Penyusunan Rencana Umum Jaringan Lintas di Wilayah Jabodetabek

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR2TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN BONGKAR MUAT BARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN

2015, No RITJ yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran N

Persyaratan Teknis jalan

Penyusunan Rencana Umum Jaringan Lintas Angkutan Barang di Wilayah Jabodetabek

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat


TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

BAB II TINJAUAN TEORI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai lalu lintas dan angkutan kereta api;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 2015, No.1297 Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

JARINGAN LINTAS DI PROVINSI DKI JAKARTA. DINAS PERHUBUNGAN DAN TRANSPORTASI PROVINSI DKI JAKARTA Jl. Taman Jatibaru No.1 Jakarta Pusat 15 Juni 2016

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1998 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 8 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI,

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

2018, No Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan U

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATASAN ANGKUTAN BARANG PADA RUAS JALAN PROVINSI RUAS JALAN SAKETI-MALINGPING-SIMPANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 31 TAHUN 1994 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

2016, No Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN BARANG DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. negara (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, 2009).

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 13

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan

Transkripsi:

Penyusunan Rencana Umum Jaringan Lintas di Wilayah Jabodetabek Focus Group Discussion Jakarta, 15 Juni 2016 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN P E N Y E L E N G G A R A A N T R A N S P O R TA S I J A B O D E TA B E K (BPTJ)

Outline Aspek Legalitas Riviu Peraturan Perundang-undangan Tujuan Penyelenggaraan Jaringan Lintas Jenis Jaringan Lintas dan Kriterianya Metode Pendekatan Studi

ASPEK LEGALITAS 1. UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; 2. UU No. 38 Tahun 2014 tentang Jalan 3. Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2013 Tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; 4. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan; 5. Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Provinsi Dan Daerah Kabupaten/Kota 6. Peraturan Menteri Perhubungan No. 26 Tahun 2015 tentang Standar Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 7. Peraturan Menteri Perhubungan No. 96 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas 8. Peraturan Menteri Perhubungan No. 134 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor Di Jalan 9. Peraturan Pemerintah No.172 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Induk Transportasi Jabodetabek 10. Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2006 tentang Jalan

Riviu Peraturan Perundangan Pernyataan Konsep Jaringan Lintas Kriteria penetapan jaringan lintas Pengawasan Angkutan Barang

Jaringan Lintas dalam UU 22 Tahun 2009 Bagian kegiatan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan Bagian kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, yaitu: pemisahan atau pemilahan pergerakan arus Lalu Lintas berdasarkan peruntukan lahan, mobilitas, dan aksesibilitas; pemaduan berbagai moda angkutan; pengendalian Lalu Lintas pada persimpangan; pengendalian Lalu Lintas pada ruas Jalan; dan/atau perlindungan terhadap lingkungan. Bagian kegiatan Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas, yaitu: pembatasan Lalu Lintas Kendaraan barang pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan Jalan tertentu

Ruang Lingkup Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, yaitu: perencanaan; Pengaturan (penetapan kebijakan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas pada jaringan Jalan tertentu); perekayasaan; pemberdayaan; dan pengawasan.

Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas diselenggarakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan Ruang Lalu Lintas dan mengendalikan pergerakan Lalu Lintas, berdasarkan kriteria: perbandingan volume Lalu Lintas Kendaraan Bermotor dengan kapasitas Jalan (VCR); ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan umum; dan kualitas lingkungan

Angkutan Barang: Syarat Pengangkutan Barang Umum prasarana Jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas Jalan; tersedia pusat distribusi logistik dan/atau tempat untuk memuat dan membongkar barang; dan menggunakan mobil barang. Syarat Pengangkutan Barang Khusus dan Alat Berat

Rencana Umum Jaringan Lintas dalam Rencana Induk Jaringan Lalu lintas dan Angkutan Jalan Rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disusun berdasarkan kebutuhan transportasi dan Ruang Kegiatan Rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional (Jabodetabek) untuk antarkota, perkotaan, dan perdesaan yang lebih dari 1 (satu) wilayah provinsi memuat: prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan lingkup nasional; arah dan kebijakan peranan lalu lintas dan angkutan jalan nasional dalam keseluruhan moda transportasi nasional; rencana lokasi dan kebutuhan Simpul nasional; dan rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas nasional. Rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional merupakan arahan dan pedoman untuk:. penyusunan rencana umum jaringan lintas angkutan barang nasional;. Secara implisit, jaringan lintas angkutan barang ditentukan dengan memperhatikan kelas jalan, yang mempertimbangkan fungsi jalan dan beban gandar/sumbu kendaraan:

