BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi pengadaan citra satelit daerah kajian, pengadaan perangkat lunak dan perangkat keras yang akan digunakan untuk mengolah citra satelit tersebut. 3.1.1 Daerah Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di sekitar Kecamatan Batujajar dan Kecamatan Saguling, Bandung, Jawa Barat. Koordinat geodetik dari lokasi tersebut adalah: 6 o 52 11.51 LS - 6 o 54 00.57 LS dan 107 o 27 49.14 BT - 107 o 33 15.42 BT. Lokasi ini memiliki dimensi sekitar 6.2 x 5 km dengan luas 3164.32 ha. Daerah penelitian didomisili oleh vegetasi dan juga waduk (tubuh air). Pada lokasi ini juga terdapat permukiman penduduk dan juga banyak daerah industri beserta gedung. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 Gambar 3.1 Lokasi Penelitian, kecamatan Batujajar dan Saguling, Bandung, Jawa Barat 12
3.1.2 Data yang Digunakan 3.1.2.1 Data Citra Satelit yang Digunakan Data yang digunakan pada penelitian kali ini adalah sebagai berikut: Citra satelit Landsat 5 TM pada Kecamatan Batujajar dan Saguling yang diambil pada tanggal 29 Juli 2009. Citra satelit ini mengacu pada datum geodetik WGS 84 dengan sistem koordinat Universal Transverse Mercator. Gambar 3.2 Citra Satelit Landsat 5 TM Kota dan Kabupaten Bandung Ground truth (titik referensi) sebanyak 180 titik yang akan digunakan sebagai titik referensi untuk proses accuracy assessment (uji akurasi). Titik referensi ini diambil dari Google Earth tahun 2010. 3.1.2.1 Perangkat yang digunakan Perangkat lunak yang digunakan pada penelitian ini antara lain: Definiens Professional 5 (lisensi dari PT Barista Geoinformatika) Ilwis 3.4 (Open Source) 13
3.2 Pengolahan Citra Satelit Dalam analisis citra satelit untuk klasifikasi tutupan lahan ada tiga tahapan penting yang harus dilakukan yaitu pra pengolahan citra, proses klasifikasi, dan accuracy assessment. 3.2.1 Pra Pengolahan Citra Data citra yang didapatkan tidak dapat secara langsung digunakan untuk proses pengolahan dan analisis. Data penginderaan jauh selalu memiliki berbagai tipe kesalahan yang harus dikoreksi sebelum analisa lebih lanjut dapat dilaksanakan. Kesalahan yang ada berupa kesalahan geometrik yang bersifat sistematis. Tahap pra pengolahan citra ini merupakan tahapan agar citra tersebut terbebas dari kesalahan sistematis dan mempunyai bentuk yang sedekat mungkin dengan bentuk aslinya di permukaan bumi. Pra pengolahan citra ini terdiri dari pemotongan citra, koreksi geometrik, dan penajaman citra. 3.2.1.1 Pemotongan Citra Data citra yang didapatkan merupakan Kota dan Kabupaten Bandung (Gambar 3.2). sedangkan daerah yang merupakan daerah kajian hanyalah di daerah Kecamatan Saguling dan Kecamatan Batujajar sehingga diperlukan pemotongan citra pada daerah penelitian yang akan digunakan. Pemotongan citra dilakukan pada citra satelit Landsat 5 TM dan hasil pemotongan citra dapat dilihat pada Gambar 3.3 14
Gambar 3.3 Citra Hasil Pemotongan Sesuai Daerah Kajian 3.2.1.2 Koreksi Geometrik Koreksi geometrik data penginderaan jauh dipengaruhi oleh distorsi (kesalahan) yang timbul pada saat perekaman. Hal ini dipengaruhi oleh perputaran bumi ataupun bentuk dari permukaan bumi. Koreksi geometrik adalah proses transformasi koordinat pada citra ke sistem referensi baru yang dianggap benar secara geometris. Oleh karena itu dibutuhkan titik kontrol tanah (ground control point) sebagai titik referensi. Titik referensi ini telah diketahui koordinatmya. Proses transformasi ini menggunakan model transformasi affine yang mengacu pada Datum WGS 84 dengan sistem proyeksi UTM zona 48 S. Pada penelitian kali ini titik