BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Padahal metode ceramah memiliki banyak kekurangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjaya (2006:145),

Sejalan dengan hal tersebut Cockroft (dalam Abdurrahman, 2009:253) mengemukakan alasan pentingnya siswa belajar matematika:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. KAJIAN PUSTAKA. menyampaikan sesuatu seperti menjelaskan konsep dan prinsip kepada siswa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dan berlangsung sepanjang hayat. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

II. KERANGKA TEORITIS. kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha untuk menumbuhkembangkan potensi SDM melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Qomar, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan sains dan teknologi yang begitu pesat memang tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. sorotan yaitu pada sektor pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang termuat dalam kurikulum

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

TESIS. Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh Suharyanto NIM S

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara nasional, pendidikan merupakan sarana yang dapat mempersatukan setiap warga negara menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan. lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

I. PENDAHULUAN. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Komunikasi dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Kualitas suatu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tingkat SD/MI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya, antara lain melalui proses

BAB II LANDASAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti. merupakan proses informasi ilmu dari guru kepada siswa.

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan hidup. Pentingnya pendidikan di Indonesia tercermin dalam

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana untuk menyiapkan diri seseorang dalam memecahkan masalah di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Akan tetapi yang perlu diingat bahwa pendidikan akan berhasil dengan. negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang muncul pada kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan matematika. Matematika mempunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran matematika. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Riwa Giyantra *) Armis, Putri Yuanita **) Kampus UR Jl. Bina Widya Km. 12,5 Simpang Baru, Pekanbaru

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, serta mampu

2015 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP SISWA KELAS II D I SD N HARAPAN 1 BAND UNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

Oleh: Ririne Kharismawati* ) Sehatta Saragih** ) Kartini*** ) ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembelajaran matematika dan salah satu tujuan dari materi yang

I. PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan zaman di era globalisasi menuntut setiap negara untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran dapat dimaknai sebagai landasan dasar untuk membentuk. atau mendisain program pembelajaran didalam kelas.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan

Transkripsi:

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkembangan IPTEK sekarang ini telah memudahkan kita untuk berkomunikasi dan memperoleh berbagai informasi dengan cepat dari berbagai belahan dunia. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang, peran matematika sebagai salah satu ilmu dasar yang memiliki nilai esensial yang diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan menjadi sangat penting. Hal ini dikarenakan ilmu matematika adalah ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan penting dalam berbagai disiplin ilmu serta mampu mengembangkan daya pikir manusia. Bagi dunia keilmuwan, matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi secara cermat dan tepat. Penguasaan matematik yang kuat sejak dini diperlukan siswa untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan. Oleh karena itu, mata pelajaran matematika perlu diajarkan disetiap jenjang pendidikan untuk membekali siswa dengan mengembangkan kemampuan menggunakan bahasa matematika untuk memperjelas suatu keadaan atau masalah. Cockroft (dalam Abdurrahman, 2009:253) mengemukakan alasan pentingnya siswa belajar matematika: (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan metematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran ruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Matematika disadari sangat penting peranannya. Namun tingginya tuntutan untuk menguasai matematika tidak berbanding lurus dengan hasil belajar matematika siswa. Kenyataan yang ada menunjukkan hasil belajar siswa pada bidang studi matematika kurang menggembirakan. Seperti yang diungkapkan oleh Abdurrahman (2009:252) : dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar. 1

