BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan RI, rerata prevalensi diabetes di Indonesia meningkat dari 1,1 pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut juga menunjukkan bahwa menurut kelompok umur, proporsi penduduk 15 tahun dengan diabetes mellitus (DM) adalah 6,9 persen. Prevalensi diabetes cenderung meningkat dengan peningkatan usia, yaitu 0,1% pada kelompok umur 15-24 tahun, meningkat drastis dari kisaran 1,1% pada usia 35 44 tahun menjadi 3,3% pada kelompok usia 45-55 tahun dan prevalensi tertinggi pada kelompok usia 55 64 tahun pada angka 4,8%. Hal ini menunjukkan penurunan fungsi tubuh seiring dengan usia dan pengaruh hiperglikemia secara kronis nampak pada usia di atas 40 tahun. Prevalensi DM lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki, di perkotaan daripada pedesaan, serta masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi. Beberapa faktor tersebut menunjukkan bahwa gaya hidup dan pola makan menentukan tingkat prevalensi diabetes mellitus. Menurut WHO (Anonim, 2006), terdapat tiga tahap gangguan metabolisme karbohidrat, yaitu impaired fasting glucose (IFG), impaired glucose tolerance (IGT), dan diabetes. IFG merupakan zona antara batas atas kadar glukosa plasma setelah puasa dan batas bawah kondisi diabetes, yaitu antara 6.1 6.9mmol/l (110 125mg/dl). Sedangkan IGT merupakan peningkatan risiko dari kondisi sebelumnya menuju kondisi diabetes. Istilah ini diperkenalkan untuk menghapus stigma bahwa kadar glukosa di bawah batas diabetes merupakan kondisi normal, karena pada tahap ini seorang 1
individu sudah memiliki risiko yang cukup tinggi untuk diabetes. WHO menyatakan bahwa pada kondisi ini sudah terjadi resistensi insulin pada jaringan otot dan gangguan sekresi insulin, ketika kadar glukosa plasma puasa berada di antara 125-140 mg/dl. Kondisi ini dapat disebut sebagai hiperglikemia. Hiperglikemia merupakan suatu kondisi pada saat kadar gula darah melebihi batas normal dan merupakan awal mula diabetes. Kadar gula darah normal adalah 80 120 mg/dl (kondisi puasa), 100 180 mg/dl (setelah makan), dan 100 140 mg/dl pada kondisi istirahat (DeFronzo, 2009). Hiperglikemia menyebabkan terjadinya autooksidasi glukosa sehingga terbentuk radikal bebas, glikosilasi auto-oksidatif, dan meningkatnya jalur poliol yang akan menurunkan status antioksidan tubuh. Radikal bebas adalah senyawa yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan sehingga elektron tersebut cenderung menarik elektron dari senyawa di sekitarnya. Stres oksidatif merupakan kondisi tubuh yang terjadi jika jumlah radikal bebas melebihi antioksidan dalam tubuh. Kelebihan radikal bebas dapat menyerang lipid pada membran sel, gugus protein pada enzim, dan DNA, sehingga terjadi kerusakan atau stress oksidatif. Pada penderita diabetes mellitus, stress oksidatif disebabkan peningkatan produksi radikal bebas dan penurunan sistem pertahanan antioksidan tubuh ( DeFronzo, 2009). Hiperglikemia menimbulkan stress oksidatif melalui jalur poliol, pembentukan AGE (advanced glikogen end-products), dan autooksidasi glukosa. Peningkatan autooksidasi glukosa meningkatkan rantai transpor elektron dalam mitokondria. Akumulasi ROS akibat hiperglikemia dapat mendorong kondisi diabetik akibat disfungsi sel β dalam menghasilkan insulin. ROS bersifat mutagenik terhadap gugus perlekatan DNA gen penghasil insulin pada sel β yang mengalami toksisitas glukosa, di 2
