BAB I PENDAHULUAN. melekat dan menjadi predikat baru bagi Negara Indonesia. Dalam pandangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina. terjadi dikalangan masyarakat pada umumnya.

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

BAB I PENDAHULUAN. moderen demi menunjang dan mempermudah kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

BAB I PENDAHULUAN. orang migrasi ke kota untuk bekerja. Adanya migrasi ke kota membawa

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak dalam

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. mencari nafkah. Hal ini yang mendorong munculnya paktek perdagangan

SANKSI PIDANA SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN HUMAN TRAFFICKING DI DUNIA MAYA

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1.

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

LATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seperti yang kita ketahui, semua Negara pasti mempunyai peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan Orang khususnya perempuan dan anak kembali ramai

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang. berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin

BAB III PENUTUP. diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Perlindungan hukum terhadap perempuan korban trafficking dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

I. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dengan manusia yang lain. Pengertian anak menurut Anwar Riksono adalah :

STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN MANUSIA DALAM KUHP DAN UU RI NO 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB I PENDAHULUAN. rapi dan sangat rahasia keberadaannya. 2

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang dihadapi bangsa Indonesia pada saat ini. Kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, sejak dalam kandungan sampai dilahirkan anak. mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat perlindungan baik

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni

UPAYA PENANGGULANGAN PERDAGANGAN TENAGA KERJA (TRAFFICKING IN PERSON FOR LABOR) DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang mengintegrasikan bagian-bagian masyarakat dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. bisa dilakukan secara merata ke daerah-daerah, khususnya di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. berkompetensi dan memiliki dedikasi tinggi pada Pancasila dan Undang. Negara. Pegawai Negeri merupakan tulang punggung Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk di Indonesia berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini banyak ditemukan tindak pidana atau kejahatan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 "... yang melindungi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Di masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Trafficking merupakan sebuah istilah yang belum dipahami sepenuhnya oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Namun demikian, istilah ini telah melekat dan menjadi predikat baru bagi Negara Indonesia. Dalam pandangan internasional, negara yang dikenal dengan keramahtamahannya ini, dicap sebagai salah satu negara yang tidak serius dalam menegakan hukum terhadap tindak pidana ini. Secara sederhana, trafficking, atau yang dalam istilah Indonesia dikenal dengan sebutan perdagangan manusia atau perdagangan orang ini adalah sebuah tindakan di mana sesorang atau sekelompok orang memanfaatkan dan mengekploitasi seseorang lainnya dengan tidak berperikemanusiaan. Dalam kegiatan tersebut korban diperlakukan seperti barang dagangan yang dapat dibeli, dijual, dipindahkan, dan dijual kembali serta dirampas hak-hak asasinya. Bentuk dari perdagangan manusia tersebut sangat beraneka ragam dan/atau digunakan untuk berbagai tujuan, di antaranya: 1 1. Buruh Migran 2. Pembantu Rumah Tangga 3. Pekerja Seks Komersial (PSK) 1 http://www.osdir.com., Narwasty Vike Karundeng, Sosialisasi Penyadaran Isu Trafiking: Apa Itu Trafiking, diakses pada Jumat, 4 September 2009, pukul 15.45 WIB. 1

2 4. Perbudakan berkedok pernikahan dan pengantin pesanan, serta 5. Bentuk-bentuk eksploitasi dan perdagangan lainnya yang berupa buruh ijon, pekerja jermal, anak jalanan, perkebunan/industri rumah tangga, adopsi, perdagangan narkoba internasional dan pekerja hiburan. Bahkan, dalam beberapa kasus di Indonesia korban-korban trafficking ini sering kali digunakan untuk tujuan eksploitasi seksual misalnya dalam bentuk pelacuran dan phedophilia, serta bekerja pada tempat-tempat kasar yang memberikan gaji rendah. 2 Sedangkan dilihat dari korbannya, kebanyakan korban dari kegiatan trafficking ini adalah anak-anak dan perempuan berusia muda. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah mengeksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Dampak dari hal tersebut adalah hilangnya hak-hak asasi seseorang, sehingga tindakan ini digolongkan sebagai tindakan tidak berkeperimanusiaan dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). 3 Dalam prespektif HAM, setiap orang memiliki hak asasi untuk memilih pekerjaan, hak penghidupan yang layak, dan hak-hak lainnya. Bagi pelaku trafficking kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang menguntungkan, dimana mereka dapat memperoleh keuntungan yang menjanjikan dengan cara yang mudah. Departemen Luar Negeri Amerika Sarikat (AS) dalam sebuah laporan hasil penelitian yang pernah dilakukannya 2 http://www.menegpp.go.id., Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Kekerasan dan Perdagangan Perempuan dan Anak (Trafficking), diakses pada Kamis, 27 Agustus 2009, pukul 16.30 WIB. 3 http://www.kompas.com., Zoemrotin, Perdagangan Manusia, Pelanggaran HAM Paling Rawan, diakses pada Selasa, 1 September 2009, pukul 14.55 WIB.

