BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika dan aktivitas biologis senyawa aktif atau obat, kemudian bahan alamiah yang secara empirik telah digunakan oleh manusia untuk pengobatan, mulai dikembangkan lebih lanjut dengan cara isolasi zat aktif, diidentifikasi struktur kimianya dan kemudian diusahakan untuk dapat dibuat secara sintetik. Seiring dengan perkembangan zaman, para peneliti juga terus mengembangkan obat-obat baru, maupun senyawa baru bertujuan untuk menemukan senyawa obat yang mempunyai aktivitas tinggi dengan efek samping yang rendah. Kebutuhan obat baru semakin meningkat disertai adanya banyak efek samping yang ditimbulkan oleh obat baru yang telah beredar. Salah satu obat yang sering digunakan adalah asetosal. Asetosal termasuk golongan obat bebas yang memiliki beberapa efek pengobatan antara lain: antiinflamasi, antipiretik, analgesik, efek terhadap trombosis, dan lain-lain (Tan dan Rahardja, 2002). Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman dan umumnya berhubungan dengan kerusakan jaringan. Rasa nyeri berfungsi sebagai penanda timbulnya gangguan di jaringan, seperti peradangan. Penyebab timbulnya rasa nyeri adalah rangsangan-rangsangan mekanis, kimiawi, dan fisis yang dapat memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain histamin, bradikinin, leukotrien dan prostaglandin (Tan dan Rahardja, 2002). Masyarakat sebagian besar menggunakan obat analgesik untuk mengurangi rasa nyeri. 1
Analgetika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif untuk mengurangi rasa sakit. Analgetika bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit. Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekul, analgetika dibagi menjadi dua golongan yaitu analgetika narkotik dan analgetika non narkotik. Analgesik narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang berat, seperti rasa sakit yang disebabkan oleh kanker. Sedangkan analgesik non narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan, sehingga sering disebut analgesik ringan, juga untuk menurunkan suhu badan pada keadaan panas tinggi dan sebagai anti radang untuk pengobatan rematik. Berdasarkan struktur kimianya, analgetika non narkotik dibagi menjadi dua kelompok yaitu analgetikaantipiretika dan anti radang bukan steroid (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs, NSAID). Asam salisilat mempunyai aktivitas analgesik tetapi tidak digunakan secara oral karena terlalu toksik, yang banyak digunakan sebagai analgesik adalah senyawa turunannya (Purwanto dan Susilowati, 2000). Asetosal diperoleh dengan mereaksikan asam 2-hidroksi benzoat dengan anhidrida asetat yang menghasilkan asetosal dan asam asetat yang disebut dengan reaksi anhidrida asam. Asetosal dapat digunakan secara peroral pada pengobatan analgetik-antipiretik. Asetosal bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin (PG) dari asam arakhidonat. Prostaglandin jika berada dalam kadar melebihi batas normal dalam aliran darah dapat menyebabkan nyeri, demam dan inflamasi (Forsythe, 1991). Asetosal mempunyai nilai LD 50 oral sebesar 250 mg/kg BB pada hewan tikus (Godoy, 2013). Asetosal menimbulkan efek samping yaitu dapat mengiritasi lambung. Iritasi lambung yang akut kemungkinan berhubungan dengan gugus karboksilat yang bersifat asam sedangkan iritasi kronik kemungkinan disebabkan oleh penghambatan 2
pembentukan prostaglandin E1 dan E2, yaitu suatu senyawa yang dapat meningkatkan vasodilatasi mukosa lambung (Purwanto dan Susilowati, 2000). Penelitian eksperimental dan epidemiologi telah menunjukkan data peningkatan terjadinya tukak lambung secara meningkat dan sering terjadi juga ulkus duodenum, pada penggunaan asetosal dosis besar (Katzung, 2015). Untuk mengurangi sifat keasaman dari asetosal perlu dicari turunan asetosal yang lebih baik yaitu dengan mengganti gugus asetil dengan gugus benzoil, karena gugus benzoil lebih besar dari gugus asetil oleh sebab itu kemampuan ionisasi menurun, sehingga keasaman menurun. Disamping itu gugus benzoil lebih lipofil sehingga kemampuan menembus membran meningkat dan keasaman menurun. Salah satu strategi penting dalam pengembangan obat baru adalah dengan cara membuat turunan - turunan yang sudah diketahui aktivitasnya, kemudian menguji aktivitas turunan-turunan tersebut (Siswandono dan Soekardjo, 2002). Efek sterik berperan penting dalam keserasian dan interaksi obat dengan reseptor yang berkaitan dengan nilai sterik. Efek sterik besar pengaruhnya karena semakin kecil halangan ruang dari suatu senyawa maka akan semakin mudah obat untuk berikatan dengan reseptor. Senyawa asam 2-(4- (klorometil)benzoiloksi)benzoat memiliki nilai sterik yang lebih besar dibandingkan dengan asetosal, sehingga senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat lebih bersifat kurang toksik dibandingkan dengan asetosal (Dewi, 2012). Dalam penelitian dilakukan sintesis asam 4-klorometilbenzoil klorida dengan mereaksikan asam salisilat dengan 4-klorometilbenzoil klorida melalui reaksi asilasi dengan metode Schotten-Baumann dengan penambahan piridin untuk menetralkan asam klorida yang ada. Didapatkan hasil harga ED 50 senyawa asam 2- (4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat sebesar 11,31 mg/kgbb, sedangkan harga ED 50 senyawa asetosal sebesar 20,83 mg/kgbb (Raniya, 2009). Hal tersebut menunjukkan 3
bahwa aktivitas analgesik senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat lebih tinggi daripada aktivitas analgesik senyawa asetosal. 1.2. Rumusan Masalah 1.2.1. Bagaimana pengaruh pemberian dosis 2000 mg/kgbb dari senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat terhadap gejala gejala toksisitas akut pada perubahan aktivitas, bobot organ dan makroskopis organ pada tikus wistar jantan? 1.2.2. Bagaimana pengaruh pemberian dosis 2000 mg/kgbb dari senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat terhadap perubahan indeks organ pada tikus wistar jantan? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Mengetahui pengaruh dari senyawa asam 2-(4- (klorometil)benzoiloksi)benzoat dengan dosis 2000 mg/kgbb terhadap gejala gejala toksisitas akut pada perubahan aktivitas, bobot organ dan makroskopis organ yang dibandingkan dengan kontrol positif dan kontrol negatif pada tikus wistar jantan. 1.3.2. Mengetahui pengaruh dari senyawa asam 2-(4- (klorometil)benzoiloksi)benzoat dengan dosis 2000 mg/kgbb terhadap perubahan indeks organ yang dibandingkan dengan kontrol positif dan kontrol negatif pada tikus wistar jantan. 4
1.4. Hipotesis Penelitian 1.4.1. Senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat dengan dosis 2000 mg/kgbb tidak menimbulkan gejala gejala toksisitas akut pada perubahan aktivitas, bobot organ dan makroskopis organ bila dibandingkan dengan kontrol positif dan kontrol negatif pada tikus wistar jantan. 1.4.2. Senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat dengan dosis 2000 mg/kgbb tidak menimbulkan perubahan indeks organ bila dibandingkan dengan kontrol positif dan kontrol negatif pada tikus wistar jantan. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan dapat melengkapi data terkait dengan senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat yang telah disintesis oleh peneliti sebelumnya sehingga hasil penelitian diharapkan dapat mengacu pada pengembangan senyawa analgesik baru yang efektif dan keamanan obat yang lebih baik. 5