mana sel terpapar glukosa dalam konsentrasi tinggi untuk waktu yang lama. Ketika sel β pankreas mengalami degradasi, sekresi insulin dan fungsi biologisnya mengalami kerusakan secara substansial, maka individu tersebut mengalami diabetes. Sedangkan kondisi diabetes ini jika tidak diperbaiki akan memicu peningkatan stres oksidatif dan disfungsi berbagai organ. Tubuh memiliki pertahanan antioksidan melalui enzim-enzim endogen, yaitu superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), dan glutat hion peroksidase (GPx). Produksi radikal hidroksil, peroksida (H 2O2), superoksida (O ), dan berbagai respon inflamasi menyebabkan ketidakseimbangan antara radikal oksidan dan enzim-enzim tersebut. Paparan radikal bebas yang tinggi akan menyebabkan ketidakseimbangan antara enzim antioksidan dengan radikal sehingga meningkatkan stres oksidatif (Robertson, 2003). Selain itu, sel beta pankreas sebagai organ penghasil insulin sekaligus target primer kondisi hiperglikemia diketahui memiliki aktivitas enzim antioksidan, khususnya SOD, yang cukup rendah dibanding organ-organ lain (Nandi dan Chatterjee, 1988). Pada kondisi hiperglikemia atau diabetes mellitus, aktivitas enzim SOD mengalami penurunan, sehingga penurunan tersebut menjadi salah satu penanda kondisi patologis akibat hiperglikemia. Penurunan tersebut terjadi akibat gangguan pada gen penghasil SOD tikus hiperglikemia (Gumustas, 2007) serta peran respon inflamasi dalam downregulation SOD (Fujita dkk., 2009). Dengan semakin meningkatnya penyakit diabetes di Indonesia, maka lebih banyak penelitian yang diperlukan untuk menanggulangi penyakit tersebut. Besarnya insidensi hiperglikemia dan diabetes mellitus tipe 2 menggambarkan betapa pentingnya 3
pencegahan penyakit tersebut, salah satunya dengan konsumsi bahan pangan kaya senyawa antioksidan. Di antara berbagai senyawa antioksidan, antosianin menjadi senyawa yang banyak digunakan dalam terapi diabetes mellitus tipe 2. Antosianin merupakan pigmen dari berbagai buah, sayuran, padi dan bijian memiliki kemampuan aktivitas antioksidan dan sebagai senyawa antidiabetes. Aktivitas antioksidan antosianin terletak pada kemampuannya untuk mendonorkan atom hidrogen dari dari gugus hidroksil kepada radikal bebas sehingga menjadi lebih stabil. Antosianin mampu memperbaiki kondisi hiperglikemia, menghambat produksi radikal bebas, meningkatkan sekresi dan mencegah resistansi insulin, serta meningkatkan translokasi GLUT 4 yang berperan dalam glucose uptake pada liver dan otot sehingga menormalkan kadar glukosa darah. Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa antosianin beras merah dan kedelai hitam memiliki memiliki potensi antioksidatif. Beras merah merupakan beras dengan warna aleuron merah karena mengandung gen yang memproduksi senyawa antosianin (Indrasari, 2006). Beras merah memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan beras putih yaitu adanya senyawa fenolik yang memiliki manfaat sebagai antioksidan, yaitu senyawa flavonoid dan fenolik (Min dkk., 2012). Beras merah banyak dikonsumsi oleh penderita diabetes. Beras merah secara signifikan memiliki kandungan serat kasar yang lebih tinggi dan indeks glikemik yang lebih rendah daripada nasi putih ( Indrasari dkk., 2010). Gula darah postprandial (2 jam setelah makan) pada individu sehat yang mengkonsumsi beras merah juga lebih rendah dibanding dengan individu yang mengkonsumsi beras putih. Kedelai merupakan sumber antioksidan berupa antosianin yang potensial, 4
terutama pada bagian kulitnya. Kulit kedelai hitam juga diketahui mengandung polifenol sianidin 3-glukosida, katekin, epikatekin, prosianidin A, prosianidin B, prosianidin C, sinamtannin (Zhang dkk, 2013). Ekstrak antosianin dari kulit kedelai hitam juga diketahui mampu meningkatkan glucose uptake pada tikus yang diinduksi diabetes mellitus tipe 2 dengan mencegah apoptosis sel beta pankreas, meningkatkan sekresi insulin, dan mengaktivasi substrat reseptor insulin (IRS). Antosianin diketahui memiliki pengaruh antioksidan seluler hasil interaksi dengan senyawa lain, baik bersifat aditif maupun sinergi (Shanmugana yagam, 2002). Sifat aditif ditunjukkan dengan peningkatan pengaruh senyawa campuran yang setara dengan pengaruh masing-masing senyawa jika ditambahkan. Sedangkan efek sinergis ditunjukkan dengan peningkatan