BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV SISTEM PROTEKSI GENERATOR DENGAN RELAY ARUS LEBIH (OCR)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. c. Memperkecil bahaya bagi manusia yang ditimbulkan oleh listrik.

dalam sistem sendirinya dan gangguan dari luar. Penyebab gangguan dari dalam

BAB II LANDASAN TEORI

Analisa Koordinasi Over Current Relay Dan Ground Fault Relay Di Sistem Proteksi Feeder Gardu Induk 20 kv Jababeka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.1 Skema Sistem Tenaga Listrik (3)

BAB III GANGGUAN PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH DAN SISTEM PROTEKSINYA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia Abstrak

BAB II GARDU INDUK 2.1 PENGERTIAN DAN FUNGSI DARI GARDU INDUK. Gambar 2.1 Gardu Induk

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap kondisi abnormal pada operasi sistem. Fungsi pengaman tenaga listrik antara lain:

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Koordinasi Proteksi Pada Gardu Induk Wonosobo. Gardu induk Wonosobo mempunyai pengaman berupa OCR (Over Current

BAB III PENGAMANAN TRANSFORMATOR TENAGA

BAB IV PEMBAHASAN. Gardu Induk Godean berada di jalan Godean Yogyakarta, ditinjau dari

BAB III SISTEM PROTEKSI JARINGAN DISTRIBUSI

LANDASAN TEORI Sistem Tenaga Listrik Tegangan Menengah. adalah jaringan distribusi primer yang dipasok dari Gardu Induk

DAFTAR ISI BAB II DASAR TEORI

III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

SIMULASI OVER CURRENT RELAY (OCR) MENGGUNAKAN KARATERISTIK STANDAR INVERSE SEBAGAI PROTEKSI TRAFO DAYA 30 MVA ABSTRAK

BAB II LANDASAN TEORI

Ground Fault Relay and Restricted Earth Faulth Relay

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 GANGGUAN HUBUNG SINGKAT DAN PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA SETTING RELAI PENGAMAN AKIBAT REKONFIGURASI PADA PENYULANG BLAHBATUH

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Kata kunci hubung singkat, recloser, rele arus lebih

BAB III SISTEM PROTEKSI TEGANGAN TINGGI

ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN KERJA SISTEM PROTEKSI PADA GARDU AB

Suatu sistem pengaman terdiri dari alat alat utama yaitu : Pemutus tenaga (CB)

BAB III SISTEM PROTEKSI DENGAN RELAI JARAK. terutama untuk masyarakat yang tinggal di kota-kota besar. Kebutuhan tenaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. Sistem proteksi adalah sistem yang memisahkan bagian sistem yang. b. Melepaskan bagian sistem yang terganggu (fault clearing)

SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) DAN GARDU DISTRIBUSI Oleh : Rusiyanto, SPd. MPd.

Analisa Relai Arus Lebih Dan Relai Gangguan Tanah Pada Penyulang LM5 Di Gardu Induk Lamhotma

BAB III GANGGUAN PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem penyaluran tenaga listrik, kita menginginkan agar pemadaman tidak

BAB V RELE ARUS LEBIH (OVER CURRENT RELAY)

Perhitungan Setting Rele OCR dan GFR pada Sistem Interkoneksi Diesel Generator di Perusahaan X

STUDI PERENCANAAN KOORDINASI RELE PROTEKSI PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI GARDU INDUK GAMBIR LAMA - PULOMAS SKRIPSI

BAB II SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

ANALISIS ARUS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT PADA PENYULANG 20 KV DENGAN OVER CURRENT RELAY (OCR) DAN GROUND FAULT RELAY (GFR)

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR

JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II SALURAN DISTRIBUSI

PEMASANGAN DGR ( DIRECTIONAL GROUND RELE

BAB II LANDASAN TEORI

Pengelompokan Sistem Tenaga Listrik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 RELE PROTEKSI PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Makalah Seminar Tugas Akhir. Judul

BAB III PROTEKSI OVER CURRENT RELAY (OCR) DAN GROUND FAULT RELAY (GFR) 3.1. Relai Proteksi Pada Transformator Daya Dan Penyulang

Analisa Koordinasi Rele Pengaman Transformator Pada Sistem Jaringan Kelistrikan di PLTD Buntok

Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB II LANDASAN TEORI

Pertemuan ke :2 Bab. II

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan energi listrik dengan gangguan pemadaman yang minimal.

