BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP Di dalam kitab undang-undang pidana (KUHP) sebelum lahirnya undangundang no.21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang KUHP juga mengatur masalah perdagangan orang, KUHP yang berlaku pada tahun 1918 menunjukan bahwa pada masa penjajahan pun perdagangan orang dianggap sebagai perbuatan yang tidak manusiawi yang layak mendapatkan sanksi pidana bagi setiap pelakunya, adapun beberapa Pasal dalam KUHP yang mengatur tentang perdagangan orang: 1. Pasal 296 KUHP. Seperti telah di sebutkan di atas, Pasal 296 berbunyi barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikanya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah 32. Didalam Pasal ini jelas menyatakan bagi seseorang yang menjadikan pencarian atau kebiasaanya memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain. Dalam arti pencarian pelaku memudahkan perbuatan cabul karena menjadi pencariannya sebagai orang yang memudahkan perdagangan orang, dan menjadikan hal tersebut menjadi kebiasaan nya. 32 Soebroto Sunarto, kitab undang-undang hukum pidana dan kitab undang-undang hukum acara pidana, Rajawali pers, Jakarta, 2011, Halaman 180.
2. Pasal 297 KUHP. Pasal 297 secara tegas melarang dan mengancam dengan pidana perbuatan memperdagangankan perempuan dan anak laki-laki. Ketentuan tersebut secara lengkap berbunyi perdagangan wanita dan perdagangan laki-laki yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun. 33 Namun dengan lahirnya Undang-undang no.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang maka pasal 297 KUHP ini tidak berlaku lagi. 3. Pasal 301 KUHP. Pasal ini mengatur tentang menyerahkan anak kepada orang lain dengan maksud untuk maksud untuk di eksploitasi, adapun isi dari Pasal ini adalah barang siapa memberi atau menyerahkan kepada orang lain seorang anak yang dibawah kekuasaanya yang sah dan yang umurnya kurang dari dua belas tahun, padahal diketahui bahwa anak itu akan dipakai untuk dan diwaktu melakukan pengemisan atau untuk pekerjaan yang berbahaya, atau yang dapat merusak kesehatanya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. 34 Pasal ini mengatur khusus tentang perdangan orang tentang anak yang umurnya dibawah 12 tahun dengan kekuasaan yang sah, untuk dipakai atau dipekerjaan yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang harus diterimanya sehingga dapat merusak kesehatan dari pada anak tersebut. 33 Ibid, Halaman 180. 34 Soebroto Sunarto, Op. Cit, Halaman 183.
4. Pasal 324 KUHP. Di dalam Pasal ini mengatur tentang menjalankan perniagaan budak adapun isi dari Pasal ini adalah barangsiapa dengan biaya sendiri atau biaya orang lain menjalankan perniagaan budak atau melakukan perbuatan perniagaan budak atau dengan sengaja turut serta secara langsung atau tidak langsung dalam salah satu perbuatan tersebut diatas, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 35 Pasal ini mengatur tentang bagaimana orang yang memang pekerjaan nya menjalankan perniagaan budak dengan biaya sendiri ataupun biya orang lain maka diancam pidana paling lama 12 tahun. Namun dengan adanya Undang-undang No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menegaskan bahwa pasal 324 KUHP ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. 5. Pasal 328 KUHP. Pasal ini berbunyi barang siapa membawa pergi seseorang dari tempat kediamanya atau temat tinggalnya sementara dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara melawan hukum dibawah kekuasaanya atau kekuasaan orang lain, atau untuk menempatkan dia dalam keadaan sengsara, diancam karena penculikan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, 36 Perbuatan yang dilarang dalam Pasal ini adalah melarikan atau menculik orang. Pada waktu melarikan atau menculik itu sipelaku harus mempunyai 35 Ibid, Halaman 201. 36 Ibid, Halaman 202.