efek campuran kedua senyawa yang lebih tinggi daripada efek aditif (Jia dkk., 2000). Shanmuganayagam dkk. (2002) mencatat bahwa terjadi peningkatan aktivitas antiplatelet yang bersifat aditif dari ekstrak kulit anggur yang kaya antosianin yang dicampur dengan ekstrak biji anggur yang kaya polygallol polyflavan-3-ol (PGPF) pada anjing dan manusia. Selain itu, Huang dkk. (2014) juga melaporkan bahwa kombinasi malvidin-3-glukosida dan malvidin-3-galaktosida memiliki pengaruh sinergis terhadap sifat anti-inflamasi melawan TNF-α. Pengukuran pengaruh konsumsi antosianin dari beras merah dan kedelai hitam telah banyak dilakukan, namun belum ada penelitian pada beras merah lokal varietas Mandel Handayani yang dikonsumsi bersama kedelai hitam varietas Mallika dalam penanggulangan diabetes mellitus tipe 2, terutama mengenai seberapa efektif antosianin tersebut dapat memperbaiki kondisi hiperglikemia hingga sama atau mendekati kondisi individu normal dan apakah terdapat interaksi sinergis konsumsi antosianin terhadap 5
efek hipoglikemik dari kedua bahan tersebut. Oleh karena itu, perlu dipelajari bagaimana potensi antosianin dari beras merah dan kedelai hitam varietas lokal Indonesia tersebut terhadap perbaikan kondisi hiperglikemia dilihat dari status glukosa darah, kapasitas antioksidan tubuh, aktivitas enzim superoksida dismutase (SOD), glikogen liver, dan histopatologi pankreas. 1.2. Rumusan Masalah a. Berapa kadar antosianin, kandungan senyawa antioksidan, dan aktivitas antioksidan pada beras merah varietas Mandel Handayani dan kedelai hitam varietas Mallika? b. Bagaimana pengaruh konsumsi ekstrak antosianin beras merah varietas Mandel Handayani dan kedelai hitam Mallika terhadap glukosa darah, berat badan dan efisiensi pakan, kapasitas total antoksidan darah, aktivitas enzim superoksida dismutase, dan glikogen liver tikus hiperglikemia induksi streptozotosin nikotinamida? c. Bagaimana pengaruh konsumsi ekstrak antosianin beras merah varietas Mandel Handayani dan kedelai hitam Mallika terhadap profil histologi sel β pankreas tikus hiperglikemia induksi streptozotosin nikotinamida? d. Apakah terdapat efek sinergis dari konsumsi ekstrak antosianin dari beras merah dan kulit kedelai hitam terhadap perbaikan kondisi hiperglikemia tikus induksi streptozotosin nikotinamida? 1. 3. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui efektivitas konsumsi ekstrak antosianin dari beras merah varietas Mandel Handayani dan kedelai hitam 6
varietas Mallika terhadap penanggulangan kondisi diabetes mellitus tipe 2 tikus yang diinduksi STZ-NA. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kadar antosianin, kandungan senyawa fenolik, dan aktivitas antioksidan ekstrak aleuron beras merah dan kulit kedelai hitam. 2. Mengetahui pengaruh konsumsi ekstrak antosianin dari aleuron beras merah dan kulit kedelai hitam terhadap glukosa darah, kapasitas total antoksidan darah, aktivitas enzim superoksida dismutase, dan glikogen liver tikus hiperglikemia induksi streptozotosin nikotinamida. 3. Mengetahui pengaruh konsumsi ekstrak antosianin dari aleuron beras merah dan kulit kedelai hitam terhadap profil histologi sel β pankreas tikus hiperglikemia induksi streptozotosin nikotinamida. 4. Mengetahui apakah terdapat efek sinergis dari konsumsi ekstrak antosianin dari beras merah dan kulit kedelai hitam terhadap perbaikan kondisi hiperglikemia tikus induksi streptozotosin nikotinamida. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dalam peningkatan kualitas kesehatan, terutama bagi penderita diabetes mellitus tipe 2. 2. Memberikan informasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan mengenai potensi kandungan antosianin dalam beras merah varietas Mandel Handayani dan kedelai hitam varietas Mallika sebagai sumber pangan fungsional dalam perbaikan kondisi metabolik akibat kondisi hiperglikemia. 7