BAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (PP 71/2010), aset adalah

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN SEJARAH TERHADAP PENETAPAN PULAU-PULAU DI INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2006 TENTANG TIM NASIONAL PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Gasetir Sebagai Bagian Kekayaan Budaya Bangsa

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAKAN PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Paparan Kunci. Dr. Asep Karsidi Kepala Badan Informasi Geospasial

Peran Informasi Geospasial dalam Inventarisasi Toponimi, Perencanaan dan Pengelolaan Pembangunan. Bambang Marhaendra Djaja

2013 IKATAN GEOGRAF INDONESIA Banjarmasin 2-3 Nopember

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. alam maupun unsur buatan seperti: Pulau, Gunung, Pegunungan, Bukit,

2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN: PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PANITIA PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI. BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL

Permasalahan Kapitalisasi Aset Tetap Pada Instansi Pemerintah

Kebijakan Pembakuan Nama Rupabumi di Indonesia. Drs. Eko Subowo, MBA Plt. Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan, Kemendagri

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG

Ina-Geoportal : Satu Peta, Satu Solusi

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ASET IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas

BERITA NEGARA. No.364, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Standar. Kompetensi. Kerja. Nasional. Indonesia. Pencabutan.

I. PENDAHULUAN. Dilihat dari sejarah Indonesia ketika berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu, kemudian lahirnya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 123 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA KONSULTASI PENYUSUNAN PETA RENCANA TATA RUANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENATAAN RUANG DAN PERMUKIMAN Jl. Willem Iskandar No. 9 Telepon : (061) M E D A N

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN KERINCI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENEG PP. Layak Anak. Kabupaten. Kota. Kebijakan. Pelaksanaan.

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik

BAB 1 PENDAHULUAN. akuntabilitas adalah transparansi (UNDP, 2008). Hal ini sejalan dengan Undang-

AGENDA Kegiatan Divisi ASEPSW

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGHARGAAN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PRT/M/2015 TENTANG PENGELOLAAN ASET IRIGASI

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GubernurJawaBarat. Jalan Diponegoro Nomor 22 Telepon : (022) Faks. (022) BANDUNG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

MATRIK RENSTRA TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN TAHUN ANGGARAN KOMPONEN: DITJEN BINA ADMINISTRASI

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA. Sumber : id.wordpress.com

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.15/MEN/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL : B.84/BIG/DIGD/HK/08/2012 TANGGAL :13 AGUSTUS Standard Operating Procedures tentang Pengelolaan Data Batas Wilayah

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN. 1.1 Kesimpulan. Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai

No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman.

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (PP 71/2010), aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Aset dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah potensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan baik langsung maupun tidak langsung bagi kegiatan operasional pemerintah. Sumbangan ini dapat berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah. Siregar (2004: 178) dalam bukunya Manajemen Aset menjelaskan bahwa aset adalah barang yang dalam pengertian hukum disebut benda, yang terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Barang yang dimaksud meliputi barang tidak bergerak (tanah dan bangunan) dan barang bergerak baik yang berwujud (tangible) maupun tidak berwujud (intangible) yang tercakup dalam aktiva/kekayaan atau harta kekayaan dari suatu perusahaan, badan usaha, institusi atau individu perorangan. Aset negara atau Harta Kekayaan Negara (HKN) juga terdiri dari barang-barang atau benda yang disebutkan diatas, termasuk pula bantuan-bantuan luar negeri yang diperoleh secara sah. 1

Berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan sebagaimana tercantum dalam amandemen UUD 1945, pengertian aset mencakup tiga unsur penting, yaitu: Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), dan infrastruktur. Ketiganya didefinisikan sebagai berikut. 1. Sumber daya alam adalah semua kekayaan alam yang dapat digunakan dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. 2. Sumber daya manusia adalah semua potensi yang terdapat pada manusia seperti akal pikiran, seni, keterampilan, dan sebagainya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bagi dirinya sendiri maupun orang lain atau masyarakat pada umumnya. 3. Infrastruktur adalah sesuatu buatan manusia yang dapat digunakan sebagai sarana untuk kehidupan manusia dan sebagai sarana untuk dapat memanfaatkan SDA dan SDM dengan semaksimalnya, baik untuk saat ini maupun keberlanjutannya dimasa yang akan datang. Sumber daya alam adalah semua kekayaan alam yang dapat digunakan dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pulau adalah kekayaan alam yang dikaruniakan Tuhan Yang Maha Kuasa yang merupakan aset penting bagi kedaulatan bangsa ini. Indonesia adalah negara kepulauan, sebagaimana yang di deklarasikan dalam Deklarasi Juanda. Konsepsi negara kepulauan tersebut diakui oleh dunia internasional dengan dicantumkannya ketentuan mengenai konsepsi tersebut dalam UNCLOS (United Nations Convention On the Law Of the Sea) pada tahun 1982 dan telah diratifikasi Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 1985. Sebagai negara kepulauan, ironisnya, Indonesia belum memiliki 2

