THE ENHANCEMENT OF INFERRING SKILL AND CONCEPT MASTERY IN BASIC THERMOCHEMISTRY SUBJECT BY LEARNING CYCLE 5E MODEL

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

I. PENDAHULUAN. kinerja dari proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar merupakan rangkaian

ANALISIS KEMAMPUAN MENYIMPULKAN PADA MATERI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA DENGAN INKUIRI TERBIMBING

EFEKTIVITAS MODEL LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI TERMOKIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYIMPULKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN SISWA MELALUI INKUIRI TERBIMBING

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. beralasan apabila pendidikan harus mendapatkan perhatian yang cukup serius, lebihlebih. bagi kalangan pendidik maupun calon pendidik.

THE ENCHANCEMENT OF INFERRING SKILL AND CONCEPT OF MASTERY IN REACTION RATE MATERIAL BY LEARNING CYCLE 5E MODEL

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA yang berjumlah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu

THE ANALYZING ABILITY OF DRAWING CONCLUSIONS AND APPLYING CONCEPTS

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang pada awalnya

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYIMPULKAN DAN PENGUASAAN KONSEP HUKUM DASAR KIMIA MELALUI INKUIRI TERBIMBING

KETERAMPILAN INFERENSI PADA MATERI KELARUTAN DAN Ksp DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

I. PENDAHULUAN. diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan,

I. PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari. Pada hakikatnya ada tiga hal yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan berbagai

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI KOLOID DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR LANCAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu

1. PENDAHULUAN. berdasarkan pada fenomena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari IPA yang secara khusus mempelajari tentang

INKURI TERBIMBING PADA LARUTAN ELEKTROLIT NON- ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN

I. PENDAHULUAN. penguasaan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

I. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses aktualisasi peserta didik melalui berbagai pengalaman

I. PENDAHULUAN. kepada siswa agar mengerti dan membimbing mereka untuk menggunakan. proses dan produk. Salah satu bidang sains yaitu ilmu kimia.

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) 5E

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran sains merupakan bagian dari pendidikan yang pada umumnya

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERTANYA DAN MENJAWAB PERTANYAAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

II. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat

III. METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 SMAN 13 Bandar

I. PENDAHULUAN. dibangun melalui pengembangan keterampilan-keterampilan proses sains seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan

PENINGKATAN KETERAMPILAN PREDIKSI DAN MERUMUSKAN HIPOTESIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

I. PENDAHULUAN. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga

ISSN : X Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia Vol. 1 No. 1 Mei 2013

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA Negeri 7 Bandar

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA. dan sasarannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) efektivitas

KETERAMPILAN MEMPREDIKSI DAN MENGKOMUNIKASIKAN PADA MATERI KELARUTAN DAN Ksp MENGGUNAKAN INKUIRI TERBIMBING.

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan cabang dari IPA yang mempelajari struktur,susunan,sifat

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR FLEKSIBEL DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA YP Unila

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LANCAR PADA MATERI LAJU REAKSI

I. PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Sains berkaitan dengan cara mencari

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGIDENTIFIKASI VARIABEL DAN MENDESKRIPSIKAN HUBUNGAN ANTAR VARIABEL MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 3E.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu IPA yang mempelajari tentang gejalagejala

THE ENHANCEMENT OF FORMULATING HYPOTHESES AND INFERRING SKILLS IN COLLOIDAL CONCEPT BY PROBLEM SOLVING LEARNING MODEL

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA yang mempelajari struktur, susunan,

PEMBELAJARAN ASAM BASA MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR LUWES.

PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR PEKA SISWA PADA REAKSI REDOKS

PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR EVALUATIF PADA MATERI ASAM-BASA. (Artikel Ilmiah) Oleh.

