BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bab ini menyajikan simpulan hasil penelitian tentang penerapan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya merupakan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan bahasa yang digunakan dalam kelompok terebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF NARASI DENGAN TEKNIK REKA CERITA GAMBAR PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KARANGDOWO KLATEN TAHUN AJARAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pengetahuan, nilai, sikap, dan kemampuan terhadap empat

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain. Hubungannya itu antara lain berupa menyampaikan isi pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. didik (siswa), materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan lain

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan ilmu pengetahuan dari guru dalam proses belajar-mengajar. membimbing dan memfasilitasi siswa dalam kegiatan belajar.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. keterampilan menulis narasi siswa sekolah dasar. Berdasarkan penelitian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN MELALUI TRANSFORMASI FILM DOKUMENTER

2016 PENERAPAN TEKNIK THINK-TALK-WRITE (TTW) DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS BERITA

2014 KEEFEKTIFAN MOD EL PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM SOLVING) D ALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS D ISKUSI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ada empat keterampilan berbahasa yang diterima oleh peserta didik secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. lisan, sedangkan membaca dan menulis terjadi dalam komunikasi secara tertulis.

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia lainnya.

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS V SDN SETONO 1 KECAMATAN NGRAMBE KABUPATEN NGAWI MELALUI STRATEGI ORIENTASI TINDAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODE PENGENALAN BAHASA UNTUK ANAK USIA DINI*

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam merangkai kata. Akan tetapi, dalam penerapannya banyak orang

2013 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI MELALUI METODE MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelajaran Bahasa Indonesia di dunia pendidikan bertujuan agar

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Terampil berbahasa sangat penting dikuasai.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Inti dari pendidikan di sekolah adalah kegiatan belajar mengajar. Keberhasilan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kegiatan belajar mengajar (KBM) yang dilaksanakan di dalam kelas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara siswa dengan guru dan

BAB 1 PENDAHULUAN. membaca, dan menulis. Berbicara merupakan salah satu dari empat aspek

BAB I PENDAHULUAN. belajar bahasa pada hakikatnya sama dengan belajar berkomunikasi. Kegiatan

MODEL SIMULASI KREATIF BERBANTU MEDIA VIDEO SEBAGAI ALTERNATIF PEMBELAJARAN INOVATIF

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Liestia Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, manusia dapat menemukan hal-hal baru yang dapat dikembangkan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam ranah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan dasar yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengandung pikiran atau perasaan. Di dalam kegiatan komunikasi ini, manusia

Peningkatan Hasil Belajar Bahasa Indoneia melalui Metode DRTA (Directed Reading Thingking Activity) Yamini 1

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan dalam Munthe (2013:1), dalam silabus pada KD 13.1 disebutkan, bahwa salah satu kompetensi yang harus

BAB I PENDAHULUAN. berbicara, membaca, dan menulis. keempat keterampilan tersebut memegang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Model Kreatif Pemecahan Masalah dalam pembelajaran menulis karangan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbahasa dan bersastra, yaitu kegiatan menggunakan bahasa dan estetika.

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Pendidikan Taman Kanak-Kanak memiliki peran yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi,

BAB I PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Bahasa juga pada umumnya digunakan untuk menyampaikan perasaan,

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyampaikan gagasan, keyakinan, pesan, pandangan hidup, cita-cita, serta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitan Betta Anugrah Setiani, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Riama N Sihombing, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana komunikasi yang efektif dalam menjalin interaksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 1). Pembelajaran menurut Sugandi (2006: 9) adalah seperangkat peristiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa setelah menyimak,

2015 PENERAPAN METODE BRAINSTORMING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ade Liana, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan utama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah

I. PENDAHULUAN. sekolah meliputi empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DENGAN MEDIA SURAT KABAR PADA SISWA KELAS X 5 SMA NEGERI 2 PATI TESIS

BAB I PENDAHULUAN. sekolah. Dalam kegiatan ini, seorang penulis harus terampil memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Di zaman yang modern ini kiranya tidaklah terlalu berlebihan bila

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari kegiatan

MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI. Nurmina 1*) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dalam interaksi dirinya dengan lingkungannya. Hasil dari interaksi yang dilakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan observasi atau studi pendahuluan yang penulis

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi dalam hidup bermasyarakat bukan hanya melalui lisan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia 4 sampai 5 tahun memiliki rasa ingin tahu dan sikap antusias