2 Berdasarkan hasil dari Programme for International Student Assessment (PISA) 2015 menunjukkan prestasi belajar siswa di Indonesia pada mata pelajaran matematika berada di peringkat 69 dari 76 negara (bbc.com). Sedangkan berdasarkan hasil Ujian Nasional SMP Tahun 2016 terjadi penurunan nilai pada semua mata pelajaran, yang paling sedikit Bahasa Indonesia yakni 0,31 poin dan yang paling besar adalah Matematika yakni 6,04 poin. Sementara untuk mata pelajaran Bahasa Inggris mengalami penurunan 2,84 poin dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebanyak 3,61 poin (antaranews.com). Hal tersebut menunjukan bahwa prestasi belajar matematika mengalami penurunan paling tinggi dan menjadi paling rendah dibandingkan dengan prestasi belajar mata pelajaran yang lainnya. Hal serupa juga diungkapkan TIM PUSPENDIK (2012), dari hasil penelitian yang dilakukan oleh TIMMS (Trends in International Mathematics and Science Study) 2011 skor siswa-siswi SMP kelas 2 di bidang matematika memperoleh angka 386 berada di bawah rata-rata internasional yaitu 500 (urutan ke 41 dari 45 negara peserta). Posisi itu jauh dibawah negara tetangga Singapura yang berjaya diurutan kedua dengan skor 611. Hasil yang kurang memuaskan juga berlaku di SMP Negeri 1 Bangun Purba. Rata-rata hasil ulangan harian seluruh kelas VII juga belum mencapai ketuntasan seperti yang terlihat pada tabel 1.1 berikut ini. Tabel 1.1. Rata-Rata Nilai Ulangan Harian Matematika Kelas VII SMP Negeri 1 Bangun Purba VII-1 VII-2 VII-3 VII-4 VII-5 VII-6 VII-7 VII-8 UH 65 68 60 73 70 75 61 69 KKM 70 70 70 70 70 70 70 70 Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika siswa yaitu rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa yang dapat menghambat pemahaman dan penguasaan konsep materi dalam pembelajaran matematika. Hal ini didukung oleh pendapat Ansari (2016:28) yang menyatakan: semakin tinggi kemampuan komunikasi matematik siswa, semakin tinggi pula pemahaman yang dituntut kepada siswa. Salah satu kecakapan yang penting dalam belajar matematika yaitu belajar untuk berkomunikasi.

3 Komunikasi matematik merupakan kemampuan matematik esensial yang tercantum dalam kurikulum matematika sekolah menengah (NTCM:1999, KTSP:2006). Komponen tujuan pembelajaran matematika tersebut antara lain: dapat mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau ekspresi matematik untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan memiliki sikap rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Hendriana, 2014:29). Baroody (dalam Ansari, 2016:5) mengungkapkan bahwa setidaknya ada dua alasan penting mengapa komunikasi dalam matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa, yaitu: Pertama, mathematics as languange, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan barbagai ide secara jelas, tepat dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity artinya sebagai wahana untuk interaksi antara siswa dan juga guru untuk mempercepat pemahaman matematik siswa. Kendatipun kemampuan komunikasi matematik itu penting, namun ironisnya pembelajaran matematika selama ini masih kurang memberikan perhatian terhadap pengembangan kemampuan ini. Sehingga penguasaan kemampuan komunikasi matematik ini bagi siswa masih rendah. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa Indonesia masih rendah. Ansari (2016:90) mengatakan bahwa hasil observasi lapangan yang dilakukan terhadap siswa menunjukkan bahwa rata-rata siswa terlihat kurang terampil berkomunikasi untuk menyampaikan informasi seperti menyatakan ide, mengajukan pertanyaan, dan menanggapi pertanyaan/pendapat orang lain. Lebih lanjut Ansari (2016:91) juga mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran di kelas jarang melatihkan dan mengembangkan keterampilan komunikasi dan proses interaksi diantara siswa, seperti bekerjasama, menyatakan ide, mengajukan pertanyaan, dan menanggapi pertanyaan/pendapat orang lain. Kemudian dari hasil observasi yang dilakukan peneliti kepada siswa SMP Negeri 1 Bangun Purba yang berhubungan dengan kemampuan komunikasi matematik bentuk soal uraian menunjukkan hal yang serupa, dimana kemampuan

4 komunikasi matematis siswa yang berpartisipasi masih rendah. Berikut soal yang diberikan peneliti pada observasi terdahulu: 1. Tulislah bilangan bulat mulai -5 sampai dengan 4, kemudian gambarlah ke garis bilangan! 2. Diketahui sebuah tangga lantai memiliki 10 anak tangga. Ucok dan Santi berada di anak tangga ke-2, kemudian mereka naik 7 tangga ke atas. Karena ada buku yang terjatuh, Ucok dan Santi turun 5 tangga ke bawah. Di anak tangga berapakah mereka sekarang? Jika anak tangga adalah garis bilangan, buatlah gambarnya! 3. Diketahui suhu di dalam suatu ruangan laboratorium 17 o C. Karena akan digunakan untuk sebuah penelitian, maka suhu di ruangan tersebut diturunkan 25 o C lebih rendah dari suhu semula. Berapakah suhu di ruangan itu sekarang? Tabel 1.2. Data Kesalahan Hasil Pekerjaan Siswa No. Hasil Pekerjaan Siswa Keterangan soal 1. Siswa tidak dapat membuat gambar dari permasalahan matematika secara lengkap dan jelas 2. Siswa tidak dapat memberikan jawaban dari permasalahan secara jelas dan sistematis 3. Siswa tidak dapat memodelkan permasalahan secara benar, sehingga tidak dapat memberikan solusi

