PERBANDINGAN RESAPAN BISING PANEL AKUSTIK LIMBAH BONGGOL JAGUNG DENGAN AMPAS TEBU Suranto Wahyu Nugroho 1,2, Sutrisno 1,3, Akhmad Fajar Adi 1 1. Program Studi Magister Teknik Mesin. Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta 2. Guru SMK Negeri 1 Bringin Ds. Krompol, Kec. Bringin Kab. Ngawi, Jawa Timur, Indonesia 3. Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Merdeka Madiun Abstract Acoustic panels made from bagasse is a sound absorbing material on the market. Because of limited raw materials, production of bagasse panel declined. An agricultural waste, corncobs from corn crops are abundant in number. Judging from the characteristic that is porous, it is possible to use corncobs as a sound absorbing material. In this research, the sound absorption coefficient (α) bagasse panel and corncobs-pvac composite with a thickness of 15 mm was measured in the frequency range 0-1800 Hz. Corncobs-PVAc composition was varied at 40%, 50% and 60% corncobs. Impedance tube method used to measure the sound absorption coefficient. Measurements were performed according to standard test method ASTM C384/ISO 10534 is a standard test for impedance and absorption of acoustical materials using impedance tubes and digital frequency analysis system. The results showed bagasse panel has koefisian sound absorption by an average of 0.34 at a frequency of 0-1800 Hz. While at the same frequency range as corncobs-pvac composites have sound absorption coefficient by an average of 0.45 at 60% corncobs composition. These results indicate that corncobs-pvac composite is best used as a sound absorbing material and replace acoustical bagasse panel. Keywords: composite, corncobs, bagasse, sound absorbent PENDAHULUAN Kebisingan dan getaran merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam berbagai sistem mekanik, termasuk mesin industri, peralatan rumah tangga, kendaraan dan bangunan. Biasanya hal ini akan menjadi suatu permasalahan yang cukup mengganggu. Tetapi selain dampak negatif tersebut, kebisingan dan getaran juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber sinyal untuk diagnosa mesin dan pemantauan kesehatan. Untuk mengurangi dampak negatif dari kebisingan biasanya digunakan suatu bahan penyerap suara yang dapat mengontrol suara bising. Saat ini dipasaran, bahan penyerap suara atau biasa disebut bahan akustik kebanyakan terbuat dari bahan sintetis. Dengan gencarnya kampanye stop global warming, maka akan mengubah pasar bahan akustik, dari bahan sintetis beralih ke bahan organik. Sebagaimana diketahui, proses produksi bahan sintetis memberikan kontribusi emisi karbon dioksida (kebanyakan dari pembangkit listrik dan transportasi), metana dan nitrogen dioksida yang akan semakin mempercepat pemanasan global (Jorge P. Arenas 2010). Beberapa peneliti melakukan terobosan untuk mengembangkan bahan penyerap akustik baru berbasis pemanfaatan limbah atau menggunakan serat dan partikel organik yang lebih ramah lingkungan sebagai penyerap bunyi. Agri-tek Volume 13 Nomor 2 September 2012 PERBANDINGAN RESAPAN... 28
