LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG S U N G A I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG S U N G A I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

WALIKOTA BANJARMASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 Tentang : Sungai

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROVINSI GORONTALO

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PEMERINTAH DAERAH SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Transkripsi:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : a. bahwa sungai sebagai sumber air sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat dan meningkatkan pembangunan; b. bahwa kabupaten diberi kewenangan untuk mengelola sungai dan drainase berdasarkan ketentuan Pasal 16 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Sungai dan Drainase; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No 4010); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); Undang..

-2-4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4427); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008, tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan barang milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan barang milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4604); Peraturan..

-3-10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858); 14. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Dewan Sumber Daya Air; 15. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur; 16. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Garis Sempadan (Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang Tahun 2006 Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 1206); 17. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Ke dua atas Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 3 Tahun 1996 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang; Dengan..

-4- Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANGERANG dan BUPATI TANGERANG MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2. Daerah adalah Kabupaten Tangerang. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4. Bupati adalah Bupati Tangerang. 5. Dinas adalah dinas yang membidangi pengelolaan sungai dan drainase. 6. Setiap orang adalah orang perseorangan, korporasi, badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum ; 7. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. 8. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai. 9. Bantaran Sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam. 10. Bangunan Sungai adalah bangunan yang berfungsi untuk perundungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian sungai. Air.

-5-11. Air adalah semua air yang terdapat di dalam atau berasal dari sumber-sumber air baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat di laut. 12. Sumber-sumber air adalah tempat-tempat dan wadah-wadah air baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah. 13. Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai. 14. Tanggul adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpahan air sungai. 15. Drainase adalah tempat atau wadah serta jaringan pengaliran buatan yang fungsinya sebagai tempat pembuangan kelebihan air dengan dibatasi kanan dan kirinya oleh tanggul atau tidak bertanggul serta sepanjang pengalirannya dibatasi oleh garis sempadan. 16. Pengelolaan sungai dan drainase adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, mengevaluasi penyelenggaraan pemeliharaan, rehabilitasi, peningkatan, penataan, pemanfaatan air, sumber-sumber air. 17. Rencana pengelolaan sungai dan drainase adalah hasil perencanaan secara menyeluruh terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan sungai dan drainase. 18. Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan. 19. Pengamanan sungai dan drainase adalah upaya mengendalikan fungsi dari sisi kualitas dan kuantitas serta daerah sempadannya yang disebabkan oleh daya rusak air, hewan, atau oleh tindakan manusia. 20. Kerjasama pengelolaan sungai dan drainase adalah kerjasama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa dengan Badan Usaha, Lembaga Sosial, perorangan dalam pelaksanaan merencanakan, melaksanakan, memantau, mengevaluasi penyelenggaraan pemeliharaan, rehabilitasi, peningkatan, penataan, pemanfaatan air dan sumber-sumber air. 21. Pengelola sungai dan drainase adalah institusi yang diberi wewenang untuk melaksanakan pengelolaan sungai dan drainase. Pasal.

-6- Pasal 2 Lingkup pengaturan sungai mencakup perlindungan, pengembangan, penggunaan, dan pengendalian sungai, baik sungai alam maupun sungai buatan, danau, dan waduk. Pasal 3 Sungai dan sumber-sumber air lainnya dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sungai yang berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal 4 Sungai mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras. BAB II WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB Pasal 5 (1) Wewenang dan tanggung jawab pengelolaan sungai dan drainase berdasarkan kesatuan sungai di Daerah berada pada Pemerintahan Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas. (2) Selain wewenang dan tanggung jawab pengelolaan sungai dan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah melakukan tugas pembantuan yang dilimpahkan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Provinsi. Pasal 6 Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 meliputi : a. penetapan kebijakan pengelolaan sungai, sumber air, dan drainase; b. penetapan pola pengelolaan sungai pada wilayah sungai; c. penetapan rencana pengelolaan sungai pada wilayah sungai; d. penetapan dan pemberian izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan Sungai pada wilayah sungai e. penetapan dan pemberian izin penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah; f menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan Sungai pada wilayah sungai; g. pemberdayaan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan Sungai, dalam rangka membangun kepedulian terhadap pelestarian sungai dan drainase; pendayagunaan.