nama dari semua pulau yang dimiliki Indonesia. Tragedi hilangnya Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan di tahun 2002 menyentak khalayak ramai akan minimnya data tentang nama pulau di Indonesia. Begitu kehilangan pulau-pulau Sipadan dan Ligitan baru bangsa Indonesia menyadari betapa pentingnya nama kedua pulau tersebut dalam arsip nasional. Sejak Deklarasi Djuanda 1957, nama kedua pulau tersebut tidak termasuk dalam daftar pulau-pulau terluar. Dalam arsip Pemerintahan Belanda sebelumnya pun, nama kedua pulau itu tidak dimasukkan. Rais (2006) menegaskan, tidak ada nama kedua pulau tersebut dalam arsip administratif yang terbawah di desa, kecamatan, kabupaten dan seterusnya. Indonesia belum mempunyai produk hukum apapun mengenai kegiatan dan standardisasi nama-nama geografik, walaupun telah pernah diajukan ke Pemerintah sejak tahun 1975-an. Kementerian Dalam Negeri hanya pernah mengeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri mengenai Panitia Penamaan Nama Geografik (PPNG) Pusat dan Daerah di masa Menteri Dalam Negeri Rudini dan diteruskan oleh Menteri Yogi S. Memet. Cukup banyak pelatihan telah dilakukan tetapi tidak adanya anggaran yang jelas sehingga tidak ada satu kegiatan pun yang dilaksanakan. Begitu pula pada setiap pelaksanaan United Nations Conference on the Standardization of Geographical Names (UNCSGN), Indonesia hanya menjadi pendengar. Panitia Penamaan Nama Geografik (PPNG) dibentuk setelah Indonesia gagal untuk memperoleh pengakuan pada Sidang Konferensi PBB ke-5 di Montreal pada tahun 1987 terkait jumlah pulau di Indonesia yang telah bertambah 3

dari 13.667 buah menjadi 17.508 buah. Ketua sidang UNCSGN merespon informasi delegasi RI dengan mengatakan agar Indonesia segera menyampaikan nama-nama baku pulau-pulau tersebut. Sidang PBB pada UNCSGN adalah mengenai laporan kegiatan pembakuan nama-nama geografis yang dilaksanakan oleh Otoritas Nama Geografis dari negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pulau merupakan bagian dari unsur geografis yang memerlukan pembakuan namanya secara nasional. Pada tahun 1987, Pusat Survei dan Pemetaan ABRI (PUSSURTA ABRI) juga menerbitkan gasetir dengan judul Daftar Pulau Indonesia dimana tercantum hanya 5.707 nama-nama pulau di laut dan 337 nama pulau di sungai dan disusun secara alfabetis, dan sisanya sampai nomor urutan 17508 dinyatakan sebagai pulau tak bernama. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 1972 juga pernah menerbitkan nama-nama pulau sebanyak 6.172 yang tidak dipublikasikan. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) pada tahun 1992 dengan menggunakan material yang sama, yaitu peta-peta laut yang diperoleh dari Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL (Dishidros AL) memperoleh nama-nama pulau dari peta tersebut sebanyak 6.489 nama pulau di laut dan 374 nama pulau di sungai. Angka ini lebih banyak dari data yang tercantum dalam daftar pulau yang diterbitkan oleh PUSSURTA ABRI yang juga memakai sumber yang sama yaitu dari Dihidros AL. Daftar nama-nama pulau yang dihimpun oleh BAKOSURTANAL diterbitkan sebagai Gasetir Nama-nama Pulau dan Kepulauan. Departemen Dalam Negeri selanjutnya pada tahun 1999 menyurati para gubernur dan 4