kontrol tanah yang digunakan mengacu pada peta RBI kota dan kabupaten Bandung yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal. Titik GCP yang digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 11 titik. Untuk dapat mengetahui keakuratan dari koreksi geometrik yang telah dilakukan maka dibutuhkan adanya titik ICP (Independent Check Point) yang diletakkan secara merata di dalam cakupan GCP pada citra yang telah dikoreksi. Dan titik ICP yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 titik. Dari perhitungan dan proses koreksi geometrik yang dilakukan maka didapatkan nilai RMSE dari GCP sebesar 0.394 pixel dan nilai RMSE dari 15
ICP sebesar 0.264 pixel. Dari kedua nilai RMSE yang didapatkan maka koreksi geometrik yang dilakukan telah memenuhi persyaratan standar kesalahan yaitu 0.5 pixel (menurut Ekadinata, 2008). 3.2.1.3 Penajaman Citra (Image Enhancement) Pada umumnya, interpretasi citra secara visual merupakan bagian penting dalam pengolahan citra. Selain itu tampilan citra pada layar ataupun pada media cetak bisa merupakan alat komunikasi visual yang sangat berguna. Akan tetapi, seringkali tampilan citra berdasarkan digital number aslinya bukan merupakan tampilan yang paling sempurna dalam memperlihatkan objek-objek tertentu di permukaan bumi. Oleh karena itu dibutuhkan beberapa proses untuk memperbaiki tampilan citra sehingga sesuai dengan kebutuhan. Penajaman citra atau peningkatan kualitas citra merupakan suatu proses untuk mengubah suatu citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara (Wasil, 2012). Proses penajaman citra ini tidak akan mengubah nilai digital number melainkan hanya memanipulasi tampilan pada layar. Tujuan utama dari penajaman citra ini adalah memproses citra sehingga citra yang dihasilkan lebih baik daripada citra aslinya (Sutoyo, 2009) Penajaman citra yang dilakukan pada penelitian ini yaitu Peregangan Linear (Linear Stretching). Metode ini efektif untuk digunakan pada band-band yang mempunya kisaran digital number yang sempit, sehingga perbedaan atau tingkat kontras dari tampilan tidak terlalu terlihat jelas. Setelah dilakukan perenggangan linear ini, didapat visualisasi yang lebih baik (Gambar 3.4) 16
Gambar 3.4 Citra Kajian setelah Peregangan Linear 3.2.2 Proses Klasifikasi 3.2.2.1 Metode Pixel-Based Dalam klasifikasi dengan menggunakan metode pixel-based ada dua teknik yang bisa digunakan yaitu supervised classification (klasifikasi terbimbing) dan unsupervised classification (klasifikasi tidak terbimbing). Pada penelitian ini yang digunakan adalah klasifikasi terbimbing. Klasifikasi terbimbing merupakan proses klasifikasi yang dilakukan dengan terlebih dahulu membuat contoh (training sample) dari beberapa kelas tutupan lahan yang telah kita ketahui benar tutupan lahannya di lapangan. Himpunan dari training sample ini akan membentuk ciri spektral dari masing-masing tipe tutupan lahan. Pada metode pixel-based ini tahapan penting yang dilakukan adalah (1) memilih training sample (2) melakukan proses klasifikasi yang menggambarkan informasi kelas (3) menghitung tingkat akurasi citra yang telah terklasifikasikan melalui analisis confusion matrix. 17