Kesimpulan 1 1. Jaringan lintas dinyatakan secara implisit (tetapi cukup jelas) dalam dalam UU No.22 2009; 2. Penyusunan rencana umum jaringan lintas angkutan barang berdasarkan RILLAJ (RIT- Jabodetabek) 3. Kriteria penetapan rute lintas angkutan barang Kelas jalan perbandingan volume Lalu Lintas Kendaraan Bermotor dengan kapasitas Jalan (VCR); ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan umum; dan kualitas lingkungan

PENGAWASAN ANGKUTAN BARANG

Pengawasan Muatan Barang Pengawasan muatan angkutan barang dilakukan dengan menggunakan alat penimbangan (UU No.22, 2009) alat penimbangan yang dipasang secara tetap; atau alat penimbangan yang dapat dipindahkan. Penetapan lokasi UPPKB dengan alat penimbangan yang dipasang secara tetap harus memperhatikan RIJLLAJ dan Jaringan Lintas Angkutan Barang (Penyelenggaraan penimbangan, PM No.134 Tahun 2015) lokasi UPPKB dengan alat penimbangan yang dipasang secara tetap, terletak pada (Penyelenggaraan penimbangan, PM No.134 Tahun 2015) : Kawaan industri; Sentra produksi; Pelabuhan; Jalan tol; Dan lokasi strategis lainnya.

Tata Cara Penimbangan Kendaraan Bermotor (PM 134, 2015: Metode Statis (saat kendaraan berhenti) Metode Dinamis/ weight in motion (saat kendaraan bergerak) Kecepatan rendah (<10 km/jam) Kecepatan tinggi (>10 km/jam)

Rencana Umum Jaringan Lintas dalam PM. Ttg Angkutan Jalan Kendaraan angkutan barang Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor Umum Angkutan barang umum Angkutan barang khusus Pengawasan muatan angkutan barang tata cara pemuatan; daya angkut; dimensi kendaraan; dan kelas jalan yang dilalui (berdasarkan rambu kelas jalan)

Pengawasan dengan Alat Penimbangan yang Dipasang Secara Tetap, dikecualikan terhadap (termaktub juga dlm PM 134, 2015) Angkutan peti kemas; mobil tangki bahan bakar minyak dan /atau bahan bakar gas; Angkutan barang berbahaya; dan alat berat. dilakukan pada lokasi tertentu di ruas jalan nasional dan jalan strategis nasional, dengan mempertimbangkan (termaktub juga dlm PM 134, 2015) : rencana tata ruang; pusat bangkitan perjalanan; jaringan jalan dan rencana pengembangan; volume lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) Angkutan barang; keselamatan dan kelancaran arus lalu lintas; kondisi topografi; efektivitas dan efisiensi pengawasan muatan; dan ketersediaan lahan, dan Analisis Dampak Lalu lintas (PM 134, 2015).

Pengawasan dengan Alat Penimbangan yang Dapat Dipindahkan, dilakukan apabila: terdapat indikasi peningkatan pelanggaran muatan Angkutan barang; kecenderungan kerusakan jalan yang diakibatkan oleh kelebihan muatan Angkutan barang; dan/atau belum ada alat penimbangan yang dipasang secara tetap pada ruas jalan tertentu. dapat diterapkan di ruas jalan tol:

Sasaran: Jaringan Lintas dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek Terwujudnya integrasi sistem transportasi dan TGL Tersedianya layanan angkutan umum yang berkelanjutan...... Terwujudnya MRLL sesuai dengan LOS yang diharapkan Tersedianya moda transportasi yang hemat bahan bakar dan ramah lingkungan terwujudnya sistem angkutan barang perkotaan yang kompetitif Tersedianya akses ke pelabuhan dan bandara yang efektif

Jaringan Lintas dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek Pola Operasi Angkutan Barang: 1. Tidak bersinggungan dengan kegiatan lain; pemisahan lajur, waktu operasi dan lokasi bongkar muat; 2. Disusun berdasarkan: hirarki volume dan jenis simpul yang dilayani dan jenis barang yang diangkut; 3. Mempertimbangkan moda aman, efisien, dan sesuai dengan kapasitas daya dukung lingkungan, jaringan infrastruktur, jenis simpul dan barang yang dilayani serta kondisi lalu lintas yang dilalui.

