PERBEDAAN USAHATANI KANGKUNG DARAT (Ipomoea aquatica) SISTEM ORGANIK DAN ANORGANIK. Edi Supriyono, Dawud Ardisela, Ismarani Abstract

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS USAHATANI PEPAYA DI KABUPATEN MUARO JAMBI. Refa ul Khairiyakh. Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi

PENINGKATAN HASIL USAHATANI SAYURAN MELALUI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Sayuran Organik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

PENINGKATAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI BAWANG MERAH LOKAL PALU MELALUI PENDEKATAN PTT DI SULAWESI TENGAH

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PADA BEBERAPA SISTEM BUDIDAYA ABRIANI FENSIONITA

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 1 Maret 2013

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

22 ZIRAA AH, Volume 33 Nomor 1, Februari 2012 Halaman ISSN

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak dibicarakan dan dianjurkan. Hal ini terjadi karena munculnya isu

IV. METODE PENELITIAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia karena memengaruhi hajat hidup orang banyak kurang lebih 114 Kilogram per kapita per tahun. Angka ini berkurang

IV METODOLOGI PENELITIAN

Kentang (Solanum tuberosum) merupakan sumber kalori

III. METODOLOGI TUGAS AKHIR (TA)

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata

PRAKTEK BUDIDAYA PERTANIAN YANG BAIK (Good Agricultural Practices) PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

Oleh : 1 Ahmad Jaelani Siddik, 2 Soetoro, 3 Cecep Pardani

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

ANALISIS USAHA TANI BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN MENGGUNAKAN REVENUE COST RATIO (R/C RATIO) Untari 1) ABSTRACT PENDAHULUAN

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Oleh : DEDI DJULIANSAH DOSEN PRODI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SILIWANGI

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh Interaksi antara Jenis Pupuk Organik dan Dosis Biourin Sapi

IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

Kelayakan Ekonomi Teknologi Petani Pada Usahatani Bawang Merah Varietas Sumenep (Studi Kasus di Desa Rajun Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep)

Kata Kunci : Biaya Total, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang

IV. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT

BAB II. KERANGKA TEORITIS

I PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001).

Bab XIII STUDI KELAYAKAN

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISA USAHATANI BAYAM

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 2 September 2012

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

BAB III METODE PENELITIAN

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive

III. METODE PENELITIAN. memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian,

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

METODE PENELITIAN. status suatu gejala yang ada. Data dikumpulkan disusun, dijelaskan dan kemudian

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Tahun Bawang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Khairunisa Sidik,2013

ANALISIS USAHATANI CABAI MERAH (Capsicum annum L) ORGANIK DALAM POLYBAG DENGAN KONSEP KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL)

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. khususnya lahan pertanian intensif di Indonesia semakin kritis. Sebagian besar

I. PENDAHULUAN. melaksanakan usaha-usaha yang paling baik untuk menghasilkan pangan tanpa

Transkripsi:

