I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah memajukan kesejahteraan bangsa. Salah satunya adalah dalam bidang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. umum sebagaimana yang diamanatkan di dalam pembukaan Undang-Undang

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L

Contoh Panduan KORPS MARINIR RUMKITAL MARINIR CILANDAK PANDUAN. RUMKITAL MARINIR CILANDAK JAKARTA 2016 DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)

lain rumah sakit atau prosedur hari pusat dicabut, ditangguhkan atau memiliki kondisi tempat

disebut dengan Persetujuan Tindakan Medik. Secara harfiah, Informed Consent terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

Informed Consent INFORMED CONSENT

PANDUAN PENOLAKAN PELAYANAN ATAU PENGOBATAN RSIA NUN SURABAYA 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan jasa dari para dokter. Dokter merupakan tenaga medis yang menjadi pusat

BAB I PENDAHULUAN. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan. kesejahteraan diri serta keluarganya (KKI, 2009).

DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN REKAM MEDIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pedoman Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

tindakan pendidikan serta kondisi dan situasi pasien.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PANDUAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN RUMAH SAKIT RAWAMANGUN

3. Apakah landasan dari informed consent?

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Pada saat ini kegiatan pelayanan kesehatan tidak. terlepas dari aspek hukum yang melindungi pasien dari

BAB I PENDAHULUAN. nampaknya mulai timbul gugatan terhadap dokter dan rumah sakit (selanjutnya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Definisi

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 290/MENKES/PER/III/2008 TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN

ASPEK HUKUM REKAM MEDIS By: Raden Sanjoyo D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan secara optimal. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan

PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK [ INFORMED CONSENT ]

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

Apa yang perlu dokter ketahui agar tidak masuk penjara? Dr. Budi Suhendar, DFM, Sp.F PIT IDI Tangerang 11 Februari 2018

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjang aktifitas sehari-hari. Manusia melakukan berbagai upaya demi

PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS KLINIK PRATAMA TABITA PENDAHULUAN

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap profesi kedokteran di Indonesia akhir-akhir ini makin

Aspek Hukum Hubungan Profesional Tenaga Kesehatan -Pasien. Drg. Suryono, SH, Ph.D

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. kesehatan (dokter, perawat, terapis, dan lain-lain) dan dilakukan sebagai

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN RADIOGRAFER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Peraturan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. sakit memegang peranan penting terhadap meningkatnya derajat kesehatan

Pilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisa pada uraian dari Bab I (satu) sampai dengan Bab IV. merupakan cangkupan dari bahasan sebelumnya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Sememi dr. Lolita Riamawati NIP

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KEDUDUKAN REKAM MEDIS DALAM

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditunaikannya dimana ia berkewajiban untuk menangani hal-hal yang

CURICULUM VITAE Nama : Sagung Putri M.E.

ABSTRAK. Kata kunci : Informed Consent, kesehatan, medis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Nomer 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi setiap manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi di masyarakat masih menjadi sebuah masalah di Indonesia.

1. UU 29/2004 Tentang Praktik Kedokteran (UUPK) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis Rekam

RUMAH SAKIT UMUM AULIA Jl. Raya Utara No. 03 Telp. (0342) , Fax. (0342) Kembangarum - Sutojayan - Blitar

BAB I PENDAHULUAN. terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat,

7. Peraturan Pemerintah...

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Nomor 1173 Tahun 2004 Tentang Rumah Sakit Gigi. dan Mulut (RSGM) pasal 1 ayat 1, RSGM adalah sarana pelayanan

BAB V PEMBAHASAN Kelengkapan Pengisian Persetujuan Tindakan Kedokteran di rumah Sakit Bedah Asri tahun 2015

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR : 1 /KKI/PER/ I /2010 TENTANG REGISTRASI DOKTER PROGRAM INTERNSIP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Buku 3: Bahan Ajar Pertemuan Ke - 5

Buku 3: Bahan Ajar Pertemuan Ke - 4

Memperkuat Perlindungan Hukum bagi Residen Senior di RS Jejaring Pendidikan 1 : Sebagai Respon Keputusan MA terhadap Kasus dr.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia kesehatan semakin meningkat tajam, seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dua dekade profesi perawat Indonesia mengkampayekan

BAB I PENDAHULUAN. Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. sejarah peradaban umat manusia, yang bersumber pada kemurnian rasa kasih

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BERSALIN ASIH NOMOR : 096/SK-Dir/RSB-A/II/2016

BAB IV METODE PENELITIAN. Pengumpulan data diperoleh di Puskesmas Waru, Kabupaten Pamekasan,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan serta pelayanan sosial lain yang diperlukan. orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

2017, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingg

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa Inggris perception berasal dari

DAFTAR PERTANYAAN UNTUK BIDAN DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS KEC. LAKUDO KAB. BUTON TENGAH

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 44 tahun 2009 Rumah Sakit merupakan sarana pelayanan

PANDUAN TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HAK DAN TANGGUNG JAWAB PASIEN DI RSUD Dr. M. ZEINPAINAN

INFORMED CONSENT ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN DALAM MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN

Standard Operating Procedure. TATA TERTIB PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI (Putaran Dalam)

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

PERATURAN DIREKTUR UTAMA RS. xxx NOMOR : 17/PER/2013 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN MEDIS. DIREKTUR UTAMA RS. xxx

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG KEWAJIBAN RUMAH SAKIT DAN KEWAJIBAN PASIEN

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tidak terlepas dari peran tenaga medis dan nonmedis.