Tujuan Penyelengaraan Jaringan Lintas Angkutan Barang a. mewujudkan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan bagi seluruh masyarakat pengguna jalan b. mewujudkan keselamatan keamanan, ketertiban dan dalam penggunaan jalan; c. mewujudkan sistem jaringan jalan yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mendukung penyelenggaraan sistem transportasi yang terpadu; d. mewujudkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan jalan; e. mewujudkan stabilitas kondisi ruang jalan untuk kepentingan umum; manfaat f. memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Jenis Jaringan Lintas dan Kriterianya Jaringan Lintas merupakan kumpulan dari lintaslintas yang menjadi satu kesatuan jaringan pelayanan angkutan barang.

Kriteria Penetapan Jaringan Lintas Jaringan lintas angkutan barang dilaksanakan melalui pembatasan JBI mobil barang yang dapat melintasi rute lintasan mobil barang dalam kota, dengan kriteria umum (berdasarkan ketentuan yang lama): 1. kebutuhan angkutan; 2. kelas jalan yang sama dan/atau yang lebih tinggi; 3. tingkat keselamatan angkutan; 4. Tingkat pelayanan jalan; 5. Tersedianya terminal angkutan barang; 6. Rencana umum tata ruang; 7. Kelestarian lingkungan.

LINTAS ANGKUTAN BARANG KHUSUS BERBAHAYA Lintas angkutan barang berbahaya merupakan lintas pelayanan angkutan barang berbahaya yang terdiri dari klasifikasi pengangkutan: barang mudah meledak; gas mampat ; gas cair; gas terlarut pada tekanan atau temperatur tertentu; cairan mudah menyala; padatan mudah menyala; bahan pengahasil oksidan (oksidator); racun dan bahan mudah menular; bahan yang bersifat radioaktif; bahan yang bersifat korosif dan berbahaya lainnya.

LINTAS ANGKUTAN BARANG KHUSUS TIDAK BERBAHAYA Lintas angkutan barang khusus tidak berbahaya merupakan lintas pelayanan angkutan barang khusus yang terdiri dari klasifikasi pengangkutan : barang curah; barang cair; Peti kemas barang yang memerlukan fasilitas pendinginan; tumbuh-tumbuhan dan barang hidup serta, Alat berat barang khusus lainnya.

LINTAS ANGKUTAN ALAT BERAT Lintas angkutan alat berat merupakan lintas pelayanan angkutan alat berat yang terdiri dari klasifikasi pengangkutan : alat berat yang karena sifatnya tidak dapat dipecah-pecah sehingga beban melampaui muatan sumbu terberat; pengangkutan alat berat yang karena dimensinya melebihi ukuran maksimum yang ditetapkan

LINTAS ANGKUTAN PETI KEMAS Lintas angkutan peti kemas merupakan lintas pelayanan angkutan barang khusus yang terdiri dari klasifikasi pengangkutan barang dengan menggunakan peti kemas. Syarat Umum Lintas Angkutan Peti Kemas: Jalan yang diijinkan untuk lintasan angkutan peti kemas harus memenuhi persyaratan jaringan jalan yang diizinkan; Persyaratan jaringan jalan untuk lintasan angkutan peti kemas dengan kendaraan bermotor : Konstruksi jalan diperkeras dengan MST 10 ton; Jembatan harus mampu dilalui kendaraan yang mempunyai jumlah berat kombinasi total sebesar 36 ton ( untuk peti kemas 20 kaki) dan 45 ton (untuk peti kemas 40 kaki); Jarak ruangan bebas diatas jalan lebih dari 5 m

Selain persyaratan diatas, untuk peti kemas 40 kaki juga harus memenuhi persyaratan : Lebar jalan perkerasan minimal 7 m; Kemiringan memanjang jalan (tanjakan) maksimal 5 %; Jari-jari horizontal (tikungan) minimal 115 m. Selain persyaratan diatas, untuk peti kemas 20 kaki juga harus memenuhi persyaratan : Lebar jalan perkerasan minimal 7 m; Kemiringan memanjang jalan (tanjakan) maksimal 7 %; Jari-jari horizontal (tikungan) minimal 115 m.