PERBEDAAN USAHATANI KANGKUNG DARAT (Ipomoea aquatica) SISTEM ORGANIK DAN ANORGANIK Edi Supriyono, Dawud Ardisela, Ismarani Abstract DifferentfarmingIpomoea aquaticasystemof organicandinorganicin Agro Cilangkap Garden ofjakarta.thisresearchusesexperimental methodsthatthe application ofinorganicandorganic systemsusingpairedplots. In theappliedorganicfarming plotswithtechnologyandcontrolof plant pests.the results showedipomoea aquaticafarminglandwithorganicsystemis morefavorableto the88.89% differencewithinorganicsystems. Break EvenPoint(BEP) and theamountof productionvalue to theorganicandinorganicsystemsis above thevalue ofbep. Keyword:Farming, Ipomoea aquatica, Inorganicfarmingsystems, Organic farming systems PENDAHULUAN Latar Belakang Kangkung darat (Ipomoea aquatica) adalah salah satu tanaman hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan memiliki potensi pasar yang cukup besar. Upaya peningkatan produksi dan mutu yang tinggi umumnya petani masih mengandalkan pestisida sintetik yang berlebihan sehingga menyebabkan adanya residu yang membahayakan baik pada produsen, konsumen maupun lingkungan, disamping itu menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk menurunkan biaya produksi dan menekan serendah mungkin kandungan residu pestisida sintetik adalah dengan cara menerapkan budidaya sistem organik. Menurut Pasandaran dan Hadi (dalam Adam (2001) bahwa estimasi Bank Dunia terhadap konsumsi sayuran Indonesia akan meningkat rata-rata 3,9 % selama periode 1995-2010. Proyeksi permintaan terhadap sayuran secara keseluruhan meningkat 4,1% per tahun, yaitu dari 8,2 juta ton menjadi 12,3 juta ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani sayuran khususnya kangkung darat di DKI Jakarta masih cukup potensial. Budidaya sayuran di tingkat petani umumnya masih dilakukan secara tradisional dan belum memperhatikan aspek penting permintaaan pasar, sehingga produk yang dihasilkan belum optimal (Adam, 2001). Pertanian modern yang dibutuhkan masa kini adalah pertanian yang mampu berproduksi secara terus menerus (sustainable), tanpa merusak lahan dan lingkungan, serta menghasilkan bahan makanan yang sehat dan bergizi. Konsep pertanian modern berkelanjutan pada dasarnya adalah pengelolaan ekosistem pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman dengan 22

memperhatikan kelestarian lahan dan sumber daya alam lainnya sehingga mampu menjagakontinuitasdan kualitas pangan serta kesehatan manusia (Ruchijat, 2006). Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk memperoleh produk aman dikonsumsi dan menekan serendah mungkin kandungan residu pestisida, maka diperlukan teknologi pertanian yang tidak menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan. Teknologi pertanian yang mampu mengkonservasi dan mempertahankan produktivitas lahan, serta secara ekonomis menguntungkan dan secara sosial budaya dapat dilaksanakan oleh petani, adalah dengan cara menerapkan sistem petanian organik (Sutanto, 1997). Sistem pertanian organik menurut Sutanto (1997) adalah suatu sistem produksi pertanian yang berdasarkan daur ulang hara secara hayati. Daur ulang hara dapat melalui sarana limbah tanaman, ternak dan limbah lain yang mampu memperbaiki kesuburan dan struktur tanah. Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) pada pertanian organik tidak memakai pestisida kimia, tetapi menggunakan pengendali hayati dan nabati ( Ruchijat, 2006). Berdasarkan hal tersebut maka perlu dicoba penerapan sistem pertanian organik di lapangan khususnya budidaya kangkung. Diharapkan dengan menerapkan budidaya tanaman secara organik dapat mengurangi biaya produksi, sehingga keuntungan yang diperoleh dapat lebih tinggi dan aman dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan biaya produksi, hasil produksi dari usahatani kangkung darat sistem anorganik dan yang menggunakan sistem organik. METODE PENELITIAN Pelaksanaan penelitian di lahan kebun organik Agro Cilangkap Jakarta Timur dengan menggunakan petak berpasangan dengan tujuan untuk menyelidiki seberapa besar perbedaan hasil yang dicapai antara petak perlakuan sistem anorganik dengan petak perlakuan sistem organik. Teknik pelaksanaan di lapangan menggunakan lahan seluas 500 m 2, kemudian dibuat menjadi dua bagian yang sama luasnya, yaitu untuk petak perlakuan organik dan anorganik, masing-masing seluas 250 m 2. Pada petak organik diterapkan cara budidaya tanaman dengan komponen teknologi dan pengendalian OPT berdasarkan konsepsi sistem organik yang sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman, dari mulai persiapan tanam, 23