I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara

Dena Marista, Noor Fadiawati, Nina Kadaritna, Ila Rosilawati Pendidikan Kimia, Universitas Lampung

KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI SISWA PADA MATERI REDOKS DI SMA

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

I. PENDAHULUAN. kepada siswa untuk mengerti dan membimbing mereka untuk menggunakan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan salah satu cabang dari IPA yang mempelajari struktur,

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA YPU Bandar

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai pretest dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

PENERAPAN MODEL PROBLEM SOLVING LABORATORY TERHADAP PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP KALOR PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 PALU

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA semester ganjil

III. METODE PENELITIAN

EFEKTIVITAS PENERAPAN GROUP INVESTIGATION DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan kompleksnya tingkat berpikir siswa,

MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATERI TERMOKIMIA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS FENOMENA TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP SISWA SMAN 1 KOPANG

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS FENOMENA TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP SISWA SMAN 1 KOPANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Lampung yang berjumlah 38 siswa. Waktu pelaksanaan penelitian ini dimulai

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan

EFEKTIVITAS INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI LAJU REAKSI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR ORISINIL

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses aktualisasi peserta didik melalui berbagai

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1

I. PENDAHULUAN. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, maupun prinsip-prinsip saja tetapi juga

I. PENDAHULUAN. Pendidikan pada umumnya identik dengan tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan subyek dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri

PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LUWES SISWA PADA REAKSI REDOKS.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

PENERAPAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika 2)

Transkripsi:

1 THE ENHANCEMENT OF INFERRING SKILL AND CONCEPT MASTERY IN BASIC THERMOCHEMISTRY SUBJECT BY LEARNING CYCLE 5E MODEL Wirda Ningsih Turnip, Ratu Betta Rudibyani, Chansyanah Diawati, Ila Rosilawati Pendidikan Kimia, Universitas Lampung Abstract: This research is intended to describe the effective characteristics of learning cycle 5E (LC 5E) teaching method in increasing students inferring skill and concept mastery in basic termokimia subject of SMA Negeri 6 Bandar Lampung. The samples of this research were the XI IPA 2 as control class and the XI IPA 3 as experimental class. Purposive Sampling Technique was implemented to choose the samples of this research. Quasi Experimental Method by implementing Non Equivalent Control Group Design was employed in this research. The effectiveness of LC 5E teaching method was measured based on the significant level of n-gain increase. The result shows that the average of n-gain for inferring skill in control class and experimental class were 0,12 and 0,43; while the average of n-gain in concept mastery in control class and experimental class were 0,13 and 0,53. This fact shows that LC 5E teaching method is more effective in increasing students inferring skill and concept mastery in basic termokimia subject. Key words : LC 5E, inferring skill and concept mastery. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu faktor kehidupan yang sangat penting bagi terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak mengalami masalah terutama dalam mutu pendidikan. Dengan demikian cukup beralasan apabila pendidikan harus mendapatkan perhatian yang cukup serius, terutama di kalangan pendidik maupun calon pendidik. Kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh kinerja dari proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar merupakan kegiatan komunikasi antara orang yang belajar dan orang yang mengajar. Dalam proses belajar mengajar, guru akan menghadapi siswa yang mempunyai karakteristik berbeda-beda, sehingga dalam proses ini guru tidak akan lepas dengan masalah hasil belajar siswanya, yang merupakan alat untuk mengukur sejauh mana siswa menguasai materi yang diajarkan.

2 Ilmu kimia merupakan salah satu materi dari cabang ilmu pengetahuan alam yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ada dua hal yang berkaitan dengan ilmu kimia yang tidak terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuan dan kimia sebagai proses (kerja ilmiah). Kimia sebagai proses maksudnya dalam pembelajaran kimia dituntut kerja ilmiahnya yang dibangun melalui pengembangan keterampilanketerampilan proses sains. Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Hartono (Fitriani, 2009) menyatakan bahwa untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses, produk dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan Keterampilan Proses Sains (KPS). KPS terdiri dari beberapa keterampilan yang satu sama lain berkaitan dan sebagai prasyarat. Namun pada setiap jenis keterampilan proses ada penekanan khusus pada masing-masing jenjang pendidikan. Tahapan-tahapan pendekatan pembelajaran KPS menurut Dimyati dan Mudjiono (2009) yaitu pendekatan keterampilan proses lebih cocok diterapkan pada pembelajaran sains. Pendekatan pembelajaran ini dirancang dengan tahapan: Penampilan fenomena, apersepsi, menghubungkan pembelajaran dengan pengetahuan awal yang dimiliki siswa, demonstrasi atau eksperimen, siswa mengisi lembar kerja, guru memberikan penguatan materi dan penanaman konsep dengan tetap mengacu kepada teori permasalahan. Melatihkan KPS dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Seorang guru perlu melatihkan KPS kepada siswa, karena dapat membekali siswa dengan suatu keterampilan berpikir dan bertindak secara ilmiah untuk menyelesaikan masalah serta menjelaskan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupannya seharihari.

