BAB I PENDAHULUAN. yang dahulu kala lebih menitik beratkan kepada upaya kuratif, sekarang sudah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

PERILAKU SUPIR TAKSI MATRA TERHADAP PENCEGAHAN PENULARAN HIV DI KOTA MEDAN TAHUN 2008 SKRIPSI. Oleh : SONTI ERIKA MANIK NIM.

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

VALIDASI TINGKAT PENGETAHUAN. Correlations

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk yang besar. Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP BAGI WANITA PENGHUNI PANTI KARYA WANITA WANITA UTAMA SURAKARTA TENTANG PENCEGAHAN HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia tahun , BPS, BAPPENAS, UNFPA, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Pada Januari hingga September 2011 terdapat penambahan kasus sebanyak

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome). Virus. ibu kepada janin yang dikandungnya. HIV bersifat carrier dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang mengakomodasi kesehatan seksual, setiap negara diharuskan untuk

BAB I PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

OLEH A A ISTRI YULAN PERMATASARI ( ) KADEK ENA SSPS ( ) WAYLON EDGAR LOPEZ ( )

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

3740 kasus AIDS. Dari jumlah kasus ini proporsi terbesar yaitu 40% kasus dialami oleh golongan usia muda yaitu tahun (Depkes RI 2006).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Epidemi human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

Oleh: Logan Cochrane

PENELITIAN TENTANG PENGETAHUAN HIV&AIDS DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN BERISIKO HIV&AIDS

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMA TENTANG HIV/AIDS DAN PENCEGAHANNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

I. PENDAHULUAN. pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-ganti

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB I PENDAHULUAN. 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berbunyi Setiap orang berhak

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. manusia lainnya sebagai makhluk yang selalu digerakkan oleh keinginan-keinginan

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep dan strategi pembangunan kesehatan telah mengalami pergeseran, yang dahulu kala lebih menitik beratkan kepada upaya kuratif, sekarang sudah berorientasi kepada promosi dan preventif yang saat ini lebih dikenal dengan istilah paradigma sehat. Paradigma sehat adalah salah satu upaya pembangunan kesehatan yang berorientasi kepada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan penduduk sehat bukan hanya penyembuhan pada orang sakit. Sehingga kebijaksanaan pembangunan kesehatan lebih ditekankan pada upaya promotif dan preventif dengan meningkatkan, memelihara dan melindungi orang yang sehat agar lebih sehat dan produktif serta tidak jatuh sakit. Sedangkan yang sakit perlu disembuhkan agar menjadi sehat (Depkes RI, 2000). Pemerintah perlu segera meningkatkan upaya kesehatan yang berorientasi pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan yang mewujudkan manusia Indonesia Sehat 2010 dan membebaskan ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap dokter dan obat. Upaya kesehatan di masa datang harus mampu mendorong masyarakat untuk lebih memiliki pengetahuan, sikap dan tindakan untuk menghindarkan diri dari perilaku atau gaya hidup yang dapat menimbulkan resiko terhadap suatu penyakit (Depkes RI, 1999). Gambaran kota Medan dimasa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah Medan sehat sejahtera 2110, menuju kota Medan Metropolitan. Tentu saja upaya pencapaian Medan sehat 2010 tidak mudah

diwujudkan mengingat kota Medan merupakan kota besar. Kota Medan sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia, sangat strategis sebagai pusat informasi, perbelanjaan, hiburan, pendidikan dan teknologi (Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2004). Kondisi tersebut memberi peluang pada peningkatan urbanisasi penduduk sehingga mengakibatkan terjadinya ledakan penduduk. Rendahnya pendidikan dan pengetahuan mereka ditambah dengan kurangnya keterampilan akan menempatkan mereka bekerja di sektor informal seperti halnya supir taksi (Agung, 2001). Salah satu isu yang saat ini telah mempengaruhi dunia kerja adalah meningkatnya kasus HIV/AIDS dimana lebih dari 90% dari mereka berusia produktif antara 20-50 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan ILO tahun 2001, Population Mobility and HIV in Indonesia, pola dan kecenderungan penyebaran HIV terkait dengan perpindahan pekerja baik secara domestik maupun internasional. Meski belum diperoleh data memadai yang membuktikan adanya korelasi antara perpindahan pekerja dan penyebaran HIV, diasumsikan kelompok penduduk dengan mobilitas tinggi dan berperilaku seks berisiko, termasuk pekerja sektor pertambangan, konstruksi, perkebunan, transportasi, perikinan dan buruh migran rentan terhadap penularan HIV (ILO,2001). Berdasarkan data dari Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Sumatera Utara jumlah kumulatif pengidap infeksi HIV dan kasus AIDS sejak tahun 1994 sampai dengan Juni 2008 adalah 1316 yang terdiri dari 545 kasus HIV dan 771 kasus AIDS. Jumlah kumulatif HIV berdasarkan jenis kelamin yang dilaporkan sejak tahun 1994 sampai dengan Juni 2008 adalah sebanyak 553 orang dengan jenis kelamin laki-laki dan 199 orang untuk jenis kelamin perempuan. Jumlah kumulatif HIV/AIDS