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Endang Permata Sari, 2014

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tentang keterampilan siswa dalam menulis dialog sederhana dengan. dengan aktivitas guru selama proses pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rizky Ananda Oktaviani, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pengertian pendidikan menurut Undang-Undang SISDIKNAS No. 20

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Reni Febriyenti, 2015

Transkripsi:

305 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini menyajikan simpulan hasil penelitian tentang penerapan Model PSA dalam meningkatkan keterampilan berbicara. Selain itu, disajikan pula saran dari hasil penelitian ini. Simpulan dan saran dikemukakan sebagai berikut. A. Simpulan Tujuan umum penelitian ini adalah memperoleh hasil objektif mengenai penerapan model PSA dalam meningkatkan keterampilan berbicara. Oleh karena itu, ada lima simpulan yang dikemukakan berdasarkan hasil penelitian ini. Pertama. Penelitian ini mengembangkan kemampuan siswa pada aspek keterampilan berbicara melalui model pembelajaran PSA. Model ini dianggap efektif dalam membangkitkan motivasi belajar siswa karena pembelajaran yang diterapkan melibatkan seluruh pikiran, emosi, fisik, dan pengalaman yang dimilikinya. Model ini mencoba menstrukturkan seluruh pikiran, emosi, fisik, dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya dalam tahapan pembelajaran. Sehingga, apa yang ditampilkan mampu mengungkap seluruh aspek di atas. Artinya, kemampuan siswa memaknai gambar tidak hanya pada aspek bahasa semata, tetapi juga aspek simbol, keadaan, emosi, pengalaman, dan nilai yang dimilikinya tergali secara maksimal. Dengan demikian, kekuatan emosi dan pikiran mampu mengaktifkan semua potensi yang dimiliki siswa.

306 Siswa dapat membangun makna bagi dirinya. Kedua. Proses pembelajaran menekankan pada aktivitas guru dan siswa. Secara umum guru telah menerapkan model PSA dengan baik dan menempatkan diri sebagai fasilitator. Peran tersebut dapat dilihat dari aktivitas yang dilakukan guru yang mencerminkan pembelajaran berorientasi PSA dalam beberapa bagian di bawah ini. 1. Guru memfasilitasi siswa untuk memperoleh wawasan pengetahuan dengan cara demokratis dan bertanggung jawab. 2. Guru selalu memotivasi siswa sehingga siswa tetap bersemangat dalam melakukan semua tahapan pembelajaran. 3. Guru selalu menjaga keotentikan model yang sudah dirumuskan. Walaupun dalam perjalanannya ada perubahan mendadak, tetapi tidak mengubah inti model. 4. Guru tidak hanya menggali kemampuan kognitif siswa dalam hal ini kemampuan berbicara tetapi aspek emosional juga ditanamkan. 5. Guru berusaha menciptakan pembelajaran multiarah melalui interaksi yang dinamis antara gambar dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan siswa lain. Aktivitas siswa pun telah mengacu pada model yang telah direncanakan. Interaksi antara guru dan siswa telah terjalin dengan baik, karena secara bersamaan antara stimulus yang dilakukan dosen dengan respon siswa tampak berjalan paralel. Berikut ini gambaran aktivitas siswa dalam pembelajaran.

307 1. Siswa melakukan kegiatan menceritakan peristiwa dalam gambar. Mereka aktif melakukan curah gagasan, berusaha mengeksplorasi ide mereka terkait dengan gambar yang ditayangkan dan antusias. 2. Siswa berdiskusi menyusun peta cerita. Mereka berlomba untuk menjadi kelompok terbaik. Kerjasama pun ditunjukkan dengan baik. 3. Siswa menyusun ucapan tokoh. Secara berkelompok, mereka dapat menyusun ucapan tokoh dengan baik. Bahkan, pada pertemuan tersebut, mereka sempat berlatih bermain peran untuk ditampilkan di pertemuan selanjutnya. 4. Siswa bermain peran. Peran yang mereka mainkan adalah hasil latihan maksimal dalam kelompoknya. Ketiga. Terdapat peningkatan yang signifikan keterampilan berbicara siswa sebelum dan sesudah pembelajaran Model PSA. Hasilnya uji t sampel prates pascates kelompok eksperimen menunjukkan nilai signifikansi (2- talled) lebih kecil dari 0,05 pada taraf 95%. Artinya, terdapat perbedaan secara nyata antara keterampilan berbicara siswa sebelum dan sesudah penerapan model PSA. Rata-rata skor prates 28,6 dan rata-rata skor pascates 39,1. Angka tersebut menunjukkan bahwa keterampilan siswa dalam bercerita mengalami kenaikan yang signifikan dengan rata-rata peningkatan sebesar 0,50 (50%). Artinya, terdapat pengaruh yang signifikan dari model PSA terhadap peningkatan keterampilan berbicara. Kompetensi yang dicapai siswa setelah mengikuti model PSA berupa keterampilan: (1) mengucapkan ujaran; (2) menggunakan nada dan jeda; (3) memilih diksi dan menggunakan kalimat; (4) isi pembicaraan; (5) kelancaran berbicara; dan (6) mengekpresikan mimik dan kontak mata. Berikut ini