3 Faktanya proses pembelajaran di sekolah- sekolah masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal, kelas masih terfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, serta ceramah, penugasan, dan latihan menjadi strategi mengajar yang paling disukai dikalangan guru-guru kimia. Akibatnya pembelajaran kimia menjadi kehilangan daya tariknya dan lepas relevansinya dengan dunia nyata yang seharusnya menjadi objek ilmu pengetahuan tersebut. Hal ini didukung dengan observasi di SMA Negeri 6 Bandar Lampung pada penelitian pendahuluan, proses pembelajaran yang dilakukan pada umumnya masih menggunakan pembelajaran konvensional dengan metode ceramah, tanya jawab dan latihan soal. Berdasarkan hal tersebut, tentunya dibutuhkan suatu model pembelajaran yang dapat menarik minat siswa dalam pembelajaran sehingga siswa turut berperan aktif dalam proses pembelajaran. Hasil studi pustaka menunjukkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran LC 5E diharapkan pembelajaran yang terjadi dapat lebih bermakna dan memberi kesan yang kuat kepada siswa. Model pembelajaran LC 5E merupakan salah satu model pembelajaran yang berpusat pada siswa melalui rangkaian tahap-tahap yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif dalam proses pembelajaran. Model ini Model ini merupakan model yang mudah untuk digunakan oleh guru dan dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas belajar IPA pada setiap siswa. LC adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada pembelajar atau anak didik (student centre) (Hirawan, 2009). Dalam The LearningCycle as A Tool for Planning Science Instruction dalam LC terdiri dari lima fase yaitu: (1) phase to engage (fase pendahuluan); (2) phase to explore (fase menggali); (3) phase to explain (fase menjelaskan); (4) phase to extend (fase penerapan konsep); dan (5) phase to

4 evaluate (fase evaluasi) (Lorsbach, 2002). Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran LC 5E dalam meningkatkan keterampilan inferensi dan penguasaan konsep siswa pada materi pokok termokimia. METODOLOGI PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 6 Bandar Lampung yang berjumlah 112 siswa. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol dan XI IPA 3 sebagai kelas eksperimen. Penelitian ini dimulai sejak bulan Agustus sampai Oktober 2012. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang bersifat kuantitatif yaitu data hasil tes sebelum pembelajaran diterapkan (pretest) dan data hasil tes setelah pembelajaran diterapkan (posttest) serta data sekunder yaitu lembar observasi kinerja guru mengajar dan lembar aktivitas siswa. Sumber data dalam penelitian ini adalah data hasil pretest dan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan dua variabel terikat. Sebagai variabel bebas adalah model pembelajaran LC 5E dan konvensional. Sebagai variabel terikat adalah keterampilan inferensi dan penguasaan konsep pada materi pokok termokimia. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen. Desain penelitian menggunakan Nonequivalent Control Group Design (Sugiyono, 2010). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data hasil penelitian terdiri dari nilai pretest dan posttest masing-masing untuk keterampilan inferensi dan penguasaan konsep. Selanjutnya dilakukan perhitungan n-gain setiap siswa baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Data nilai keterampilan inferensi yang diperoleh disajikan pada Gambar 1. Pada Gambar 1 terlihat bahwa rata-rata nilai pretest dan posttest keterampilan inferensi materi pokok termokimia pada kelas eksperimen dan kelas kontol mengalami peningkatan. Peningkatan rata-rata nilai keterampilan inferensi materi pokok termokimia pada kelas eksperimen sebesar 22,88 dan kelas kontrol sebesar 8,58.