3 dan dipublikasikan tanggal 12 juni 2001 saja menyebutkan bahwa perputaran uang yang beredar dalam kegiatan ini mencapai milyaran dollar pertahunnya. 4 Di balik angka dan keuntungan yang menggiurkan tersebut, tindakan dan kegiatan trafficking sesungguhnya merupakan sebuah tindakan yang tidak beradab dan sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan (hak asasi manusia), karena menusia merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang paling mulia yang memiliki hak asasi dan nilai kemanusiaan, bukan sebagai objek (benda) yang dapat diperjual-belikan dan dihinakan. Oleh sebab itulah tindakan ini diketegorikan sebagai tindak pidana yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. 5 Negara Indonesia sebagai negara hukum mengakui hak asasi manusia manusia, sebagaimana disebutkan dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyebutkan bahwa kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus segera dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan keadilan. Selanjutnya, atas pengakuan tersebut, negara (pemerintah) Indonesia memiliki kewajiban menjamin dan melindungi warga negaranya, sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945, tentang tujuan bernegara kita yang menyebutkan:. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial 4 ibid. 5 Irwanto Fentiny Nugroho dan Johan Debora Imelda, 2001, Perdagangan Anak di Indonesia, International Labour Office, Jakarta, hlm. 39.

4 Hal inilah yang kemudian menjadi perhatian serius dan mendorong Pemerintah Indonesia untuk membuat peraturan dan ketentuan untuk menanggulangi tindak pidana ini, salah satunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU No.21 Tahun 2007 atau UU PTPPO). Dalam Pasal 1 angka 1 UU No.21 Tahun 2007, Perdagangan orang didefinisikan sebagai : Tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. ini, yaitu : 6 Dari pengertian tersebut ada empat hal atau sifat dasar dari trafficking 1. Bersifat manipulatif atau penyalahgunaan, yaitu penyimpangan dari rencana semula atau dari hal yang diinformasikan kepada korban. Misalnya pada saat membujuk dikatakan akan diberikan pekerjaan layak tetapi pada kenyataannya dijadikan budak, dieksploitasi, dipekerjakan pada pekerjaan buruk, dijadikan obyek transplantasi, dan sebagainya. 2. Ada transaksi, dalam trafficking terjadi transaksi uang antara calo, penjual dan pembeli/pemakai. 6 http://satreskrimkng.blogspot.com., Melawan Trafficking, diakses pada Sabtu 29 Agustus 2009, pukul 13.30 WIB.

5 3. Tidak mengerti, yakni korban pada umumnya tidak mengerti bahwa ia akan menjadi korban dari tindak pidana trafficking, karena ketika akan bermigrasi dalam niatnya akan mencari pekerjaan atau tujuan lainnya yang tidak ada hubungan dengan sindikat tindak pidana, dan 4. Ada migrasi, yaitu perpindahan korban yang melampaui batas negara atau batas wilayah. Karena faktor jarak dan melampaui batas-batas administrasi, maka trafficking biasanya dilakukan oleh sebuah sindikat. Dewasa ini Indonesia telah memiliki perangkat hukum dalam penegakan trafficking, namun hal tersebut belum menyurutkan penilaian dunia internasional terhadap Indonesia. Salah satu alasannya adalah belum maksimalnya penegakan hukum yang dilakukan terhadap tindak pidana ini. Beberapa pihak bahkan menyoroti lemahnya penegakan hukum dan menilai Indonesia (pemerintah) belum serius dalam menegakan hukum terhadap tindak pidana trafficking. Oleh sebab itulah, pemerintah memberikan perhatian yang serius terhadap penegakan hukum tindak pidana ini. Kepolisian sebagai institusi penegak hukum memiliki peranan dan arti penting dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana trafficking ini. terlebih lagi, tindak pidana ini merupakan salah satu dari 7 (tujuh) prioritas utama Kepala Kepolisian Republik Indonesia, disamping pemberantasan perjudian, kejahatan narkotika dan sejenisnya, penanggulangan terorisme, kejahatan yang berpotensi merugikan kekayaan negara (korupsi, illegal logging, fishing dan mining), kejahatan jalanan serta kejahatan premanisme dan anarkisme.