Jika lintas angkutan peti kemas akan menimbulkan gangguan bagi pemakai jalan lain, maka lintasan tersebut dapat dibatasi waktu pengoperasiannya. Kendaraan pengangkut peti kemas dibebaskan dari kewajiban ditimbang di jembatan timbang. Dalam keadaan terpaksa, angkutan peti kemas yang melalui lintasan peti kemas dengan kemiringan memanjang (tanjakan) lebih dari 5 % (untuk peti kemas 20 kaki) dan lebih dari 7 % (untuk peti kemas 40 kaki) harus menggunakan kendaraan dengan spesifikasi tertentu.

Kriteria lintas angkutan peti kemas : Memenuhi persyaratan KM 74 / 1990 ttg. Angkutan Peti Kemas di Jalan; Jarak asal dan tujuan dipilih yang terpendek; Menghubungkan pusat-pusat pemuatan dan pembongkaran peti kemas dengan pusat-pusat industri, pergudangan, distribusi atau kombinasinya; Lebar jembatan minimal 6 m (untuk lintas angkutan peti kemas 20 kaki) dan minimal 7 m (untuk lintas angkutan peti kemas 40 kaki); Desain kecepatan jalan minimal 80 km/jam; Mempertimbangkan optimalisasi penugasan antar moda transportasi; Dapat diatur menurut waktu.

Pengangkutan Barang Berbahaya dan Beracun Pengangkutan B3 adalah kegiatan pemindahan B3 dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan sarana angkutan (PP 74 Tahun 2001)

METODE PENDEKATAN

Prinsip Pengaturan Lintas Angkutan Barang Mewujudkan lalu lintas dan angkutas barang yang selamat, aman, lancar, tertib dan teratur, serta mampu memadukan dengan moda transportasi lainnya, sehingga dampak negatif dari interaksi fisik, kimia dan mekanik antar muatan dengan manusia, kendaraan lainnya maupun lingkungan sekitarnya dapat dicegah. 4 (empat) permasalahan mendasar implementasi angk. barang: 1. Kemacetan lalu lintas 2. Penurunan fungsi jalan arteri primer; 3. Penurunan kualitas dan keamanan prasarana jalan; 4. Sosial dan kemiskinan

Pendekatan Makro Mengatasi Permasalahan Pembenahan: 1. Sistem jaringan: peningkatan kapasitas pelayanan prasarana (pelebaran jalan dan memperluas jaringan jalan / jalan baru) 2. Sistem pergerakan: teknik dan manajemen lalu lintas serta fasilitas angkutan 3. Sistem kegiatan: TGL yang baik, yg mengurangi keperluan perjalanan panjang sehingga membuat interkasi semakin mudah RTRW menjadi urgen 4. Sistem kependudukan: kepadatan penduduk kebijakan kepadatan sistem tata ruang

Pendekatan Pengendalian Dampak Lingkungan Titik berat pada masalah pengangkutan; Prinsip: mencegah dan/atau mengurangi resio dampak muatan terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan mahluk hidup lainnya Mengacu pada ketentuan: Peraturan tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (misal, ambang batas emisi gas buang kendaraan) Peraturan tentang pengelolaan B3 dan limbah B3.

Pendekatan pengendalian dampak lingkungan Mempertimbangkan: 1. Analisis Dampak Lalu lintas 2. Rencana Pengelolaan Muatan (misal: B3) 3. Rencana Pemantauan Lintas Angkutan Barang 4. Sistem Penanggulanagan Kecelakaan dan Keadaan Darurat dapat menjadi kriteria tambahan penetapan jaringan lintas

Dalam mengidentifikasi, menganalisis dan merumuskan strategi, rencana dan program implementasi lintasan angkutan barang harus memperhatikan efek ganda secara ekonomi, utamanya pada pengembangan kawasan industri yang berwawasan lingkungan. mampu mendorong pengembangan kawasankawasan industri (representasi ekonomi), tanpa harus mengesampingkan pengendalian dampak lingkungannya.