(Lindawati Ismail 2010), meneliti koefisien absorpsi dari serat pohon aren dan mendapatkan hasil bahwa serat aren sangat baik untuk menyerap bunyi pada frekuensi 2000 Hz 5000 Hz dengan koefisien absorpsi antara 0,75 0,90, serta ketebalan optimum adalah 40 mm. (Zulkarnain 2011), melakukan penelitian pada serat sabut kelapa dan mendapatkan hasil bahwa karakteristik akustik dari serat sabut kelapa dapat dianalisa menggunakan persamaan model yang dikembangkan oleh komatsu (2008) untuk ketebalan 10-30 mm. (I Made Miasa 2004) dalam penelitiannya mengenai sifat akustik penghalang kebisingan dari kertas dan plastik, menyatakan bahwa peredam kebisingan buatan dari kertas dan plastik (termasuk didalamnya kertas dan plastik bekas) mempunyai kemampuan meredam kebisingan lebih baik daripada tanaman dengan kemampuan hambatan aliran dapat diatur. (Himawanto 2007) Semakin besar kandungan material anorganik, koefisien absorbsinya juga semakin meningkat pada frekuensi rendah. Bahan akustik organik yang ada di pasaran kebanyakan terbuat dari bahan dasar serat alam, seperti dari panel ampas tebu, bahan kayu lunak dan lain-lain. Untuk panel ampas tebu, selain mempunyai keunggulan sifat mekanik yang baik, proses produksinya juga memanfaatkan bahan limbah produksi gula. Dengan melonjaknya harga minyak untuk bahan bakar diperlukan efisiensi di pabrik gula, salah satunya dengan memanfaatkan ampas tebu sebagai bahan bakar. Hal ini menyebabkan produksi panel ampas tebu sebagai bahan akustik semakin menurun. Untuk itu maka diperlukan bahan organik lain yang dapat digunakan sebagai bahan akustik. Salah satu kriteria bahan akustik adalah berpori. Semakin banyak poripori pada suatu material maka penyerapan bunyi akan semakin efisien, karena dengan pori-pori tersebut energi bunyi yang diterima akan diubah menjadi energi panas melalui gesekan dengan molekul udara. Selain itu ketebalan lapisan bahan penyerap juga akan mempengaruhi efisiensi penyerapan suara. Pada frekuensi yang tinggi, semakin tebal lapisan bahan penyerap maka penyerapan bunyi akan semakin efektif (Jorge P. Arenas 2010). Salah satu bahan organik yang sangat mungkin digunakan sebagai bahan akustik adalah bonggol jagung. Produksi jagung nasional dari tahun ke tahun semakin meningkat. Sesuai data dari Sekretaris Negara Republik Indonesia, pada tahun 2009 produksi jagung nasional sebesar 19,76 juta ton pipilan kering (PK), tahun 2010 sebesar 19,80 juta ton, dan pada tahun 2011 sebesar 22 juta ton PK. Dari panen jagung nasional tersebut dihasilkan limbah berupa bonggol jagung yang selama ini hanya digunakan sebagai campuran pakan ternak dan bahan bakar. Dilihat dari fisiknya, bonggol jagung berpori banyak dan ringan, sehingga sangat mungkin untuk dikembangkan sebagai bahan akustik. Untuk itu, bonggol jagung sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut sebagai bahan akustik Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bidang teknologi bahan akustik yang memanfaatkan limbah organik, serta untuk mengurangi dampak negatif pemanasan global dan bersifat ramah lingkungan. Selain itu diharapkan juga dapat meningkatkan nilai ekonomis dari bonggol jagung dengan menggantikan peran panel ampas tebu sebagai material penyerap suara. Metodologi Penelitian Bahan 1. Bonggol jagung (BJ) 2. Lem putih (PVAc) 3. Panel ampas tebu Peralatan 1. Alat pencacah (crushing machine) sederhana Agri-tek Volume 13 Nomor 2 September 2012 PERBANDINGAN RESAPAN... 29
