BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Visi dan misi bangsa Indonesia tentang pendidikan ditetapkan secara sungguh-sungguh dan terlihat jelas dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang antara lain menyebutkan Untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Pernyataan tersebut selanjutnya dijabarkan oleh pemerintah dalam Undang-Undang pasal 3 nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang berbunyi: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis. 2 Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang berintikan interaksi antara peserta didik dengan para pendidik serta berbagai sumber pendidikan. 3 Pendidikan merupakan faktor penting dalam pembangunan bangsa dan negara. Oleh karena 2 Undang-Undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional), (UU RI No. 20 Th. 2003), (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 7 3 Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya, 2008), hal. 24 1
2 itu, dunia pendidikan dituntut untuk terus berkembang dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, agar tercipta generasi bangsa yang kompetitif dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesuksesan suatu penyelenggaraan pendidikan yaitu kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Pembelajaran adalah usaha sadar yang dilakukan oleh guru atau pendidik untuk membuat siswa atau peserta didik belajar (mengubah tingkah laku untuk mendapatkan kemampuan baru) yang berisi suatu sistem atau rancangan untuk mencapai suatu tujuan. 4 Kegiatan pembelajaran pada dasarnya dilakukan adalah untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus mampu mewujudkan perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Telah banyak dilakukan upaya agar proses pembelajaran di sekolahsekolah semakin membaik. Namun, dalam pelaksanaannya proses pembelajaran belum berjalan efektif, sehingga siswa belum mampu mengoptimalkan potensi diri mereka sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Idealnya siswa dituntut ikut terlibat langsung dalam proses pembelajaran dan mampu menemukan sendiri konsep dari suatu pelajaran. Namun, dalam prosesnya siswa belum banyak dilibatkan oleh guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga mereka belum mampu mendapatkan hasil belajar yang memuaskan. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 37 ayat 1 ditegaskan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah 4 Khanifatul, Pembelajaran Inovatif: Strategi Mengelola Kelas Secara Efektif dan Menyenangkan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hal. 14
3 wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal. 5 Hal ini jelas memberikan kedudukan atau status yang jelas terhadap matematika sebagai salah satu muatan wajib dalam kurikulum nasional. Selain itu, dengan adanya undang-undang ini keberadaan matematika semakin jelas dan diakui, hanya saja yang menjadi persoalan adalah apakah setiap siswa benar-benar memahami akan pentingnya matematika yang memang dijadikan sebagai salah satu muatan wajib pada jenjang pendidikan di Indonesia. Allah SWT akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu, sesuai dengan firman-nya: 6 Artinya:...Dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadillah ayat 11) Ayat tersebut menjelaskan keutamaan orang-orang beriman dan berilmu pengetahuan. Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang beriman dan berilmu pengetahuan akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT. Orang beriman adalah 5 Undang-Undang Sisdiknas..., hal. 25 6 Al Qur an Al Karim..., hal. 434
4 orang yang paling mulia dihadapan Allah SWT, dikarenakan kepatuhannya kepada-nya. Sedangkan orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas akan dihormati oleh orang lain karena kemampuannya melakukan atau mengelola sesuatu yang terjadi dalam kehidupan ini. Ini artinya tingkatan orang yang beriman dan berilmu lebih tinggi di banding orang yang tidak beriman dan tidak berilmu. Akan tetapi apabila orang yang beriman tetapi tidak berilmu maka orang tersebut akan lemah. Hal ini dikarenakan, salah satu wujud atau bukti seseorang beriman apabila ia dapat melakukan amal saleh/amal yang bermanfaat bagi sesama. Untuk dapat melakukan hal itu diperlukannya Ilmu Pengetahuan. Begitu juga sebaliknya, apabila orang yang berilmu tetapi tidak beriman maka orang tersebut akan tersesat. Karena ilmu yang dimiliki bisa jadi tidak untuk kebaikan sesama. Sebab ilmu tanpa didasari iman dapat mengantarkan manusia ke arah kebathilan/kesesatan dikarenakan tidak adanya pedoman/arah yang benar. Pendidikan di Indonesia mengenal tiga jenjang pendidikan, yaitu pendidikan dasar (SD/MI/Paket A dan SMP/MTs/Paket B), pendidikan menengah (SMA, SMK), dan pendidikan tinggi. 7 Pada jenjang pendidikan SMK terdapat mata pelajaran Matematika. Matematika adalah pengetahuan atau ilmu mengenai logika dan problemproblem numerik. Matematika membahas fakta-fakta dan hubunganhubungannya, serta membahas problem ruang dan waktu. 8 Matematika mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini yang membuat matematika perlu ditanamkan 7 Putrinet, Jenjang Pendidikan, http Jigsaw://putrinet.wordpress.com/jenjang/, diakses tanggal 09 Desember 2015, pukul 13.36 WIB 8 Abdul Halim Fathani, Matematika: Hakikat & Logika, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hal. 24
