BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman budaya yang dapat meningkatkan ekonomi dengan cara melakukan pemasaran lebih luas, inovasi produk, dan pengemasan yang lebih efektif oleh UMKM. Salah satunya dengan melestarikan warisan budaya membatik dapat membantu meningkatkan perekonomian Indonesia. Warisan budaya membatik dilestarikan dari generasi ke generasi seterusnya di wilayah Indonesia yaitu Yogyakarta, Surakarta, dan Pekalongan. Memiliki ragam hias khusus, bersifat simbolis, nilai filosofi dan warna yang khas menjadi karakteristik pakem batik kraton. Keindahan Wastra Batik memunculkan keindahan dan mengandung nilainilai perlambangan yang berkaitan erat dengan latar belakang penciptanya (Doellah, 2002 : 54). Sejarah batik tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan kerajaan yang berada di Jawa meliputi Kraton Yogyakarta dan Kraton Surakarta pada masa tersebut. Kraton Yogyakarta mengalami masa kejayaan membuat sebuah tradisi dan kebudayaan menjadi kekuatan diwilayah Nusantara. Jejak perkembangan tradisi dan kebudayaan terlihat saat masa kerajaan Mataram Islam (Wulandari, 2011 : 11-12). Perselisihan dalam lingkungan kerajaan Mataram Islam menimbulkan pihak Belanda mengusulkan perjanjian Giyanti untuk membelah kerajaan menjadi kraton Yogyakarta dan kraton Surakarta. Perjanjian pada tahun 1755 menghasilkan perbedaan motif batik Yogyakarta dan Surakarta yang menjadi khas masing-masing kraton. Batik Kraton adalah batik yang 1
2 tumbuh dan berkembang di lingkungan kraton-kraton Jawa dan memiliki motif yang terpengaruh oleh kebudayaan Hindu-Jawa (Doellah, 2002 : 54). Kebutuhan lingkungan kraton dan para bangsawan dikerjakan oleh perajin yang memiliki hubungan dengan abdidalem di Yogyakarta. Tradisi pembuatan batik tulis dengan pewarnaan alam masih berlangsung hingga saat ini (Yudhoyono, 2011 : 63). Penelitian ini dilakukan di desa wisata batik, yaitu desa Giriloyo, Kel. Wukirsari, Kec. Imogiri, Kab. Bantul, Yogyakarta. Stiati Widihastuti dan Emy Kusdarini (2013 : 147) menjelaskan Batik Giriloyo merupakan nama produk batik khas daerah Giriloyo. Awal mula nama tersebut digunakan untuk menyebut batik kraton Yogyakarta yang dihasilkan oleh perajin batik dari daerah Giriloyo. Desa Giriloyo membuat batik dengan pola kraton secara berulang-ulang sehingga menjadi warisan tradisi turun-temurun. Batik yang menjadi tradisi di desa Giriloyo meliputi motif Truntum Gurdo, motif Kawung Beton, motif Nitik Rengganis, motif Udan Liris, motif Wahyu Tumurun, Sida Asih, dan motif Babon Angkrem. Motif batik kraton Yogyakarta dan Surakarta berasal dari satu sumber yaitu motif batik kerajaan Mataram (Doellah, 2002 : 54). Perkembangannya batik Giriloyo juga memiliki batik kontemporer dengan karakteristik sendiri dalam kreasi corak yang diinspirasi dari lingkungan sekitar. Berbeda dengan daerah lain pada proses produksi batik Giriloyo tidak menggunakan printing. Batik di desa Giriloyo dikerjakan menggunakan canting, serta menggunakan bahan-bahan kualitas terbaik. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan di Giriloyo, penelitian tersebut membahas mengenai Pengembangan Produk dan Strategi Pemasaran Busana Batik Bantulan dengan Stilasi Motif Ethno Modern oleh Sri Wening, dkk pada
3 tahun 2013. Penelitian tersebut membahas pengembangan produk dan pemasaran dengan inovasi batik berpola stilasi motif ethno modern. Penelitian lain tentang Batik Wahyu Tumurun Karya Kelompok Batik Sri Kuncoro Imogiri Bantul Yogyakarta oleh Muryani pada tahun 2015. Penelitian ini mendiskripsikan proses, motif, dan makna batik Wahyu Tumurun karya Kelompok Batik Sri Kuncoro. Banyak perkembangan-perkembangan yang dilakukan untuk menghadapi pasar MEA saat ini, terdapat penelitian yang memberikan pengembangan batik bermotif aksara Jawa yang diyakini merupakan media baik untuk memperkenalkan aksara Jawa secara luas oleh Hesti, Mulyani dkk dengan judul Desain Batik Aksara Jawa pada Pengrajin Batik Berkah Lestari Giriloyo, Wukirsari, Bantul pada tahun 2014. Menurut Widihastuti Setiati dan Eny Kusdarini dengan judul Kajian Hak Kekayaan Intelektual Karya Perajin Batik Studi Kasus Di Desa Wukirsari Imogiri Bantul pada tahun 2013, penelitian bertujuan untuk mengetahui hak kekayaan intelektual yang dapat diberikan pada karya perajin batik Imogiri, kendala-kendala yang ditemukan dalam memberikan perlindungan, serta usaha-usaha mengatasi kendala tersebut. Berdasarkan beberapa penelitian yang dijelaskan di atas maka digunakan penulis sebagai bentuk orisinalitas penelitian yang dilakukan. Penelitian akan memfokuskan pada batik tradisi Giriloyo sesuai kelompok motif geometris dan motif non geometris yang sudah dibuat secara turun-temurun dan masih banyak diminati sehingga tetap diproduksi di desa Giriloyo hingga saat ini. Motif tersebut memiliki makna filosofis serta perjalanan sejarah. Unsur-unsur motif batik tidak dapat lepas dari wilayah dalam pembuatannya (Wulandari, 2011 : 9). Perajin yang tetap menekuni membuat batik klasik serta cikal bakal munculnya batik tradisi di
