BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan guna

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. betapa besar potensi laut sebagai sumber daya alam. Laut tidak saja

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara, hal ini terlihat dalam Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, segala sesuatu dituntut untuk lebih praktis. Kondisi itu makin

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan yang sudah dirancang sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. bersifat istimewa yang diatur dengan Undang- Undang dan negara mengakui dan. menghormati ke satuan-kesatuan masyarakat hukum

BAB I PENDAHULUAN. yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan negara hukum. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut. rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga daerah itu. 1.

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. implementasi dari pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*15365 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2004 (31/2004) TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

BAB I PENDAHULUAN. kas daerah, baik melalui sumber daya alam maupun dari sumber lainnya, dalam hal sumber

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Secara konstitusional hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah sebagian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. wajib tunduk pada aturan-aturan hukum yang menjamin dan melindungi hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat) dalam arti negara pengurus. 1 Selain itu,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI)

BAB I PENDAHULUAN. dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. b) Mengatur dan mengawasi menggunakan dan pemanfaatan,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG P E R I K A N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tergantung kepada nilai saham yang hendak diperjualbelikan di pasar modal. Undang-

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal I

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan negara, karena itu di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (yang selanjutnya ditulis UUD 1945), Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya atau orang yang berada dalam wilayahnya. Pelanggaran atas

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN DI PERAIRAN UMUM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

UNDANG-UNDANG REFUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 69 TAHUN 2012 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam konsep kesejahteraan (welfare) dalam Pembukaan Undang-Undang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

BAB I PENDAHULUAN. Ditengah-tengah perkembangan dunia usaha saat ini, tepatnya yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN IJIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Heni Susila Wardoyo, S.H., M.H

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kebudayaan atau pun kebiasaan masyarakat di Indonesia.

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN [LN 2004/118, TLN 4433]

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

BAB I PENDAHULUAN dituangkan dalam Undang-Undang Pokok-pokok Agraria (UUPA). Pasal 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perbankan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1998

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1990 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

luas. Secara geografis Indonesia memiliki km 2 daratan dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan yang dimiliki merupakan potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk masa depan bangsa, sebagai tulang punggung pembangunan nasional. Hal ini sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 yang menyatakan : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemanfaatan secara optimal diarahkan pada pendayagunaan sumber daya ikan dengan memperhatikan daya dukung yang ada dan kelestariannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil, meningkatkan penerimaan dari devisa negara, menyediakan perluasan dan kesempatan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan daya saing hasil perikanan serta menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan serta tata ruang. Hal ini berarti bahwa pemanfaatan sumber daya perikanan harus seimbang dengan daya dukungnya, sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat secara terus menerus. 1

Salah satunya dilakukan dengan pengendalian usaha perikanan melalui pengaturan pengelolaan perikanan. Di dalam penjelasan UU No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan menjelaskan bahwa Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hukum Laut Tahun 1982 yang telah diratifikasi dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982, menempatkan Indonesia memiliki hak untuk melakukan pemanfaatan, konservasi, dan pengelolaan sumber daya ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, dan Laut Lepas yang dilaksanakan berdasarkan persyaratan atau standar internasional yang berlaku. Oleh karena itu, dibutuhkan dasar hukum pengelolaan sumber daya ikan yang mampu menampung semua aspek pengelolaan sumber daya ikan dan mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum dan teknologi. Kehadiran Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan diharapkan dapat mengantisipasi sekaligus sebagai solusi terhadap perubahan yang sangat besar di bidang perikanan, baik yang berkaitan dengan ketersediaan sumber daya ikan, kelestarian lingkungan sumber daya ikan, maupun perkembangan metode pengelolaan perikanan yang semakin efektif, efisien, dan moderen. Di sisi lain, terdapat beberapa isu dalam pembangunan perikanan yang perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat maupun pihak lain yang terkait dengan pembangunan perikanan. Isu-isu tersebut diantaranya adanya gejala penangkapan ikan yang berlebih, pencurian ikan, dan tindakan illegal fishing lainnya yang tidak hanya menimbulkan kerugian bagi negara, tetapi juga mengancam kepentingan nelayan dan pembudi daya-ikan, iklim industri, dan usaha perikanan nasional. Permasalahan tersebut harus diselesaikan dengan 2