5 sejak dini pada anak. Matematika merupakan sebuah ilmu pasti yang memang selama ini menjadi induk dari segala ilmu pengetahuan yang lainnya, oleh karena itu seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi manusia selalu tidak terlepas dari unsur matematika ini. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat memerlukan pemahaman yang kuat begitu juga pada materi matriks. Matriks merupakan salah satu materi matematika yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Materi matriks merupakan materi yang lebih mudah dipahami siswa apabila siswa belajar secara berkelompok dan diskusi. Dalam materi matriks juga diperlukan pembelajaran yang mampu mengeksplore kemampuan siswa untuk memecahkan masalah terutama pada operasi penjumlahan dan pengurangan. Selain itu dibutuhkan pula pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan bekerja sama pada siswa, sehingga siswa dapat berbagi pengetahuan tentang materi yang dipelajari kepada siswa yang lainnya. Kondisi di lapangan menunjukan fakta yang tidak menggembirakan. Para siswa khususnya siswa sekolah menengah sering mengeluh jika dihadapkan pada mata pelajaran matematika karena bagi mereka merupakan mata pelajaran yang menakutkan karena berhubungan dengan angka-angka dan rumus-rumus yang harus di hafal. Hal ini berarti bahwa matematika kurang diminati oleh siswa sehingga berdampak terhadap rendahnya hasil belajar matematika. Rendahnya hasil belajar matematika di sekolah disebabkan oleh cara pengajaran guru dalam pembelajaran, seperti guru lebih dominan dalam proses pembelajaran, belum ada kerja kelompok dan hanya sebagian siswa yang
6 memperhatikan penjelasan guru. Hal ini yang membuat siswa kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Kurangnya keaktifan siswa ditunjukkan rendahnya frekuensi siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan kurangnya kemampuan siswa menerapkan rumus-rumus dalam menyelesaikan soal-soal atau permasalahan matematika. Oleh sebab itu, guru sebagai pendidik perlu berusaha memilih model pembelajaran yang cocok agar dapat merubah pendapat umum bahwa matematika itu sulit untuk dipelajari. Pembelajaran berpedoman pada kurikulum tertentu sesuai tuntutan lembaga penyelenggara pendidikan dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum operasional yang dilaksanakan setiap satuan pendidikan saat ini. Penyususan KTSP memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar sesuai standar isi yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. 9 Dengan demikian guru dituntut untuk mandiri dan kreatif dalam mengelola pembelajaran termasuk penggunaan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Selain itu guru juga harus mampu untuk memperbaiki permasalahan yang timbul dalam proses pembelajaran. 9 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Sebuah Panduan Praktis), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 22
7 Pada masa sekarang siswa harus ikut dilibatkan dalam proses pembelajaran agar mereka dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki, dapat menemukan sendiri konsep suatu pelajaran, dan mereka terbentuk menjadi lulusan yang berkualitas yang aktif dan memiliki keunggulan kompetitif serta komparatif. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan kegiataan belajar kelompok. Namun, dalam prosesnya kegiatan belajar kelompok yang dilakukan hanya sekedar untuk menyelesaikan tugas saja sedangkan aktivitas, kerja sama, dan tanggungjawab setiap anggotanya tidak secara optimal dapat tercapai. Oleh karena itu, dibutuhkan usaha untuk meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa dengan menambah variasi model pembelajaran berkelompok yang menarik atau menyenangkan, melibatkan siswa, meningkatkan aktivitas, kerja sama, dan tanggungjawab siswa. Model pembelajaran di kelas yang dapat menciptakan kondisi tersebut adalah dengan membuat kelompok-kelompok kecil yang diharapkan berdiskusi, bertanya dan bekerja sama dengan siswa lainnya mengenai suatu pelajaran serta dapat mempresentasikannya. Dengan belajar kelompok dan saling mendukung antar anggota kelompok akan membuat semangat siswa bangkit serta membuat siswa lebih aktif dalam belajar. Dari gambaran tersebut, model pembelajaran yang sesuai dalam proses pembelajaran adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah suatu aktivitas pembelajaran yang menggunakan pola belajar siswa berkelompok untuk menjalin kerja sama dan saling ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan,