5 Rendahnya kemampuan komunikasi matematika disebabkan oleh berbagai macam faktor, yaitu bahan pelajaran yang dianggap sulit, penyampaian guru yang kurang baik, rendahnya minat siswa dalam pembelajaran matematika, selain itu, model pembelajaran, strategi atau metode mengajar konvensional. Huda (2013:73) mengungkapkan bahwa: strategi-strategi menunjukkan bahwa tidak ada satu cara terbaik untuk mengajar untuk mencapai tujuan-tujuan instruksional. Strategi inilah yang dikenal dengan Model-Model Pengajaran. Karena itu, salah satu faktor yang memiliki andil cukup besar dalam mempengaruhi rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa adalah model pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan masih berpusat pada guru (Teacher centered) sehingga pembelajaran menjadi membosankan. Kegiatan pembelajaran dipengaruhi oleh pandangan guru terhadap makna belajar. Makna dan hakekat belajar seringkali diartikan sebagai penerimaan informasi dari sumber informasi. Artinya masih ada sebagian guru memaknai kegiatan mengajar sebagai kegiatan memindahkan informasi dari guru atau buku kepada siswa. Dalam menumbuhkan kemampuan komunikasi matematis siswa ini, perlu dirancang suatu pembelajaran yang membiasakan siswa untuk mengkonstruksikan sendiri pengetahuannya dan yang dapat mendukung serta mengarahkan siswa pada kemampuan untuk berkomunikasi matematika, sehingga siswa lebih memahami konsep yang diajarkan serta mampu mengkomunikasikan ide atau gagasan matematikanya. Strategi pembelajaran yang dapat dirancang yaitu dengan menerapkan metode, model, atau pendekatan pembelajaran yang relevan. Selain itu juga, untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan hasil belajar matematika siswa, tugas dan peran guru bukan lagi sebagai pemberi informasi (transfer of knowledge), tetapi sebagai pendorong siswa belajar (stimulation of learning) agar dapat mengkonstruksikan sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas seperti pemecahan masalah, penalaran, dan berkomunikasi (doing math), sebagai cara pelatihan berpikir kritis dan kreatif. Dengan demikian pembelajaran menjadi lebih bermakna (meaningful), siswa tidak hanya belajar hanya untuk mengetahui sesuatu (learning to know about) tetapi juga belajar melakukan (learning to do), belajar menjiwai (learning

6 to be), dan belajar bagaimana seharusnya belajar (learning to learn), serta belajar bersosialisasi dengan sesama teman (learning to live together). Dengan pola belajar seperti itu akan terjadi komunikasi antar pribadi, kelompok belajar bersama (cooperative learning group) antar siswa (Suherman, 2003:3). Karena itu salah satu cara yang ditawarkan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif dalam kegiatan belajar mengajar. Ansari (2016:88) mengungkapkan: manfaat pembelajaran kooperatif yaitu terjadinya sharing proces antara siswa sehingga diharapkan dapat mewujudkan pemahaman bersama diantara mereka. Bentuk sharing ini dapat berupa curah pendapat, saran kelompok dan feedback dari guru sehingga dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mengkomunikasikan pikirannya, sehingga terjadi komunikasi yang dapat meningkatkan hasil belajar. Dalam proses pembelajaran matematika terdapat beberapa model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT). Menurut Slavin metode yang dikembangkan oleh RUSS Frank ini cocok untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok. Huda (2013:203) mengungkapkan bahwa tujuan dari NHT adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Trianto (2009:82-83) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks, yaitu 1. Penomoran; 2. Mengajukan Pertanyaan; 3. Berpikir Bersama; 4. Menjawab. Karakteristik model pembelajaran kooperatif ini terletak pada penomoran. Maksud dari penomoran adalah setiap siswa dalam kelompok diberi nomor yang berbeda, setelah itu guru menyebutkan salah satu nomor untuk menentukan siapa siswa yang mewakili kelompoknya menyampaikan hasil diskusi kelompok. Penomoran menyebabkan adanya tanggung jawab setiap siswa untuk memahami setiap permasalahan yang diberikan oleh gurunya, dengan demikian secara tidak langsung dapat memberikan dampak positif pada hasil belajarnya. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang relevan yang dilakukan oleh Vindy dan Haninda (2014) dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa, hasil