MENGHINDARI PENGULANGAN YANG TIDAK PERLU. No Kode : EP1 Terbitan : No Revisi : Tgl Mulai Berlaku : Halaman :

BAB IV METODE PENELITIAN. Dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2015 di klinik VCT RSUP Dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. dokumen tempat mencatat segala transaksi pelayanan medis yang diberikan oleh

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PANDUAN INFORMED CONSENT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROFIL LULUSAN DOKTER GIGI DI INDONESIA

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan nasional yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945 adalah memajukan kesejahteraan bangsa. Salah satunya adalah dalam bidang kesehatan (Hanafiah dan Amir, 2012). Negara Indonesia merupakan negara hukum yang mengatur setiap tatanan negara sesuai hukum yang berlaku. Hukum di Indonesia berlaku bagi seluruh warga Indonesia, termasuk profesi di bidang medis. Setiap dokter mengikuti aturan sedemikian rupa sehingga perilaku klinisnya dapat mendukung pelayanan medis yang baik (Cahyono, 2008). Agar terjadi keseimbangan yang harmonis antara kewajiban dokter dan pemenuhan hak pasien diperlukan mekanisme pengaturan praktik dokter. Mekanisme regulasi dokter ini bersumber dari kode etik profesi dan aturan-aturan hukum (Cahyono,2008). Peran hukum dalam kesehatan masyarakat berguna untuk memandu kesehatan masyarakat dalam tatanan yang adil dan merupakan alat pencegahan penyakit sekaligus menjadi promosi kesehatan (Picket dan Hanlon, 2009). Hukum medis merupakan bagian dari hukum kesehatan yang menyangkut pelayanan kesehatan (Hanafiah dan Amir, 2012). Terdapat trilogi hukum medis yang menjadi landasan utama, yaitu persetujuan tindakan medis, rekam medis, dan rahasia medis (Guwandi, 2005). Salah satu aspek hukum kesehatan adalah persetujuan tindakan medis atau informed consent. Persetujuan tindakan medis atau informed consent merupakan suatu persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya terhadap penjelasan mengenai tindakan medis yang akan 1

2 dilakukan terhadap pasien tersebut (Ide, 2012). Adanya informed consent muncul karena tidak semua jalan pikiran dan petimbangan terbaik dari dokter akan sejalan dengan apa yang diinginkan atau dapat diterima oleh pasien dan keluarganya (Hanafiah dan Amir, 2012). Dokter mempunyai kewajiban untuk melakukan diagnosis, pengobatan, dan memberikan tindakan medis yang terbaik menurut pertimbangannya, tetapi pada pihak lain pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk menentukan pengobatan atau tindakan medis apa yang akan diterimanya (Hanafiah dan Amir, 2012). Setelah dokter memberikan informasi secara jelas, dokter tidak boleh mengambil keputusan untuk tindakan hanya karena hal tersebut dipandang baik menurut pertimbangan dokter. Pasienlah yang berhak menentukan akan menerima tindakan tersebut atau tidak (Herring, 2012). Di beberapa negara terdapat berbagai kasus yang muncul akibat tidak diadakannya persetujuan tindakan medis. Di Inggris selama dua dekade terakhir, etika kedokteran mulai berkembang dan diperhatikan karena adanya kritik terhadap isu pelanggaran etika kedokteran. Sebelumnya pandangan kolektif yang terbentuk di Inggris adalah bahwa dokter tahu yang terbaik, dan saat ini pemerintah Inggris berusaha merubah pandangan itu menjadi kemitraan dalam perawatan. Berbagai isu mengenai meningkatnya kritik terhadap pelayanan medis yang diterima pasien di Inggris menjadi perhatian pemerintah (Doyal, 2002). Kasus yang terjadi di British Columbia yang telah sampai ke mahkamah agung ialah seorang pasien yang mengalami patah tulang dan kemudian dirawat oleh dokter orthopedic. Pihak keluarga mengajukan tuntutan atas dugaan