308 disajikan keterampilan siswa peraspek sebelum dan sesudah pelaksanaan model. 1. Kemampuan rata-rata sampel eksperimen pada saat prates untuk aspek pengucapan baru mencapai 2,77 (cukup). Artinya artikulasi dalam berbicara sudah cukup jelas, walaupun masih terdapat kekurangan. Kekurangan tersebut disebabkan 60% sampel melakukan penambahan bunyi seperti ini diucapkan inih, lagi diucapkan lagih dan pergantian bunyi, seperti malam diucapkan malem, maaf diucapkan maap. Namun, setelah sampel mendapat perlakukan model PSA, kemampuan sampel meningkat menjadi 3,87. Angka tersebut berada pada kategori tinggi. Artinya, artikulasi dalam berbicara sangat jelas sehingga isi pembicaraan dipahami dengan jelas pula. Sebanyak 90% siswa sudah mampu mengartikulasikan bunyi-bunyi dengan benar. Kata-kata yang diucapkan tidak tepat pada prates, ketika pascates sudah diucapkan dengan tepat. Di antara kata-kata tersebut adalah: malas, teman, kemarin, benar, maaf, lihat, dan lapar. 2. Kemampuan kedua yang dimiliki siswa adalah parabahasa yang terdiri atas nada dan jeda. Pada aspek nada rata-rata sampel eksperimen pada saat prates untuk aspek nada baru mencapai ratarata 2,75 (cukup). Artinya pengaturan nada dalam bercerita monoton sehingga jalinan alunan nadanya tidak menarik. Siswa belum mampu memvariasikan nada. Setelah mendapatkan pembelajaran dengan model PSA, kemampuan siswa meningkat mencapai rata 3,9 (tinggi). Artinya, pengaturan nada dalam berbicara sangat dinamis dan variatif

309 sehingga jalinan alunan nadanya menarik. Pada aspek jeda, kemampuan rata-rata sampel eksperimen pada saat prates baru mencapai rata-rata 2,75 (cukup). Artinya, terdapat beberapa kalimat yang dituturkan dengan jeda yang kurang tepat sehingga kalimat tersebut terasa menggantung. Setelah mendapatkan pembelajaran dengan model PSA, kemampuan siswa meningkat mencapai rata 3,9 (tinggi). Artinya, pengaturan nada dalam berbicara sangat dinamis dan variatif sehingga jalinan alunan nadanya menarik. 3. Kemampuan ketiga yang dimiliki siswa adalah kebahasaan yang terdiri atas diksi dan kalimat. Pada aspek diksi rata-rata sampel eksperimen pada saat prates untuk aspek nada baru mencapai ratarata 2,9 (cukup). Artinya ketepatan pemilihan diksi baru 89 % Setelah mendapatkan pembelajaran dengan model PSA, kemampuan siswa meningkat mencapai rata 3,9 (tinggi). Artinya, ketepatan responden dalam memilih diksi mencapai 97 %. Diksi yang dipilih adalah diksi umum, sederhana, dan yang sering diucapkan sehari-hari. Pada aspek kalimat, kemampuan rata-rata sampel eksperimen pada saat prates baru mencapai rata-rata 2,93 (cukup). Artinya, penggunaan kalimat cukup efektif, walapun masih ada yang dituturkan dengan cara berbelit-belit. Setelah mendapatkan pembelajaran dengan model PSA, kemampuan siswa meningkat mencapai rata 3,97 (tinggi). Artinya, penggunaan kalimat sangat efektif, tidak berbelit-belit, dan mudah dipahami. Kalimat yang secara umum disampaikan adalah kalimat sederhana dan kalimat luas, kalimat langsung, dan kalimat tidak langsung.