KOORDINASI RELAY PENGAMAN DAN LOAD FLOW ANALYSIS MENGGUNAKAN SIMULASI ETAP 7.0 PT. KRAKATAU STEEL (PERSERO) TBK

BAB II STRUKTUR JARINGAN DAN PERALATAN GARDU INDUK SISI 20 KV

SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RELE ARUS LEBIH (OVERCURRENT RELAY)

Analisis Setting Relay Proteksi Pengaman Arus Lebih Pada Generator (Studi Kasus di PLTU 2X300 MW Cilacap)

STUDI ANALISIS SETTING BACKUP PROTEKSI PADA SUTT 150 KV GI KAPAL GI PEMECUTAN KELOD AKIBAT UPRATING DAN PENAMBAHAN SALURAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi salah satu penentu kehandalan sebuah sistem. Relay merupakan

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini menggunakan data plant 8 PT Indocement Tunggal

Studi Koordinasi Proteksi Sistem Kelistrikan di Project Pakistan Deep Water Container Port

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Makalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI SISTEM PENGAMAN ELEKTRIS CADANGAN GAS TURBIN GENERATOR PADA PLTGU TAMBAK LOROK BLOK II

BAB III METODE PENELITIAN. Laptop/PC yang di dalamnya terinstal software aplikasi ETAP 12.6 (Electric

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi kelistrikan yang menyentuh kehidupan sehari-hari maupun

STUDI PENGARUH PEMASANGAN SISTEM PROTEKSI RELE TERHADAP KEMUNGKINAN GANGGUAN SYMPATHETIC TRIPPING PADA PENYULANG

2.2.6 Daerah Proteksi (Protective Zone) Bagian-bagian Sistem Pengaman Rele a. Jenis-jenis Rele b.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mendukung penulisan tugas akhir ini, antara lain : Amin Harist (2016) melakukan penelitian mengenai Analisis Koordinasi

Analisa Penggunaan Recloser Untuk Pengaman Arus Lebih Pada Jaringan Distribusi 20 kv Gardu Induk Garuda Sakti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik Energi listrik disalurkan melalui penyulang-penyulang yang berupa saluran udara atau saluran kabel tanah. Pada penyulang distribusi ini terdapat gardu-gardu distribusi. Gardu Distribusi berfungsi untuk menurunkan Tegangan Distribusi Primer menjadi Tegangan Rendah (JTR). Konsumen tenaga listrik disambung dari JTR melalui Saluran Rumah (SR). Dari SR, tenaga listrik masuk ke Alat Pembatas dan Pengukur (APP) terlebih dahulu sebelum memasuki instalasi rumah milik konsumen. APP berfungsi membatasi daya dan mengukur pemakaian tenaga listrik oleh konsumen. Sistem Distribusi berfungsi sebagai pembagi atau penyalur tenaga listrik ke pelanggan, dan merupakan sub sistem tenaga listrik yang langsung berhubungan dengan pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban (pelanggan) dilayani langsung melalui jaringan distribusi. Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit tenaga listrik besar dengan tegangan dari 11 kv sampai dengan 24 kv dinaikan tegangannya oleh gardu induk dengan transformator penaik tegangan menjadi 70 kv, 154 kv, 220 kv atau 500 kv kemudian disalurkan melalui saluran transmisi. Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kv dengan trasformator penurun tegangan pada gardu induk distribusi, kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh saluran distribusi primer. Dari saluran distribusi primer diturunkan tegangannya dengan trafo distribusi menjadi sistem tegangan rendah, yaitu 220/380 V. Selanjutnya disalurkan oleh saluran distribusi sekunder ke konsumen-konsumen. 5