8 dan hadiah. 10 Hasil belajar yang diperoleh Cooperative Learning tidak hanya berupa nilai-nilai akademis saja, tetapi juga nilai-nilai moral dan budi pekerti berupa rasa tanggungjawab pribadi, rasa saling menghargai, saling membutuhkan, saling memberi, dan saling menghormati keberadaan orang lain di sekitar kita. 11 Pembelajaran kooperatif bukanlah gagasan baru dalam dunia pendidikan, tetapi sebelum masa belakangan ini, metode ini hanya digunakan oleh beberapa guru untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti tugas-tugas atau laporan kelompok tertentu. Namun demikian, penelitian selama dua puluh tahun terakhir ini telah mengidentifikasi metode pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan secara efektif pada setiap tingkatan kelas dan untuk mengajarkan berbagai macam mata pelajaran. 12 Pada pembelajaran kooperatif siswa percaya bahwa keberhasilan mereka akan tercapai jika setiap anggota kelompoknya berhasil. Ada berbagai jenis model pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan Jigsaw. Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran lainnya tipe Numbered Head Together (NHT) memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yaitu dapat menghilangkan kesenjangan antara siswa yang pintar dengan yang kurang pintar karena setiap siswa termotivasi untuk menguasai materi yang diberikan oleh guru. Selain itu model pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk bertanggungjawab terhadap diri mereka masing-masing. Begitu pula dengan tipe Jigsaw yang 10 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 208 11 Muhammad Thobroni & Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran (Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional), (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hal. 287 12 Robert A. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2010), hal. 4
9 memberi dampak positif dalam proses pembelajaran. Dalam tipe Jigsaw siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap menjelaskan materi tersebut kepada kelompoknya. Hal ini tentunya dapat mempermudah pekerjaan guru. Selain itu, tipe Jigsaw dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat saat proses pembelajaran. Firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 2: 13 Artinya:...Dan tolong-menonglonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa- Nya. (QS. Al-Maidah ayat 2) Ayat tersebut menjelaskan bahwa semua perbuatan dan sikap hidup membawa kebaikan kepada seseorang (individu) atau kelompok masyarakat digolongkan kepada perbuatan baik dan taqwa dengan syarat perbuatan tersebut didasari dengan niat yang ikhlas. Tolong-menolong merupakan satu bentuk harapan bahwa semua pribadi muslim adalah sosok yang bisa berguna/menjadi partner bersama-sama dengan muslim lainnya. Hal tersebut sesuai model pembelajaran kooperatif yang mengutamakan sikap saling tolong-menolong untuk menyelesaikan permasalahan dalam kelompok. Dalam proses pembelajaran 13 Al Qur an Al Karim..., hal. 85
10 dengan model pembelajaran kooperatif, siswa di dorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Tentunya, dalam penerapan pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai penghargaan bersama. Pada tahun 1993, Spencer Kagan mengembangkan sebuah tipe dari pembelajaran kooperatif yaitu Numbered Head Together (NHT) atau Kepala Bernomor Struktur. Model ini dapat dijadikan alternatif variasi model pembelajaran dengan membentuk kelompok heterogen, setiap kelompok beranggotakan 3-5 siswa, setiap anggota memiliki satu nomor. Kemudian guru mengajukan pertanyaan untuk didiskusikan bersama dalam kelompok dengan menunjuk salah satu nomor untuk mewakili kelompok. 14 Guru harus memastikan bahwa pertanyaan-pertanyaan dari guru haruslah membuat siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan. Dan langkah pamungkas, guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan. Kelompok yang bernomor akan menanggapi 14 Imas Kurniasih & Berlin Sani, Ragam Pengembangan Model Pembelajaran Untuk Peningkatan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Kata Pena, 2015), hal. 29
11 jawaban tersebut. 15 Tipe Numbered Head Together (NHT) memberi dampak yang sangat kuat bagi peningkatan prestasi belajar siswa, karena dalam proses pembelajaran yang menggunakan Numbered Head Together (NHT) siswa menempati posisi sangat dominan dan terjadi kerjasama antar siswa dalam kelompok. Selain itu, Numbered Head Together (NHT) dapat membantu siswa untuk lebih kreatif dan bertanggungjawab terhadap diri mereka masing-masing. Pada tahun 1978, Elliot Aronson dan kawan-kawannya dari Universitas Texas mengembangkan sebuah tipe dari pembelajaran kooperatif yaitu Jigsaw. Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Dalam model pembelajaran ini terdapat tahap-tahap dalam penyelenggaraannya. Untuk mengoptimalkan manfaat belajar kelompok, keanggotaan kelompok seyogyanya heterogen, baik dari segi kemampuannya maupun karakteristik lainnya. Pembagian anggota tim beranggotakan 4-6 siswa yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Bahan ajar diberikan dalam bentuk teks dan setiap anggota tim bertanggungjawab untuk mempelajari bagiannya masing-masing. Kemudian, para anggota dari berbagai tim yang berbeda bertanggungjawab untuk mempelajari suatu bagian yang sama. Lalu, mereka membentuk kelompok pakar (expert group) yang bertugas mengkaji bahan tersebut. Selanjutnya, siswa yang berada di kelompok pakar kembali kepada kelompok semula (home teams) untuk mengajarkan anggota lainnya mengenai bahan yang telah dibahas dalam kelompok pakar. Setelah diadakan 15 Ibid., hal. 30