4 desa Giriloyo. Hal tersebut menjadi berbeda dengan batik tradisi yang ada di wilayah lain dan sebagai bentuk usaha melestarikan batik tradisi yang saat ini mulai dimodifikasi dan tergeser oleh adanya batik kontemporer, sehingga dikhawatirkan akan kehilangan makna simbolisnya. Makna simbolis dari ragam hias saat ini kurang dipahami oleh masyarakat dan berdampak kurang apresiasi, akibatnya masyarakat dan pencipta batik hanya melihat dari bentuk visualisasi saja. Landasan ragam hias motif batik saat ini dari motif batik tradisi masa lampau (Yusuf, 1991 : 14). Seni motif tradisi memiliki simbol-simbol yang dibuat dengan adanya keinginan untuk menyampaikan pesan-pesan serta amanat untuk diwariskan ke generasi seterusnya. Dharsono Sony Kartika menjelaskan bahwa wujud estetika motif batik meliputi tontonan dan tuntunan. Tontonan berupa visual pada motif utama, motif pengisi dan isian (isen) dan tuntunan berupa makna filosofi pada motif utama (Dharsono, 2015 : 42-43). Tuntunan pada motif utama terkait oleh estetika Agus Sachari dari simbol, makna dan daya (Sachari, 2002 : 2). Tuntunan berkaitan dengan simbol yang dijelaskan dengan motif utama dan makna berupa wujud bentuk dan warna mengandung harapan yang akan disampaikan. Terlihat juga sebuah daya berasal dari pengaruh kondisi sosial masyarakat agar melakukan pengembangan dalam melestarikan sebuah tradisi membatik yang sudah dilakukan turun temurun.
5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana estetika menurut Dharsono Sony Kartika dari tontonan sebuah motif batik berupa visual pada motif utama, motif pengisi dan isian (isen) untuk menganalisis batik tradisi di desa Giriloyo, Wukirsari, Bantul, Yogyakarta? 2. Bagaimana estetika menurut Dharsono Sony Kartika dari tuntunan berupa makna filosofi pada motif utama terkait oleh estetika Agus Sachari dari simbol, makna dan daya untuk menganalisis batik tradisi di desa Giriloyo, Wukirsari, Bantul, Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah yang disampaikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang: 1. Estetika menurut Dharsono Sony Kartika dari tontonan sebuah motif batik berupa visual pada motif utama, motif pengisi dan isian (isen) untuk menganalisis batik tradisi di desa Giriloyo, Wukirsari, Bantul, Yogyakarta? 2. Estetika menurut Dharsono Sony Kartika dari tuntunan berupa makna filosofi pada motif utama terkait oleh estetika Agus Sachari dari simbol, makna dan daya untuk menganalisis batik tradisi di desa Giriloyo, Wukirsari, Bantul, Yogyakarta?
6 D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang lakukan adalah: 1. Bagi Lembaga Pendidikan Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan sumbangan ilmu dan membuka wawasan lebih luas tentang batik di Yogyakarta. Khususnya bagi para mahasiswa di Program Studi Kriya Tekstil / Desain Tekstil Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Sebelas Maret. 2. Bagi Intansi terkait Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan masukan mengenai penggunaan teori pendekatan estetika pada batik tradisi Giriloyo, Wukirsari, Bantul, Yogyakarta. 3. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan informasi kepada masyarakat tentang kajian estetika batik tradisi Giriloyo, Wukirsari, Bantul, Yogyakarta. 4. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai pengetahuan dan pengalaman baru bagi penulis dengan pengkajian estetika batik tradisi Giriloyo, Wukirsari, Bantul, Yogyakarta.
7 E. Sistematika Penulisan Tulisan ini dibagi dalam lima kajian utama, yaitu: BAB I Pendahuluan, pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Kajian Pustaka, pada bab ini membahas tentang kajian teori seni batik yang membahas batik, unsur-unsur motif batik, penggolongan motif batik, warna batik, motif-motif batik, batik kraton Yogyakarta, teori estetika dan kerangka pikir yang digunakan peneliti untuk memusatkan kajian dan memahami permasalahan yang diteliti secara jelas. BAB III Metode Penelitian, pada bab ini berisi tentang metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dan meliputi jenis penelitian kualitatif bersifat diskriptif. Penentuan lokasi untuk penelitian, populasi atau semple, strategi dan bentuk pendekatan, sumber data, teknik pengumpulan data, validitas data, dan teknik analisis data. BAB IV Estetika Batik Tradisi di desa Giriloyo, Wukirsari, Bantul, Yogyakarta. Bab ini berisi pembahasan hasil penelitian mengenai muncul dan latar belakang batik tradisi di desa Giriloyo dan estetika menurut Dharsono Sony Kartika dari tontonan sebuah motif batik berupa visual pada motif utama, motif pengisi dan isian (isen) serta tuntunan berupa makna filosofi pada motif utama terkait oleh estetika Agus Sachari dari simbol, makna dan daya untuk menganalisis batik tradisi di desa Giriloyo, Wukirsari, Bantul, Yogyakarta. BAB V Penutup, pada bab ini terdiri dari kesimpulan hasil penelitian dan saran terkait dengan hasil penelitian.