BAB IV. Akibat hukum adalah akibat dari melakukan suatu tindakan untuk. memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan atau telah

dokumen-dokumen yang mirip
ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan

BAB II OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) REGIONAL 5 SUMATERA BAGIAN UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PUNGUTAN OJK TERHADAP BPJS

TINJAUAN HUKUM TENTANG PENGAWASAN BANK DAN PERLINDUNGAN NASABAH OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN CHAIRIL SUSANTO / D

BAB II PENGAWASAN KEGIATAN PERBANKAN KONVENSIONAL. A. Bentuk Kegiatan Perbankan Konvensional Menurut Undang-undang

PENGALIHAN FUNGSI PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN DARI BANK INDONESIA KE OTORITAS JASA KEUANGAN ABSTRACT

Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah. 4. Perusahaan Asu

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sektor hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sebagainya. Sektor yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat

OTORITAS JASA KEUANGAN DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pertemuan 4

RANCANGAN POJK PERUSAHAAN INDUK KONGLOMERASI KEUANGAN

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang didirikan berdasarkan Undang-

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10/POJK.05/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK

- 3 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

BAB I PENDAHULUAN. pilar utama dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Sistem perbankan memegang

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10/POJK.05/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK

Mengenal Otoritas Jasa Keuangan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK

2 d. bahwa untuk mengelola eksposur risiko sebagaimana dimaksud dalam huruf a, konglomerasi keuangan perlu menerapkan manajemen risiko secara terinteg

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 2 - Hal ini dirasakan sangatlah terbatas dan belum mencakup fungsi the Lender of the Last Resort yang dapat digunakan dalam kondisi darurat atau

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2017 TENTANG LAPORAN BERKALA DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain

Peran Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Pengawasan Lembaga Keuangan

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 3/PLPS/2005 TENTANG PENYELESAIAN BANK GAGAL YANG TIDAK BERDAMPAK SISTEMIK

Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. SAMARINDA, 2 juli 2015

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DAN BANK INDONESIA DALAM FUNGSI MENGATUR DAN MENGAWASI BANK

PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MELAKUKAN PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP BANK

Otoritas Moneter di Indonesia

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan tahun 1997, banyak kejadian-kejadian penting yang

BAB II PENGATURAN DAN PENGAWASAN PASAR MODAL SETELAH PERALIHAN BAPEPAM KEPADA OTORITAS JASA KEUANGAN. menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penggunaan Klausula Baku pada Perjanjian Kredit

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

-1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun melanda hampir

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dala

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.05/2018 TENTANG LAPORAN BERKALA DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.05/2015 TENTANG TATA CARA PENETAPAN PENGELOLA STATUTER PADA LEMBAGA JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak bermunculan bermacam-macam bank umum di

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10/POJK.05/2013 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /POJK.03/2017 TENTANG PENGGUNAAN JASA AKUNTAN PUBLIK DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK DALAM KEGIATAN JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.05/2017 TENTANG LAPORAN PERIODIK PERUSAHAAN PERASURANSIAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/25/PBI/2001 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867); 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jas

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

BAB II PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

a. Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah wajib menjalankan fungsi menghimpun dan

Assalamu alaikum Wr. Wb. Selamat Pagi dan Salam Sejahtera bagi kita semua

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.05/2016 TENTANG

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN

I. PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang OJK. Pembentukan lembaga

No Pembiayaan OJK selain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga berasal dari Pungutan dari Pihak. Sebagai pelaksanaan dari

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11 /POJK.05/2014 TENTANG PEMERIKSAAN LANGSUNG LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK

RANCANGAN POJK PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 5/POJK.05/2013

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERALIHAN PENGAWASAN PERBANKAN DARI BANK INDONESIA KEPADA OTORITAS JASA KEUANGAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN A. Akibat Hukum Terhadap Bank Indonesia Atas Peralihan Pengawasan Perbankan Dari Bank Indonesia Kepada Otoritas Jasa Keuangan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Akibat hukum adalah akibat dari melakukan suatu tindakan untuk memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan atau telah diatur/ditentukan oleh hukum. Tindakan yang dilakukan merupakan tindakan hukum yakni tindakan yang dilakukan guna memperoleh sesuatu akibat yang dikehendaki hukum, akibat hukum yang diperoleh tersebut dapat berupa hak dan kewajiban. Akibat hukum berupa hak dan kewajiban yang timbul terhadap subyek hukum karena telah ditentukan oleh hukum dan/atau peraturan perundangundangan terjadi pada kasus peralihan pengawasan perbankan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan. Pada dasarnya kewenangan pengawasan perbankan diamanatkan kepada Bank Indonesia, kewenangan yang dimiliki Bank Indonesia tersebut sebagai Bank Sentral adalah mengatur dan mengawasi bank. 92