12 pertemuan dan diskusi dalam home teams, siswa dievaluasi secara individu mengenai bahan yang telah dipelajari. Individu atau kelompok yang memperoleh skor tertinggi mendapatkan penghargaan. 16 Melalui tipe pembelajaran Jigsaw, guru dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar maupun meningkatkan interaksi antar siswa. Selain itu, guru dapat mendorong siswa agar saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba melakukan pengkajian ilmiah yang berdasarkan penelitian dengan judul Perbedaan Hasil Belajar Matematika Pada Materi Matriks Menggunakan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dengan Jigsaw Siswa Kelas X SMK Siang Tulungagung Tahun Ajaran 2015/2016. B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah 1. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan yang muncul antara lain : a. Proses Belajar Mengajar Matematika b. Pembelajaran Kooperatif c. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) d. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw e. Materi Matriks 16 Muhammad Thobroni & Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran..., hal. 295
13 f. Hasil Belajar Matematika Siswa g. Perbedaan Hasil Belajar Matematika Pada Materi Matriks Menggunakan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dengan Jigsaw 2. Pembatasan Masalah Agar masalah yang diteliti tidak meluas, maka dijelaskan pembatasan masalah sebagai berikut: a. Pembelajaran pada materi matriks menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dengan Jigsaw b. Siswa kelas X SMK Siang Tulungagung. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah adalah sebagai berikut: Apakah ada perbedaan hasil belajar matematika pada materi matriks menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dengan Jigsaw siswa kelas X SMK Siang Tulungagung tahun ajaran 2015/2016?. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
14 Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika pada materi matriks menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dengan Jigsaw siswa kelas X SMK Siang Tulungagung tahun ajaran 2015/2016. E. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis a. Dapat bermanfaat untuk pengembangan khazanah keilmuan serta sebagai bahan refrensi atau rujukan dan tambahan pustaka pada perpustakaan Institut Agama Islam Negeri Tulungagung. b. Memberikan konstribusi akademis terhadap upaya pengembangan model pembelajaran yang diterapkan dalam pembelajaran matematika khususnya di SMK Siang Tulungagung. 2. Kegunaan Praktis a. Sekolah Dengan adanya alternatif model pembelajaran tersebut dapat menjadikan salah satu rujukan dalam prioritas penggunaannya dalam pengajaran lain, khususnya pada mata pelajaran matematika. b. Guru Dapat memberi informasi dan pertimbangan kepada guru mata pelajaran matematika tentang alternatif model pembelajaran dalam upaya peningkatan hasil belajar matematika siswa.
15 c. Siswa Dapat meningkatkan ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran yang lebih inovatif dan merangsang siswa untuk lebih memahami konsep-konsep matematika. d. Peneliti Sebagai motivasi diri dan kemampuan berpikir dalam pembelajaran matematika dan sebagai acuan, wacana juga bekal untuk masa depan. e. Peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan awal dalam penelitian bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan perbedaan hasil belajar matematika menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dengan Jigsaw. f. IAIN Tulungagung Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pijakan dalam perumusan desain penelitian lanjutan yang lebih mendalam dan lebih komprehensif khususnya yang berkenan dengan penelitian mengenai model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dengan Jigsaw. F. Hipotesis Penelitian 1. tidak ada perbedaan hasil belajar matematika pada materi matriks menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT)
16 dengan Jigsaw siswa kelas X SMK Siang Tulungagung tahun ajaran 2015/2016. 2. ada perbedaan hasil belajar matematika pada materi matriks menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dengan Jigsaw siswa kelas X SMK Siang Tulungagung tahun ajaran 2015/2016. G. Penegasan Istilah Untuk memberikan kemudahan dan menghindari kesalahan penafsiran dari pembaca serta dalam rangka memberikan batasan yang terfokus pada kajian penelitian yang diharapkan peneliti, berikut definisi masing-masing istilah judul penelitian ini: 1. Penegasan Secara Konseptual a. Perbedaan Perbedaan dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan selisih atau beda. Perbedaan merupakan suatu teknik untuk melihat adakah selisih atau beda antara suatu variabel terhadap variabel-variabel yang lain. Perbedaan dalam penelitian ini maksudnya mengetahui ada atau tidaknya perbedaan hasil belajar yang diperoleh siswa dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dengan Jigsaw.