5 Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan inferensi materi pokok termokimia pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. 80 Rata-rata Nilai Pretest dan Posttest Keterampilan Inferensi Pada Materi Pokok Termokimia 60 40 20 0 Kontrol Eksperimen Kelas Penelitian Pretest Posttest Gambar 1. Rata-rata nilai pretest dan posttest keterampilan inferesi materi pokok termokimia pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data nilai penguasaan konsep yang diperoleh disajikan pada Gambar 2. Rata-rata Nilai PPretest dan Posttesr Penguasaan Konsep Materi Pokok Termokimia 80 60 40 20 0 Kontrol Eksperimen Kelas Penelitian Pretes Posttest Gambar 2. Rata-rata nilai pretest dan posttest penguasaan konsep materi pokok termokimia pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada Gambar 2 juga terlihat bahwa rata-rata nilai pretest dan posttest penguasaan konsep materi pokok termokimia pada kelas eksperimen dan kelas konrol mengalami peningkatan. Peningkatan rata-rata nilai penguasaan konsep materi pokok termokimia pada kelas eksperimen sebesar 30,97 dan kelas kontrol sebesar 9,20. Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan konsep materi pokok termokimia pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Untuk mengetahui efektivitas dari model pembelajaran LC 5E dalam meningkatkan keterampilan inferensi dan penguasaan konsep materi pokok termokimia pada kelas eksperimen dan kontrol, maka dilakukan analisis skor gain ternormalisasi (n-gain).

6 Untuk rata-rata n-gain keterampilan inferensi dan penguasaan konsep eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada Gambar 3. materi pokok termokimia pada kelas Rata-rata N-gain 0.6 0.4 0.2 0 0,12 0,43 Keterampilan Inferensi Indikator yang diteliti 0,13 0,53 Penguasaan Konsep Kontrol Eksperimen Pada Gambar 3 dapat terlihat bahwa rata-rata n-gain keterampilan inferensi dan penguasaan konsep materi pokok termokimia pada kelas eksperimen indikator pembelajarannya yaitu mendeskripsikan bunyi hukum kekekalan energi, menyimpulkan definisi sistem dan lingkungan serta sebesar 0,43 dan 0,53. Sedangkan menyimpulkan definisi sistem terbuka, rata-rata n-gain keterampilan inferensi dan penguasaan konsep materi pokok termokimia pada kelas kontrol sebesar 0,12 dan 0, 13. Hal ini menunjukkan bahwa kelas eksperimen mempunyai rata-rata n-gain keterampilan inferensi dan penguasaan konsep materi pokok termokimia yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Fase pendahuluan, fase ini bertujuan untuk mendapatkan perhatian siswa, mendorong kemampuan berpikirnya, dan membantu mereka mengakses pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Setiap proses pembelajaran diawali dengan menyampaikan indikator pembelajaran. Pada LKS 1 sistem tertutup dan sistem terisolasi. Setelah guru menyampaikan indikator pembelajaran, guru membagi siswa menjadi 6 kelompok heterogen. Langkah awal yang dilakukan oleh guru agar dapat dapat mengakses pengetahuan awal siswa yaitu adalah dengan memberikan tayangan gambar mengenai proses fotosintesis dan proses pembakaran kayu pada LCD protector dengan memberikan fenomena alam yaitu proses fotosintesis dan pembakaran kayu. Selanjutnya guru melontarkan pertanyaan yang mengerucut pada materi yang akan dipelajari Jelaskan bunyi hukum kekekalan energi berdasarkan berdasarkan kedua

7 fenomena alam tersebut?. Pada LKS 1 ini, siswa banyak yang terdiam, tidak berani untuk mengemukakakan pendapat atau memberikan jawaban pertanyaan dari guru. Hal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa belajar materi kimia menggunakan model pembelajaran LC 5E. Namun, guru mencoba untuk mengarahkan siswa perlahan-lahan dengan membimbing siswa. bahwa perubahan energi yang terjadi pada proses fotosintesis dan proses pembakaran berupa perubahan bentuk energi yang terjadi dalam suatu siklus yang tidak pernah putus dan energi bersifat kekal. Setelah diberikan gambaran seperti itu maka siswa mulai dapat menyimpulkan bunyi hukum kekekalan energi. Siswa dengan nomor absen 7 dapat menjawab Bunyi hukum kekekalan energi adalah energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan. Selanjutnya guru meminta pendapat siswa lain untuk melengkapan jawaban siswa nomor absen 7. Siswa dengan nomor absen 15 menjawab Hukum kekekalan energi berbunyi energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, energi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lain. Setelah memperoleh jawaban siswa tersebut, selanjutnya guru kembali mengakses pengetahuan awal siswa dengan memberikan fenomena alam mengenai sistem tata surya. Selanjutnya guru melontarkan pertanyaan yang Jadi apa itu sistem? dan apa itu lingkungan?. Setelah mendengar pertanyaan guru, banyak siswa yang bingung. Hal ini terlihat dengan banyaknya siswa yang membuka buku kimia. Pada fase ini guru mengajak siswa untuk membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari yaitu definisi sistem dan lingkungan serta jenis-jenis sistem. Fenomena yang akan dipelajari ini akan dibuktikan dalam fase selanjutnya yaitu fase eksplorasi. Pada LKS 2, langkah awal yang dilakukan oleh guru adalah dengan memberikan fenomena alam larutan kapur dan larutan pupuk dalam. Apakah yang menyebabkan perbedaan suhu pada kedua larutan?. Siswa dengan nomor absen 11 menjawab Terjadi karena serbuk kapur dapat mengeluarkan panas dan pada pupuk urea menyerap panas. Setelah mendengar jawaban siswa yang terlihat mulai berani untuk