6 Gambar 2.1 Sistem Penyaluran Tenaga Listrik 2.1.1 Pengelompokan Jaringan Distribusi Tenaga Listrik Pengelompokan jaringan distribusi menurut susunan rangkaiannya dibedakan menjadi dua yaitu sisitem distribusi primer dan sistem distribusi sekunder. 1. Jaringan Sistem Distribusi Primer Sistem distribusi primer digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari gardu induk distribusi ke pusat-pusat beban. Bentuk rangkaian jaringan distribusi primer dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu: a. Jaringan Distribusi Radial Catu daya berasal dari satu titik sumber dan karena adanya percabanganpercabangan, maka arus beban yang mengalir sepanjang saluran menjadi tidak sama besar. Untuk melokalisir gangguan pada bentuk jaringan radial ini biasanya diperlengkapi dengan peralatan pengaman berupa fuse, sectionaliser, recloser, atau alat pemutus beban lainnya, Gambar 2.2 Jaringan Distribusi Radial

7 b. Jaringan Distribusi Ring (loop) Bila pada titik beban terdapat dua alternatif saluran berasal lebih dari satu sumber. Jaringan ini merupakan bentuk tertutup, Susunan rangkaian penyulang membentuk ring, yang memungkinkan titik beban dilayani dari dua arah penyulang, sehingga kontinuitas pelayanan lebih terjamin, Gambar 2.3 Jaringan Distribusi Tipe Ring (Loop) c. Jaringan Distribusi Spindle Jaringan Distribusi Spindle biasanya terdiri atas maksimum 6 penyulang dalam keadaan dibebani dan satu penyulang dalam keadaan kerja tanpa beban. Saluran 6 penyulang yang beroperasi dalam keadaan berbeban dinamakan working feeder atau saluran kerja dan satu saluran yang dioperasikan tanpa beban dinamakan express feeder. Gambar 2.4 Jaringan Distribusi Tipe Spindle

8 Fungsi express feeder dalam hal ini selain sebagai cadangan pada saat terjadi gangguan pada salah satu working feeder, juga berfungsi untuk memperkecil terjadinya drop tegangan pada sistem distribusi bersangkutan pada keadaan operasi normal. Dalam keadaan normal memang express feeder ini sengaja dioperasikan tanpa beban. 2. Jaringan Sistem Distribusi Sekunder Sistem distribusi sekunder digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari gardu distribusi ke beban-beban pada konsumen. Pada sistem distribusi sekunder bentuk saluran yang paling banyak digunakan adalah sistem radial. Sistem ini dapat menggunakan kabel yang berisolasi maupun konduktor tanpa isolasi. Sistem ini biasanya disebut sistem tegangan rendah yang langsung akan dihubungkan kepada konsumen tenaga listrik. Gambar 2.5 Hubungan Tegangan Menengah ke Tegangan Rendah dan Konsumen 2.2 Gangguan pada Sistem Distribusi Tenaga Listrik 2.2.1 Jenis Gangguan Gangguan utama dalam saluran distribusi tenaga listrik adalah gangguan hubung singkat. Gangguan hubung singkat ini terjadi karena tembusnya bahan isolasi, kesalahan teknis, polusi debu, dan pengaruh alam di sekitar saluran distribusi tenaga listrik, sehingga ada arus yang mengalir dari fasa ke tanah atau