-7- h. pendayagunaan Sungai pada wilayah sungai; i. pengendalian daya rusak air yang berdampak skala daerah; dan j. penyelenggaraan sistem informasi Sungai. Pasal 7 Pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, meliputi: a. merencanakan dan memfasilitasi perencanaan Pola Pengaturan Air, mulai dari sistem jaringan drainase yang berada di lingkungan perumahan penduduk pedesaan, perumahan penduduk perkotaan, dan kawasan industri sampai dengan sistem jaringan drainase utama dan/atau sistem sungai; b. menyusun, mengesahkan perencanaan menyeluruh dan atau memberi izin perencanaan dan perencanaan teknis tata pengaturan air; c. mengatur, mengesahkan dan melaksanakan atau bekerja sama dalam perencanaan dan penyusunan pola pengaturan tata air; d. berkoordinasi dalam rangka mengelola dan mengembangkan daya dukung kemanfaatan air, sumber air dan wadah air dengan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah Provinsi; dan e. melaksanakan, pemanfaatan, penataan, pengamanan dan pengendalian daya rusak air. monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan perlindungan, pelestarian, pengembangan BAB III PENGELOLAAN SUNGAI Bagian Kesatu Perlindungan dan Pelestarian Sungai Pasal 8 (1) Perlindungan sungai ditujukan untuk melindungi dari sisi kualitas dan kuantitas air berdasarkan daerah pengalirannya yang secara hidrologis mengalir dari hulu sampai ke hilir. (2) Setiap orang dilarang membuang sampah baik berbentuk zat padat, zat cair, maupun sejenisnya ke dalam sungai yang dapat mengakibatkan terganggunya kualitas air dan sumber air. Pasal

-8- Pasal 9 Pelestarian sungai ditujukan untuk keberlanjutan ketersediaan sumber air, dilakukan dengan konservasi vegetasi pada daerah aliran sungai, revitalisasi sungai, drainase, dan pembuang secara terencana dan terpadu. Bagian Kedua Pengamanan Sungai Pasal 10 (1) Dinas sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, menyelenggarakan upaya pengamanan sungai dan daerah sekitarnya yang meliputi : a. pengelolaan daerah aliran sungai; b. pengendalian daya rusak air; dan c. pengendalian pengaliran sungai. (2) Pengamanan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatankegiatan: a. pembuatan dan pemasangan papan larangan, papan informasi, dan pendataan sungai aset pemerintah daerah; b. pemeriksaan secara berkala melalui inventarisasi data dan dimensi; dan c. pengamanan yang berkaitan dengan pemanfaatan Sungai; (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengamanan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati. Bagian Ketiga Penataan Sungai Pasal 11 (1) Penataan sungai merupakan upaya untuk mengatur dan melestarikan air dan sumber-sumber air. (2) Penataan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyusun pola pengaturan air dan sumber-sumber air baik melalui pelurusan maupun pengalihan alur. (3) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Dinas, dan dapat bekerja sama dengan pihak lain setelah mendapat persetujuan dari Bupati. Ketentuan

-9- (4) Dalam hal pelaksanaan penataan sungai dilaksanakan oleh pihak lain, yang bersangkutan wajib menyediakan lahan yang dibangun berdasarkan studi hidrologi. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penataan sungai diatur dengan Peraturan Bupati. Bagian Keempat Pemanfaatan Sungai Pasal 12 Hak pemanfaatan sungai terdiri atas: a. hak atas air; b. hak atas tanah; c. hak atas transportasi air; d. hak penambangan di dasar air; dan e. hak atas eksploitasi kekayaan yang berada didalam air. Pasal 13 (1) Hak atas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a terdiri dari : a. hak guna usaha air; dan b. hak pakai air. (2) Pemanfaatan hak guna usaha air sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) huruf a wajib memperoleh izin Bupati. (3) Pemanfaatan hak pakai air dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dan pertanian tidak memerlukan izin Bupati Pasal 14 (1) Hak kepemilikan tanah sebagai akibat dilakukannya pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dapat diberikan kepada Pemerintah Daerah; (2) Hak kepemilikan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 15 (1) Pemanfaatan tanah tanggul dan bantaran sungai untuk keperluan sarana dan prasarana umum memerlukan ijin Bupati. (2) Selain pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mendapat izin Bupati. Dalam

-10- (3) Dalam rangka pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah dapat mengikutsertakan pihak ketiga. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pihak ketiga, dalam hal pihak ketiga membangun sistem jaringan sungai. Pasal 16 (1) Hak atas transportasi air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c, dimanfaatkan untuk keperluan lalu lintas air. (2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersifat komersil wajib mendapat izin Bupati. Pasal 17 (1) Hak penambangan di dasar air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. (2) Pemanfaatan penambangan di dasar air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memperoleh izin Bupati. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemanfaatan penambangan di dasar air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 18 (1) Hak eksploitasi kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. (2) Pemanfaatan hak eksploitasi kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemanfaatan eksploitasi kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 19 (1) Dalam rangka penyediaan, pengaturan dan pemanfaatan air sungai dibentuk dewan sumber daya air yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati (2) Tugas dan fungsi dewan sumber daya air sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku Bagian.

