NOMOR 2 TAHUN 1985 TANGGAL 15 Januari 1985 PEDOMAN KOORDINASI PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PERSUSUAN NASIONAL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Instruksi Presiden ini yang dimaksud dengan: 1. Susu adalah produk utama ternak perah berupa susu murni dan semua jenis susu/komponen susu yang dihasilkan di dalam negeri dan diimpor dalam bentuk bahan baku. 2. Susu produksi dalam negeri adalah produk utama ternak perah berupa susu murni dan semua jenis susu/komponen susu yang dihasilkan di dalam negeri. 3. Susu impor adalah bahan baku industri berbentuk susu bubuk, susu skim, Iaktosa dan lemak susu yang didatangkan dari luar negeri (diimpor) untuk bahan baku industri pengolahan susu, industri pengguna bahan susu maupun untuk kepentingan lainnya seperti bantuan pangan berupa hibah (grant). 4. Pengembangan persusuan adalah upaya yang bertujuan meningkatkan dan memanfaatkan potensi persusuan di dalam negeri sehingga terjadi peningkatan produksi susu untuk memenuhi permintaan dalam negeri, mengurangi impor dan sekaligus meningkatkan pendapatan menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha sehingga dapat meningkatkan Kesejahteraan petani ternak perah pada khususnya dan meningkatkan gizi masyarakat pada umumnya.
5. Susu olahan adalah hasil pengolahan susu. 6. Industri pengolahan susu adalah industri pengolahan bahan pangan yang menggunakan bahan utama susu untuk menghasilkan susu olahan. 7. Industri pengguna bahan susu adalah industri pengolahan pangan atau non pangan yang menggunakan susu sebagai bahan tambahan atau bahan penolong. 8. Rasio susu adalah perbandingan antara jumlah susu produksi dalam negeri yang diserap industri pengolahan susu dengan jumlah bahan susu impor yang diizinkan dalam ekuivalen susu segar dan ditetapkah secara berkala. 9. Kebijaksanaan impor satu pintu adalah kebijaksanaan yang menentukan bahwa seluruh impor susu melalui lembaga tata niaga tertentu. BAB II PENGEMBANGAN PERSUSUAN Pasal 2 Pengembangan persusuan dilakukan untuk membangun dan membina usaha persusuan agar mampu meningkatkan produksi susu dalam negeri dan susu olahan dengan mutu yang baik dan harga yang terjangkau masyarakat sekaligus untuk mengurangi impor susu serta meningkatkan kesejahteraan petani ternak perah khususnya dan meningkatkan gizi masyarakat pada umumnya. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 3 Ruang lingkup kebijaksanaan persusuan meliputi perumusan kebijaksanaan dan pengadaan pelaksanaan kebijaksanaan dalam
rangka memperlancar kegiatan pendinginan produksi susu dalam negeri industri pengolahan susu, industri pengguna bahan susu, pemasaran, dan konsumsi susu. Pasal 4 (1) Produksi susu dalam negeri ditingkatkan melalui usaha modernisasi peternakan ternak perah rakyat yang dibina oleh wadah koperasi susu. (2) Dalam rangka meningkatkan produktivitas peternakan ternak perah dan mengembangkan swadaya peternak perah yang dibina menjadi anggota koperasi, diadakan pembinaan dan pengembangan prasarana dan sarana penunjang sejak usaha pra produksi,produksi dan pasca panen seperti penyediaan peralatan dan teknologi. Pasal 5 (1). Pengembangan industri pengolahan susu diadakan di sentra produksi yang bertumpu pada kekuatan produksi susu dalam negeri. (2). Dalam setiap pendirian industri pengolahan susu wajib mengikutsertakan koperasi secara aktif. Pasal 6 (1). Lapor susu dilakukan melalui kebijaksanaan satu pintu dan kebijaksanaan rasio susu. (2) Agar harga susu dapat terjangkau oleh masyarakat dan mampu memberikan rangsangan terhadap petrernak ternak perah di lakukan kebijaksanaan pengendalian dan monitoring harga susu di dalam negeri mulai dari tingkat peternak ternak perah sampai konsumen. (3) Setiap industri pengolahan susu wadjib menggunakan susu produksi dalam negeri sebagai bahan baku utama, sedang susu impor merupakan pelengkap.
Pasal 7 Untuk memasyarakatkan konsumsi susu dilakukan usaha-usaha penerangan, promosi, dan kampanye minum susu melalui berbagai media penerangan dengan meningkatkan program-program yang telah dilaksanakan maupun program baru, seperti program susu bagi anak sekolah, program minum susu bagi karyawan yang secara medis teknis memerlukan, bantuan susu bagi daerah-daerah rawan gizi dan lain-lain. BAB lv BENTUK KOORDINASI Pasal 8 (1). Pengembangan persusuan menjadi wewenang dan/atau tanggung jawab Menteri Pertanian yang dibantu oleh Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan, bersamasama dengan Menteri Koperasi, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dengan dukungan Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, Menteri Muda Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri dan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal. (2) Dalam rangka melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri Pertanian membentuk Tim Koordinasi yang diketuai oleh Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan dan keanggotaannya terdiri dari para pejabat dari Departemen/Lembaga yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya bersangkutan dengan usaha pembinaan dan pengembangan persusuan nasional. (3) Masalah persusuan yang menyangkut bidang tugas dan wewenang dari beberapa Menteri yang memerlukan koordinasi antar para Menteri yang bersangkutan, dibicarakan dalam rapat koordinasi bidang Ekonomi,Keuangan, dan Industri, atau koordinasi dan konsultasi langsung antara Menteri-menteri yang bersangkutan. pasal 9
Pelaksanaan operasional pembinaan dan pengembangan persusuan dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi sejalan dengan fungsi dan tugas masing-masing. Pasal 10 Pelaksanaan koordinasi pembinaan dan pengembangan persusuan di daerah dilakukan oleh Gubernur Kepala daerah dengan berpedoman pada kebijaksanaan umum dibidang persusuan yang ditetapkan Pemerintah. BAB V PEMBIAYAAN Pasal 11 Segala biaya yang berhubungan dengan pembinaan dan pengembangan persusuan nasional dibebankan kepada anggaran masing-masing instansi sesuai dengan lingkup tugasnya. BAB VI KETENTUAN-KETENTUAN LAIN Pasal 12 Pedoman ini secara teknis operasional diatur lebih lanjut oleh Menteri atau Ketua/Kepala Lembaga yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing di bawah koordinasi Menteri Pertanian yang dibantu oleh Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd
S 0 E H A R T 0