9 antar fasa. Untuk keandalan pelayanan penyaluran tenaga listrik ke pelanggan maka jaringan distribusi perlu dilengkapi dengan alat pengaman. Bila ditinjau dari segi lamanya waktu gangguan, maka gangguan pada saluran distribusi tenaga listrik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Gangguan sementara ( gangguan temporer ) Gangguan sementara ditandai dengan normalnya kerja sistem setelah pengaman dimasukkan (menutup) kembali. Gangguan temporer yang terjadi berulang-ulang dapat menyebabkan timbulnya kerusakan pada peralatan sistem tenaga listrik dan hal ini dapat pula menimbulkan gangguan yang bersifat permanen sebagai akibat adanya kerusakan peralatan tersebut. b. Gangguan permanen ( gangguan stationer ) Gangguan permanen (gangguan stationer) ditandai dengan jatuhnya pengaman setelah dimasukkan kembali, dan biasanya dilakukan sampai tiga kali. Pada gangguan permanen, pengaman bisa bekerja normal kembali setelah gangguan tersebut bisa diatasi.. Gangguan yang bersifat permanen disebabkan karena adanya kerusakan pada peralatan sistem tenaga listrik, sehingga gangguan ini baru bisa diatasi setelah kerusakan pada peralatan tersebut sudah diperbaiki. Ditinjau dari macam gangguannya, maka gangguan hubung singkat dapat dibedakan menjadi : a. Gangguan hubung singkat tiga fasa. b. Gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah. c. Gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah. d. Gangguan hubung singkat antar fasa ( dua fasa ). Dari empat jenis gangguan tersebut dapat dibedakan menjadi dua kelompok gangguan, yaitu gangguan hubung singkat simetris (gangguan hubung singkat tiga fasa) dan gangguan hubung singkat tidak simetris (gangguan hubung singkat satu fasa dan dua fasa)

10 2.2.2 Faktor Penyebab Gangguan Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem transmisi dan distribusi tenaga listrik antara lain : a. Surja Petir Kemungkinan terjadinya gangguan yang disebabkan oleh petir besar sekali, terutama pada musim hujan. Gangguan yang disebabkan oleh petir ini sangat berbahaya karena dapat merusak isolasi peralatan. b. Surja Hubung Surja hubung adalah kenaikan tegangan pada saat dilangsungkan pemutusan arus oleh PMT. Kenaikan tegangan yang disebabkan oleh adanya gangguan surja hubung ini dapat merusak isolasi peralatan. c. Polusi Debu Debu-debu yang menempel pada isolator merupakan konduktor yang dapat menyebabkan terjadinya loncatan bunga api yang pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan hubung singkat fasa ke tanah. d. Adanya pohon-pohon yang tidak terawat Pohon-pohon yang dekat dengan saluran transmisi dan distribusi bila tidak terawat dan rantingnya masuk ke daerah bebas saluran transmisi dan distribusi, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan hubung singkat fasa ke tanah. e. Isolator yang rusak Isolator yang rusak karena sambaran petir atau karena usia yang sudah tua bisa menyebabkan terjadinya gangguan hubung singkat antar fasa atau gangguan hubung singkat dari fasa ke tanah. f. Daun-daun/sampah yang menempel pada isolator Daun-daun/sampah yang terbang terbawa angin dan kemudian menempel pada isolator akan mengakibatkan jarak bebas berkurang sehingga dapat mengakibatkan terjadinya loncatan bunga api. Hal ini bisa mengakibatkan terjadinya gangguan hubung singkat antar fasa atau gangguan hubung singkat dari fasa ke tanah.

11 2.2.3 Gangguan Hubung Singkat Tiga Fasa Ohm ), yaitu : Arus gangguan dihitung dengan menggunakan rumus umum ( Hukum dengan : I = Arus yang mengalir pada hambatan Z (Amp) V Z = Tegangan sumber (volt) = Impedansi jaringan. Nilai ekivalen dari seluruh impedansi didalam jaringan, dari sumber tegangan sampai titik gangguan (ohm). Dengan mengetahui besarnya tegangan sumber dan nilai impedansi tiap komponen jaringan, serta bentuk konfigurasinya di dalam sistem, maka besarnya arus gangguan hubung singkat dapat dihitung dengan rumus di atas. Lebih lanjut, besarnya arus yang mengalir pada tiap komponen jaringan juga dapat dihitung dengan bantuan rumus tersebut. Yang membedakan antara gangguan hubung singkat tiga fasa, dua fasa atau satu fasa ke tanah adalah impedansi yang terbentuk sesuai dengan jenis gangguan hubung singkat itu sendiri. Hal ini ditunjukkan sebagai berikut : dengan : Z untuk gangguan tiga-fasa Z untuk gangguan dua-fasa Z untuk gangguan satu-fasa ke tanah Z 1 = Impedansi urutan Positif Z 2 = Impedansi urutan Negatif Z 0 = Impedansi urutan Nol Gangguan hubung singkat tiga fasa adalah gangguan hubung singkat yang berupa hubungan pendek antara ketiga fasanya. Dengan persamaan sebagai berikut :