sampai dengan panen, sedangkan perlakuan pada petak anorganik dilakukan sesuai dengan kebiasaan petani (Prabaningrum & Moekasan, 2000). Komponen teknologi budidaya tanaman kangkung pada sistem organik berdasarkan rekomendasi Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Prabaningrum dan Moekasan, 2000) dan BPT DKI Jakarta (2006). Varietas kangkung darat yang digunakan adalah varietas unggul lokal yang umumnya ditanam petani. Pemupukan pada petak perlakuan sistem organik menggunakan pupuk kascing (bekas kotoran cacing/vermikompos) sebanyak 10 ton per hektar diberikan 2 kali yaitu pada saat penghalusan tanah sebanyak 2/3 bagian dan 1/3 bagian ditaburkan setelah bibit kangkung disebar. Kascing merupakan media ternak cacing yang sudah tidak lagi digunakan. Kandungan unsur hara terdiri dari N 1,2%, P 2,3%, K 0,7%, dan Mg 0,9 % (Aini dan Sivapragasam, 2007). Pada petak perlakuan sistem anorganik diberikan pupuk kandang sebanyak 10 ton/ha, pupuk TSP untuk pupuk dasar sebanyak 100 kg/ha pada saat penghalusan tanah. Pupuk urea dan KCl diberikan pada umur tanaman 7 hari setelah sebar sebanyak 0,5 bagian dan 14 hari setelah sebar sebanyak 0,5 bagian sisanya. Pengamatan untuk mengetahui perkembangan tanaman kangkung darat dilakukan sejak tanaman berumur 7 hari setelah tanam. Pengamatan dilakukan secara berkala dengan inteval 7 hari. Pengamatan rutin dilakukan pada tanaman contoh dengan cara membuat garis diagonal pada setiap bedengan. Pada setiap bedengan diambil sebanyak 3 titik. Parameter yang diamati adalah intensitas kerusakan tanaman oleh hama atau penyakit dan berat tanaman pada saat panen. Pengendalian OPT tanaman kangkung dilakukan berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan secara rutin. Pengendalian OPT pada petak perlakuan organik menggunakan pestisida nabati (serbuk biji mimba), sedangkan pada petak anorganik berdasarkan kebiasaan petani, yaitu menggunakan insektisida sistetis yang dilakukan secara terjadwal. Panen kangkung darat dilakukan pada umur 18-21 hari setelah tanam, panen yang terlambat dapat menurunkan kualitas produksi, kemudian hasil panen dari setiap bedeng ditimbang. Variabel yang akan diukur dalam penelitian ini adalah biaya produksi yang dikeluarkan, hasil produksi, penerimaan usahatani, keuntungan, dan tingkat efisiensi terhadap usahatani kangkung darat, BEP penjualan, BEP produksi, produktivitas dan BEP luas lahan. 24

Penelitianinimenggunakanmetode deskriptif. Pengamatan intensitas kerusakan tanaman oleh hama/penyakit dan hasil panen pada petak perlakuan diulang sebanyak 16 kali (kelompok sebagai ulangan). Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah dan rata-rata hasil panen dengan tujuan untuk membandingkan tingkat perbedaan hasil pada usahatani kangkung darat antara sistem anorganik dengan sistem organik dengan rumus statistik Uji-t pada taraf nyata 5%. Perhitungan dengan rumus sebagai berikut: d d n 2 s d d 2 n ( 1 d) 2 / n t hitung s d d / n Keterangan: t = statistik uji d = nilai rata-rata selisih antara sistem organik dengan anorganik s d n = standar deviasi dari harga-harga d = jumlah/banyaknya petak ulangan db = n 1 Analisi Penerimaan, Keuntungan dan Biaya Usaha Tani Penerimaan, keuntungan, dan biaya usahatani kangkung darat antara sistem anorganik dengan sistem organik dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut: 1) Total Penerimaan (Total Revenue) Total Revenue (TR) merupakan besarnya hasil produksi yang dihasilkan dikalikan dengan harga jual yang dinyatakan dalam rupiah. Penerimaan Total (Rp) = Produk Total Harga Produk (Rp) Atau: Dimana: TR P Q TR = Q P = Penerimaan Total = Harga yang berlaku = Jumlah produksi yang dihasilkan 25