maksud untuk membawa korban dengan melawan hak dibawah kekuasanya sendiri atau kekuasaan orang lain atau menjadikanya terlantar, maka dari itu perbuatan seperti ini melarikan atau menculik merupakan salah satu dari perdagangan orang. 6. Pasal 329 KUHP. Pasal ini berbunyi barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mengangkut orang kedaerah lain, padahal orang itu telah membuat perjanjian untuk bekerja di suatu tempat tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. 37 Jika Pasal ini di kaitkan dengan masalah perdagangan orang. Maka unsur yang terpenting adalah penipuanya itu karena pada awalnya pasti telah ada persetujuan dari korban untuk dibawa bekerja ke suatu tempat. Hal ini perlu diperhatikan karena pada dasarnya perdagangan orang tanpa harus persetujuan korban. 7. Pasal 331 KUHP. Pasal ini berbunyi barang siapa dengan sengaja menyembuyikan orang yang belum dewasa yang ditarik atau menarik sendiri dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, atau dengan sengaja menariknya dari pengusutan pejabat kehakiman atau kepolisian, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun, atau jika anak itu berumur dibawah dua belas tahun dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. 38 8. Pasal 332 KUHP. 37 Ibid, Halaman 202. 38 Ibid, Halaman 203.
Pasal ini mengancam dengan pidana pejara selama-lamanya 7 tahun, orang yang melarikan perempuan yang belum dewasa tanpa persetujuan orang tua atau walinya, tetapi dengan kemauan perempuan itu dengan maksud memiliknya dengan atau tanpa nikah. Ancaman pidananya menjadi 9 tahun bila perbuatan itu dilakukan terhadap perempuan melalui tipu, kekerasab atau ancaman kekerasan. Perbuatan yang dilarang dalam Pasal ini adalah melarikan perempuan 9. Pasal 333 KUHP. Pasal ini menetapkan sanksi pidana penjara selama-lamanya 8 tahun bagi orang yang merampas kemerdekaan orang lain, dan yang memberikan tempat menahan orang itu. Perbuatan yang dilarag dalam Pasal ini adalah dengan sengaja (1) merampas kemerdekaan seseorang atau (2) meneruskan penahanan atau (3) memberikan tempat untuk menahan, dengan melawan hak. Perbuatan merampas kemerdekaan seseorang atau meneruskan penahanan (yang berarti menyembunyikan) merupakan perbuatan yang masuk dalam lingkup perdagangan orang, bila dilakukan untuk tujuan eksploitasi dan dilakukan dengan cara ancaman kekerasan, kekerasan, paksaan, penipuan, penyalahgunaan kekekuasaan atau posisi rentan. Perbuatan memberikan tempat untuk menahan, berarti dala, hal ini dapat dikategorikan membantu perdagangan manusia, karena ia memberikan sarana untu terjadinya tindak pidana itu. Dalam Pasal ini orang yang membantu melakukan tindak pidana diancam sama dengan pelaku yang melakukan tindak pidana itu sendiri yaitu dengan ancaman pidana penjara selama-lamanya 8 tahun. Disini terjadi penyimpangan terhadap asas pembantuan.
Maka dari uraian yang ada diatas penulis maka dapat diketahui pengaturan hukum tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang yang diatur di dalam KUHP, Adapun bentuk-bentuk Tindak Pidana Perdagangan Orang menurut KUHP, yaitu sebagai berikut: a. Menjadi pencarian dan kebiasaan dengan cara memudahkan perbuatan cabul antara orang lain dengan orang lain terdapat dalam Pasal 296 KUHP. b. Memperniagakan anak perempuan dan anak laki-laki untuk tujuan prostitusi terdapat dalam Pasal 297. c. Menyerahkan anak untuk di eksploitasi dalam Pasal 301 KUHP. d. Menjalankan perniagaan budak Pasal 324 KUHP. e. Melarikan orang terdapat dalam Pasal 328 KUHP. f. Dengan melawan dan membawah orang ketempat lain dai yang dijanjikan untuk melakukan suatu pekerjaan pada tempat tertentu, terdapat dalam Pasal 329 KUHP. g. Menyembuyikan orang dewasa yang dicabut dari kuasanya yang sah terdapat dalam Pasal 331 KUHP. h. Melarikan wanita (belum dewasa dan sudah dewasa) dalam Pasal 332 KUHP. i. Merampas kemerdekaan orang atau meneruskan penahanan dengan melawan hukum, diatur dalam Pasal 333 KUHP j. Merampas kemerdekaan orang atau meneruskan penahanan dengan melawan hukum diatur dalam Pasal 335 KUHP.