Pada klasifikasi terbimbing ini juga digunakan sub metode klasifikasi dengan metode maximum likelihood dan minimum distance. Metode maximum likelihood ini merupakan strategi klasifikasi dengan cara mengevalusi kuantitatif varian maupun korelasi pola tanggapan spektral pada saat mengklasifikasikan citra yang tidak dikenal. Pengklasifikasian ini menggunakan bentuk training sampel yang bersifat sebaran normal, yaitu semua sebaran (distribusi) pola tanggapan spektral penutup lahan dianggap atau diasumsikan sebagai vektor rata-rata dan kovarian matrik, sehingga probabilitasnya berupa kurva normal Gaussian. Sedangkan metode minimum distance dilakukan dengan menentukan nilai rata-rata setiap kelas yang disebut vektor rata-rata. 3.2.2.2 Metode Object-Based dan Segmentasi Citra Klasifikasi berdasarkan objek tidak berdasarkan pada nilai piksel tunggal saja, tapi berupa objek yang mengandung banyak piksel yang telah dikelompokkan dalam segmentasi citra. Pada klasifikasi citra dengan metode object-based tahap awal dan penting yang dilakukan adalah segmentasi. Segmentasi pada dasarnya merupakan proses membuat objek yang berupa poligon dari citra. Segmentasi citra ini dilakukan dengan menggunakan e- Cognition software Metode yang dilakukan untuk segmentasi adalah segmentasi multiresolusi. Ada lima parameter yang digunakan untuk pembuatan poligon atau objek ini (Gambar 3.5) 18
Gambar 3.5 Parameter Segmentasi (Sumber: Definiens Professional 5 Reference Book) Scale Parameter adalah parameter yang paling penting dalam segmentasi. Parameter ini menentukan seberapa banyak jumlah piksel yang menyusun satu buah objek atau poligon. Komposisi homogenitas terdiri dari 2 parameter yaitu Color dan Shape. Color dan shape ini memiliki nilai dan sifat yang saling berkebalikan, sehingga penjumlahan keduanya harus berjumlah satu. Semakin besar nilai color, segmentasi yang dibuat akan berdasarkan pada perbedaan warna atau rona karena color ini mendefinisikan jumlah poligon berdasarkan keseragaman warna. Sedangkan shape mendefinisikan jumlah poligon berdasarkan keseragaman bentuk, sehingga semakin besar nilai shape maka poligon yang terbentuk akan mempertahankan bentuk dibanding membuat keragaman warna. Smoothness dan compactness merupakan turunan dari shape. Apabila shape bernilai nol maka kedua parameter ini tidak aktif. Smoothness memberikan nilai kehalusan pada edges poligon yang terbuat dan compactness memberikan nilai kekakuan pada edges poligon yang terbuat. Smoothness dan compactness juga memiliki sifat yang saling berkebalikan. Dalam segmentasi ditentukan nilai kelima parameter di atas untuk mendapatkan segmentasi terbaik sesuai dengan yang diharapkan. Satu set segmentasi disebut satu level data. 19
Pada penelitian kali ini dilakukan beberapa kombinasi parameter segmentasi. Kombinasi parameter tersebut meliputi scale parameter 50, 40, 30, 25, 20, 10, dan 5 dengan kombinasi parameter segmentasi lainnya. Dari setiap level data menghasilkan segmentasi yang berbeda-beda. Perbedaan segmentasi ini memang diperlukan untuk mengidentifikasi objek sesuai karakteristiknya. 3.2.2.3 Object-Based Supervised Classification Setelah dilakukan segmentasi pada citra maka proses selanjutnya yang dilakukan adalah klasifikasi citra berdasarkan pada hasil segmentasi yang telah dilakukan. Klasifikasi bertujuan untuk mengidentifikasikan suatu objek sehingga menjadi objek unik yang berbeda dengan objek lainnya. Klasifikasi dengan metode berbasis objek ini dideskripsikan tidak hanya berdasarkan digital number saja tapi juga bentuk, ukuran, luasan dan lainnya. Sama halnya dengan metode pixel-based, pada klasifikasi dengan metode object-based juga dilakukan training sample yaitu pengambilan sampel dari tiap kelas tutupan lahan. Hanya saja bedanya pengambilan sampel ini tidak berdasarkan per piksel tunggal saja tapi berdasarkan pada hasil segmentasi yang telah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu hasil segmentasi sangat mempengaruhi hasil klasifikasi nantinya. Selain itu dalam pengambilan sampel diperhitungkan parameter-parameter yang digunakan dalam klasifikasi. Parameter-parameter tersebut adalah Layer value, parameter yang mendeskripsikan objek berdasarkan nilai digital number citra objek tersebut. Compactness, tingkat kesatuan area Length/width, rasio antara nilai panjang dan lebar area Roundness, tingkat kemulusan batas area 3.2.3 Accuracy Assessment Accuracy assessment (perhitungan tingkat keakuratan) merupakan suatu metode yang sangat penting untuk menentukan besar tingkat keakuratan hasil 20