sungguh-sungguh, sehingga penegakan hukum di bidang perikanan menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka menunjang pembangunan perikanan secara terkendali dan berkelanjutan. Adanya kepastian hukum merupakan suatu kondisi yang mutlak diperlukan dalam penanganan tindak pidana di bidang perikanan. Namun pada kenyataannya, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan saat ini masih belum mampu mengantisipasi perkembangan teknologi serta perkembangan kebutuhan hukum dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya ikan dan belum dapat menjawab permasalahan tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan terhadap beberapa substansi, baik menyangkut aspek manajemen, birokrasi, maupun aspek hukum. Kelemahan pada aspek manajemen pengelolaan perikanan antara lain belum terdapatnya mekanisme koordinasi antar instansi yang terkait dengan pengelolaan perikanan. Sedangkan pada aspek birokrasi, antara lain terjadinya benturan kepentingan dalam pengelolaan perikanan. Didalam penjelasan UU No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan menyatakan bahwa kelemahan pada aspek hukum antara lain masalah penegakan hukum, rumusan sanksi, dan yurisdiksi atau kompetensi relatif pengadilan negeri terhadap tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di luar kewenangan pengadilan negeri tersebut. Melihat beberapa kelemahan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan di atas, maka dirasa perlu untuk melakukan perubahan terhadap Undang-Undang tersebut, yang meliputi: 3

1. Mengenai pengawasan dan penegakan hukum menyangkut masalah mekanisme koordinasi antar instansi penyidik dalam penanganan penyidikan tindak pidana di bidang perikanan, penerapan sanksi (pidana atau denda), hukum acara, terutama mengenai penentuan batas waktu pemeriksaan perkara, dan fasilitas dalam penegakan hukum di bidang perikanan, termasuk kemungkinan penerapan tindakan hukum berupa penenggelaman kapal asing yang beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. 2. Masalah pengelolaan perikanan antara lain kepelabuhanan perikanan, konservasi, perizinan, dan kesyahbandaran. 3. Diperlukan perluasan yurisdiksi pengadilan perikanan sehingga mencakup seluruh wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. Di samping itu perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan juga mengarah pada keberpihakan kepada nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil antara lain dalam aspek perizinan, kewajiban penerapan ketentuan mengenai sistem pemantauan kapal perikanan, pungutan perikanan, dan pengenaan sanksi pidana. Berdasarkan Perda Kabupaten Agam Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Izin Usaha Perikanan pada Pasal 1 angka 8, yang dimaksud dengan usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan, atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersial. Dengan usaha perikanan tersebut banyak masyarakat yang memilih suatu usaha ini untuk meningkatkan ekonomi 4

dan kebutuhan sehari - harinya, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar lingkungan Laut Tiku Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam. Laut Tiku selain sebagai tempat Objek Wisata daerah tersebut juga banyak terdapat usaha perikanan yang dimiliki masyarakat, dari kegiatan usaha perikanan tersebut di antara salah satunya adalah usaha penangkapan ikan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Izin Usaha Perikanan pada Pasal 1 angka 9, menjelaskan bahwa usaha penangkapan ikan ialah usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan penangkapan ikan. Dengan adanya kegiatan usaha penangkapan ikan pada masyarakat setempat atau terhadap masyarakat lainnya yang menjalani usaha tersebut, dapat menambah penghasilan atau menjadi sumber mata pencarian untuk kebutuhan sehari - harinya, tetapi kegiatan atau usaha penangkapan ikan tersebut wajib mematuhi prosedur dan ketentuan yang ada. Diantara ketentuan tersebut berdasarkan pasal 7 ayat (2) Undang Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan, menyebutkan bahwa diantaranya adalah bagi setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pengelolaan perikanan wajib mematuhi ketentuan mengenai jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan; jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu penangkapan ikan; daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan; persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan; sistem pemantauan kapal perikanan; jenis ikan baru yang akan dibudidayakan; jenis ikan dan wilayah penebaran kembali serta penangkapan ikan berbasis budi daya; pembudidayaan ikan dan perlindungannya; pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan serta lingkungannya; ukuran atau berat minimum 5