k. Menjanjikan wanita tersebut mendapat pekerjaan, tetapi ternyata diserahkan kepada orang lain untuk melakukan perbuatan cabul, pelacuran atau perbuatan melanggar kesusilaan pidana diatur dalam Pasal 433 ayat (2) KUHP. B. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Diluar KUHP. 1. Menurut Undang-Undang No.21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Lahirnya Undang-undang No.21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang ini mencakup pelanggaran pidana perdagangan orang yang diawali tindakan perekrutan-perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunan kekuasaan dan posisi rentan penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan didalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tersebut tereksploitasi. Setiap pelanggaran perdagangan orang diberikan sanksi pidana penjara dan pidana denda. Sehingga mampu menjerat dan menghukum yang sepadan para pelaku kejahatan perdagangan orang, agar pelaku perorangan maupun korporasi dapat efek jera agar tidak akan mengulanginya lagi. Undang-undang no 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ini terdiri dari 9 Bab yang didalamnya terdapat 97 Pasal,
Didalam keseluruhan undang-undang ini membahas tentang beberapa aspek yang terkandung di dalam Pasal-Pasal berikut ini: 39 a. Aspek tindak pidana perdagangan orang Garis-garis besar didalam Pasal ini memuat berbagai macam dan cara serta jenis-jenis dari tindak pidana perdagangan orang yang dimulai dari perekrutan, pengangkutan hingga nantinya dipekerjakan baik itu di dalam negeri maupun diluar negeri dengan unsur penipuan, pembujukan, pemanfaatan ataupun kekerasan bahkan yang dilakukan secara korporasi yang mana semuanya itu teerdapat dalam Pasal 2 sampai Pasal 18 Undang-undang No.21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang ini. Di dalam Pasal 2 sampai Pasal 18 Undang-undang No.21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang ini mengatur ketentuan-ketentuan pidana yang dijatuhkan terhadap tindak pidana perdagangan orang baik itu pidana penjara maupun pidana denda. Bagi para pelaku human trafficking yang melakukan tindak pidana perdagangan orang ini yang mengakibatkan mengalami eksploitasi, dengan cara melakukan kegiatan perdagangan orang yang dimulai dari percobaan, pemanfaatan, pengiriman bahkan korporasi terhadap tindak pidana perdagangan orang akan dijatuhkan pidana denda paling sedikit 120 juta rupiah dan paling banyak 600 juta rupiah, dan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama seumur hidup. orang. 39 Undang-undang No. 21 Tahun 2007, pemberantasan tindak pidana perdagangan
b. Aspek lain yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang. Aspek ini mengatur tentang adanya orang-orang yang berusaha menghalangi, mencegah, merintangi dan bahkan mengagalkan suatu penyidikan dan persidangan pengadilan terhadap tersangka tindak pidana perdagangan orang ini. Aspek ini juga mengatur tentang berbagai tindak pidana lain yang terjadi yang dimana tindak pidana itu mendukung tindak pidana perdagangan orang ini, aspek ini diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 27 Undang-undang No.21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Di dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa berbagai tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang ataupun mendukung tindak pidana perdagangan orang dan bahkan bersifat menghalangi penyidikan dari pada kasus tindak pidana perdagangan orang ini di pidana dengan pidana denda paling sedikit 40 juta rupiah dan paling banyak 600 juta rupiah dan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 10 tahun. c. Aspek penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidanng pengadilan. Aspek ini berisikan mengenai penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di siding pengadilan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang termasuk didalamnya pemeriksaan alat bukti, saksi dan korban aspek ini dimulai dari Pasal 28 sampai dengan Pasal 42 Undang-undang No.21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. d. Aspek perlindungan saksi dan korban.