berdasarkan Kabupaten /Kota di Provinsi Sumatera Utara sampai dengan Juni 2008 menunjukkan bahwa kota Medan mendapat urutan pertama dengan jumlah kasus 969 yang terdiri dari 621 HIV dan 348 kasus AIDS. Meningkatnya kasus HIV di kota Medan merupakan salah satu dampak dari berkembangnya kegiatan prostitusi yang merupakan konsekuensi logis dari kemajuan pembangunan dibidang pariwisata. Adanya aktivitas sosial seperti klub malam, warung remang-remang, cafe dan sebagainya yang masih berlangsung hingga larut malam menyebabkan masyarakat dapat dengan leluasa menikmati akses yang ada dan dapat mempengaruhi perilaku masyarakat. Selain itu, adanya persepsi masyarakat yang keliru yang beranggapan bahwa kegiatan seksual itu pada hakekatnya bukan hanya untuk mencari keturunan (anak), melainkan untuk prorekreasi (untuk memperoleh kenikmatan dan untuk kesenangan) serta untuk mencari hiburan demi pemenuhan kebutuhan biologis saja. Memicu berkembangnya kegiatan prostitusi dan berdampak pula terhadap peningkatan jumlah kasus berbagai penyakit menular seksual (PMS), termasuk HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) Kelompok masyarakat yang diprioritaskan untuk berperan dalam pencegahan penularan HIV adalah kelompok yang berperilaku beresiko, diantaranya Wanita Pekerja Seksual (WPS) dan pengguna narkoba suntik. Akan tetapi berdasarkan penelitian Erdana (2004), sebagian besar WPS tidak mau menggunakan kondom sewaktu melakukan hubungan seksual. Hal ini dikarenakan pelanggan tidak

menginginkan kondom. Kondom dianggap mengurangi kenikmatan dalam berhubungan seksual. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh ILO (2004), 7 10 juta pelanggan seks komersil di Indonesia yang konsisten menggunakan kondom yaitu dibawah 13%. Penggunaan kondom pada hubungan seksual yang beresiko sebenarnya cara yang paling efektif dalam pencegahan penularan HIV. Akan tetapi banyak masyarakat khususnya pelanggan seks komersial kurang menyadari pentingnya tindakan pencegahan penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS. Dimana tindakan melakukan hubungan seksual secara bebas merupakan salah satu fakotr penularan virus HIV. Dari segi kualitatif terlihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi pada perilaku yang berkaitan dengan penularan HIV, misalnya pola-pola hubungan seks, jumlah pasangan seks, hubungan seks tanpa kondom, norma sosial atau keyakinan yang berkaitan dengan perilaku beresiko serta frekuensi melakukan pada kelompok beresiko (Laura, 2007). Pekerjaan sebagai supir taksi rentan terhadap penularan virus HIV. Salah satunya disebabkan oleh penggunaan jasa transportasi jarak dekat seperti mobil taksi oleh wanita pekerja seksual (kelompok resiko tinggi). Adanya hubungan yang lebih antara supir dengan pelanggan tetap (pekerja seksual) memberi peran yang lebih bagi supir taksi, tidak hanya mengantar dan menjemput pekerja seks dari hotel melati hingga hotel berbintang. Diantaranya ada supir yang ikut membantu pekerja seks dalam mencari pelanggannya. Kemudian sebagai upah dari jasa tersebut ada supir taksi yang meminta pekerja seksual untuk melakukan hubungan seksual dengan