7 menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi daripada yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Selain tipe Numbered Head Together (NHT), terdapat juga tipe Think Pair Share (TPS) yang sering digunakan dalam pembelajaran matematika. Ansari (2016:92) menyatakan bahwa: strategi think pair share atau saling bertukar pikiran secara berpasangan merupakan struktur pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan partisipasi siswa dan relatif mudah diterapkan di kelas. Selain itu, strategi ini juga merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan daya pikir siswa. Hal ini memungkinkan dapat terjadi karena prosedurnya telah disusun sedemikian hingga dapat memberikan waktu yang lebih banyak kepada siswa untuk berpikir, serta merespon sebagai salah satu cara yang dapat membangkitkan bentuk partisipasi siswa. Model kooperatif tipe TPS meliputi Think berarti berpikir, Pair berarti dipasangkan, dan Share berarti berbagi dalam mendiskusikan ide-ide dan hasil diskusi untuk semua siswa di kelas dari masalah yang diberikan oleh guru. TPS ini dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi serta optimalisasi aktivitas siswa sehingga TPS mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa dan juga dapat menumbuhkan keterlibatan dan keikutsertaan siswa dengan memberikan kesempatan terbuka kepada siswa untuk mengutarakan gagasannya sendiri dan memotivasi siswa untuk terlibat percakapan dalam kelas. Model pembelajaran NHT dan TPS merupakan dua model pembelajaran kooperatif yang selain dapat membuat siswa lebih aktif, juga dianggap dapat membangkitkan ketertarikan siswa terhadap materi matematika sehingga meningkatkan rasa ingin tahu siswa untuk dapat menyatakan ide matematika, mendorong kerjasama antar siswa untuk saling membantu dalam memahami permasalahan matematika, mengkonstruksi pengetahuan (representasi), dan berbagi gagasan sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini didukung oleh pendapat Widyantini (2006:7) bahwa materi materi dalam standar isi yang diharapkan akan berhasil secara optimal dengan pembelajaran model NHT adalah materi materi yang berkaitan dengan pemahaman siswa dan komunikasi matematisnya. Demikian pula yang diharapkan

8 dari model TPS karena kedua model ini memiliki langkah langkah aktivitas pembelajaran yang hampir sama. Berdasarkan penelitian sebelumnya dari Yuanita dan Idris, Pengaruh Metode Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP diperoleh bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS efektif terhadap kemampuan komunikasi matematis, tetapi model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik daripada TPS. Dari penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Karna keduanya mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, maka peneliti tertarik ingin melihat bagaimana perbandingan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS. Salah satu materi matematika yang dianggap penting adalah materi bilangan bulat, materi bilangan bulat erat sekali kaitannya dengan kehidupan sehari-hari baik itu disadari atau tidak. Dalam materi bilangan bulat, yang dibahas adalah pengertian, notasi, posisi pada garis bilangan, operasi hitung, dan penggunannya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa lebih sering diajak untuk memahami konsep, menggambar, memberikan laporan, dan penjelasan verbal, yang mana itu merupakan bagian dari kemampuan komunikasi matematis. Dengan demikian, diperlukan model pembelajaran yang inovatif yang diharapkan dapat mengembangkan keterampilan berkomunikasi dan proses interaksi antar siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat mendorong siswa meningkatkan kemampuan komunikasinya adalah model pembelajaran kooperatif. Dengan model pembelajaran kooperatif siswa akan lebih terdorong untuk mengungkapkan idenya secara lisan dan tulisan dalam hal ini kemampuan komunikasi. Model kooperatif terdiri dari berbagai macam tipe, disini peneliti mengambil model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan Think-Pair-Share (TPS) yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi. Numbered Head Together adalah model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa secara berkelompok dalam mencari,