2. Ayakan (sieving) mesh 10 dan mesh 16 3. Neraca digital 4. Oven pengering 5. Mixing 6. Cetakan 7. Mesin hot pres 8. Satu set alat uji karakteristik akustik model tabung impedansi tipe 4002 dari Bruel & Kjaer yang berada di Laboratorium Akustik dan Getaran Mekanis Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin dan Industri universitas Gadjah Mada Yogyakarta Gambar 1. Diagram alir penelitian Pembuatan Spesimen Panel ampas tebu Panel ampas tebu dengan ketebalan 15 mmm dipotong untuk spesimen uji serap bising sesuai standar ASTM C384/ISO 10534 dengan diameter 100 mm Agri-tek Volume 13 Nomor 2 September 2012 PERBANDINGAN RESAPAN... 30
Gambar 2. Spesimen panel ampas tebu Panel bonggol jagung-pvac (BJ- PVAc) Pembuatan panel BJ-PVAc dengan variasi komposisi 40%, 50%, 60% BJ dengan ketebalan 15 mm. Dilakukan secara hand lay up dimana bonggol jagung di crushing kemudian di ayak lolos mesh 10 tidak lolos mesh 16, kemudian di oven kering tanur. Setelah itu berdasarkan variasi komposisi BJ-PVAc dilakukan proses mixing. Selanjutnya campuran BJ- PVAc dituang kedalam cetakan dicetak menggunakan hot press. a b c Gambar 3. Spesimen panel Bonggol jagung-pvac (a) 40 % BJ; (b) 50 % BJ, (c) 60 % BJ Pengujian Uji karakteristik akustik Untuk mengetahui karakteristik akustik panel ampas tebu dan komposit bonggol jagung-pvac dilakukan pengujian karakteristik akustik berdasarkan ASTM C384/ISO 10534 Gambar 4. Alat uji karakteristik akustik tabung impedansi tipe 4002 Agri-tek Volume 13 Nomor 2 September 2012 PERBANDINGAN RESAPAN... 31
Pengujian yang dilakukan di laboratorium akustik dan getaran mekanis Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menggunakan alat uji uji karakteristik akustik tabung impedansi tipe 4002. Pada cara ini, bahan diletakkan di salah satu ujung tabung, dan sumber suara di ujung yang lain. Sebuah. Selanjutnya nilai n digunakan untuk mengukur harga koefisien serap bahan (α). Koefisien serap yang diukur dalam hal ini adalah koefisien serap arah tegak lurus bahan. Nilai α berkisar dari 0 sampai 1. Jika α. mikropon yang dihubungkan dengan komputer diletakkan diantaranya (dalam konfigurasi 1 garis atau berhadapan) kemudian digerakkan sepanjang lintasan tabung untuk mendapatkan tekanan suara maksimal (P max ) dan minimal (P min ) pada masing-masing frekuensi. Dari hasil pengukuran didapatkan nilai n dari perbandingan P max dan P min n = P max P min... (1) bernilai 0, artinya tidak ada bunyi yang diserap sedangkan jika α bernilai 1, artinya 100% bunyi yang datang diserap oleh bahan (Ainie Khuriati 2006) n - 1 α = 1 - ( ) 2 n + 1...(2) Dari hasil pengujian diketahui koefisien penyerapann suara dari panel ampas tebu dan komposit bonggol jagung-pvac. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik akustik panel ampas tebu Hasil pengukuran menunjukkan panel ampas tebu memiliki koefisiensi penyerapan suara optimum pada frekuensi 500 hz sebesar 0,38 dan penyerapan suara minimum pada frekuensi 1000 hz sebesar 0,27. Ratarata koefisien penyerapan suara panel ampas tebu pada frekuensi 0 1800 hz adalah 0,34. (gambar 5) Gambar 5. Koefisien penyerapan suara panel ampas tebu Agri-tek Volume 13 Nomor 2 September 2012 PERBANDINGAN RESAPAN... 32