93 Ketentuan mengenai kewenangan tersebut terdapat dalam Pasal 29 ayat (1), dan (2) Undang-Undang Perbankan 1998 yaitu : (1) Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. (2) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 29 tersebut kemudian ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Perbankan 1998 yaitu : Yang dimaksud dengan pembinaan dalam ayat (1) ini adalah upayaupaya yang dilakukan dengan cara menetapkan peraturan yang menyangkut aspek kelembagaan, kepemilikan, pengurusan, kegiatan usaha, pelaporan serta aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan operasional bank. Yang dimaksud dengan pengawasan dalam ayat (1) ini meliputi pengawasan tidak langsung yang terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis, dan evaluasi laporan bank, dan pengawasan langsung dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan. Sejalan dengan itu, Bank Indonesia diberi wewenang, tanggung jawab, dan kewajiban secara utuh untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif maupun represif. Di pihak lain, bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehatihatian. Mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan masyarakat padanya. Kewenangan Bank Inonesia tersebut tidak terlepas dari ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Bank Indonesia 2004 yang mengatur bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah sangat penting untuk mendukung pembangunan

94 ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bank Indonesia dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut dapat melakukan aktifitas perbankan yang dianggap perlu, dan dapat dilaksanakan dengan bentuk kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, serta dapat juga mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah bidang perekonomian. Kewenangan mengenai tugas Bank Indonesia lainnya terdapat dalam ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Bank Indonesia 2004 yang menyebutkan bahwa : Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut: a. menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter; b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; c. mengatur dan mengawasi Bank. Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal ini mempunyai keterkaitan dalam mencapai kestabilan nilai rupiah. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dilakukan Bank Indonesia antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga. Efektivitas pelaksanaan tugas ini memerlukan dukungan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal, yang merupakan sasaran dari pelaksanaan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal tersebut memerlukan sistem perbankan yang sehat, yang merupakan sasaran tugas mengatur dan mengawasi Bank. Selanjutnya, sistem perbankan yang sehat akan mendukung pengendalian moneter mengingat pelaksanaan kebijakan moneter terutama dilakukan melalui sistem perbankan.

95 Tugas mengatur dan mengawasi bank sesuai Pasal 8 huruf c selanjutnya dipertegas dengan Pasal 24 Undang-Undang Bank Indonesia 2004 yang berbunyi : Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, Bank Indonesia menetapkan peraturan memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank dan mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai dengan peraturan perundangundangan. Berkaitan dengan bunyi pasal di atas terdapat pengaturan untuk melaksanakan pengawasan bank. Tugas pengawasan tersebut merupakan kewenangan yang paling mendasar yang diperlukan oleh otoritas pengawas bank. Pengawasan bank dilaksanakan melalui pengawasan tidak langsung (off site supervision) yaitu pengawasan yang dilakukan melalui alat pantau seperti laporan berkala yang disampaikan bank, laporan hasil pemeriksaan, dan informasi lainnya. Otoritas pengawas dengan data yang diperoleh melalui alat pantau tersebut, kemudian melakukan penilaian terhadap keadaan usaha dan kesehatan bank. Pengawasan di atas tersebut selain melalui pengawasan tidak langsung, otoritas pengawas dari Bank Indonesia selaku bank sentral juga melakukan pengawasan secara langsung (on site examination) yang dapat berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus. Pengawasan langsung ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang ketaatan terhadap peraturan yang berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 adalah pengawasan langsung dan tidak langsung, yang