klasifikasi yang telah dibuat. Hasil uji ketelitian ini juga mempengaruhi besarnya kepercayaan terhadap setiap jenis data maupun metode analisisnya. Untuk dapat menguji keakuratan ini, ground truth atau titik referensi dikumpulkan sebagai perbandingan sesudahnya dengan data yang telah diklasifikasikan. Titik referensi ini biasanya dikumpulkan di lapangan menggunakan GPS namun sumber-sumber data referensi lainnya dapat berupa citra satelit dengan resolusi tinggi seperti Google Earth atau foto udara. Dari hasil perbandingan data antara hasil klasifikasi dan titik referensi ini kemudian akan didapatkan matriks kesalahan. Matriks kesalahan ini merupakan tabel dua dimensi, dimana kategori kelas dari data titik referensi ditunjukkan pada kolom sedangkan kategori kelas dari citra yang diklasifikasikan ditunjukkan pada baris tabel. Nilai diagonal menunjukkan nilai yang terklasifikasi dengan benar sedangkan nilai lainnya yang bukan pada diagonal menunjukkan kesalahan dalam klasifikasi. Dalam menguji nilai hasil akurasi ini digunakan overall accuracy, producer s accuracy, user accuracy, dan Kappa agreement. Untuk mendapatkan nikai keakuratan dari hasil klasifikasi yang telah dibuat, penulis menggunakan sebanyak 180 titik sampel sebagai titik referensi yang diambil dari citra Google Earth. 180 titik ini mencakupi enam kelas yang didefinisikan dalam klasifikasi tutupan lahan. Keenam kelas tersebut adalah vegetasi, jalan, bangunan dan daerah industri, tubuh air, permukiman, dan lahan kosong. Titik referensi untuk setiap kelas dibagi hampir sama rata. Untuk kelas vegetasi diambil 31 titik sampel, untuk kelas permukiman 32 titik sampel, kelas tubuh air 31 titik sampel, kelas bangunan 31 titik sampel, kelas lahan kosong 31 titik sampel, dan untuk kelas jalan sebanyak 24 sampel. Titik sampel yang digunakan sebagai titik referensi untuk kelas lebih sedikit dibandingkan dengan kelas lainnya karena mengingat citra yang digunakan adalah citra Landsat yang memiliki resolusi 30 meter. Sehingga jalan yang terlihat pada citra merupakan jalan tol yang memiliki lebar lebih dari 30 meter sehingga masih bisa terlihat pada citra yang digunakan. Dalam menentukan titik referensi ini yang perlu dicatat adalah koordinat tiap titik referensi tersebut. 21
Setelah mendefinisikan titik referensi, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menampalkan titik referensi tersebut pada hasil klasifikasi. Dengan begitu akan dicocokkan hasil klasifikasi apakah sudah tepat sesuai dengan titik referensi yang ditentukan atau tidak. Kecocokkan tersebut dilihat dari kesamaan hasil klasifikasi dengan titik referensi, jika hasil menunjukkan kecocokan hasil klasifikasi dengan titik referensi berarti klasifikasi tersebut telah benar, tetapi jika tidak cocok atau tidak sesuai dengan titik referensi berarti hasil klasifikasi yang dilakukan masih salah. Hasil dari proses ini adalah matriks konfusi. Dari matriks konfusi ini kita bisa mendapatkan tingkat keakuratan dan kappa statistik dari hasil klasifikasi baik dengan metode berbasis piksel maupun berbasis objek. 22