310 4. Kemampuan keempat yang dimiliki siswa adalah isi pembicaraan Rata-rata sampel eksperimen pada saat prates untuk aspek ini mencapai rata-rata 3,13 (cukup). Artinya Isi pembicaraan cukup sesuai dengan gambar, tetapi siswa belum dapat mengembangkan isi cerita tersebut. Setelah mendapatkan pembelajaran dengan model PSA, kemampuan siswa meningkat mencapai rata 4,26 (tinggi). Artinya, isi pembicaraan sudah sangat sesuai. Siswa sudah mampu mengembakan inti cerita dengan menggunakan imajinasi dan pengalamannya dalam keluarga dan lingkungan bermainnya. 5. Kemampuan kelima yang dimiliki siswa adalah aspek kelancaran yang terdiri atas tidak terjadi penundaan pembicaraan dan tidak terjadi pengulangan suku-suku kata-kata, dan frase. Pada aspek tidak terjadi penundaan isi pembicaraan, rata-rata sampel eksperimen pada saat prates untuk aspek ini baru mencapai rata-rata 3,07 (cukup). Artinya terjadi beberapa kali penundaan dalam bercerita sehingga pembicaraan menjadi tersendat-sendat. Setelah mendapatkan pembelajaran dengan model PSA, kemampuan siswa meningkat mencapai rata 3,97 (tinggi). Responden sudah mampu menuturkan cerita sangat lancar dan tidak tersendat-sendat sehingga ide cerita mengalir dengan baik. Pada aspek tidak terjadi mengulangan suku kata, kata, atau frase, kemampuan rata-rata sampel eksperimen pada saat prates baru mencapai rata-rata 2,9 (cukup). Artinya, responden sering melakukan pengulangan kata-kata sehingga pembicaraan agak monoton. Setelah mendapatkan pembelajaran dengan model PSA, kemampuan siswa meningkat

311 mencapai rata 4,03 (tinggi). Artinya, Responden sudah mampu memvariasikan kata-kata yang sama dengan sinonim atau pun kata ganti sehingga pembicaraan tidak monoton. 6. Kemampuan keenam yang dimiliki siswa adalah aspek bahasa tubuh yang mencakup kontak mata dan mimik. Pada aspek kontak mata, rata-rata sampel eksperimen pada saat prates untuk aspek ini baru mencapai rata-rata 2,57 (cukup). Artinya kontak mata siswa pada saat bercerita masih terfokus pada satu arah, hanya beberapa kali siswa melakukan pandangan ke berbagai arah. Setelah mendapatkan pembelajaran dengan model PSA, kemampuan siswa meningkat mencapai rata 3,67 (tinggi). Responden sudah mampu melakukan kontak mata denga baik sehingga pembicaraan menjadi komunikatif. Pada aspek mimik, kemampuan rata-rata sampel eksperimen pada saat prates baru mencapai rata-rata 2,67 (cukup). Artinya, kadangkadang ekpresi mimik sesuai dengan isi pembicaraan. Setelah mendapatkan pembelajaran dengan model PSA, kemampuan siswa meningkat mencapai rata 3,7 (tinggi). Artinya, ekspresi mimik ketika berbicara serasi sehingga mendukung isi pembicaraan. Model ini memberikan keunggulan pada aspek isi cerita dan tidak terjadi pengulangan suku kata, kata, dan frase. Kedua aspek tersebut menunjukkan kenaikan yang signifikan dengan rata-rata peningkatan sebesar 0,6 (60%). Kelebihan model dalam proses pembelajaran ini adalah melatih bertutur secara sistematis dengan mengembangkan peta cerita terlebih dahulu, memperkaya kosa kata dengan memahami pesan setiap