2) Keuntungan (π) Keuntungan adalah selisih antara penerimaaan dengan biaya produksi (biaya total), untuk mengetahui besarnya keuntungan usahatani kangkung darat, dapat dirumuskan sebagai berikut: Atau: Pendapatan Bersih = Penerimaan Total Biaya Total π = TR TC 3) Biaya Produksi Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi sampai menghasilkan output, baik biaya tetap (Fixed Cost) maupun biaya tidak tetap (Variabel Cost), dapat dirumuskan sebagai berikut: TC = FC + VC 4) Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C) R/C adalah perbandingan penerimaan yang diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Secara matematis dapat ditulis dengan rumus: Imbangan PenerimaanterhadapBiaya = TR Atau R/C = TC Dengan batasan sebagai berikut: R/C > 1, artinya usahatani yang dilakukan efisien Penerimaan BiayaPr oduksi R/C = 1, artinya usahatani yang dilakukan tidak untung dan tidak rugi R/C < 1, artinya usahatani yang dilakukan tidakefisien 5) AVC (Avarage Variable Cost) AVC merupakan hasil dari biaya variabel dibagi dengan total hasil produksi yang dihasilkan, dapat rumuskan sebagai berikut: AVC = VC Q Dengan ketentuan: AVC < P, usahatani menguntungkan AVC > P, usahatani tidak menguntungkan 6) Contribution Margin (CM) Contribution Margin merupakan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi untuk menutupi biaya tetap dalam suatu usahatani, dengan rumus sebagai berikut: CM = FC 26

Dengan ketentuan: CM < FC, usahatani berjalan menguntungkan CM = FC, usahatani dalam posisi titik impas CM > FC, usahatani rugi 7) Break Even Point (BEP) Analisis Titik Impas digunakan untuk mengetahui perbandingan antara biaya dan pemasukan dalam posisi 0 (nol) yaitu usahatani tidak mengalami keuntungan maupun kerugian (Sigit, 1992). Perhitungan titik impas menggunakan rumus: BEP produksi = FC P V Keterangan: BEP Produksi = Titik Impas (titik impsd produk yang dijual) FC P V = Biaya tetap per petak perlakuan = Harga jual per kg = Biaya variabel rata-rata per petak perlakuan (AVC) Keterangan: BEP Penjualan = I FC VC/ S BEP Penjualan = Titik impas penjualan FC VC S = Biaya tetap (Rp) per petak perlakuan = Biaya variabel rata-rata petak perlakuan = Volume jual per petak perlakuan (TR) Produktivitas = Produksi LuasLahan BEP Luas Lahan = BEPProduksi Produktivitas HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Intensitas Kerusakan Tanaman Kerusakan tanaman akibat serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang ditemukan pada petak organik dan anorganik pada umur 14 dan 21 hari setelah tanam adalah ulat jengkal (Plusia calcites). Rata-rata intensitas kerusakan daun kangkung darat pada perlakuan organik umur 14 hari setelah tanam 0,86% dan anorganik 0,88 %. Pada umur 21 hari setelah tanam intensitas kerusakan daun kangkung darat pada sistem anorganik rata-ratanya adalah 27