8 mengemukakan pendapat, dan mulai sedikit paham dalam mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model LC 5E, guru menjadi lebih mudah untuk mengetahui hal-hal apa saja yang telah diketahui mereka dan guru dapat mengidentifikasi miskonsepsi siswa. Dengan hal yang demikian guru lebih cepat dalam mengarahkan siswa pada tahap selanjutnya yaitu fase eksplorasi. Pada LKS 3, kegiatan pembelajaran dilakukan dengan diskusi kelompok. Pada fase ini guru memberikan informasi bahwa persamaan stoikiometri berbeda dengan persamaan termokimia, pada persamaan termokimia menyertakan nilai entalpi molar. Selanjutnya guru melontarkan pertanyaan apa itu entalpi molar?. Mendengar pertanyaan yang diberikan oleh guru, membuat siswa terdiam dan siswa dengan nomor absen 32 menjawab perubahan yang dinyatakan dengan satuan kj/mol dan dipengaruhi juga dengan kondisi pengukurannya yaitu pada kondisi standar. Mendengar jawaban yang dibacakan oleh siswa nomor absen 32, guru telah paham bahwa banyak siswa yang tidak mengerti dengan perubahan entalpi. Selanjutnya guru mencoba untuk menjelaskan perubahan entalpi melalui 2 macam reaksi yang salah satu reaksinya merupakan persamaan termokimia dan reaksi lainnya merupakan persamaan stoikiometri. Setelah siswa diberikan informasi bahwa pada persamaan termokimia koefisien reaksi selain menunjukkan perbandingan jumlah mol juga menyatakan jumlah mol yang bereaksi, selain itu disertai juga dengan entalpi molar yang dinyatakan dengan H. Kemudian guru kembali membimbing siswa dengan memberikan pertanyaan Jadi, apa itu entalpi molar?. Siswa dengan nomor absen 32 menjawab perubahan entalpi yang menghubungkan jumlah mol yang bereaksi dengan kalor. Pada LKS 3 ini, guru mengakses pengetahuan awal siswa dengan diadakan tanya jawab dan diskusi antar kelompok. Pada LKS 4, langkah awal yang dilakukan oleh guru adalah dengan memberikan informasi untuk mendapatkan perhatian siswa, dan mendorong kemampuan berpikirnya Untuk menentukan H suatu reaksi dapat dilakukan dengan menggunakan suatu percobaan menggunakan