312 gambar, berusaha menghubungkan dengan hal di luar gambar sesuai pengalaman masing-masing. Aspek kemampuan bercerita yang paling lemah adalah pengaturan kontak mata. Pada dasarnya, melatih kontak mata terfokus pada pembelajaran pertama dan keempat. Mereka berlatih bercerita dengan baik di depan teman-temannya dan di pertemuan keempat, mereka bermain peran. Kegiatan tersebut dilakukan sebagai wadah untuk membentuk kemampuan bahasa tubuh siswa. Hanya saja, untuk memunculkan kemampuan tersebut, tidak bisa diperoleh dalam waktu singkat. Penguasaannya perlu dilatih dalam waktu yang cukup panjang. Pada aspek lain, model PSA dapat membangun sikap positif dalam belajar. Model ini tidak hanya mengasah aspek kognitif, tetapi juga menajamkan aspek afektif dan psikomotor. Siswa belajar berpikir sistematis, berpikir kritis, mengembangkan kreativitas, bertanggung jawab, dan demokratis. Keempat. Terdapat perbedaan keterampilan berbicara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan uji t yang dilakukan kedua sampel menunjukkan bahwa t hitung untuk gain kedua kelompok adalah 4,286 dengan nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berbicara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Rata-rata peningkatan keterampilan berbicara kelas eksperimen lebih tinggi 11,33 dibandingkan rata-rata peningkatan kelas kontrol. Kelima. Tanggapan guru terhadap model ini secara umum positif. Menurutnya model ini mudah dilaksanakan, walaupun terdapat kendala baik

313 dari aspek waktu, jumlah siswa, dan pengkondisian siswa. Tahapannya pun sistematis. Pendekatan PSA dapat merangsang keberanian siswa, karena dalam pendekatan model ini terdapat unsur peer teaching, jadi antarsiswa bisa saling memberi tahu apa yang tidak diketahuinya. Kelebihannya, bagi siswa yang kurang berani menjadi berani, dan siswa yang telah berani menjadi lebih muncul lagi keberaniannya dan lebih percaya diri, dan tentunya bakat masing-masing siswa akan termaksimalkan. B. Saran 1. Model PSA dalam pembelajaran Berbicara Bahasa Indonesia di SD merupakan temuan teoretis dan praktis. Temuan tersebut diharapkan menjadi masukan bagi para guru, khususnya guru Bahasa Indonesia untuk dapat mengembangkan profesinya. Namun demikian, hal yang harus diperhatikan guru adalah cara pandang terhadap siswa. Siswa adalah makhluk unik yang memiliki banyak potensi. Guru yang memfasilitasi pencapaiannya. Guru yang kreatif akan melahirkan siswa yang kreatif pula. 2. Penerapan model menggunakan metode kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol non-ekuivalen. Bagi para guru, dalam rangka meningkatkan profesinya, penelitian ini bisa dikembangkan dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas yang dilakukan di kelas tempatnya mengajar. Dengan demikian, hasilnya akan sangat dirasakan oleh guru tersebut, siswa yang menjadi subjek penelitian, dan sekolah tempat dia mengajar.

314 3. Model PSA ini dapat diterapkan di berbagai jenjang pendidikan. Tentu saja, penerapannya disesuaikan dengan kebutuhan dan karakter siswa/mahasiswa, misalnya materi, metode, pemilihan bahan pelajaran, atau pun indikator keberhasilan yang ingin dicapai. 4. Penelitian ini menguji model PSA dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas V SD Tunas Unggul. Penelitian ini tidak bisa digeneralisasikan. Namun demikian, model ini dapat diterapkan di SD lain yang memiliki karakteristik yang sama dengan SD Tunas Unggul misalnya jumlah siswa, karakteristik siswa, atau pun kompetensi guru. 5. Penelitian ini membuktikan bahwa model PSA efektif meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Temuan ini akan lebih baik jika memberikan inspirasi untuk diterapkan pada aspek berbahasa yang lain, yakni menulis, membaca, dan menyimak. Di samping itu, dari kajian yang dilakukan, model PSA dapat diterapkan dalam berbagai mata pelajaran. Tentu saja, penerapannya disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran tersebut. 6. Penelitian ini hanya mengukur sepuluh indikator kemampuan berbicara sehingga banyak data yang tidak terakomodasi. Aspek bahasa tubuh misalnya, penelitian ini hanya mengambil dua sub aspek yakni kontak mata dan mimik. Sementara banyak aspek lain yang perlu dideskripsikan sebagai bagian dari bahsa tubuh. Dengan demikian, penelitian berikutnya bisa mengukur kemampuan berbicara dengan indikator yang lebih banyak sehingga kemampuan pembicara bisa lebih teridentifikasi secara lengkap.

315