12 dengan : I f3ø V L-N Z 1 = Arus yang mengalir pada setiap fasa sewaktu terjadi gangguan hubung singkat di suatu titik di dalam sistem (Ampere) = Tegangan tiap fasa terhadap netral sistem (Volt) = Impedansi urutan positif Gambar 2.6 Hubung Singkat 3 Fasa (a), Rangkaian Ekivalen Hubung Singkat 3 Fasa (b). 2.2.4 Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa Ke tanah Gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah adalah gangguan hubung singkat yang berupa hubungan pendek dua fasa yang terhubung ke tanah. Apabila hubung singkat terjadi pada fasa a dan b akan didapat persamaan sebagai berikut : dengan : I f2ø V L-N Z 1 Z 2 Z 0 = Arus yang mengalir pada setiap fasa sewaktu terjadi gangguan hubung singkat di suatu titik di dalam sistem (Ampere) = Tegangan tiap fasa terhadap netral sistem (Volt) = Impedansi urutan positif = Impedansi urutan negatif = Impedansi urutan nol

13 2.2.5 Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa Gangguan hubung singkat dua fasa adalah gangguan hubung singkat yang berupa hubungan pendek antara satu fasa dengan fasa yang lain. Apabila hubung singkat terjadi akan didapat persamaan sebagai berikut : dengan : I f2ø V L-N Z 1 Z 2 = Arus yang mengalir pada setiap fasa sewaktu terjadi gangguan hubung singkat di suatu titik di dalam sistem (Ampere) = Tegangan tiap fasa terhadap netral sistem (Volt) = Impedansi urutan positif = Impedansi urutan negatif Gambar 2.7 Hubung Singkat 2 Fasa (a), Rangkaian Ekivalen Hubung Singkat 2 Fasa (b). 2.2.6 Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah Gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah adalah gangguan hubung singkat yang berupa hubungan pendek antara satu fasa dengan tanah. Apabila hubung singkat terjadi pada fasa a akan didapat persamaan sebagai berikut : dengan : I f1ø = Arus yang mengalir pada setiap fasa sewaktu terjadi gangguan hubung singkat di suatu titik di dalam sistem (Ampere)

14 V L-N Z 1 Z 2 Z 0 = Tegangan tiap fasa terhadap netral sistem (Volt) = Impedansi urutan positif = Impedansi urutan negatif = Impedansi urutan nol Gambar 2.8 Hubung Singkat 1 Fasa ke Tanah 2.3 Relai Proteksi 2.3.1 Pengertian Relai Proteksi Relai proteksi atau relai pengaman adalah susunan peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi atau merasakan adanya gangguan atau mulai merasakan adanya ketidaknormalan pada peralatan atau bagian sistem tenaga listrik. Relai proteksi dapat mendeteksi atau merasakan adanya gangguan pada peralatan yang diamankan dengan mengukur atau membandingkan besaranbesaran yang diterimanya, misalnya arus, tegangan, daya, sudut fasa, frekuensi, impedansi dan sebagainya dengan besaran yang telah ditentukan. Relai secara otomatis membuka Pemutus Tenaga (PMT) atau Circuit Breaker (CB) untuk memisahkan peralatan atau bagian dari sistem yang terganggu dan memberi isyarat berupa lampu atau alarm (bel) yang menandakan sistem telah terjadi gangguan. 2.3.2 Fungsi Relai Proteksi Dari uraian di atas maka relai proteksi pada sistem tenaga listrik berfungsi untuk : a. Merasakan, mengukur dan menentukan bagian sistem yang terganggu serta memisahkan secepatnya sehingga sistem lainnya tidak terganggu dan dapat beroperasi secara normal.