-11- Bagian Kelima Pengendalian Daya Rusak Air Sungai Paragraf 1 Perencanaan dan Pemulihan Pasal 20 (1) Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan; (2) Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan pada upaya pencegahan melalui perencanaan pengendalian daya rusak air yang disusun secara terpadu dan menyeluruh dalam pola pengelolaan sumber daya air; (3) Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Dinas dengan mengikutsertakan masyarakat; (4) Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah, pengelola sumber daya air wilayah sungai dan masyarakat. Pasal 21 Ketentuan lebih lanjut mengenai pencegahan kerusakan dan bencana akibat daya rusak air diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 22 (1) Penanggulangan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dilakukan secara terpadu oleh Dinas, instansi terkait, dan masyarakat melalui badan koordinasi penanggulangan bencana pada tingkat kabupaten; (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanggulangan kerusakan dan bencana akibat daya rusak air diatur dengan Peraturan Bupati; (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan badan koordinasi penanggulangan kerusakan dan bencana akibat daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 23 Dalam keadaan yang membahayakan, Bupati berwenang mengambil tindakan darurat guna keperluan penanggulangan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1). Pasal..

-12- Pasal 24 (1) Pemulihan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dilakukan dengan memulihkan kembali fungsi lingkungan hidup dan sistem prasarana sumber daya air; (2) Pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah, pengelola sumber daya air, dan masyarakat; (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemulihan daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Paragraf 2 Pengembangan dan Kesesuaian Sungai Pasal 25 (1) Pengembangan sungai ditujukan dalam rangka pengendalian banjir atas dasar aspirasi masyarakat yang ditindaklanjuti dengan perencanaan dan konsultasi publik; (2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari studi pendahuluan, studi kelayakan, dan detail desain. BAB IV PENGELOLAAN DRAINASE Bagian Kesatu Perlindungan dan Pelestarian Drainase Pasal 26 Perlindungan Drainase ditujukan untuk a. Melindungi dari sisi kualitas dan kuantitas air sepanjang daerah pengalirannya yang secara hidrologis mengalir dari hulu sampai ke hilir. b. Mencegah terjadinya peningkatan debit air diluar kemampuan kapasitas aliran drainase. Pasal 27 Pelestarian drainase ditujukan untuk meningkatkan fungsi drainase. Bagian Kedua Pengamanan Drainase Pasal 28 (1) Dinas sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, menyelenggarakan upaya pengamanan drainase dan wilayah sekitarnya yang meliputi : Pengelolaan..

-13- a. pengelolaan wilayah aliran drainase; b. pengendalian daya rusak air; dan c. pengendalian aliran drainase. (2) Pengamanan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatankegiatan : a. penetapan Garis Sempadan sesuai dengan Peraturan Daerah tentang Garis Sempadan; b. pembuatan dan pemasangan papan larangan dan/atau papan informasi;dan c. pengamanan dalam kaitannya dengan pemanfaatan Drainase. (3) Dalam rangka pengamanan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pemerintah Daerah dapat mengikutsertakan masyarakat. Bagian Ketiga Penataaan Drainase Pasal 29 (1) Penataan drainase merupakan upaya untuk mengatur pola pembuangan air dan melestarikan drainase (2) Penataan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyusun pola pengaturan drainase baik dengan pelurusan maupun pengalihan alur. (3) Pelaksanaan penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Dinas dan dapat bekerja sama dengan pihak lain setelah mendapat persetujuan Bupati. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penataan drainase diatur dengan Peraturan Bupati. Bagian Keempat Pengendalian dan Penanggulangan Fungsi Drainase Pasal 30 (1) Pengendalian fungsi drainase dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya pencegahan dan hambatan pengaliran air. (2) Pengendalian fungsi drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dengan mengikutsertakan masyarakat. Pasal