jenis ikan yang boleh ditangkap; kawasan konservasi perairan; wabah dan wilayah wabah penyakit ikan; jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan, dimasukkan, dan dikeluarkan ke dan dari wilayah Negara Republik Indonesia; dan jenis ikan yang dilindungi. Untuk itu Pemerintahan Daerah Kabupaten Agam mengeluarkan suatu kebijakan terhadap pemanfaatan sumber daya alam yang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dalam melakukan usaha tersebut, tujuan dari kebijakan itu adalah untuk menertibkan usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat dalam bentuk mekanisme perizinan, dengan izin ini kebijakan tersebut dituangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 3 Tahun 2009 tentang Izin Usaha Perikanan. Dengan kata lain, fungsi pengaturan ini dapat diartikan dengan fungsi yang harus dimiliki oleh Pemerintah (Pemerintah Daerah). 1 Maka dengan adanya peraturan ini, masyarakat harus terlebih dahulu menjalankan prosedur atau ketentuan sesuai dengan peraturan yang telah ada, dan di harapkan juga adanya ketertiban dari kegiatan usaha penangkapan ikan yang ada karena Peraturan Daerah tersebut telah mengatur kegiatan usaha penangkapan ikan ini. Namun di dalam kenyataannya, masyarakat Tanjung Mutiara atau masyarakat sekitar Laut Tiku tersebut masih ada sebagian kecil masyarakatnya yang tidak memiliki izin usaha penangkapan ikan. Hal ini disebabkan kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Agam didalam pemberian izin usaha penangkapn ikan. 1 Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm 194 6

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengetahui pengawasan yang dilakukan dalam proses pemberian izin usaha penangkapan ikan dan bentuk pelanggaran terhadap izin usaha penangkapan serta tindak lanjut Pemerintah Kabupaten Agam terhadap pelanggaran tersebut. Oleh karena itu, penulis berkeinginan untuk mengangkatnya dalam bentuk penelitian dengan judul PELAKSANAAN IZIN USAHA PENANGKAPAN IKAN DI LAUT TIKU KECAMATAN TANJUNG MUTIARA KABUPATEN AGAM B. Perumusan Masalah Maka dalam lingkup permasalahan ini penulis perlu membatasinya agar masalah yang dibahas tidak menyimpang dari sasarannya. Untuk itu dapat penulis kemukakan beberapa rumusan masalah yang meliputi sebagai berikut: 1. Bagaimana proses pemberian izin usaha penangkapan ikan oleh Bupati Kabupaten Agam kepada Masyarakat Kecamatan Tanjung Mutiara? 2. Kendala - kendala apa saja yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Agam dalam pelaksanaan izin usaha penangkapan ikan tersebut? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1 Untuk mengetahui proses pemberian izin usaha penangkapan ikan oleh Bupati Kabupaten Agam kepada Masyarakat Kecamatan Tanjung Mutiara. 7

2 Untuk mengetahui kendala kendala apa saja yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Agam dalam pelaksanaan izin usaha penangkapan ikan tersebut. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat teoritis 1). Penulis mengharapkan dapat memberi mamfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, dan bidang hukum administrasi negara pada khususnya. 2). Untuk melatih kemampuan penulis untuk melakukan penelitian secara ilmiah dan merumuskan hasil penelitian tersebut kedalam bentuk tulisan. 3). Untuk dapat dijadikan bahan bacaan bagi masyarakat terutama bagi orang - orang yang ingin mendapatkan izin usaha penangkapan ikan. 4). Sebagai bahan masukan terutama bagi Daerah Kabupaten Agam bahwa masih banyak masyarakat yang belum memiliki izin usaha penangkapan ikan dan masih banyak melakukan penyimpanganpenyimpangan. 5). Diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa, dosen maupun masyarakat luas dalam menambah wawasan dan pengetahuan serta dapat dijadikan bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya. 8

2. Manfaat praktis Sebagai bahan rujukan bagi pembaca maupun masyarakat luas, khususnya masyarakat Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam untuk mengetahui bagaimana cara pemberian izin usaha penangkapan ikan. E. Metode Penelitian Tahap yang dilakukan sebelum penulisan dalam penelitian, penulis mengunakan dan melaksanakan penelitian dengan memakai metode sebagai berikut: 1. Metode Pendekatan Untuk melengkapi bahan/konkrit dan jawaban yang objektif, ilmiah, serta dapat dipertanggung jawabkan, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan masalah secara yuridis sosilogis atau empiris, yakni pendekatan masalah dengan melihat norma yang ada dan yang terjadi atau yang terdapat di dalam masyarakat 2. Dan juga mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku berkenaan dengan masalah yang dibahas dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan mengenai penerapan peraturan hukum berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. 2. Sifat Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan sifat penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk melukiskan sesuatu hal secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap data-data yang penulis peroleh di daerah- 2 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hlm. 30 9