9 kalorimeter sederhana maupun kalorimeter bomb. Jumlah kalor yang diserap atau dilepaskan larutan dapat ditentukan dengan mengukur perubahan suhunya. Lalu, bagaimanakah menentukan jumlah kalor yang dihasilkan pada secarik kertas? Pada saat guru selesai melontarkan pertanyaan, siswa dengan nomor absen 10 menjawab Dengan menggunakan kalorimeter. Selanjutnya guru kembali bertanya apakah ada yang ingin menyatakan pendapat lain?. Siswa dengan nomor absen 16 menjawab Bu, saya tidak tahu apa itu kalorimeter?. Mendengar pernyataan siswa guru menjelaskan kalorimeter adalah suatu sistem terisolasi. Dengan pernyataan siswa yang demikian selanjutnya guru mengajak siswa agar timbul rasa ingin tahunya tentang topik yang akan dipelajari hari ini yaitu menghitung harga H reaksi melalui percobaan pada fase eksplorasi. Pada LKS 5, langkah awal yang dilakukan oleh guru adalah dengan memberikan informasi proses pembuatan keripik pisang coklat yang sama halnya dengan reaksi kimia, dapat berlangsung dalam satu tahap, dua tahap, atau lebih dengan hasil akhir yang sama, dalam kimia hal seperti ini dikenal dengan nama Hukum Hess. Kemudian guru memberikan pertanyaan Bagaimanakah bunyi Hukum Hess??. Siswa dengan nomor absen 20 menjawab Bunyi hukum Hess yaitu reaksi kimia yang berlangsung dalam berbagai tahap dengan hasil akhir yang sama. Mendengar jawaban siswa guru membimbing siswa kembali dengan memberikan sebuah reaksi yang disertai dengan dengan kalor reaksi pada keadaan awal dan keadaan akhir. Selanjutnya siswa dengan nomor absen 20 kembali menjawab Hukum Hess berbunyi bahwa kalor reaksi bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir, tidak bergantung pada lintasan. Mendengar jawaban siswa, guru sudah mengetahui hal-hal apa saja yang telah diketahui oleh mereka dan mengajak siswa ke fase selanjutnya yaitu fase eksplorasi. Pada LKS 6, guru berusaha menarik perhatian siswa dan mendorong kemampuan berpikirnya dengan melontarkan pertanyaan Apa itu energi ikat?. Banyak siswa yang terdiam, selanjutnya guru

10 membimbing siswa dengan memberikan apersepsi tentang ikatan persahabatan. Siswa dengan nomor absen 24 menjawab Energi ikatan adalah energi yang dibutuhkan untuk memisahkan ikatan-ikatan antar atom-atom. Selanjutnya, guru memberikan penguatan kepada siswa bahwa energi ikatan merupakan energi yang diperlukan untuk memutuskan 1 mol ikatan dari suatu molekul dalam wujud gas. Setelah memberikan penguatan, selanjutnya guru mengajak siswa ke fase selanjutnya yaitu fase eksplorasi. Kegiatan pada fase pendahuluan ini sesuai dengan teori dalam The Learning Cycle as a Tool for Planning Science Instruction (Lorsbach, 2002) pada fase pendahuluan yang bertujuan untuk mendapatkan perhatian siswa, mendorong kemampuan berpikirnya, membantu siswa mengakses pengetahuan awal yang dimilikinya. Selain itu, pada fase ini pula siswa diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam fase eksplorasi. Fase ini dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa. Fase eksplorasi, pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru. Selain itu guru juga membangkitkan rasa ingin tahu siswa mengenai materi yang akan dipelajari, guru mengajak siswa untuk melakukan percobaan. Pada setiap percobaan guru membagikan LKS kepada masingmasing kelompok dan mempersilahkan siswa untuk membaca petunjuk serta prosedur percobaan. Kemudian, guru mulai mengenalkan alat-alat dan bahanbahan yang akan digunakan dalam percobaan. Setelah itu, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri pada kelompoknya masing-masing. Pada LKS 1 siswa melakukan percobaan mengenai sistem dan lingkungan, pada percobaan ini siswa terlihat bingung dan sedikit mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS. Hal ini terjadi karena, proses pembelajaran kimia selama ini tidak disertai dengan praktikum dan LKS yang berbasis LC

11 5E. Untuk itu, guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan pada LKS 1. Pada LKS 2 dan 4, siswa dalam kelompoknya masingmasing melakukan percobaan sesuai dengan prosedur percobaan yang ada di LKS. Pada percobaan-percobaan ini siswa terlihat lebih antusias dalam melakukan percobaan, tanpa adanya bimbingan dari guru dan sudah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS berdasarkan hasil pengamatan pada percobaan. Pada LKS 3 sampai 6 siswa diajak untuk berdiskusi secara mandiri dengan kelompoknya masing-masing dengan menelaah literatur bacaan dan guru berperan sebagai fasilitator. Pada fase eksplorasi ini setiap selesai mengerjakan LKS, masing-masing kelompok akan mempresentasikan hasil yang diperoleh pada setiap setelah selesai percobaan atau setelah selesai berdiskusi. Dimana hasil yang diperoleh akan ditanggapi oleh kelompok lain. Kegiatan ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa pembelajaran LC 5E pada fase eksplorasi, dari komunikasi tersebut diharapkan dapat diketahui seberapa tingkat pemahaman siswa terhadap masalah yang dipecahkan. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Karplus dan Their (Fajaroh dan Dasna, 2003) pada fase eksplorasi, guru membangkitkan minat dan keingintahuan siswa tentang topik yang akan diajarkan, siswa diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungannya melalui kegiatan praktikum. Hal yang berbeda terjadi pada kelas kontrol, pada proses pembelajaran lebih didominasi dengan penjelasanpenjelasan dari guru, sedangkan siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru. Akibatnya minat dan antusias siswa untuk mengikuti pelajaran menjadi rendah. Aktivitas pembelajaran di kelas kontrol didominasi oleh siswa-siswi yang tingkat kepercayaan dirinya tinggi. Fase penjelasan, pada fase ini guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri. Setelah adanya komunikasi antara sesama kelompok pada fase eksplorasi, guru telah mengetahui seberapa tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah sedang dipelajari.