-14- Pasal 31 (1) Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas pengendalian daya rusak air drainase. (2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pula kepada pengelola Drainase dan masyarakat. (3) Kerjasama pemanfaatan drainase sebagai satu kesatuan aliran air antara penghubung difasilitasi dan harus mendapatkan persetujuan Dinas Pasal 32 Pemulihan fungsi drainase dilakukan secara terpadu oleh pemerintah daerah dengan mengikutsertakan masyarakat. BAB V KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 33 Masyarakat wajib ikut serta menjaga kelestarian fungsi sungai dan drainase, menjaga kelestarian rambu-rambu dan tanda-tanda pekerjaan dalam rangka pembinaan sungai. Pasal 34 Setiap orang yang mendirikan, mengubah, atau membongkar bangunan-bangunan di tepi atau melintas sungai wajib memperoleh izin Bupati. Pasal 35 Setiap orang yang mengambil dan menggunakan air sungai selain untuk keperluan sehari-hari wajib memperoleh izin Bupati setelah mendapat rekomendasi dari Dewan Sumber Daya Air. Pasal 36 (1) Setiap orang yang melakukan pengerukan atau penggalian serta pengambilan bahan-bahan galian pada sungai hanya dapat dilakukan ditempat yang telah ditentukan oleh Bupati melalui dinas. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 37 Setiap orang dilarang mengubah aliran sungai kecuali dengan izin Bupati. Pasal..

-15- Pasal 38 Setiap orang dilarang membuang benda-benda, zat padat dan/atau zat cair atau yang berupa limbah ke dalam maupun di sekitar sungai atau drainase yang dapat menimbulkan pencemaran atau menurunkan kualitas air. BAB VI PEMBIAYAAN Pasal 39 (1) Pembiayaan pengelolaan sungai dan drainase ditetapkan berdasarkan kebutuhan pengelolaan; (2) Jenis pembiayaan pengelolaan sungai dan drainase meliputi biaya: a. sistem informasi; b. perencanaan; c. pelaksanaan konstruksi; d. operasi, pemeliharaan; dan e. pemantauan, evaluasi dan pemberdayaan masyarakat. (3) Sumber pembiayaan dapat berasal dari: a. Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan/atau Pemerintah Daerah; b. pihak swasta; dan c. masyarakat. Pasal 40 (1) Pembiayaan pengelolaan sungai dan drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dibebankan kepada Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah pengelola sungai dan drainase, koperasi, badan usaha lain, dan perseorangan, baik secara sendiri-sendiri maupun dalam bentuk kerja sama. (2) Pembiayaan pengelolaan sungai dan drainase yang menjadi tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada pasal 39 didasarkan pada kewenangan masing-masing dalam pengelolaan sungai dan drainase. Pasal.

-16- Pasal 41 Pembiayaan pengelolaan sungai dan drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 yang ditujukan untuk pengusahaan sungai yang diselenggarakan oleh koperasi, badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah pengelola sumber daya air, badan usaha lain dan perseorangan ditanggung oleh masing-masing yang bersangkutan. Pasal 42 Dalam hal terdapat kepentingan mendesak untuk pendayagunaan sungai dan drainase pada wilayah sungai lintas provinsi, lintas kabupaten, dan strategis nasional, pembiayaan pengelolaannya ditetapkan bersama oleh Pemerintah dan pemerintah daerah melalui pola kerja sama. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 43 Pembinaan dan pengawasan terhadap perlindungan, pelestarian, pembangunan, penataan, pemanfaatan, pengendalian Sungai dan Drainase dilakukan oleh dinas. BAB VIII PENYIDIKAN Pasal 44 Penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kabupaten Tangerang. BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 45 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), Pasal 11 ayat (4), Pasal 13 ayat (2), Pasal 16 ayat (2), Pasal 17 ayat (2), Pasal 18 ayat (2), Pasal 20 ayat (4), Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38 diancam pidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Tindak pidana yang mengakibatkan kerusakan fungsi sungai dapat diancam pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya. BAB

-17- BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 46 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang. Ditetapkan di Tigaraksa Pada tanggal 25 Januari 2010 BUPATI TANGERANG, Ttd. H. ISMET ISKANDAR Diundangkan di Tigaraksa pada tanggal 25 Januari 2010 SEKRETARIS DAERAH, Ttd. H. HERMANSYAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2010 NOMOR 03