96 kemudian di perjelas dalam Penjelasan Pasal 27 Undang-Undang Bank Indonesia 2004 yaitu : Yang dimaksud dengan pengawasan langsung adalah dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan. Yang dimaksud dengan pengawasan tidak langsung terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis dan evaluasi laporan Bank. Bank Indonesia mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan, keterangan dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan bank. Hal ini selaras dengan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Bank Indonesia 2004 yang menyatakan sebagai berikut : (1) Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. (2) Apabila diperlukan, pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur Bank. (3) Bank dan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib memberikan kepada pemeriksa : a. keterangan dan data yang diminta; b. kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya, hal-hal lain yang diperlukan. Pengawasan bank tersebut selain dilakukan oleh Bank Indonesia akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, ini telah ditentukan dalam Pasal 34 Undang-Undang Bank Indonesia 2004 yaitu : (1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang.

97 (2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Pasal 34 ayat (1) di atas kemudian diperjelas dalam Penjelasan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Bank Indonesia 2004, yang berbunyi sebagai berikut : Lembaga pengawasan jasa keuangan yang akan dibentuk melakukan pengawasan terhadap Bank dan perusahaanperusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam melakukan tugasnya lembaga ini (supervisory board) melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang akan diatur dalam Undang-undang pembentukan lembaga pengawasan dimaksud. Lembaga pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan Bank dengan koordinasi dengan Bank Indonesia dan meminta penjelasan dari Bank Indonesia keterangan dan data makro yang diperlukan. Berkaitan dengan ketentuan di atas mengenai pengawasan bank, terlihat bahwa ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Bank Indonesia 2004 tersebut dapat menimbulkan suatu akibat hukum. Tugas pengawasan bank yang mulanya dilaksanakan oleh Bank Indonesia selanjutnya akan beralih dan dilaksanakan oleh lembaga pengawas independen baru, apabila lembaga tersebut telah terbentuk berdasarkan undang-undang. Menurut Pasal 34 Undang-Undang Bank Indonesia 2004, pembentukan lembaga pengawas bank sebagaimana dimaksud di atas akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Pada kenyataannya pada tahun lembaga pengawas tersebut baru terbentuk,

98 Otoritas Jasa Keuangan terbentuk berdasarkan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan yang diundangkan tanggal 22 November 2011. bahwa : Pasal 2 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menyatakan (1) Dengan Undang-Undang ini dibentuk OJK. (2) OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang- Undang ini. Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga yang independen, dan bebas dari campur tangan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam ketentuan di atas, yang kemudian dibentuk dengan tujuan tertentu. Pasal 4 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan bahwa : OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan: a. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel; b. Mampu mewujudkan sistem keuanganyang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; c. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Mengenai fungsi Otoritas Jasa Keuangan itu sendiri telah dijabarkan dalam Pasal 5 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan yang menyatakan bahwa : OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Pengaturan dan pengawasan terintegrasi yang dimaksud di atas selanjutnya diatur lebih rinci dalam Pasal 6 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, yaitu : OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;

99 b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Berdasarkan bunyi pasal di atas Otoritas Jasa Keuangan jelas memiliki tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan khususnya di sektor perbankan. Tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan tersebut, secara keseluruhan diatur lebih lanjut dalam Pasal 7 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan yang berbunyi : Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang : a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi : 1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan 2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa; b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi : 1. Likudasi, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; 2. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3. Sistem informasi debitur: 4. Pengujian kredit (credit testing); dan 5. Standar akuntansi bank; c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank meliputi : 1. Manajemen risiko; 2. Tata kelola bank; 3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan 4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan d. Pemeriksaan bank.

100 Ketentuan selanjutnya mengenai tugas pengawasan sektor Jasa Keuangan yang terdapat dalam ketentuan pasal 6 secara keseluruhan diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, yang menyatakan : Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang : a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan; b. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif; c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan; d. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu; e. Melakukan penunjukan pengelola statuter; f. Menetapkan penggunaan pengelola statuter; g. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan; dan h. Memberikan dan/atau mencabut : 1. Izin usaha; 2. Izin orang perseorangan; 3. Efektifnya pernyataan pendaftaran; 4. Surat tanda terdaftar; 5. Persetujuan melakukan kegiatan usaha; 6. Pengesahan; 7. Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan 8. Penetapan lain, Sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Secara substansial bisa dikatakan bahwa kewenangan Otoritas Jasa Keuangan merupakan amanat konstitusi yang bertujuan agar sektor jasa keuangan berjalan dengan tertib, teratur, adil, transparan, serta akuntabel. Tujuan ini pada akhirnya diharapkan dapat mewujudkan sistem keuangan