Karakteristik akustik komposit bonggol jagung-pvac Dari 3 sampel yang telah dibuat masing-masing dengan komposisi yang berbeda yaitu 40 %, 50 % dan 60 % BJ, didapatkan hasil pada gambar 6. Padaa komposisi 60 % BJ, koefisien penyerapan suara optimum pada frekuensi 1800 hz sebesar 0,8. Koefisien penyerapan suara minimum padaa frekuensi 750 hz sebesar 0,27. Koefisien penyerapan suara rata-rata 0,45 pada frekuensi 0 1800 hz. Setelah itu, pada komposisi 50 % BJ, koefisien penyerapan suara optimum didapatkan pada frekuensi 1800 hz sebesar 0,53. Koefisien penyerapan suara minimum padaa frekuensi 750 hz sebesar 0,33. Koefisien penyerapan suara rata-rata 0,41 pada frekuensi 0 1800 hz. Sedangkan untuk komposisi 40 % BJ, koefisien penyerapan suara optimum didapatkan pada frekuensi 1800 hz sebesar 0,63. Koefisien penyerapan suara minimum pada frekuensi 500 hz sebesar 0,3. Koefisien penyerapan suara rata-rata 0,44 pada frekuensi 0 1800 hz. Hasil ini menunjukkan bahwa menunjukkan komposit bonggol jagung-pvac di semua komposisi memiliki koefisien penyerapan suara yang cukup baik yaitu rata-rata sebesar 0,43 pada frekuensi 0 1800 hz. Gambar 6. Koefisien penyerapan suara komposit bonggol jagung-pvac Perbandingan karakteristik akustik panel ampas tebu dengan komposit bonggol jagung-pvac. Dari kedua hasil pengukuran koefisiensi penyerapan suara di atas, didapatkan hasil bahwa pada rentang frekuensi yang sama sebesar 0 1800 hz rata- rata koefisiensi penyerapan suara komposit bonggol jagung-pvac sebesar 0,43 lebih tinggi daripada rata-rata koefisiensi penyerapan suara panel ampas tebu sebesar 0,34.(gambar 7) Gambar 7. Koefisien penyerapan suara komposit bonggol jagung-pvac dan panel ampas tebu Agri-tek Volume 13 Nomor 2 September 2012 PERBANDINGAN RESAPAN... 33
KESIMPULAN 1. Panel ampas tebu dengan ketebalan 15 mm memiliki koefisien penyerapan suara rata-rata 0,34 pada frekuensi 0 1800 hz 2. Komposit bonggol jagung-pvac dengan tebal 15 mm pada setiap komposisi memiliki koefisien penyerapan suara rata-rata 0,43 pada frekuensi 0 1800 hz 3. Koefisien penyerapan suara ratarata optimum dimiliki oleh komposit bonggol jagung-pvac pada komposisi 60 % BJ sebesar 0,45. 4. Komposit bonggol jagung-pvac sangat baik untuk menggantikan panel ampas tebu sebagai material penyerap suara pada frekuensi 0 1800 hz. penyerap bunyi." Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3 DAFTAR PUSTAKA Ainie Khuriati, E. K., dan Muhammad Nur (2006). "Disain Peredam Suara Berbahan Dasar Sabut Kelapa dan Pengukuran Koefisien Penyerapan Bunyinya." Berkala Fisika 9(1): 15-25. Himawanto, D. A. (2007). "Karakteristik panel akustik sampah kota pada frekuensi rendah dan frekuensi tinggi akibat variasi kadar bahan anorganik." JURNAL TEKNIK GELAGAR 18(01): 19-24. I Made Miasa, R. S. (2004). "Penelitian Sifat-Sifat Akustik dari Bahan Kertas dan Plastik Sebagai Penghalang Kebisingan." Media Teknik(No. 1 Tahun XXVI): 68-71. Jorge P. Arenas, M. J. C. (2010). "Recent Trends in Porous Sound- Absorbing Materials." Sound & Vibration/July 2010 Lindawati Ismail, M. I. G., Shahruddin Mahzan, Ahmad Mujahid Ahmad Zaidi (2010). "Sound Absorption of Arenga Pinnata Natural Fiber " World Academy of Science, Engineering and Technology 67. Zulkarnain (2011). "Pengurangan tingkat kebisingan dengan menggunakan serat sabut kelapa digunakan sebagai bahan Agri-tek Volume 13 Nomor 2 September 2012 PERBANDINGAN RESAPAN... 34