0,41%. Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara serangan ulat jengkal pada sistem organik dan anorganik sebesar 6,318, ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata antara intensitas kerusakan pada sistem organik dengan sistem anorganik. Sesuai dengan prinsip budidaya organik bahwa budidaya tanaman sehat, pelestarian dan pendayagunaan musuh alami, pemantauan ekosistem secara teratur, dan tanpa menggunakan pupuk dan pestisida kimia, apabila perlu dilakukan pengendalian maka upaya pengendalian OPT dilakukan dengan pestisida nabati atau hayati. Pengendali OPT pada petak sistem anorganik menggunakan insektisida Curacron 500 EC. Pengendalian OPT pada petak sistem organik dilakukan hanya 1 (satu) kali yaitu pada umur 14 hari setelah tanam (HST), sedangkan pada petak perlakuan anorganik dilakukan aplikasi insektisida sebanyak 4 kali yaitu pada umur 7, 11, 16, dan 20 HST (Tabel 1). Tabel 1 Aplikasi Pestisida pada Sistem Anorganik dan Organik pada Usahtani Kangkung Darat. Petak Perlakuan Anorganik (A) Organik (B) Aplikasi Insektisida per musim(kali) 4 1 Nilai (Rp) 187500 62500 Pada pengamatan secara berkala dan diterapkan ambang pengendalian untuk aplikasi pestisida diperoleh selama penelitian sistem organik dapat menghemat penggunaan pestisida sebesar 75%, sedangkan sistem anorganik tiga kali lebih tinggi jika dihitung dalam nilai rupiah dibanding sistem organik. Hal ini dikarenakan pengendalian OPT pada perlakuan organik hanya dilakukan 1 (satu) kali. Penelitian ini sesuai dengan penerapan teknologi pada budidaya tanaman sayuran di Jalur Pantura dapat menghemat penggunaan pestisida lebih dari 50% (Budiyanto dkk., 1994), dan penelitian sebelumnya (Meidiantie, 2006), dengan menerapkan ambang pengendalian dapat menghemat penggunaan insektisida sebesar 68%. Penghematan penggunaan insektisida dapat mengurangi residu pada produksi yang dihasilkan. Hal ini secara tidak langsung dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan secara ekonomis lebih menguntungkan karena dapat mengurangi biaya insektisida. Hasil Panen Kangkung Darat Panen kangkung darat pada sistem organik dilakukan pada umur tanaman 20 HST, sedangkan pada sistem anorganik pada umur 25 HST. Perbandingan hasil panen kangkung darat dengan sistem organik dan anorganik disajikan pada Tabel 2. 28

Tabel 2 Hasil Panen Kangkung Darat (kg) pada Sistem Organik dan Anorganik Petak Perlakuan Anorganik Organik Perbedaan organik dengan anorganik (%) 3,42 Hasil Panen 250 m 2 (Kg) ton/ha 635,10 a 614,20 b 4,23 4,10 Penerapan budidaya secara organik pada tanaman kangkung darat, hasil panennya lebih rendah 3,42 % dibandingkan dengan sistem anorganik, akan tetapi tanaman kangkung darat secara organik memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari kangkung darat secara anorganik, yaitu Rp. 6.500,00Kg untuk kangkung organik dan Rp. 4000,-/Kg untuk kangkung anorganik. Biaya Produksi Biaya produksi yang dikeluarkan pada usahatani kangkung darat secara anorganik lebih tinggi dari perlakuan organik. Hal ini dikarenakan pada sistem organik terdapat pengurangan biaya untuk insektisida (Tabel 1). Penerimaan Total penerimaan (Total Revenue) dari usahatani kangkung darat menunjukkan adanya perbedaan antara perlakuan anorganik dengan perlakuan organik. Analisis usahatani kangkung darat sistem anorganik dan organik disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Analisis Usahatani Kangkung Darat Sistem Organik dan Anorganik Perlakuan Organik Anorganik Biaya Produksi (Rp) 636111 7636111 Hasil Produksi (Rp) 614.2 635.1 Harga Jual (Rp/kg) 6500 4000 Penerimaan (Rp) 3992300 2540400 Keuntungan (Rp) 3356189 1776789 Selisih 127500 20.9 2500 1451900 1579400 R/C 6.28 3.33 Penerimaan total pada perlakuan anorganik Rp. 2.540.400,00 sedangkan pada perlakuan organik Rp. 3.992.300,00. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kangkung darat sistem organik memperoleh penerimaan total lebih tinggi sebanyak Rp. 1.451.900,00. Secara ekonomis tentunya sistem usahatani secara organik lebih menguntungkan dari anorganik. 29