15 b. Mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan atau bagian sistem yang terganggu. c. Mengurangi pengaruh gangguan terhadap bagian sistem lain yang tidak terganggu di dalam sistem tersebut serta mencegah meluasnya gangguan. d. Memperkecil bahaya bagi manusia. 2.3.3 Syarat-syarat Relai Proteksi Relai proteksi dirancang untuk dapat merasakan atau mengukur adanya gangguan atau mulai merasakan adanya ketidak normalan pada peralatan atau bagian sistem tenaga listrik. Maka dari itu relai proteksi harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut : a. Dapat diandalkan ( Realiable ) Dalam keadaan normal ( tidak ada gangguan ) relai tidak boleh bekerja. Tetapi bila suatu saat terjadi gangguan yang mengharuskan relai bekerja, maka relai tidak boleh gagal bekerja untuk mengatasi gangguan tersebut. Disamping itu relai tidak boleh salah bekerja, sehingga menimbulkan pemadaman yang tidak seharusnya ataupun menyulitkan analisa gangguan yang terjadi. Relai pengaman diharapkan mempunyai jangka waktu pemakaian yang lama. b. Selektif Relai bertugas mengamankan peralatan atau bagian sistem dalam daerah pengamanannya. Dengan kata lain pengamanan dinyatakan selektif bila relai dan PMT yang bekerja hanyalah pada daerah yang terganggu saja. c. Waktu kerja relai cepat ( Responsif ) Relai pengaman harus dapat bekerja dengan cepat segera setelah merasakan adanya gangguan pada sistem guna mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan atau bagian sistem yang terganggu. d. Peka ( Sensitif ) Relai harus dapat bekerja dengan kepekaan yang tinggi, artinya harus cukup sensiitif terhadap gangguan didaerahnya meskipun gangguan tersebut minimum.

16 e. Ekonomis dan sederhana Penggunaan relai pengaman harus dipertimbangkan sisi ekonomisnya tanpa mempengaruhi fungsi relai tersebut. 2.3.4 Karakteristik Relai Proteksi Waktu pemutusan gangguan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menentukan suatu skema proteksi. Hal ini dikarenakan suatu peralatan proteksi harus dikoordinasikan waktunya dengan peralatan proteksi yang lain agar hanya peralatan proteksi yang paling dekat dengan gangguan saja yang bekerja. Waktu pemutusan suatu peralatan proteksi berkaitan erat dengan karakteristik dari peralatan proteksi tersebut. Karakteristik kerja relai proteksi didasarkan pada waktu kerjanya, yaitu: 1. Relai arus lebih waktu seketika (moment-instantaneous) Relai ini akan memberi perintah kepada Pemutus Tenaga ( PMT ) pada saat terjadi gangguan bila arus gangguan besarnya melampaui penyetelannya, dan jangka waktu kerja relai mulai pick-up sampai kerja relai sangat singkat tanpa penundaan waktu yaitu 20 60 ms. Gambar 2.9 Relai Arus Lebih dengan Karakteristik Waktu Kerja Seketika Keterangan Gambar 2.9 : P : Pegas TC : Tripping Coil CT :Trafo Arus R : Relai A : Alarm

17 2. Relai arus lebih waktu tertentu (definite time) Relai ini akan memberi perintah kepada Pemutus Tenaga ( PMT ) pada saat terjadi gangguan bila besarnya arus gangguan melampaui penyetelannya, dan jangka waktu kerja relai mulai pick-up sampai kerja relai waktunya ditunda dengan harga tertentu tidak dipengaruhi oleh besarnya arus gangguan. Gambar 2.10 Relai Arus Lebih dengan Karakteristik Waktu Kerja Tertentu Keterangan Gambar 2.10 : CB : Circuit Breaker TC : Tripping Coil CT :Trafo Arus C : Relai Arus Lebih A : Relai Bantu S :Relai Sinyal 3. Relai arus lebih berbanding terbalik ( inverse ) Relai ini akan memberi perintah kepada Pemutus Tenaga ( PMT ) pada saat terjadi gangguan bila besarnya arus gangguan melampaui penyetelannya, dan jangka waktu kerja relai mulai pick-up sampai kerja relai waktu tundanya berbanding terbalik dengan besarnya arus gangguan. Gambar 2.11 Relai Arus Lebih dengan Karakteristik Waktu Kerja Terbalik