bupati/walikota yang memiliki wilayah laut untuk melaporkan jumlah pulau yang bernama dan tak bernama di wilayah lautnya masing-masing. Dari hasil inventarisasi tersebut, pada tahun 2002 diperoleh jumlah pulau bernama sebanyak 7.387. Pada tahun 2006 inventarisasi tersebut diulang kembali dan diperoleh data baru sebanyak 9.336 pulau yang bernama. Toponim atau nama-nama geografis atau nama rupabumi tidak hanya sekadar nama yang menunjukkan lokasi suatu objek di peta. Nama-nama geografis yang standar merupakan sarana yang efektif dan dibutuhkan dalam kegiatan sosial ekonomi masyarakat seperti transaksi penanggulangan bencana, perdagangan, jasa pengiriman barang, pendidikan, wisata serta dalam upaya mempertahankan kedaulatan negara. Selain itu, toponim dapat digunakan untuk mempelajari aspek budaya dan sejarah bangsa sehingga sangat diperlukan untuk melestarikan warisan budaya yang tak ternilai (intangible cultural heritage). Nama rupabumi harus dibakukan karena merupakan suatu titik akses langsung dan intuitif terhadap sumber informasi lain yang dapat membantu untuk pengambilan keputusan bagi para pembuat kebijakan serta membantu kerjasama di antara organisasi lokal, nasional, dan internasional. Dalam proses pembakuan nama rupabumi tersebut, pemberian nama diperoleh dari data cerita rakyat, penduduk, bahkan dokumen lama peta sejumlah kerajaan tempo dulu (Karsidi, 2013). Dengan adanya perkembangan gasetir (basis data toponim) digital dan teknologi, pencarian data dan keberadaan toponim menjadi lebih dibutuhkan. Sering terdapat nama-nama tempat dengan pengejaan yang sama, tempat dengan 5

nama lokal dan tempat dengan nama dalam bahasa asing yang memerlukan otorisasi resmi untuk dapat dijadikan rujukan dalam penggunaannya. Gasetir harus bisa menjadi spatial identifier terhadap data nama-nama geografis yang terdapat dalam berbagai konten situs internet, baik di media sosial, blog, situs berita maupun dalam situs yang menyediakan fasilitas bagi penggunanya agar dapat menambahkan nama-nama tempat secara bebas. Menyadari pentingnya pembakuan nama-nama geografis ini, pemerintah kemudian menerbitkan Perpres No. 112 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi (TNPNR). Tim nasional ini bertugas untuk mengkoordinasikan pembakuan nama rupabumi di Indonesia dengan cara menetapkan standar dan pedoman, melakukan pembakuan nama rupabumi dalam bentuk gasetir nasional, melakukan pembinaan kepada Pemerintah Daerah dan mewakili Indonesia dalam sidang-sidang internasional. Aturan hukum yang mengatur beberapa prinsip dalam pemberian dan pembakuan nama rupabumi di Indonesia termuat dalam Permendagri No. 39 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pembakuan Nama Rupabumi. Permendagri ini di dalamnya antara lain mengatur beberapa prinsip dalam pemberian dan pembakuan nama rupabumi di Indonesia, yaitu: 1. penggunaan abjad romawi; 2. satu unsur rupabumi satu nama; 3. penggunaan nama lokal; 4. berdasarkan peraturan perundang-undangan; 5. menghormati keberadaan suku, agama, ras, dan golongan; 6

6. menghindari penggunaan nama diri atau nama orang yang masih hidup; 7. menggunakan bahasa indonesia dan/atau bahasa daerah; dan 8. paling banyak tiga kata. Hasil dari pembakuan nama rupabumi yang disusun ke dalam sebuah Gasetir Nasional dan diharapkan dapat menjadi acuan informasi kewilayahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selain itu, TNPNR juga memiliki tujuan untuk menyediakan data dan informasi mengenai nama geografis yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini tentunya selaras dengan cita-cita lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (UU IG). Nama geografis atau nama rupabumi merupakan salah satu informasi geospasial dasar yang disajikan dalam peta dasar sebagai mana yang tertuang di dalam UU IG. Keberadaan UU IG ini semakin memperkuat arti pentingnya sebuah nama geografis yang baku sebagai bagian dari geostrategis NKRI (Perdana, 2013). Kegiatan pembakuan nama rupabumi yang diselenggarakan oleh TNPNR dengan dukungan PPNR Provinsi dan Kabupaten/Kota telah memiliki road map: (1) Verifikasi nama pulau dilakukan pada tahun 2007 hingga 2008, dan diulang kembali pada tahun 2015 hingga 2017 (2) verifikasi nama wilayah administrasi dilakukan pada tahun 2009 hingga 2011, (3) verifikasi nama rupabumi unsur alami dilakukan pada tahun 2012 hingga 2014, (4) verifikasi nama rupabumi unsur buatan dilakukan pada tahun 2015 hingga 2017, dan (5) verifikasi nama rupabumi warisan budaya dilakukan pada tahun 2018 hingga 2020. 7

Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi dalam Sidang ke-10 Konferensi PBB tentang Pembakuan Nama Rupabumi (UNCSGN) di New York, USA yang dilaksanakan pada tanggal 30 Juli sampai 12 Agustus 2012 menyampaikan dalam Country Report: pulau-pulau di Indonesia yang telah dibakukan namanya ialah 13.466 pulau sesuai dengan RPP tentang Gasetir Pulau di Indonesia. Secara umum dilaporkan bahwa prioritas nasional penamaan nama-nama pulau telah selesai dilaksanakan terkait dengan Rekomendasi B Resolusi I/4, tentang Pengumpulan Nama-nama Geografi. Penamaan pulau dilaksanakan sebagai prioritas sejak adanya konflik sejumlah pulau. Daftar nama pulau yang disampaikan termasuk pulau yang berada di sungai, pulau yang berada di danau, dan pulau di laut. Hal ini semakin memperkuat bahwa NKRI adalah Negara Kepulauan, meskipun nama pulau tersebut belum secara resmi disusun ke dalam sebuah gasetir nasional. Hasil pembakuan nama rupabumi pulau di Indonesia yang dilaporkan oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi Indonesia dalam Sidang ke-10 Konferensi PBB tentang Pembakuan Nama Rupabumi (UNCSGN) di New York, USA yang dilaksanakan pada tanggal 30 Juli sampai 12 Agustus 2012 menyebutkan bahwa Indonesia memiliki 13.446 pulau. Jumlah ini berkurang dari jumlah semula yang diklaim Indonesia selama ini, yaitu sebanyak 17.508 pulau. Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, peneliti melakukan penelitian tentang pembakuan nama rupabumi, khususnya tentang pentingnya pembakuan 8

nama rupabumi pulau di Indonesia sebagai sebuah proses dari manajemen aset dalam upaya menjaga aset negara. 1.2 Keaslian Penelitian Ardiansyah (2011) mengkaji urgensi pembakuan nama pulau bagi Indonesia. Dari hasil kajian tersebut disimpulkan bahwa urgensi pembakuan nama pulau bagi Indonesia yaitu: (1) sebagai kewajiban bagi Indonesia selaku negara kepulauan untuk mendepositkan nama-nama pulau yang sudah dibakukan kepada Sekretariat Jenderal PBB; (2) untuk menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari 17. 504 pulau yang berbatasan darat dengan 3 (tiga) negara dan berbatasan laut dengan 10 (sepuluh) negara serta untuk meminimalisir potensi terjadinya konflik dengan negara-negara lain; dan (3) sebagai konsekuensi dari diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang menyebabkan daerah memiliki wilayah-wilayah laut provinsi, kabupaten/kota yang batas-batasnya berpotensi menimbulkan konflik. Pembakuan nama pulau-pulau yang berada di perbatasan provinsi, kabupaten/kota dapat meminimalisir permasalahan perbatasan tersebut. Dalam prakteknya, masyarakat juga lebih mudah untuk mengingat nama sebuah pulau sebagai perbatasan daripada mengingat garis batasnya. Akbar, dkk. (2010) mengadakan penelitian tentang Manajemen Taman Milik Pemerintah Kota Bandung Berbasiskan Pendekatan Manajemen aset. Dalam penelitian tersebut dilakukan pendekatan manajemen aset dalam pengelolaan aset taman karena pendekatan ini mampu mengidentifikasi informasi-informasi penting terkait fungsi dan peluang pengelolaan taman serta telah memberikan 9