17 b. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) Numbered Head Together (NHT) adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola pikir siswa dengan tujuan meningkatkan aktivitas dan akademik siswa untuk memecahkan masalah dalam berdiskusi kelompok dan setiap anggota kelompok memiliki nomor yang berbeda. c. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 4-6 siswa dalam satu kelompok yang bertanggungjawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. d. Hasil belajar Hasil belajar adalah penilaian terhadap kemampuan siswa dalam bentuk angka maupun perubahan pengetahuan sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada siswa setelah mengalami proses pembelajaran. 2. Penegasan Secara Operasional Perbedaan hasil belajar matematika pada materi matriks menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dengan Jigsaw siswa kelas X SMK Siang Tulungagung yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembahasan mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan Jigsaw. Numbered Head Together (NHT) merupakan model pembelajaran dengan
18 membentuk kelompok yang heterogen. Dalam setiap kelompok beranggotakan 3-5 siswa dan setiap siswa memiliki satu nomor. Kemudian, guru mengajukan pertanyaan untuk didiskusikan bersama dalam kelompok dengan menunjuk salah satu nomor untuk mewakili kelompok. Model kooperatif lainnya yaitu tipe Jigsaw yang mana model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran kooperatif yang di desain untuk meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap pembelajaranya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajar materi tersebut kepada kelompoknya. Pada model pembelajaran Jigsaw keaktifan siswa sangat dibutuhkan, dengan dibentuknya kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4-6 orang siswa yang terdiri dari kelompok asal dan kelompok ahli. Setelah pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dengan Jigsaw dilakukan oleh peneliti terhadap siswa berlangsung baik selanjutnya siswa diberi tes evaluasi. Melalui tes tersebut peneliti dapat mengetahui hasil belajar siswa. Untuk itulah peneliti ingin mengetahui perbedaan hasil belajar matematika pada materi matriks yang menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dengan Jigsaw.
19 H. Sistematika Skripsi Sistematika pembahasan disini bertujuan untuk memudahkan jalannya pembahasan terhadap suatu maksud yang terkandung, sehingga uraian-uraian dapat diikuti dan dapat dipahami secara teratur dan sistematis. Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari 3 bagian yaitu bagian awal, bagian utama, dan bagian akhir. 1. Bagian Awal Pada bagian awal memuat hal-hal yang bersifat formal. Bagian ini terdiri dari halaman sampul depan, halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, prakata, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran, dan abstrak. 2. Bagian Inti Pada bagian inti memuat lima bab yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Adapun bagian inti ini meliputi : BAB I merupakan pendahuluan yang meliputi a) latar belakang masalah, b) identifikasi dan pembatasan masalah, c) rumusan masalah, d) tujuan penelitian, e) kegunaan penelitian, f) hipotesis penelitian, g) penegasan istilah, h) sistematika pembahasan. BAB II merupakan landasan teori. Pada bab ini membahas tentang a) hakikat matematika, b) proses belajar mengajar matematika, c) pembelajaran kooperatif, d) model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT), e) model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, f)
20 hasil belajar, g) pembatasan materi, h) kajian penelitian terdahulu, i) kerangka berpikir. BAB III merupakan metode penelitian yang berguna sebagai pijakan untuk menentukan langkah-langkah penelitian. Pada bab ini terdiri dari a) rancangan penelitian, b) variabel penelitian, c) populasi, sampel, dan teknik sampling penelitian, d) kisi-kisi instrumen e) instrumen penelitian f) data, sumber data, dan skala pengukuran, g) teknik pengumpulan data, h) teknik analisis data, i) prosedur penelitian. BAB IV merupakan hasil penelitian yang berisi penyajian data hasil penelitian dan analisis data. BAB V merupakan pembahasan yang berisi tentang pembahasan hasil temuan berdasarkan rumusan masalah yang ada. BAB VI merupakan penutup. Pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran. 3. Bagian Akhir Pada bagian ini terdiri dari daftar rujukan, lampiran-lampiran, dan daftar riwayat hidup.