12 Untuk itu guru mencoba untuk melengkapi, menyempurnakan dan mengembangkan konsep yang telah mereka pahami dengan kata-kata mereka sendiri. Pada fase penjelasan ini juga dilatihkan salah satu KPS siswa yaitu keterampilan inferensi atau menyimpulkan. Jika siswa sudah terampil menyimpulkan, maka keterampilan lain seperti mengamati, mengklasifikasi, berkomunikasi, interpretasi dan prediksi juga akan muncul dalam diri siswa tersebut. Dari keterampilan-keterampilan tersebut, siswa dilatih untuk menemukan konsep, sehingga konsep-konsep yang ada tidak lagi diberikan oleh guru akan tetapi siswa sendiri yang mencari dan menemukannya, hal ini akan sangat membantu siswa untuk dapat menguasai konsep dengan lebih baik. Untuk menarik kesimpulan, siswa telah melakukan percobaan dengan bekerja secara mandiri dan berdiskusi dengan kelompoknya masing-masing. Setelah itu, diadakan komunikasi antar kelompok sehingga kelompok lain dapat mengkritisi penjelasan konsep dari kelompok yang satu dengan yang lainnya. Secara tidak langsung siswa telah dibimbing dan dilatih agar terampil menginferensi dan menguasai konsepnya. Pada awalnya hanya siswa dengan nomor absen 32 saja yang berani mengkritisi penjelasan dari kelompok lain pada LKS 2, namun pada LKS berikutnya banyak siswa yang berani mengkritisi penjelasan dari kelompok lain. Pelaksanaan yang terjadi pada kelas eksperimen telah sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Karplus dan Their (Fajaroh dan Dasna, 2003) dimana pada fase penjelasan diharapkan terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep yang telah dimiliki siswa dengan konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan yang membutuhkan daya nalar yaitu berdiskusi. Guru mengarahkan siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri. Pada kelas kontrol, siswa terlihat lama sekali menemukan konsepnya sendiri. Berulang kali guru memberi arahan, belum terlihat ada di antara mereka yang berani menyimpulkan temuannya, apalagi menggunakan pola hasil pengamatan untuk mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada reaksi lain. Sekalipun telah dijelaskan berulang-ulang, ketika