mereka sebagai ganti dari upah berupa uang. Pada awalnya hal ini semata dilakukan karena alasan ekonomi dimana supir bisa mendapatkan penghasilan yang lebih dari yang biasanya. Namun secara tidak langsung kegiatan yang dilakukan dapat mempengaruhi perilaku supir. Pekerjaan sebagai supir taksi yang mana memiliki waktu yang banyak di jalan raya juga beresiko terinfeksi HIV dalam menghadapi dan menemui peristiwa kecelakaan lalu lintas. Contoh kasus yaitu kesalahan dalam proses pertolongan terhadap korban kecelakaan lalu lintas yang tidak diketahui identitasnya, adanya kemungkinan HIV positif atau tidak bisa menyebabkan supir terinfeksi HIV bila terjadi kontak langsung melalui luka. Luka pada supir taksi sebagai jalan masuknya virus, dan darah dari korban kecelakaan lalu lintas yang kemungkinan mengandung virus HIV memudahkan penularan HIV kepada orang yang membantu korban kecelakaan. Upaya pencegahan penularan HIV pada korban kecelakaan lalu lintas sebaiknya menghindari kontak langsung dengan menggunakan kantongan plastik atau alas yang tersedia. Walaupun kasus seperti ini jarang ditemukan. Keberadaan yang jauh dari keluarga, seperti halnya supir taksi tidak tinggal dengan keluarga melainkan hidup sendirian di kota dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Ditambah dengan adanya hubungan yang tidak harmonis dalam keluarga dapat mempengaruhi perilaku supir taksi dalam menikmati akses yang ada di masyarakat. Dikaitkan dengan survei yang dilakukan ILO (2004) terhadap 1200 supir truk di Indonesia yang sering disebut Mobile Men with Money and Migrant diantaranya

47,5% pernah membeli seks, dimana rata-rata mereka membeli seks dari 8 pekerja seks setahun dan mempunyai 4 pasangan lain. Supir taksi yang memiliki jam kerja hingga malam hari disebabkan pada malam hari penggunaan jasa taksi oleh masyarakat lebih banyak. Kemudian dengan adanya peran yang lebih antara supir taksi dan pekerja seksual seperti menjemput, mengantar dan mencarikan pelanggan biasanya terjadi pada malam hari. Setelah lelah bekerja dan menyelesaikan rutinitas yang terjadi pada pagi hari hingga sore hari. Masyarakat di kota besar seperti kota Medan banyak mencari dan menikmati hiburan yang memang dapat diakses pada malam hari. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di beberapa lokasi hiburan seperti klub malam, tempat karaoke, dan cafe di kota Medan terlihat mobil taksi mengantar kemudian menjemput wanita pekerja seksual. Ada juga supir taksi yang mangkal di tempat penginapan menunggu pelanggan, baik dari jenis penginapan hotel melati hingga hotel berbintang. Menurut Meriani (1998), dalam penelitiannya di Pulo Sicanang terlihat bahwa supir taksi merupakan ujung tombak dalam pemasaran jasa seks dengan menyebarkan informasi kepada calon pelanggan potensial mengenai lokasi, aturan main, jenis pelayanan yang tersedia dan tarifnya. Oleh karena peran supir taksi yang demikian bahkan sampai menjadi perantara dalam negosisi tarif kepada calon pelanggan membuat mereka mendapatkan penghasilan yang lebih dari pekerja seks atas jasa yang mereka berikan. Taksi Matra merupakan salah satu taksi yang besar di kota Medan, yang memiliki pembagian tempat beroperasi yang jelas seperti tempat operasi di lokasi

hiburan dan sebagainya. Hal ini yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang perilaku supir taksi Matra di kota Medan dalam hal pencegahan penularan HIV. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini bagaimana perilaku supir taksi Matra terhadap pencegahan penularan HIV di Kota Medan. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui perilaku supir Taksi MATRA terhadap pencegahan penularan HIV di Kota Medan. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui karakteristik supir Taksi MATRA terhadap pencegahan penularan HIV di Kota Medan 2. Untuk mengetahui sumber Informasi supir Taksi MATRA terhadap pencegahan penularan HIV di Kota Medan 3. Untuk mengetahui pengetahuan supir Taksi MATRA terhadap pencegahan penularan HIV di Kota Medan. 4. Untuk mengetahui sikap supir Taksi MATRA terhadap pencegahan penularan HIV di Kota Medan. 5. Untuk mengetahui tindakan supir Taksi MATRA terhadap pencegahan penularan HIV di Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Memberikan gambaran tentang pencegahan penularan HIV pada supir Taksi MATRA di Kota Medan. 2. Dapat menambah pengetahuan kepada supir taksi sehingga mengurangi jumlah kasus baru HIV. 3. Memberikan masukan kepada instansi terkait dalam membuat kebijakan. 4. Sebagai masukan kepada peneliti lainnya.