R-C ratio R-C ratio dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usahatani tergantung dari besar atau kecilnya penerimaan secara keseluruhan dan biaya produksi yang dikeluarkan, sehingga dapat membandingkan antara pendapatan total dengan biaya total yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung. Hasil perhitungan tingkat kelayakan yang dihitung dengan rumus R/C pada perlakuan organik 6,28 dan anorganik 3,33 (R/C>1), maka usahatani kangkung darat dengan sistem organik maupun anorganik memperoleh kelayakan usaha. Nilai R/C sebesar 6,28 dari modal yang digunakan, artinya dari setiap Rp.10.000,00 modal yang dikeluarkan diperoleh penerimaan senilai Rp.62.800,00. Pada perlakuan anorganik R/C 3.33 dari modal yang digunakan, artinya dari setiap Rp.10.000,00 modal yang dikeluarkan diperoleh penerimaan sebesar Rp.33.300,00. Berdasarkan hasil perhitungan R/C, usahatani sistem organik memperoleh kelayakan lebih tinggi dibandingkan usahatani anorganik. Hal ini dikarenakan modal yang dikeluarkan memperoleh hasil yang lebih tinggi dari perlakuan anorganik. Avarage Variable Cost (AVC) AVC merupakan hasil dari biaya variabel dibagi dengan total hasil produksi yang dihasilkan (Tabel 4). Tabel 4 Perbedaan Hasil Perhitungan AVC Sistem AVC (Rp/kg) P (Rp/kg) P-AVC (Rp/kg) Anorganik 1027,39 4000 297261 Organik 854,77 6500 5645,23 % 16,8 62,5 89,9 Perlakuan anorganik maupun organik, nilai AVC lebih rendah dari harga penjualan untuk anorganik Rp.1.027,39/kg< Rp.4.000,00 dan organik Rp.854,77/kg,Rp.6500,00 atau dapat diasumsikan bahwa usahatani kangkung darat sistem anorganik dan organik menguntungkan, terdapat perbedaan 16,8% (Tabel 4). 30

Contribution Margin (CM) Contribution Margin merupakan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dalam suatu usahatani (Tabel 5). Tabel 5 Perbedaan Hasil Perhitungan Contribution Margin Sistem (Rp) FC(Rp) CM (Rp) Anorganik 1776789 111111 1887900 Organik 3356189 111111 3467300 % 88.89 83.65 Pada Tabel 5 memperlihatkan perlakuan organik dan anorganik memiliki nilai CM lebih besar dari nilai FC, untuk anorganik Rp.1.887.900,00>Rp.111.111,00 dan organik Rp. 3.467.300,-> Rp. 111.111,00 atau dapat dikatakan usahatani kangkung darat sistem anorganik dan organik terdapat perbedaan 83,65%. Break Even Point (BEP) Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui perbandingan antara biaya dan pemasukan dalam posisi 0, atau dapat dikatakan dalam berusaha tani tidak mengalami keuntungan ataupun kerugian. Berdasarkan perhitungan titik impas (BEP), diperoleh nilai volume hasil produksi pada perlakuan organik sebesar 19,69 kg. Produksi kangkung darat yang dihasilkan pada perlakuan organik sebanyak 614,20 kg. Penjualan produk saat BEP pada perlakuan organik sebesar Rp 3.992.300,00. Begitupula pada perlakuan anorganik memperoleh nilai volume hasil produksi sebesar 37,38 kg. Keadaan ini berarti usahatani akan dapat mencapai BEP jika produk yang dihasilkan pada sekurang-kurangnya berada di atas BEP.Produksi kangkung darat yang dihasilkan pada sistem anorganik sebesar 635,10 kg, artinya nilai volume hasil maupun nilai rupiah melebihi BEP. Hal ini menunjukkan bahwa budidaya kangkung darat memperoleh keuntungan karena berada di atas BEP atau usahatani efisien. Analisa Hasil Penelitian Hasil analisis usahatani kangkung darat menunjukkan adanya perbedaan antara sistem organik dengan anorganik, baik dilihat dari biaya produksi, hasil panen, nilai jual, keuntungan, R/C maupun BEP. Biaya produksi kangkung darat anorganik lebih tinggi yakni sebesar Rp. 763.300,00 dibandingkan dengan biaya produksi pada perlakuan organik yaitu sebesar Rp. 636.111,00 dan jika 31