13 ditanyakan pada pertemuan selanjutnya sebagai kegiatan apersepsi banyak yang belum paham. Ada yang dapat menjawab, itupun melihat lagi catatan terkait konsep yang telah disampaikan. Fase penerapan konsep bertujuan untuk mengarahkan siswa menerapkan konsep-konsep yang telah dipahami dan keterampilan yang dimiliki pada situasi yang baru. Pada LKS 1 dan 2 guru memulai fase penerapan konsep dengan mengajukan masalah baru yang memerlukan pengujian lewat fase ekplorasi dengan melakukan pengamatan. Pertama-tama, guru memperlihatkan video yang berhubungan denganmateri yang telah dipelajari, lalu guru memberikan pertanyaan yang menguji pemahaman siswa dan selanjutnya guru meminta siswa untuk mengerjakan soal pada poin penerapan konsep. Pada LKS 4, 5 dan 6 guru mengajukan masalah baru yang memerlukan pengujian lewat fase ekplorasi berdasarkan hasil pengamatan dan menelaah literatur bacaan. Siswa diminta untuk mengerjakan 1 soal yang berhubungan dengan indikator yang hendak dicapai pada papan tulis secara matematis. Fase evaluasi, pelaksanaan fase evaluasi pada kelas eksperimen yaitu guru meminta siswa untuk mengerjakan soal evaluasi pada LKS dan memberi tugas siswa mengenai materi yang telah dipelajari serta hubungannya dengan peristiwa yang terjadi di lingkungan mereka. Awalnya siswa banyak yang bertanya tentang tugas mereka menghubungkan konsep yang telah siswa peroleh dengan peristiwa atau hal-hal yang terjadi di sekitar mereka. Setelah diberi penjelasan tentang tugas tersebut, siswa mulai mengerti apa yang harus dilakukan dan semakin tumbuh rasa ingin tahu tentang hal-hal yang berkaitan dengan materi yang mereka peroleh. Tahap terakhir pada kelas kontrol, siswa diajak untuk menyimpulkan materi yang telah diberikan tanpa dibimbing untuk menghubungkan dengan fenomena lain disekitar meraka. Fakta yang terjadi pada kelas eksperimen sesuai dengan pendapat Karplus dan Their (Fajaroh dan

14 Dasna, 2003) pada fase evaluasi, siswa diharapkan mampu menerapkan pemahaman konsep dan keterampilan yang telah diperolehnya. Pada tahap ini juga dilakukan evaluasi terhadap materi yang telah diperoleh. Penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena siswa mengetahui penerapan dari konsep yang mereka pelajari. Berdasarkan fakta dan teori-teori yang telah diungkapkan di atas, menjadi hal yang wajar jika pembelajaran dengan model LC 5E dapat meningkatkan keterampilan inferensi maupun penguasaan konsep. Terlebih lagi bahwa media yang disiapkan telah mengantar siswa untuk meningkatkan keterampilan inferensi dan penguasaan konsepnya. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya siswa yang semula tingkat keterampilan inferensi dan penguasaan konsep rendah, menjadi meningkat setelah diterapkan pembelajaran ini. Proses pembelajaran di kelas eksperimen cukup efektif. Hal ini terlihat dari keantusiasan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, baik dalam bertanya kepada guru, diskusi dalam kelompok, serta dalam melakukan percobaan. Berbeda dengan kelas eksperimen, pada kelas kontrol yang diterapkan pembelajaran konvensional. Dimana pada proses pembelajarannya siswa lebih banyak menerima informasi dari guru. Dalam pembelajarannya proporsi guru memberikan ceramah lebih banyak terjadi, sedangkan siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru saja dan menulisnya di buku catatan apabila ada materi yang dianggap penting. Dalam pembelajaran seperti ini siswa tidak dilatihkan untuk berpikir dan terlibat langsung dalam menemukan konsep materi pelajaran. Ketika diadakan tanya jawab, banyak siswa yang tidak antusias untuk menjawab pertanyaan dari guru. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran LC 5E efektif dalam meningkatkan keterampilan inferensi dan penguasaan konsep siswa pada materi pokok termokimia di SMA

15 Negeri 6 Bandar Lampung. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan disarankan bahwa model pembelajaran LC 5E hendaknya diterapkan dalam pembelajaran kimia, terutama pada materi pokok termokimia karena terbukti efektif dalam meningkatkan keterampilan inferensi dan penguasaan konsep siswa. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabetha. Bandung. DAFTAR PUSTAKA Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Fajaroh, F., Dasna, I. W. 2003. Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Dan Hasil Belajar Kimia Zat Aditif Dalam Bahan Makanan Pada Siswa Kelas XI SMU Negeri 1 Tumpang Malang. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vol 11 (2) Oktober 2004. UNM. Malang. Fitriani, D. 2009. Penerapan Model Siklus Belajar Empiris- Induktif(SBEI)Berbasis Keterampilan Proses Sains Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Laju Reaksi (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung. Tidak diterbitkan. Hirawan, I. K. A. 2009. Model Siklus Belajar (Learning Cycle). 28 Agustus 2012 http:16315603-model-siklus- Belajar. Lorsbach, A. W. 2002. The Learning Cycle as A tool for Planning Science. Instruction. 28 Agustus 2012http://www.coe.ilstu.edu/science ed/lorsbach/257lrcy.html.

16