3 (tiga) komponen yang sangat menentukan intensitas terhadap dampak lingkungan, yaitu : 1. Aspek perencanaan transportasi (manusia dan barang),; 2. Aspek rekayasa transportasi (pola aliran moda transportasi, sarana jalan, sistem lalu lintas, dan faktor transportasi lainnya); 3. Aspek teknik dan operasional pengangkutan barang (alat angkut, kelengkapan angkutan, regulasi, dan lainlain).

Tahapan Studi 1. Isu pokok penelitian dan rencana kerja 2. Kajian pustaka (Penelahaan Dokumen) Peraturan tentang pengakutan barang Kebijakan: masterplan, roadmap, dll Teknik dan operasional angkutan 3. Laporan pendahuluan 4. Penetapan titik-titik survai 5. Survai lapangan 6. Identifikasi Jenis dan Pola Operasi Angkutan Barang 7. Pemilihan rute untuk lintas angkutan barang dengan AHP 8. Evaluasi dan mitigasi resiko jaringan lintas yang dipilih 9. Penetapan lokasi penimbangan kendaraan dinamis (Weight in Motion) 10. Laporan antara 11. Perumusan Rekomendasi rute jaringan lintas 12. Laporan akhir

METODE PENELITIAN Persiapan Pengumpulan Data Penyusunan Rencana Umum Jar.Lin Pemahaman KAK Metodologi, Invent. Data Sekunder, Persiapan Survai Observasi Lapangan Analisis Data Jenis dan Pola Perpindahan Barang, Pemilihan rute lintas Evaluasi dan Mitigasi Resiko Rute Lintas Angkutan Barang yang terpilih Penyempurnaan Laporan Akhir Laporan Pendahuluan Laporan Antara Konsep Laporan Akhir Laporan Akhir Pembahasan Lap. Pendahuluan Pembahasan Lap. Antara Tinjau Ulang Rte/Jar.Lin dan Rekomendasi Selesai

Alur Pikir Jenis dan Pola Operasi Ang. Bar Pemilihan Rute Evaluasi Rute Mitigasi Resiko (MRLL) Tinjau Ulang Rute Terpilih Sumber : Cam Nelson, MEDes, Anne Cataford, P.Eng., Pansy Hwang, P.Eng., Transportation of Dangerous Goods Policy and Evaluation Framework, 2006.)

Analytic Hierarchy Process (AHP) Adalah suatu algoritma pembuat keputusan Dikembangkan pertama kali oleh Dr. Saaty. Ruang lingkup : berbagai bidang aktivitas seperti ekonomi, manajemen, pertanian, perminyakan, dan lainlain. di bidang manajemen dan ekonomi untuk merangking beberapa pilihan alternatif dan pilihan akan jatuh pada salah satu alternatif yang ada. metode ini telah diterapkan untuk mengukur kinerja dari sistem produksi, perencanaan strategis, analisis investasi, dan lain-lain.

Struktur AHP

Metode Analisis Risiko (Risk Analysis) Merupakan metode yang digunakan untuk: identifikasi dan kontrol bahaya, mengestimasi tingkat risiko absolut dari suatu aktivitas atau perbandingan risiko dari berbagai alternatif yang ditawarkan. Manajemen risiko merupakan komponen penting dalam proses perencanaan dan rekayasa lalu lintas.

Aplikasi manajemen risiko mempunyai beberapa keuntungan, yaitu : Keputusan lebih baik dapat dibuat ketika didukung dengan suatu pendekatan manajemen risiko. Manajemen risiko terintegrasi ke dalam perencanaan strategis jangka panjang maupun sebagai informasi dalam pengambilan keputusan sehari-hari. Manajemen risiko diterapkan pada pengembangan dan implementasi kebijakan, program, perencanaan dan arah ke depan. Integrasi manajemen risiko memberikan suatu filisofi dan budaya kepada setiap pengguna jalan mengelola risiko secara proaktif dan mengkomunikasikan secara terbuka tentang risiko.