daerah tertentu pada saat tertentu. Dalam hal ini menggambarkan tentang pemberian izin usaha penangkapan ikan. 3. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang di kumpulkan adalah berupa: a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh sebagai hasil dari penelitian lapangan. Dalam penelitian ini data dikumpulkan sendiri oleh peneliti dan semua keterangan untuk pertama kalinya dicetak oleh peneliti yang awal mulanya penelitian belum ada data. Data ini juga dapat diperoleh melalui wawancara yaitu melakukan tanya jawab dengan pihak yang terkait dalam proses pemberian izin terhadap Pelaksanaan Izin Usaha Penangkapan Ikan Di Laut Tiku Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam. b. Data Sekunder Dalam penelitian ini data yang digunakan oleh peneliti adalah data yang dikumpulkan oleh orang lain. Pada waktu penelitian dimulai data telah tersedia apabila diingat akan hirarki data primer dan sekunder terhadap situasi yang sebenarnya maka data primer lebih dekat dengan situasi yang sebenarya dari pada data sekunder. Disamping itu, data sekunder sudah given atau begitu adanya karena tidak diketahui metode pengambilannya atau validitasnya. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang antara lain bersumber dari: 10

1. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas 3. Bahan-bahan penelitian yang berasal dari peraturanperaturan dan kekentuan-ketentuan yang berkaitan dengan judul dan permasalahan, antara lain: a. Undang-Undang Dasar 1945. b. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. c. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. d. Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Izin Usaha Perikanan. e. Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah. f. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan. g. Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Retribusi Perizinan Tertentu. 3 Ibid, hlm. 47. 11

2. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang berasal dari literature -literatur/hasil penelitian berupa: a. Berbagai bahan/buku-buku bacaan dan litertur - literatur yang berkaitan dengan masalah ini. b. Keterangan para pakar, hasil penelitian yang dipublikasikan, jurnal hukum, makalah, dan lain sebagainya. 3. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah kamus-kamus hukum yang membantu menterjemahkan istilah hukum yang dipergunakan dalm pembahasan. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara. Wawancara adalah melakukan tanya jawab dengan menggunakan komunikasi dua arah antara si narasumber dengan sipenanya secara langsung, terarah, serta tepat sasaran. Wawancara dilakukan untuk melengkapi informasi yang penulis butuhkan. Dalam wawancara ini penulis melakukan tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait. Dan komunikasi tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. 4 4 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Grafit, Jakarta, 2004, hlm 72. 12

Teknik wawancara yang di lakukan dengan memakai teknik wawancara tak berstruktur, yang mana wawancara tidak berpedoman pada daftar pertanyaan. 5 Diantaranya yang di wawancarai yaitu : 1. Pemerintah Daerah selaku pemberi izin. 2. Masyarakat yang melaksanakan usaha penangkapan ikan di Laut Tiku. Dalam hal ini sebagai samplingnya di pilih : a. Masyarakat pemegang izin. b. Masyarakat yang tidak memiliki izin. b. Studi Dokumen Penulis melakukan identifikasi berdasarkan dokumen-dokumen yang ada untuk pengumpulan data sekunder. Studi dokumen ini diperoleh melalui buku-buku, literatur yang dilakukan pada : 1. Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat. 2. Perpustakaan Daerah Kabupaten Agam 3. Perpustakaan Pusat Universitas Andalas. 4. Perpusatakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas. 5 Roedy Rustam, Teknik Wawancara, diakses dari http://www.slideshare.net/rudyrustam/tehnikwawancara, pada tanggal 12 Februari 2014 pukul 04.13. 13

5. Pengolahan Data Pengolahan data adalah kegiatan merapikan hasil pengumpulan data di lapangan sehingga siap untuk dianalisis 6. Analisis data mengarah menuju kepopulasi. Bersifat inferensial berdasarkan data dari sample digeneralisasi menuju ke data populasi. Data catatan-catatan berkasbarkas, informasi dikumpulkan oleh para pencari data yang diharapkan akan dapat meningkatkan mutu kehandalan (reliabilitas) data yang hendak dianalisis 7. 6. Analisis Data Penulis melakukan pendekatan analisis data berupa analisa secara kualitatif terhadap data yang telah diolah dan menghubungkan permasalahan yang di kemukakan tanpa menggunakan perumusan statistic tetapi dijabarkan dalam bentuk penulisan yang deskriptif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pendapat para ahli, dan pendapat penulis sendiri. 6 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta, 1999, Sinar Grafika, hlm. 72. 7 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, 2004, PT Raja Grafindo, hlm. 168-169. 14