-18- PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE I. PENJELASAN UMUM Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat di Kabupaten Tangerang mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif terhadap kelestarian sumber daya air dan juga meningkatnya daya rusak air. Sehingga perlu adanya pengelolaan sumber daya air yang utuh dari hulu sampai ke hilir dengan basis wilayah sungai dalam daerah dengan satu pola pengelolaan sumber daya air tanpa dipengaruhi oleh batas-batas wilayah administrasi yang dilaluinya. Karena dalam hal tersebut sangat berpengaruh terhadap pengelolaan sumber daya air yaitu adanya basis wilayah sungai dan drainase yang berfungsi untuk menjaga kelestarian dan kelangsungan fungsi sungai sebagai sumber air, maka dalam rangka melaksanakan penguasaan sungai, perlu ditetapkan adanya suatu regulasi dalam mengatur pengendalian dan pengelolaan sungai dan drinase di sepanjang sungai diwilayah. Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang merupakan landasan kebijaksanaan untuk mengatur lebih lanjut tata cara pembinaan dalam kegiatan pengairan, maka dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa pola pembinaan sungai ditetapkan berdasarkan pada kesatuan wilayah sungai. Dan sesuai dengan pola pembinaan tersebut, maka pelaksanaan Peneglolaan sungai dan drainase merupakan Wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam pengendalian, pembinaan...

-19- pembinaan dan pengawasan sungai dan drainase tersebut dan juga dalam rangka tugas pembantuan yang dibentuk untuk melakukan pembinaan dan pengusahaan sungai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk mencapai keterpaduan yang menyeluruh dalam perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian sungai, bagi tiap kesatuan wilayah sungai didaerah disusun perencana pembinaan sungai, Pembangunan di bidang sungai termasuk pendirian bangunan-bangunan sungai sebagai pelengkapnya, yang ditujukan untuk kesejahteraan dan keselamatan umum dan yang ditujukan untuk memberikan manfaat untuk sesuatu kepentingan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Yang dimaksud dengan berwawasan lingkungan adalah memperhatikan ekologis, morpologis, hidrologis sungai mulai dari hulu sampai hilir. Yang dimaksud dengan berkelanjutan adalah memperhatikan kesedian airnya bisa dimanfaatkan sepanjang masa. Pasal 4 Pasal 5 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Wewenang dan tanggung jawab adalah Daerah Aliran Sungai yang terdiri sungai, anak sungai, anak-anak sungai dengan sebutan teknis adalah orde 1, orde 2 dan seterusnya. Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Pasal..

-20- Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Yang dimaksud dalam ketentuan pasal ini adalah; a. Penetapan kebijakan pengelolaan sungai, sumber air, dan drainase yang dimaksud adalah menetapkan daerah retensi air, potensi air untuk air bersih, pertanian, dan industri serta sistem pengendali banjir Penambahan waduk, dan danau. b. Penetapan pola pengelolaan sungai pada wilayah sungai dalam satu kabupaten yang dimaksud adalah menetapkan kelembagaan, tata cara perlindungan, pengembangan, penggunaan, dan pengendalian sungai c. Penetapan rencana pengelolaan sungai pada wilayah sungai dalam satu kabupaten yang dimaksud adalah menetapkan rencana strategis perioritas sesuai norma, standard, pedoman, manual yang ditetapkan d. Cukup Jelas. e. Cukup Jelas. f. Cukup Jelas. g. Pendayagunaan Sungai pada wilayah sungai yang dimaksud adalah daya guna manfaat airnya ditinjau dari dua daerah aliran sungai atau lebih. h. Cukup Jelas. i. penyelenggaraan sistem informasi yang dimaksud adalah data dan kondisi yang terkait dengan sungai tingkat kabupaten. Yang dimaksud dengan konservasi adalah upaya memelihara keberadaban serta keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi agar senantiasa tersedia dalam kualitas dan kuantitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mahluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang. Yang dimaksud dengan konservasi vegetasi adalah dengan melakukan penanaman pohon lindung/produktif. Yang dimaksud dengan revitalisasi sungai adalah upaya pemulihan kembali sungai dan drinase. Pasal..

-21- Pasal 12 Yang dimaksud dalam ketentuan pasal ini adalah; a. Hak atas air adalah hak pemanfaatan baik hak guna maupun hak pakai. b. Hak atas tanah adalah hak perolehan, kepemilikan, pengelolaan dan pemanfaatan. c. Cukup Jelas. d. Cukup Jelas. e. Cukup Jelas. Pasal 13 Yang dimaksud dalam ketentuan pasal ini adalah; a. Hak guna usaha air adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan air. b. Hak pakai air adalah hak untuk memperoleh dan memakai air. Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Ayat (1) Ayat (2) Yang dimaksud dengan bersifat komersil adalah yang mempunyai nilai bisnis, usaha dibidang transportasi air, contohnya jasa angkutan tranportasi air. Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal..

-22- Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38 Pasal.

-23- Pasal 39 Pasal 40 Pasal 42 Pasal 43 Pasal 44 Pasal 45 Pasal 46 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH NOMOR 0310 TAHUN 2010