Kriteria Penentuan Peringkat Pemilihan Rute Lintas Angkutan Barang Fungsi Rute Rute pelayanan angkutan barang Rute alternatif Akses jaringan jalan Panjang rute Pengaruh terhadap lingkungan (Sumber : Cam Nelson, MEDes, Anne Cataford, P.Eng., Pansy Hwang, P.Eng., Transportation of Dangerous Goods Policy and Evaluation Framework, 2006.)

Peringkat Risiko Rute Lintasan berdasarkan Kriteria Faktor-faktor yang mendukung. Kriteria Klasifikasi Jalan Tidak Berdampak Rendah Sedang tinggi Sangat Tinggi 0-10 11-30 31-70 71-90 91-100 Faktor-faktor yang Mendukung Jalan bebas hambatan (tol) Jalan Propinsi Jalan Kabupaten Jalan Lokal Jalan Desa/Lingkungan Geometri Jalan Sesuai yang dikehendaki melebihi spesifikasi minimumnya atau maksimumhya Dalam spesifikasi minimum atau maksimumnya Cukup menyimpang dari standar Sangat menyimpang dari standar Pengawasan Akses Terawasi seluruhnya secara umum terawasi campuran yang terawasi dengan tak terawasi Pengawasan terbatas Tidak terawasi Tingkat Persilangan Rel Kereta Api Persil. Kec rendah dengan lampu sinyal dan palang pintu aktif Persil. Kecepatan Persil. Kecepatan sedang dengan lampu sedang dengan sinyal dan palang lampu sinyal atau pintu aktif palang pintu aktif Persil. Kecepatan sedang dengan perlawanan silang pasif Persil. Kecepatan tinggi dengan perlawanan silang pasif Kondisi Permukaan Jalan >8 7-8 4-6 2-3 <2 Volume Lalu lintas <10.000 10.000-30.000 30.000-45.000 45.000-90.000 >90.000 Frekuensi Truk <5% 5%-9% 10%-15% 16%-20% >20% V/C Ratio <0,5 0,5-0,7 0,7-0,9 0,9-1,2 >1,2 Statistik Tabrakan <2 2,7-4 7,5-35 36-75 >75 Sumber: Cam Nelson, MEDes, Anne Cat ford., Pansy Hwang, P. Eng.,"Transportation of Dangerous Goods Policy and Evaluation Framework", 2006

Kriteria Peringkat Risiko Rute Lintasan Berdasar Kriteria Dampak/Pengaruh. Tidak Berdampak Rendah Sedang tinggi Sangat Tinggi 0-10 11-30 31-70 71-90 91-100 Dampak/Pengaruh Kepadatan penduduk <500 500-1200 1250-2600 2600-4500 >4500 penggunaan lahan Ruas jalan lebar Ruas jalan sempit Industri Komersil Pemukiman Respon Penduduk Sangat responsif Responsif Cukup responsif Kurang responsif Tidak responsif Dampak Lingkungan Topografi mencegah Rute tidak sejajar migrasi dari sisi samping dengan jalan air Rute dengan kemiringan mendekati jalan air Rute sejajar dengan jalan air Rute memotong habitat tertentu Saluran Air Pinggiran jalan dengan parit yang tidak terbuka Pinggiran jalan dengan selokan yang memiliki pengendali luapan Pinggiran jalan dengan luapan air selokan Parit terbuka dengan kemiringan minimum Parit terbuka dengan kemiringan curam Tanggap Darurat Respon pusat pemadam kebakaran< 3 menit Respon pusat Respon pusat pemadam Respon pusat Respon pusat pemadam pemadam kebakaran 3- kebakaran 4-7 menit 4 menit pemadam kebakaran 8 menit kebakaran > 8 menit Batas Kecepatan < 30 kph 30-50 kph 50-80 kph 80-100 kph >100 kph Sumber: Cam Nelson, MEDes, Anne Cat ford., Pansy Hwang, P. Eng.,"Transportation of Dangerous Goods Policy and Evaluation Framework", 2006