dipersentase menunjukkan perbedaan 16,70%. Hal ini berarti bahwa budidaya tanaman kangkung darat sistem organik pada luasan lahan 250 m 2 dapat mengurangi biaya produksi sebesar Rp.127.500,00. Besarnya perbedaan pendapatan dari usahatani kangkung darat sangat dipengaruhi oleh nilai jual dan biaya produksi yang dikeluarkan selama proses produksi. Nilai jual kangkung darat sistem organik Rp. 6.500,00/kg sedangkan anorganik Rp. 4.000,00/kg. Meskipun hasil panen kangkung darat perlakuan organik lebih rendah dibandingkan sistem anorganik, akan tetapi nilai jualnya lebih tinggi, yaitu untuk organik sebesar Rp.3.992.300,00 sedangkan anorganik sebesar Rp. 2.540.400,00. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penerapan usahatani kangkung darat sistem organik tingkat keuntungan yang diperoleh lebih tinggi sebesar Rp. 1.579.400,00 dengan persentase 88,89% dibandingkan dengan sistem anorganik. Berdasarkan perhitungan R/C sistem organik adalah 5,28 (R/C>1 = efisien), sedangkan sistem anorganik nilai R/C hanya 2,33. Hal ini menunjukkan usahatani kangkung darat dengan sistem organik memperoleh kelayakan usaha sebesar 5,28 % dari modal yang digunakan akan memperoleh penerimaan senilai Rp. 528.00,00 sedangkan pada sistem anorganik sebesar 2,33% sehingga hanya memperoleh penerimaan sebesar Rp.23.300,00 Nilai Avarage Variable Cost untuk perlakuan sistem organik dan anorganik sama-sama lebih rendah dari harga penjualan, dan CM lebih besar dari FC, maka usahatani kangkung darat sistem anorganik dan organik menguntungkan. Hasil perhitungan titik impas (BEP), baik hasil produksi maupun hasil penjualan pada sistem organik lebih menguntungkan dari sistem anorganik walaupun sama-sama berada di atas nilai BEP. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat efisiensi pada sistem organik lebih efisien dan menguntungkan jika dibandingkan dengan sistem anorganik. Perbedaan ini disebabkan oleh biaya tetap dan variabel pada sistem organik lebih rendah dibandingkan sistem anorganik. 32

SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa besarnya perbedaan pendapatan dari usahatani kangkung darat sangat dipengaruhi oleh nilai jual dan biaya produksi (biaya variabel dan biaya tetap) budidaya tanaman kangkung darat secara organik lebih rendah dari anorganik, dan secara ekonomi penerapan budidaya tanaman kangkung darat sistem organik lebih menguntungkan dibanding dengan sistem anorganik dengan perbedaan 88,89%. DAFTAR PUSTAKA Adam, I. 2001. Pedoman Teknik Operasional PHT pada Sayuran Dataran Tinggi dan Dataran Rendah (Budidaya Bawang Merah Aman Konsumsi). Dirjen Bina Produksi Hortikultura. Direktur Perlindungan Hortikultura. Jakarta. Budiyanto, Mustaghfirin E, Baskoro, Edi SW. 1994. PHT Rintisan Pada Tanaman Kacang Panjang di Jalur Pantura Jawa Barat. Laporan Pelaksanaan PHT Rintisan pada Tanaman Bawang Merah, Kacang Panjang, Tomat, dan Kentang Siklus I Tahun 1993. Meidiantie, D. 2006. Laporan Hasil Kajian Sistem Organik pada Tanaman Sayuran. Balai Proteksi Tanaman. Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta. Prabaningrum dan Moekasan. 2000. Panduan Teknis Pengkajian Penerapan Teknologi pada Tanaman Sayuran. Kerjasama IP2 TP. Jakarta. Ruchijat, E. 2006. Implementasi PHT untuk Meningkatkan Nilai Tambah bagi Petani. Balitan Cihea. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. Sutanto, R. 1997. Kesuburan Tanah sebagai Landasan Pertanian Lestari. Makalah Saresehan Paguyuban Tani HPS. Tanggal 17 Oktober 1997. Ambarawa. Jawa Tengah. 33