6 Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Mabes Polri) mencatat setidaknya, tahun 1999 hingga Desember 2007 terdapat 514 kasus trafficking. 7 Data-data tersebut mengungkap jumlah yang jauh lebih kecil dari jumlah sebenarnya karena kasus trafficking merupakan fenomena gunung es, artinya kasus yang nampak di permukaan hanya kasus-kasus yang dilaporkan, namun kasus sebenarnya jauh lebih besar Hal ini disebabkan karena tidak semua korban berani melapor dengan berbagai sebab, misalnya alasan aib dan tidak mau memperpanjang masalah. Kasus perdagangan perempuan dan anak biasanya baru terbongkar jika ada laporan dari keluarga korban yang merasa kehilangan kontak maupun meninggal. 8 Secara nasional, di Indonesia ada beberapa beberapa wilayah yang rentan terhadap terjadinya tindak pidana trafficking ini. Indikator terhadap hal tersebut dapat dilihat dari besarnya jumlah korban dalam wilayah-wilayah tersebut, yakni Propinsi Jawa Barat (720 korban), Kalimantan Barat (711 korban), Jawa Timur (418 korban), Jawa Tengah (371 korban), Sumatera Utara (230 korban), Nusa Tenggara Barat (228 orang) dan Lampung (167 korban). Di Propinsi Jawa Tengah, wilayah yang paling rentah terhadap terjadinya tindak pidana trafficking ini adalah Kabupaten Cilacap. Jumlah kasus trafficking yang terungkap di wilayah tersebut adalah sebanyak 13 kasus 7 http://www.kompas, CM Rien Kuntari dan Khairina, Perdagangan Manusia, diakses pada Kamis, 3 September 2009, pukul 12.55 WIB. 8 http://www.suaramerdeka.com, Ani Purwanti, Sanksi Hukum Terhadap Trafficking, diakses pada Selasa, 1 September 2009, pukul 14.55 WIB.

7 dan merupakan angka yang tertinggi di Propinsi Jawa Tengah. Jumlah ini, menurut ketua Forum Perlindungan Anak Cilacap, Sani Ariyanto, terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut tentu menjadi tugas berat bagi jajaran aparat Kepolisian Polres Cilacap untuk memberantas dan menangani tindak pidana ini. Bagi penulis permasalahan ini menarik dan patut untuk diteliti lebih jauh. Oleh sebab itulah penulis melakukan penelitian untuk tujuan penulisan hukum dengan judul: PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA TRAFFICKING DI WILAYAH HUKUM POLRES CILACAP. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut, yaitu: 1. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap tindak pidana trafficking di wilayah hukum Polres Cilacap? 2. Kendala apakah yang dihadapi oleh aparat kepolisian dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana trafficking di wilayah hukum Polres Cilacap? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap tindak pidana trafficking di wilayah hukum Polres Cilacap.

8 2. Kendala yang dihadapi oleh aparat kepolisian dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana trafficking di wilayah hukum Polres Cilacap. D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, khususnya hukum pidana. 2. Praktis Selain manfaat tersebut, penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat dalam penegakan hukum terhadap tidak pidana trafficking, khususnya bagi aparat penegak hukum (kepolisian) dan masyarakat pada umumnya. E. Keaslian Penelitian Penelitian berjudul: Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Trafficking (Studi Kasus Pada Wilayah Hukum Polres Cilacap) ini, sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan oleh pihak lain di Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, sehingga penelitian ini merupakan penelitian asli dan bukan merupakan pengulangan terhadap penelitian yang pernah ada (duplikasi). Namun demikian, apabila terdapat kesamaan dalam beberapa aspek atau terhadap tema ini, maka penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur pelengkap dan/atau pembanding bagi pihak-pihak yang

9 membutuhkan pengetahuan mengenai penanggulangan tindak pidana trafficking di wilayah hukum Polres Cilacap. F. Batasan Konsep Penegakan hukum, menurut Jimly Asshiddiqie adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubunganhubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 9 Ditinjau dari subyeknya, penegakan hukum dapat diartikan secara sempit dan dalam arti yang luas. Dalam arti yang luas subjek penegakan hukum dapat diartikan sebagai upaya penegakan hukum yang melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Artinya siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Sedangkan dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegak hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum, misalnya Polisi, hakim, jaksa dan pihak-pihak lainnya yang diberikan kewenangan oleh hukum, termasuk kewenangan untuk menggunakan daya paksa apabila diperlukan. Objek penegakan hukum juga memiliki dua pengertian yang mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, (objek) penegakan hukum itu 9 http://www.legalitas.org., Jimly Asshiddiqie, Penegakan Hukum, diakses pada Sabtu 5 September 2009, pukul 18.30 WIB.