101 yang stabil dan berkelanjutan. Berdasarkan ketentuan didalam Pasal 34 Undang-Undang Bank Indonesia 2004 beserta penjelasannya dapat dikatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan akan menjalankan tugas pengawasan terhadap bank setelah dibentuk dengan undang-undang. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa Otoritas Jasa Keuangan telah terbentuk berdasarkan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan yang diundangkan tanggal 22 November 2011, dan juga telah dijelaskan mengenai tugas pengawasan terhadap sektor perbankan. Berkaitan dengan hal itu maka tugas pengawasan bank dari Bank Indonesia akan beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan, namun peralihan tugas pengawasan bank tersebut harus melewati beberapa proses masa transisi. Tahap pertama masa transisi ini adalah pembentukan struktur Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, setelah itu dilanjutkan dengan proses peralihan tugas pengawasan bank dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan dan kemudian yang terakhir adalah acara serah terima pengawasan perbankan dari bank sentral (Bank Indonesia) kepada Otoritas Jasa Keuangan. Pada pertengahan tahun 2012, anggota sekaligus Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan terpilih dan kemudian disahkan oleh Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya Otoritas Jasa Keuangan mulai melakukan peralihan pengawasan untuk menjadi lembaga pengawas bank independen yang baru. Peralihan pengawasan tersebut dilakukan berdasarkan dengan Naskah Keputusan Bersama antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia yang ditandatangani tanggal 18 Oktober 2013 perihal Kerjasama dan Koordinasi dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas Bank

102 Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Keputusan bersama ini merupakan landasan untuk lebih memperlancar dan mengoptimalkan koordinasi pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan baik pada masa transisi maupun dalam pelaksanaan tugas di masa depan (setelah masa transisi). Selanjutnya untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Bank Indonesia 2004 dan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, maka pada hari Selasa 31 Desember 2013 Bank Indonesia yang diwakili oleh Gubernur Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan yang diwakili oleh Ketua Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan upacara penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan. Dalam upacara serah terima ini, Bank Indonesia juga menyerahkan Buku Laporan Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia di Bidang pengaturan, perizinan dan pengawasan bank sebagai gambaran pelaksanaan fungsi dan tugas pengawasan bank oleh Bank Indonesia selama ini. Acara serah terima yang diselenggarakan pada 31 Desember 2013 merupakan momentum penting dan bersejarah, karena sejak acara serah terima tersebut selesai, Otoritas Jasa Keuangan telah resmi beroperasi penuh dalam menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor perbankan. Acara serah terima tersebut merupakan langkah awal dan resmi bagi Otoritas Jasa Keuangan untuk mengemban tugas sebagai lembaga pengawas perbankan, dalam hal ini amanat Pasal 34 Undang-Undang Bank Indonesia 2004 telah terlaksana

103 bahwa pengawasan perbankan akan dialihkan kepada lembaga pengawas independen yang dibentuk dengan undang-undang (yaitu Otoritas Jasa Keuangan). Berdasarakan amanat Pasal 34 Undang-Undang Bank Indonesia 2004 dan upacara penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan yang diselenggarakan pada 31 Desember 2013, maka akibat hukum terhadap Bank Indonesia atas peralihan pengawasan perbankan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan adalah gugurnya hak dan kewajiban Bank Indonesia sebagai pengemban tugas pengawasan bank karena suatu keadaan hukum yang telah diatur/ditentukan oleh hukum. B. Efektivitas Peranan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Hal Pengawasan Perbankan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Anthony Allot mengemukakan tentang efektivitas hukum, bahwa hukum akan menjadi efektif jika tujuan keberadaan dan penerapannya dapat mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan (menghilangkan kekacauan). Hukum yang efektif secara umum dapat membuat apa yang dirancang untuk diwujudkan. Jika suatu kegagalan maka kemungkinan terjadi pembetulan secara mudah, jika terjadi keharusan untuk melaksanakan atau menerapkan hukum dalam suasana baru yang berbeda, hukum akan sanggup menyelesaikannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan itu meliputi substansi hukum, struktur, kultur, dan fasilitasnya. Norma hukum