18 Keterangan Gambar 2.11 : CB : Circuit Breaker TC : Tripping Coil CT :Trafo Arus C/T : Current/Time Terdapat 4 macam karakteristik Inverse yaitu : Standard Inverse Yaitu karakteristik yang menunjukan perbandingan antara besar arus dengan waktu kerja relai yang standar, ditulis dengan rumus : Short Inverse Yaitu karakteristik yang menunjukkan perbandingan antara besar arus dengan waktu kerja relai yang lebih cepat/tinggi dari standard invers, ditulis dengan rumus : Extremelly Inverse Yaitu karakteristik yang menunjukkan perbandingan antara besar arus dengan waktu kerja relai yang lebih cepat/tinggi dari standard invers dan very invers, ditulis dengan rumus : Long Time Inverse Yaitu karakteristik yang menunjukkan perbandingan antara besar arus dengan waktu kerja relai yang lebih lambat/rendah diantara karakteristik yang lain, ditulis dengan rumus :

19 Gambar 2.12 Kurva karakteristik waktu Inverse IEC 2.4 Setelan Ground Fault Relay (GFR) Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan setelan relai arus ground fault adalah sebagai berikut : 1. Arus kerja minimum relai harus lebih besar dari arus beban maksimum dan lebih kecil dari arus gangguan hubung singkat terkecil, yaitu arus gangguan hubung singkat fasa ke tanah di ujung seksi. 2. Penentuan setelan dari seksi yang paling ujung dan secara bertahap dilakukan untuk seksi-seksi berikutnya kearah sumber. Untuk menentukan setelan waktu relai perlu diketahui beda waktu koordinasi minimum yang di perbolehkan sesuai dengan spesifikasi relai dan pemutus daya yang dipakai. 3. Pada saat melakukan setelan waktu relai inverse, lakukanlah pada saat arus gangguan maksimum karena untuk arus yang lebih kecil waktu kerja relai akan lebih besar.

20 2.4.1 Setelan Arus Untuk Waktu Tunda ( I>) Untuk penyetingan arus waktu tunda Ground Fault Relay (GFR) relai Siemens disesuaikan dengan I EP factory setting dari buku manual Siemens 7SJ600 yaitu : dengan : I set I n = Arus setelan (Ampere) = Arus nominal beban 2.4.2 Setelan Arus Untuk Instantaneous ( I>>) Untuk penyetingan arus waktu seketika (Instantaneous) Ground Fault Relay (GFR) relai Siemens disesuaikan dengan I EP factory setting dari buku manual Siemens 7SJ600 yaitu : I E >> = 0,8x I fault 2..(2.11) [7] dengan : I E >> = Arus Setelan Instantaneous (Ampere) I Set = Arus Setelan (Ampere) 2.4.3 Setelan Time Multiplier Setting (TMS) Untuk penyetingan Time Multiplier Setting (TMS) Ground Fault Relay (GFR) relai Siemens disesuaikan dengan Setelan dari buku manual Siemens 7SJ600 yaitu :

21 2.5 Relai Siemens 7SJ600 Gambar 2.13 Relai Siemens Siemens 7SJ600 Siemens Siemens 7SJ600 merupakan relai jenis numeric yang biasa digunakan pada sistem tenaga distribusi radial dan proteksi motor, alat ini juga dapat difungsikan sebagai backup pada penyulang, transformator, dan proteksi diferensial generator. Siemens 7SJ600 memiliki karakteristrik tipe waktu tertentu (definite) dan waktu terbalik (inverse) bersamaan dengan proteksi overload dan beban tidak seimbang sebagai sebuah kesatuan relai pengaman. Pada hal ini, komponenkomponen seperti motor,generator dan transformator dapat diamankan dari bebanbeban asimetris. Arus pendek asimetris dimana arus dapat lebih kecil daripada arus beban atau gangguan antar fasa yang sangat dimungkinkan terdeteksi. 2.5.1 Spesifikasi Relai Siemens 7SJ600 Relai Siemens 7SJ600 memiliki spesifikasi sebagai berikut : Frekuensi Tegangan Kerja = 50 / 60 Hz = 24 / 48 Vdc