Dalam Undang-undang No.21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang ini korban dan saksi mendapatkan perlindungan sebagaimana yang tercantum: 1) Ruang pelayanan khusus (diatur dalam Pasal 45). 2) Pusat pelayanan terpadu (diatur dalam Pasal 46). 3) Mekanisme pembayaran restitusi (diatur dalam Pasal 48-50). 4) Rehabilitasi untuk pemulihan korban (diatur dalam Pasal 51). 5) Rumah perlindungan sosial/pusat trauma (diatur dalam Pasal 52). Disini terlihat betapa khususnya undang-undang ini melindungi korban dan saksi dan juga diperlukan peran dari masyarakat untuk melindungi korban dari trauma yang dalam dan saksi agar tetap terlindung. Aspek ini meliputi Pasal 43 hingga Pasal 55 Undang-undang No.21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. e. Aspek pencegahan dan penanganan. Adapun aspek pencegahan didalam undang-undang ini adalah 1) Program pencegahan (diatur dalam Pasal 56 57). 2) Pembentukan gugus tugas (diatur dalam Pasal 58). f. Aspek kerjasama international dan peran serta masyarakat. Dalam aspek ini berisikan tentang peran pemerintah bekerja sama dengan negara internasional dalam berbagai upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang ini. Dan juga mengatur tentang peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang ini. Aspek ini diatur dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 63
Undang-undang No.21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. g. Aspek lainya yang meliputi. 1) Ketentuan umum (diatur dalam Pasal 1). 2) Ketentuan peralihan (diatur dalam Pasal 64). 3) Ketentuan penutup (diatur dalam Pasal 65-67). 2. Undang-undang lain yang berkaitan. 40 a. Undang-undang Republik Indonesia No. 7 tahum 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. b. Undang-undang Republik Indonesia No.5 tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak manusiawi, atau Merendahkan Mertabat Manusia. c. Undang-undang Republik Indonesia No.9 tahun 1992 tentang Keimigrasian jo, Undang-undang No.6 tahun 2011. d. Undang-undang Republik Indonesia No.20 tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No.138 Mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Kerja. e. Undang-undang Republik Indonesia No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. f. Undang-undang Republik Indonesia No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. 10. 40 Chairul Badriah, aturan-aturan Hukum Trafficking, Usu Press, Medan, 2005, Halaman
g. Undang-undang Republik Indonesia No.5 tahun 2009 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Menentang Tindak Pidana Trasnasional yang terorganisir. h. Undang-undang Republik Indonesia No.14 tahun 2009 tentang pengesahan Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-anak, melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Menentang Tindak Pidana Tranasional yang terorganisir. i. Peraturan Pemerintah No.9 tahun 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pusat Pelayanan Terpadu Bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang. j. Peraturan Presiden No. 69 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang. k. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia No. 01 tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Minimal Pelayanan Terpadu bagi Saksi / Korban tindak pidana perdagangan orang. Peraturan-peraturan ini adalah Undang-undang yang dapat berkaitan erat dengan tindak pidana perdagangan orang ini, peraturan ini bukan hanya masuk dalam lingkup pidana materil saja, tetapi juga hukum pidana formil, karena diantara beberapa peraturan tersebut juga mengatur tentang cra hak negara dalam melakukan eksekusi kebijakan administrasi. Dengan dikeluarkan nya Undangundang No.21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan
orang bertujuan untuk melakukan pemberantasan, pencegahan dan penegakan hukum yang merupakan bagian dari kebijakan hukum pidana. 3. Peraturan Daerah Sumatera Utara Nomor 6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak. Tepat pada tanggal 6 juli tahun 2004, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah melahir kan suatu peraturan daerah yang mengatur tentang perdagangan orang, oleh Gubernur Sumatera Utara yaitu T. Rizal Nurdin dan diundangkan pada tanggal 26 juli 2004. Perda ini menilai perdagangan orang merupakan tindakan yang sangat bertentangan pada hukum dan harkat martabat manusia, sehingga menjadikan perdagangan orang ini sebagai ancaman yang sangat besar kepada masyarakat terutama masyarakat Sumatera Utara. Manusia adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa maka dari itu perlulah kiranya dijaga, dilindungi harga diri dan martabatnya dari segala bentuk eksploitasi dari orang lain, serta dijaminya hak hidupnya untuk tumbuh berkembang sesuai dengan kodratnya, karena itu lah segala bentuk perlakuan apapun yang menggangu dan merusak hak-hak dasarnya dalam berbagai bentuk pemanfaatan dan eksploitasi yang tidak berperikemanusiaan harus secepatnya dihentikan. Dalam kenyataan hidup sekarang ini sangat banyak orang yang sangat tega memperlakukan seorang perempuan untuk dijadikan lahan bisnis, tanpa memperdulikan kesehatan dan martabat perempuan tersebut, bisnis yang dilakukan ini yakni perdagangan orang (human trafficking), perempuan yang lemah dijadikan sebagai korban dari pada perdagangan orang, korban diperlakukan seperti halnya barang yang bebas diperjual belikan bahkan sampai
beresiko kematian, melalui Perda Provinsi Sumatera Utara ini kita berharap agar perdagangan orang seharusnya dihentikan. Adapun Hal-hal yang penting dalam Perda Nomor 6 tahun 2004 yakni sebagai berikut: a. Pasal 3 yaitu, bertujuan untuk pencegahan, rehabilitasi, dan reintegrasi perempuan dan anak korban perdagangan orang; b. Pasal 4 yaitu, perempuan yang akan bekerja diluar wilayah desa/kelurahan wajib memiliki Surat Izin Bekerja Perempuan (SIBP) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa atau Lurah dan di administrasi oleh Camat setempat; c. Pasal 11 yaitu, perlu mengefektifkan dan menjamin pelaksanaan pencegahan perlu dibentuk gugus tugas Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak; d. Pasal 17 yaitu, masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta membantu upaya pencegahan dan penghapusan perdagangan perempuan dan anak. e. Pasal 28 yaitu, sanksi pidana setiap orang yang melakukan, mengetahui, melindungi, menutup informasi dan membantu secara langsung maupun tidak langsung terjadinya perdagangan perempuan dan anak dengan tujuan untuk melakukan eksploitasi baik dengan cara persetujuan untuk pelacuran, kerja atau pelayanan, perbudakan atau praktik serupa dengan perbudakan atau praktik serupa dengan perbudakan, pemindahan atau transplantasi organ tubuh atau segala tindakan yang melibatkan pemerasan dan pemanfaatan, seksual, tenaga dan kemampuan seseorang pihak lain
dengan secara sewenang-wenang untuk mendapatkan keuntungan baik secara materil maupun non materil dihukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 41 Perdagangan orang merupakan perbudakan modern di abad 21 ini, banyak korban Trafficking menderita dan dampak negatif dari kegiatan itu. Oleh karena itu harus segera dihapuskan karena: a. Trafficking melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). b. Trafficking untuk industry seks selain menimbulkan dampak kemanusiaan, biaya sosial maupun ekonomi yang tinggi juga menyebabkan penyakit yang sangat mematikan yaitu HIV/AIDS. c. Trafficking untuk tujuan pelacuran perempuan dan anak dapat merusak masa depan SDM. d. Trafficking sering terjadi karena dokumen imigrasinya tidak lengkap, dipalsukan, dirampas agen atau majikan, korbanya mendapat perlakuan hukuman. e. Trafficking banyak memalsukan migrant yang kurang berkualitas. f. Perempuan dan anak banyak menjadi korban trafficking. Pemerintah, keluarga, masyarakat, kepolisian, organisasi masyarakat, tokoh agama, dan organisasi lainya, dapat membantu pencegahan dan penangulangan perdagangan perempuan yang dilaksanakan secara bersama-sama dan terpadu. 41 Chairul Badriah, Op. Cit, Halaman 49.