10 mencakup nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam pengertian ini penegakan hukum dapat diartikan sebagai kongkritisasi nilainilai, asas-asas dan norma-norma hukum yang bersifat abstrak menjadi kongkrit terhadap peristiwa kongkrit Dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu, penerjemahan perkataan law enforcement ke dalam bahasa Indonesia dalam menggunakan perkataan penegakan hukum dalam arti luas, dan dapat pula digunakan istilah penegakan peraturan dalam arti sempit. 10 Dalam penelitian ini subjek penegakan hukum yang dimaksud adalah aparatur penegak hukum, yakni jajaran aparat Kepolisian Resort Cilacap. Sedangkan objek penegakan hukumnya adalah objek dalam arti sempit, yaitu peraturan hukum yang formal dan tertulis, yakni UU No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Perdagangan Orang, atau lebih dikenal dengan istilah trafficking. Trafficking menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang 10 ibid.

11 kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. 11 Dalam penelitian ini, trafficking tidak ditujukan pada suatu perbuatan atau untuk tertentu, atau trafficking secara umum. Namun tindakan-tindakan yang dimaksud memenuhi unsur atau dikategorikan sebagai tindak pidana perdagangan orang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan di atas. Lapian dan Geru, memberikan gambaran yang lebih konkret dan luas dengan menyebut trafficking sebagai perdagangan illegal manusia. Perdagangan manusia ini erat kaitannya dengan perbudakan dan tindakan serupa perbudakan yang sudah dilarang di seluruh dunia, sehingga dapat dikatakan bahwa trafficking adalah perbudakan di zaman modern. 12 Sedangkan yang dimaksud dengan Polres Cilacap adalah salah satu wilayah hukum dan unit kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) di Propinsi Jawa Tengah. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian tentang Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Trafficking (Studi Kasus Pada Wilayah Hukum Polres Cilacap) merupakan 11 Pasal 1 angka 1 UU No.21 Tahun 2007 12 L.W. Lapian dan Geru. 2006, Trafiking Perempuan dan Anak, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hlm. 46.

12 penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang didasarkan pada penelitian kepustakaan guna memperoleh data sekunder di bidang hukum. 13 2. Sumber data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan terhadap bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian. Bahan pustaka ini disebut dengan bahan hukum, yang terdiri bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. 14 a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat. 15 Dalam penelitian ini bahan hukum primer berupa: 1) Undang-Undang Dasar 1945 2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia 4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 5) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 13 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan keenam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 13. 14 ibid., hlm. 33-34. 15 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan ketiga, UI Press, Jakarta, hlm. 52.

13 b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya hasil-hasil penelitian, rancangan undang-undang, hasil karya dari kalangan hukum, dan sebaginya. 16 c. Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 17 Dalam penelitian ini bahan hukum tersier yang digunakan adalah: 1) Kamus Bahasa Indonesia 2) Kamus Bahasa Inggris 3) Kamus Hukum 3. Metode pengumpulan data Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi pustaka, yakni dengan cara mempelajari bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. 4. Metode analisis Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan mengkaji data yang telah dikumpulkan dan disusun 16 ibid. 17 ibid.

14 secara sistematis, sehingga dari hal tersebut diperoleh gambaran mengenai masalah atau keadaan yang diteliti. 18 Selanjutnya untuk menyimpulkan hal tersebut digunakan metode berpikir induktif, yaitu cara berpikir yang berangkat dari pengetahuan atau bertitik tolak pada pengetahuan yang khusus, untuk kemudian ditarik kesimpulan secara umum. H. Sistematika Penulisan Hukum Bab I : Pendahuluan Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum. Bab II : Penegakan Hukum Tindak Pidana Trafficking Bab ini berisi tinjauan tentang penegakan hukum, yang terdiri dari pengertian penegakan hukum, subjek dan objek penegak hukum, kepolisian sebagai aparat penegak hukum dan tinjauan tentang tindak pidana trafficking, yang terdiri dari pengertian trafficking, bentuk-bentuk trafficking, pengaturan trafficking di Indonesia serta penegakan hukum terhadap tindak pidana trafficking di wilayah hukum Polres Cilacap dan kendala yang 18 Soerjono Soekanto, op.cit., hlm. 250.

15 dihadapi oleh aparat kepolisian dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana trafficking di wilayah hukum Polres Cilacap. Bab III : Penutup Bab ini berisi kesimpulan dan saran.