22 Gambar 2.14 Konstruksi OCR Siemens Siemens 7SJ600 Keterangan gambar 2.14 : 1. Indikator kesiapan alat (Hijau) 2. Indikator gangguan pada unit (Merah) 3. Display dua baris (LCD) dengan 8 karakter tiap barisnya 4. Lampu Indikator 1 4 * 5. Panel operasi ** * Keterangan lampu indikator 1. Gangguan L1 2. Gangguan L2 3. Gangguan L3 4. General Fault

23 ** Keterangan Panel Operasi Tombol Tabel 2.1 Keterangan Panel Operasi Fungsi Menaikan Huruf atau nilai pada peralatan Menurunkan Huruf atau nilai pada peralatan Tombol yes : operator menyetujui item yang diberikan peralatan Tombol no : operator tidak menyetujui item dari peralatan Tombol ini berfungsi juga sebagai tombol RESET Tombol Maju : Tampilan selanjutnya atau menu item yang ditampilkan Tombol Mundur : Menu tampilan sebelumnya Tombol untuk ke tingkatan operasi selanjutnya Tombol untuk ke tingkatan operasi sebelumnya Tombol Konfirmasi 2.5.2 Penyetingan pada Relai Siemens 7SJ600 Rating arus overcurrent pick up tiap relai berbeda-beda, termasuk rating pick up antara hubung singkat antar fasa dan fasa ke tanah pada relai Siemens 7SJ600 sendiri. Untuk mengatur input, operator telah disediakan tombol-tombol pada panel operasi seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya. Dari tombol-tombol tersebut operator dapat memberikan input sesuai dengan yang diinginkan.

24 Sebelum memasukan input pada relai, operator harus memahami dulu ketentuan-ketentuan yang ada pada sistem proteksi seperti rumus atau landasan teori lainya, ini dilakukan supaya tidak terjadi kegagalan sistem pada saat alat beroperasi. Selanjutnya operator dapat menyesuaikan input dengan rating yang telah terpasang di alat. Berikut ini rating yang ada pada relai untuk kategori proteksi fasa ke tanah : 1. Definite time Tabel 2.2 Setelan karakteristik Definite Time untuk Gangguan Fasa ke Tanah OC Pick up I> (Earth) 0,05 25,00 A (hingga ) OC Pick up I>> (Earth) 0,05 25,00 A (hingga ) Delay times (t) tiap OC pick up 0,00 60,00 s 2. Inverse time Tabel 2.3 Setelan karakteristik Inverse Time untuk Gangguan Fasa ke Tanah OC Pick up I> (Earth) 0,05 4,00 A Time Multiple Setting (TMS) 0,05 3,20 s OC Pick up I>> (Earth) 0,05 25,0 A Delay times (t) tiap OC pick up 0,00 60,00 s Selanjutnya adalah cara pengaturan input untuk gangguan fasa ke tanah pada tampilan display relai Siemens 7SJ600 (standar IEC). Tabel 2.4 Penyetelan Gangguan Fasa ke Tanah Permulaan pada blok rangkaian : Proteksi waktu arus lebih pada gangguan fasa ke tanah Nilai arus instantaneous (I>>)

25 Trip time delay untuk setelan karakteristik Instantaneous (I>>) Nilai Pick up untuk setelan karakteristik definite Trip time delay untuk setelan karakteristik definite Pengaturan karakteristik inverse time, diantaranya : - Very inverse - Extremely inverse - Long time inverse - Never Time Multiplier setting (TMS) untuk gangguan fasa ke tanah Nilai pick up untuk gangguan fasa ke tanah.