suatu cara yang baru dalam mengoptimalkan potensi-potensi taman yang ada di Kota Bandung. Ditambah lagi dengan adanya penerapan sistem informasi manajemen aset yang semakin memperkuat posisi manajemen aset sebagai pendekatan yang tepat dalam pengelolaan aset taman. Proses identifikasi atribut merupakan bagian yang paling penting dalam penelitian tersebut. Proses identifikasi atribut merupakan representasi penerapan pendekatan manajemen aset yang berusaha menjaring informasi-informasi secara komprehensif terkait pengelolaan taman. Informasi yang diberikan oleh atributatribut ini merupakan suatu gambaran menyeluruh dari proses manajemen aset yang meliputi (1) inventarisasi aset, (2) legal audit, (3) penilaian aset, (4) optimalisasi aset, dan (5) pengembangan sistem informasi manajemen aset. Melalui atribut-atribut ini, informasi yang diperoleh tidak hanya mengenai kondisi eksisting taman semata, melainkan juga dapat diperoleh alternatif-alternatif peluang pengelolaan taman kedepannya. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem yang kemudian digunakan untuk mewadahi data atribut taman. Terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini lebih fokus dalam menganalisis proses kegiatan pembakuan nama rupabumi pulau di Indonesia guna dapat menggali hasil dari kegiatan tersebut dan mendesain manajemen aset untuk pembakuan nama rupabumi pulau sebagai upaya penjagaan aset negara. 1.3 Rumusan Masalah Menyadari pentingnya pembakuan nama-nama geografis ini, diterbitkanlah Perpres No.112 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Pembakuan 10

Nama Rupabumi. Tim Nasional bertugas untuk mengkoordinasikan pembakuan nama rupabumi di Indonesia dengan cara menetapkan standar dan pedoman, melakukan pembakuan nama rupabumi dalam bentuk gasetir nasional, melakukan pembinaan kepada Pemerintah Daerah dan mewakili Indonesia dalam sidangsidang internasional. Tim Nasional kemudian melakukan inventarisasi, identifikasi, verifikasi serta rekapitulasi semua toponim di Indonesia, baik kenampakan alam maupun kenampakan buatan. Pendekatan dalam kegiatan pembakuan nama rupabumi saat ini cenderung pada pendekatan tata kelola pemerintahan yang baik (administratif), bahasa, sejarah dan geografi. Pendekatan manajemen aset dapat dilakukan dalam kegiatan pembakuan nama rupabumi agar pihak terkait lebih menyadari pentingnya pembakuan nama rupabumi sebagai penjagaan aset negara. 1.4 Pertanyaan Penelitian Adapun pertanyaan penelitian yang di kemukakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana proses pembakuan nama rupabumi pulau yang dilakukan oleh tim nasional pembakuan nama rupabumi Indonesia? 2. Apa hasil kegiatan pembakuan nama rupabumi pulau yang dilakukan oleh tim nasional pembakuan nama rupabumi Indonesia? 3. Bagaimana manajemen aset pada kegiatan pembakuan nama rupabumi pulau? 11

1.5 Tujuan Penelitian Berkenaan dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis proses pembakuan nama rupabumi pulau yang dilakukan oleh tim nasional pembakuan nama rupabumi Indonesia. 2. Mengidentifikasi hasil-hasil kegiatan pembakuan nama rupabumi pulau yang dilakukan oleh tim nasional pembakuan nama rupabumi Indonesia. 3. Mendesain manajemen aset pada kegiatan pembakuan nama rupabumi pulau. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menambah pengetahuan dan wawasan di bidang kajian toponimi dan manajemen aset. 2. Mendeskripsikan fungsi pembakuan nama rupabumi pulau sebagai penjagaan aset dan sumber daya ekonomi negara. 3. Metodologi dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya bagi pihak lain yang berkepentingan. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tesis ini disusun menjadi 5 (lima) bagian utama agar pembahasan dan penarikan kesimpulan dapat lebih terarah. Bab I Pendahuluan menguraikan tentang latar belakang kenapa peneliti melakukan kajian tentang manajemen aset dalam pembakuan nama rupabumi pulau di Indonesia, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat 12

penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II Kajian pustaka menguraikan tentang teori manajemen aset, pembakuan nama rupabumi serta konsep big data dan juga model penelitian yang dilakukan. Bab III Metode penelitian berisi tentang desain penelitian, metode pengumpulan data, definisi operasional dan metode analisis data Bab IV Analisis menguraikan deskripsi data yaitu gambaran data yang telah diperoleh oleh peneliti dan juga pembahasan dari data yang telah dikumpulkan tersebut serta desain dari manajemen aset berdasarkan data yang telah terkumpul. Bab V Simpulan dan saran berisi kesimpulan yang didapatkan dari penelitian, implikasi, keterbatasan penelitian serta saran guna pertimbangan bagi pihak terkait. 13