9 mengolah, dan melaporkan informasi sehingga cocok untuk pembelajaran pada materi bilangan bulat yang lebih mengutamakan kemampuan komunikasi dalam penyelesaiannya. Selain itu, Think-Pair-Share (TPS) juga model pembelajaran yang dirancang melatih siswa mengutarakan pendapat guna mencapai tujuan pembelajaran, sehingga model ini juga cocok dalam pembelajaran pada materi bilangan bulat. Karena model Numbered Head Together (NHT) dengan Think- Pair-Share (TPS) cocok untuk pembelajaran pada materi bilangan bulat maka permasalahannya akan dicari mana yang lebih baik dari kedua model tersebut guna pembelajaran yang lebih efektif kedepannya. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematis antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dengan Think-Pair-Share (TPS) pada Materi Bilangan Bulat Bagi Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Bangun Purba T.A.2017/2018. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi, yaitu : 1. Masih banyak siswa yang menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit untuk dipahami dan tidak menyenangkan. 2. Masih rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa sehingga membuat siswa kurang bisa memahami permasalahan matematika. 3. Proses pembelajaran yang kurang mendukung siswa untuk mengekspresikan kemampuan komunikasi matematik yang dimiliki siswa tersebut. 4. Komunikasi yang terjadi di dalam kelas cenderung satu arah yaitu antara guru dan siswa, sedangkan interaksi antar siswa jarang diterapkan dalam proses pembelajaran. 5. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS cocok untuk pembelajaran matematika, namun tidak tahu mana model pembelajaran yang paling baik diantara kedua model pembelajaran tersebut.

10 1.3 Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas terdapat banyak masalah yang teridentifikasi, karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya yang dimiliki oleh peneliti maka agar penelitian ini terarah dan dapat dilaksanakan maka peneliti membatasi masalah pada penelitian ini, yaitu membandingkan kemampuan komunikasi antara model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan Think-Pair-Share (TPS) pada materi bilangan bulat serta melihat manakah model pembelajaran yang lebih baik digunakan. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah : Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) lebih baik dari tipe Think Pair Share (TPS) pada materi bilangan bulat bagi siswa kelas VII SMP Negeri 1 Bangunpurba T.A. 2017/2018? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) lebih baik dari tipe Think Pair Share (TPS) pada materi bilangan bulat bagi siswa kelas VII SMP Negeri 1 Bangunpurba T.A. 2017/2018. 1.6 Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pemikiran atau masukan yang berarti terhadap peningkatan mutu pendidikan, terutama : 1. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk dapat menerapkan model pembelajaran yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah di masa yang akan datang.

11 2. Bagi guru, sebagai bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran yang tepat, efektif dan efisien dalam melibatkan siswa didalamnya sehingga nantinya dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. 3. Bagi siswa, untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis pada materi Bilangan Bulat. 4. Bagi sekolah, sebagai salah satu alternatif dalam mengambil keputusan yang tepat pada peningkatan kualitas pengajaran, serta menjadi bahan pertimbangan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa khususnya mata pelajaran matematika. 5. Sebagai bahan informasi awal bagi peneliti lain yang berminat meneliti hal yang sama atau melanjutkan penelitian ini dengan cakupan yang lebih luas, baik tentang masalah yang diteliti maupun tentang subjek penelitian. 6. Sumbangan pemikiran dalam dunia pendidikan guna kemajuan pembelajaran pada umumnya dan pembelajaran matematika pada khususnya. 1.7 Defenisi Operasional 1. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) adalah suatu model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa secara berkelompok dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas, dimana penyampaian materi dengan menggunakan kelompok sebagai wadah dalam menyatukan persepsi siswa lalu dipertanggungjawabkan oleh siswa secara individu sesuai nomor permintaan guru, sehingga tidak hanya meningkatkan kerja sama antar siswa namun juga meningkatkan tanggung jawab siswa. 2. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) atau berpikir berpasangan berbagi adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa, dimana siswa memikirkan sendiri jawaban dari pertanyaan atau masalah yang diajukan lalu guru

12 meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh kemudian pasangan-pasangan berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan, sehingga akan terbangun suasana bekerja sama yang melatih siswa mengutarakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain. 3. Komunikasi matematika merupakan kemampuan siswa untuk mengungkapkan ide-ide matematiknya kedalam bentuk lisan maupun tulisan. Kemampuan komunikasi meliputi kemampuan membaca, menulis, diskusi, mendengar, serta menjelaskan kembali keadaan bentuk bahasa yang mudah dipahami.