104 dikatakan berhasil atau efektif apabila norma itu ditaati dan dilaksanakan oleh masyarakat, subyek hukum, maupun aparatur penegak hukum itu sendiri. Maksud kata ditaati dan dilaksanakan adalah bahwa norma hukum (perundang-undangan) dalam mencapai keefektifannya tidak terlepas dari suatu peranan oleh masyarakat, subyek hukum, maupun penegak hukum yang telah diatur dalam norma hukum tersebut. Berkaitan dengan peranan oleh subyek hukum, maupun penegak hukum disini adalah peranan Otoritas Jasa Keuangan (sebagai subyek hukum) dalam hal pengawasan perbankan. Peranan Otoritas Jasa Keuangan dalam hal pengawasan perbankan harus sesuai dengan tujuan dibentuknya lembaga tersebut, sebagaimana telah diamanatkan Pasal 4 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, yaitu : OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan : a. terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel; b. mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan c. mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Pada kenyataannya berdasarkan data yang diperoleh peneliti, pelaksanaan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan masih belum sesuai dengan tujuan dari amanat dalam Pasal 4 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan. Masih banyaknya kasus yang terjadi sejak dialihkannya pengawasan perbankan kepada Otoritas Jasa Keuangan, khususnya berkaitan dengan perbankan mengenai pelayanan dan perlindungan konsumen/nasabah secara tidak langsung mengartikan bahwa tujuan dibentuknya lembaga pengawas tersebut masih belum tercapai, walaupun

105 peranan Otoritas Jasa Keuangan telah dilaksanakan yakni sebagai lembaga pengawasan perbankan. Peranan Otoritas Jasa Keuangan dalam hal pengawasan perbankan harus sesuai dengan Pasal 7 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, yaitu : Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang : a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi : 1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan 2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa; b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi : 1. Likudasi, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; 2. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3. Sistem informasi debitur; 4. Pengujian kredit (credit testing); dan 5. Standar akuntansi bank; c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank meliputi : 1. Manajemen risiko; 2. Tata kelola bank; 3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan 4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan d. Pemeriksaan bank.

106 Pengawasan yang dimaksud dari Pasal 7 di atas, selanjutnya diperjelas dalam Penjelasan Pasal 7 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan 2011 yang berbunyi : Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK. Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan macroprudential, yakni pengaturan dan pengawasan selain hal yang diatur dalam pasal ini, merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK membantu Bank Indonesia untuk melakukan himbauan moral (moral suasion) kepada Perbankan. Berdasarkan bunyi Pasal 7 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan dan Penjelasan tersebut, maka peranan Otoritas Jasa Keuangan dalam hal pengawasan perbankan adalah pengawasan terhadap kelembagaan bank, kesehatan bank, aspek kehati-hatian bank, dan pemeriksaan bank. Berkaitan dengan pengawasan tersebut secara keseluruhan, telah jelaskan pada bagian sebelumnya bahwa sejak beralihnya tugas pengawasan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal 31 Desember 2013 hingga saat ini, Otoritas Jasa Keuangan sudah melaksanakan tugas pengawasan terhadap sejumlah bank (yakni sebanyak 1941 bank) 48. Pengawasan terhadap bank yang dilakukan tersebut merupakan peranan Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 7 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan mengenai pengawasan perbankan. 48 Hasil wawancara peneliti dengan Yudi, Staff Bidang Iformasi OJK, Kantor Otoritas Jasa Keuangan Regional 2 Jawa Barat, Pada Hari Senin, 14 Juli 2014, Pukul 12.45 WIB.

107 Berkaitan dengan tujuan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan dalam Pasal 4 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, kemudian pelaksanaan tugas pengawasan perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana yang ditentukanan dalam Pasal 7 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan 2011 dan berdasarkan beberapa uraian di atas mengenai teori efektivitas (apabila undang-undang bersangkutan itu dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan tujuan berarti undang-undang tersebut efektif), maka dapat dinyatakan bahwa peranan Otoritas Jasa Keuangan dalam hal pengawasan perbankan dihubungkan dengan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan 2011 belum dapat dikatakan efektif karena tujuan dari dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan tidak tercapai.