisan film minyak pelumas minimum adalah: h m = δ(1-ε.cosθ) Sommerfeld juga memberikan solusi untuk beban total (P) di sepanjang bantalan, yaitu sebagai berikut: 3 12µ. r lω. π. ε P = 2 2 2 δ (2 + ε ) (1 ε ) Jika: 6µ. rω. π k = ; 2 2 δ (2 + ε ) Maka: P = k 2l. r. π (2.19) 2 (1 ε )

BAB III METODE PENGUJIAN 3.1 Diagram Alir Pengujian Minyak Pelumas Pengisian Minyak dan Pemanasan (Warm Up) Pengujian kekentalan minyak pelumas Pengujian Karakteristik Bantalan Luncur Putaran 1000 rpm Putaran 1250 rpm Putaran 1500 rpm Putaran 1750 rpm Putaran 2000 rpm Pencatatan Data Analisa Hasil Pengujian Gambar 3.1 Diagram Alir Pengujian

3.2 Variabel Pengujian Pada pengujian ini variabel pengujian untuk mendapatkan karakteristik tekanan bantalan luncur adalah kekentalan minyak pelumas ( µ ) dan kecepatan putaran poros (ω ). 3.2 Peralatan Pengujian Pengujian dilakukan di Laboratorium Teknik Pelumasan Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Alat yang digunakan adalah Alat Uji Bantalan Luncur TM25 buatan TecQuipment Ltd, Inggris. Spesifikasi Alat Uji Bantalan Luncur adalah sebagai berikut: Dimensi Alat Uji: 990 mm x 970 mm x 2850 mm dan 68 kg Kondisi operasi: Pada temperatur +5 C sampai +40 C Pada jangkauan kelembaban relatif setidaknya 80% pada temperatur < 31 C dan 50% pada temperatur 40 C. Suplai energi listrik: Single-phase 230 VAC 50 Hz atau 110 VAC 60 Hz. Spesifikasi Bantalan Luncur: Diameter journal Diameter bantalan Lebar efektif bantalan Lebar bantalan sepenuhnya : 50 mm : 55 mm : 70 mm : 80 mm Volume minyak pada bantalan : 65,5 cm 3

Gambar 3.2 Alat Uji Bantalan Luncur TecQuipment TM25

Gambar.3.3 Pandangan asembling peralatan bantalan luncur TM25 Keterangan gambar 3.3 : A B C : Poros / journal : Poros motor penggerak : Bantalan luncur

D E F G H I : Karet diafragma (Flexible rubber diaphragm) : Piringan penutup bantalan : Penunjuk kesimbangan bantalan : Fixed frame : Beban : Batang beban Peralatan pengujian TM25 memiliki bantalan acrylic dan papan manometer yang besar, sehingga tekanan minyak pelumas pada bantalan dapat diobservasi dengan jelas. Poros motor penggerak dan journal memiliki putaran yang sama. Peralatan ini juga dilengkapi dengan variabel kecepatan putaran pada unit kontrol dan sensor kecepatan pada motor untuk melakukan percobaan pada kecepatan yang bervariasi. Pada bantalan terdapat 16 (enam belas) titik observasi untuk mengukur besarnya tekanan pada bantalan luncur. Dua belas titik berada di sekeliling (equispaced) bantalan, yang masing-masing berjarak/membentuk sudut 30, yaitu titik observasi yang bernomor 3, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, dan 16. Sedangkan empat titik berada pada arah aksial (lebar bantalan), yaitu titik 1, 2, 4 dan 5. Titik 3 dapat juga dianggap berada pada arah aksial (lihat gambar 3.3). Masing-masing titik pengujian dihubungkan ke tabung pada papan manometer dengan pipa plastik fleksibel, sehingga distribusi tekanan pada sekeliling bantalan dapat diobservasi pada manometer tersebut. Pada papan manometer terdapat 16 tabung/pipa yang menunjukkan nilai tekanan untuk masing-masing titik tersebut, dan nilainya dalam satuan mm oil.

3.4 Pengisian Minyak Pelumas dan Pemanasan Peralatan pengujian bantalan luncur TecQuipment TM25 memiliki reservoir sebagai penampung minyak pelumas. Reservoir dihubungkan dengan dua saluran sebagai pintu masuk minyak pelumas ke dalam bantalan. Resrvoir juga dilengkapi dengan keran untuk membuka dan menutup aliran minyak pelumas ke bantalan. Sebelum melakukan pengujian tekanan pada enam belas titik pengujian harus sama agar terjadi keseimbangan tekanan. Caranya dengan membuka keran masuk minyak pelumas. Saat pengujian gelembung-gelembung udara harus dikeluarkan agar tidak terjadi kesalahan pembacaan tekanan. Salah satu caranya adalah dengan cara melakukan pemanasan atau warm up. Pemanasan dilakukan dengan menghidupkan motor dan meningkatkan kecepatan putaran secara bertahap sampai 1500 rpm, kemudian dibiarkan sampai satu jam. Setelah satu jam kecepatan putaran dikurangi hingga stabil pada 1000 rpm selama kira-kira 10 menit. 3.5 Pengujian Karakteristik (Distribusi Tekanan) Bantalan Luncur Pengujian untuk mendapatkan karakteristik bantalan luncur ini menggunakan minyak pelumas multigrade SAE 15W/50, dengan dan tanpa penambahan aditif. Pada pengujian ini ditetapkan lima variasi kecepatan putaran, yaitu: 1000 rpm, 1250 rpm, 1500 rpm, 1750 rpm, 2000 rpm. Putaran poros ditetapkan searah jarum jam (clock wise).

Setelah dilakukan pemanasan (warm up), kemudian putaran poros ditetapkan pada kecepatan putaran pengujian terendah, yaitu 1000 rpm, lalu dibiarkan stabil pada putaran tersebut selama 10 (sepuluh) menit, kemudian dilakukan pembacaan pada papan manometer. Demikian juga untuk putaran 1250, 1500, 1750 dan 2000 rpm untuk masing-masing minyak pelumas. 3.6 Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas Pengujian kekentalan kekentalan minyak pelumas pada percobaan ini menggunakan viskometer bola jatuh menurut Hoeppler, merk HAAKE Fissons, buatan Jerman, yang terdapat pada Laboratorium Fisika Lanjutan Universitas Sumatera Utara. Pengujian kekentalan dilakukan pada temperatur ruang 28 C dan pada 40 C. Namun dalam analisa nilai kekentalan yang digunakan adalah data percobaan pada temperatur 40 C, karena kondisi temperatur operasi peralatan bantalan adalah berkisar 40 C. Menurut buku manual HAAKE Fissons, pengujian kekentalan ini sesuai dengan standar DIN 53015. Gambar 3.4 Viskometer HAAKE Fissons