3 malpraktik karena setelah operasi pasien mengalami komplikasi. Pasien menuntut atas kurangnya Informed consent yang diterimanya. Dalam kasus ini, dokter merasa sudah menginformasikan dengan benar mengenai risiko komplikasi, tetapi pasien merasa tidak menerima penjelasan mengenai efek samping dari operasi tersebut (Patterson, 2013). Pada contoh kasus di Ohio, seorang pasien menuntut seorang dokter bedah yang melakukan perawatan disektomi terhadap dirinya. Pasien tersebut mengalami komplikasi dan menuntut dokter bedah tersebut karena merasa tidak diberikan informasi mengenai terapi yang akan diterimanya, dan pasien tidak pernah menandatangani informed consent (Page, 2012). Pada contoh kasus di Virginia, seorang pasien yang menjalani operasi sinusitis menuntut dokter bedah karena adanya kecacatan informasi yang telah diterima dan disetujui pasien. Pada informed consent yang ditandatangani pasien, dokter yang melakukan operasi tersebut adalah dokter bedah, tetapi pada kenyataannya yang melakukan operasi sinus adalah dua orang residen bedah (McConell & Konvicka, 1998). Salah satu kasus di Indonesia yang muncul ke publik terkait persetujuan tindakan medis yaitu kasus di Manado. Seorang dokter residen spesialis kandungan dituntut karena melakukan tindakan bedah terhadap seorang pasien yang akhirnya meninggal tanpa persetujuan tindakan medis (Malau, 2013). Kasus terkait persetujuan tindakan medis lainnya di Indonesia yaitu seorang dokter gigi yang baru saja lulus melakukan pencabutan terhadap pasien anak yang berusia 9 tahun saat mengadakan aksi sosial di Cianjur. Pencabutan gigi itu menyebabkan terjadi gangguan pada saraf pasien tersebut. Sebelum tindakan ini, tidak ada persetujuan tindakan medis atau informed consent (Novertasari, 2010).

4 Dari beberapa kasus yang terjadi, pihak pasien melakukan penuntutan terhadap penyelenggara pelayanan kesehatan yang bersangkutan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Melakukan praktik kedokteran yang tidak sesuai dengan Kode Etik Kedokteran akan mendapatkan sanksi. Sanksi dapat berupa pemberian peringatan tertulis, dan bahkan pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Ijin Praktik untuk waktu paling lama satu tahun, dan atau kewajiban mengikuti pendidikan dan atau pelatihan di fakultas kedokteran/ kedokteran gigi (UU No. 29 Tahun 2004). Pada pendidikan jenjang kepaniteraan, mahasiswa kepaniteraan sudah langsung berhubungan dengan pasien pada saat praktik perawatan, dan informed consent mulai diperkenalkan dan menjadi keharusan. Mahasiswa kepaniteraan yang tergolong masih baru, belum memiliki banyak pengalaman dan belum memiliki keahlian yang handal dalam menangani pasien sehingga mahasiswa kepaniteraan sangat rentan melakukan kesalahan. Di sisi lain, mahasiswa kepaniteraan belum memiliki surat tanda registrasi yang nyata. Oleh sebab itu, untuk melindungi pasien dan dirinya sendiri, sudah seharusnya mahasiswa kepaniteraan memahami pentingnya informed consent. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada sebagai salah satu lembaga pendidikan yang mendidik mahasiswa kepaniteraan sebagai calon-calon profesional di bidang medis merupakan lembaga yang perlu memperhatikan pemahaman mengenai informed consent. Atas dasar pemikiran tersebut, perlu dikaji bagaimana persepsi mahasiswa kepaniteraan di FKG UGM terhadap informed consent.

5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tulisan ini dapat disimpulkan bahwa rumusan masalahnya ialah hubungan antara lama pengalaman klinik dengan persepsi mahasiswa kepaniteraan terhadap informed consent. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lama pengalaman klinik dengan persepsi mahasiswa kepaniteraan terhadap informed consent. D. Manfaat Penelitian 1. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar pemikiran bagi profesional medis dan calon calon profesional medis untuk lebih memperhatikan pentingnya informed consent. 2. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi sejauh manakah mahasiswa kepaniteraan FKG UGM sadar terhadap pentingnya informed consent. 3. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pengajar di FKG UGM untuk lebih memperhatikan pemahaman mahasiswa FKG UGM mengenai pentingnya informed consent. 4. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar pemikiran dan bekal penulis dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan.

6 E. Keaslian Penelitian Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian ini belum pernah dilakukan oleh peneliti lain. Namun, ada beberapa penelitian lain yang mirip : 1. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Tahir dkk. (2009) dengan judul Perception of consent among dental professionals. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian sebelumnya merupakan penelitian deskriptif sementara penelitian ini merupakan penelitian analitik. 2. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Pramudita (2013) dengan judul Hubungan antara pengalaman klinik dengan pengetahuan hukum medis yang di dalamnya terdapat pembahasan mengenai informed Consent. Perbedaan dengan penelitian ini ialah penelitian sebelumnya mengukur pengetahuan sementara pada penelitian ini variabel yang diukur adalah persepsi..