BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pencatatan setiap kelahiran anak yang dilakukan oleh pemerintah berasas non

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 37 TAHUN 2006 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PEMBUATAN AKTA KELAHIRAN ANAK DI KABUPATEN BADUNG BUPATI BADUNG,

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PROSES PEMBUATAN AKTA KELAHIRAN BAGI ANAK YANG TERLAMBAT MENDAFTARKAN KELAHIRANNYA DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2006 NOMOR 6 SERI E NOMOR 2

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 28 TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dan terjamin untuk terselenggaranya partisipasi serta pengawasan

PROSES PEMBUATAN AKTA KELAHIRAN TERHADAP ANAK YANG TERLAMBAT MENDAPAT AKTA (Studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. wajib tunduk pada aturan-aturan hukum yang menjamin dan melindungi hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa, Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan. Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya sistem administrasi kependudukan merupakan sub sistem

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa tujuan pembentukan negara Indonesia adalah...melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat pelaksanaan pembangunan. Salah satu program dibidang

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 16 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kadang-kadang naluri ini terbentur pada Takdir Illahi, di mana kehendak

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. umum. Diantaranya pembangunan Kantor Pemerintah, jalan umum, tempat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 5 TAHUN 2011 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia mempunyai wewenang untuk mempunyai hak-hak khususnya. wewenang untuk mempunyai hak-hak keperdataan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kekayaan alam yang tersedia di dalam bumi ini. Salah satu sumber daya

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Repub

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PADANG

BUPATI BANDUNG BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PELAYANAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BUPATI BANDUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BAB I PENDAHULUAN. hukum adat terdapat pada Pasal 18 B ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENDAFTARAN DAN PENCATATAN PENDUDUK DALAM WILAYAH KABUPATEN KUTAI

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam suatu kehidupan. masyarakat, terlebihi masyarakat Indonesia yang tata kehidupannya

BUPATI INDRAGIRI HULU PROVINSI RIAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 4 TAHUN 1998 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

PEMERINTAH KABUPATEN PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 85 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Secara konstitusional hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah sebagian

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 2 TAHUN 2012 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada negara Indonesia, tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kedudukan hukum seseorang sebagai penyandang hak dan kewajiban dimulai

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, dibidang pemerintah telah terjadi perubahan yang mendasar. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat) dalam arti negara pengurus. 1 Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah

BUPATI GUNUNGKIDUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG FORMULIR DAN BUKU YANG DIGUNAKAN DALAM PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

PELAKSANAAN JAMSOSTEK UNTUK KECELAKAAN KERJA DI PTP NUSANTARA IX ( PERSERO ) PG. PANGKA DI KABUPATEN TEGAL

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 20 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 20 TAHUN 2006

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta)

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG FORMULIR DAN BUKU YANG DIGUNAKAN DALAM PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagian sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. 1

PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 11 TAHUN 2002 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan gizi tetapi juga masalah perlakuan seksual terhadap anak (sexual abuse),

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana tertuang di dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat) secara sederhana adalah negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan dibawah kekuasaan hukum. 1 Negara hukum menentukan bahwa setiap warga negara harus tunduk pada hukum, termasuk pemerintah harus tunduk pada hukum. 2 Masyarakat pada era reformasi sekarang ini harus semakin menyadari kewajibannya dan semakin kritis akan hak-haknya untuk memperoleh pelayanan yang baik. Di dalam Pasal 28D ayat (4) Undang-Undang Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. Selain memiliki hak, masyarakat juga memiliki kewajiban yang harus dipenuhi, sebagaimana salah satu kewajiban masyarakat yang tertuang di dalam Pasal 4 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil menjelaskan bahwa Penduduk Warga Negara Indonesia wajib melapor kepada Instansi Pelaksana untuk dicatatkan biodatanya Menurut syahlan Pencatatan adalah kegiatan atau proses pendokumentasian suatu aktivitas dalam bentuk tulisan, sedangkan menurut 1 angka 15 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menjelaskan Pencatatan Sipil adalah pencatatan peristiwa penting yang dialami oleh seseorang dalam register Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana. 1 Ridwan HR, 2010, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 19. 2 Ibid.

Pencatatan Sipil bertujuan untuk memberikan keabsahan identitas dan kepastian hukum atas dokumen penduduk, perlindungan status hak sipil penduduk, dan mendapatkan data yang mutakhir, benar dan lengkap. Hak atas identitas dan status kewarganegaraan merupakan salah satu bagian dari hak asasi manusia oleh karena itu setiap orang berhak atas identitas dan status kewarganegaraan termasuk anak. Hal ini tercantum pada pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (selanjutnya disebut UU Perlindungan Anak) ditegaskan kembali bahwa Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.pasal 27 Ayat (1) UU Perlindungan Anak mengatakan bahwa Identitas dan status kewarganegaraan harus diberikan kepada seorang anak semenjak ia dilahirkan ke atas dunia. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan harta benda lainnya. Sedemikian pentingnya keberadaan anak dalam keluarga, yang mana anak tersebut dipelihara, dididik serta dibesarkan dalam sebuah keluarga, sehingga setiap anak berhak atas hal-hal tersebut. 3 Berbicara mengenai hak-hak anak di Indonesia, pengaturannya terdapat pada Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi". Jelas bahwa hak-hak setiap anak dilindungi dan sangat diperhatikan oleh negara dan semua instansi pemerintahannya. Oleh karena itu negara telah diberi wewenang dan tanggungjawab mengenai hal ini dengan sangat jelas oleh undang-undang. 3 Ahmad Kamil, dan M.Fauzan, 2008, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak diindonesia, Jakarta, Rajawali Pers, hlm vii

Seiring dengan pilar utama negara hukum yaitu Asas Legalitas (legalifeitsbeginsel atau het beginsel van wetmatigheid), maka berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu cara memperoleh wewenang itu adalah secara atributif, wewenang yang diperoleh secara atributif merupakan kewenangan yang diperoleh secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam suatu peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada, dimana tanggungjawab internal pelaksanaan wewenang tersebut distribusikan sepenuhnya kepada penerima wewenang (atribufaris). 4 Selain dalam UUD 1945, dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga mengatur mengenai hak-hak anak, yang menyatakan bahwa: Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. Dalam hal orang tua anak tidak mampu membesarkan dan memelihara anaknya dengan baik dan sesuai dengan undang-undang ini, maka anak tersebut boleh diasuh atau diangkat sebagai anak oleh orang lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Anak dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dijelaskan bahwa: anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Hal ini sesuai dengan batasan umur pengangkatan anak dalam Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, menyatakan bahwa syarat anak yang akan diangkat belum berusia 18 tahun. Di dalam ilmu hukum kita mengenal istilah pengangkatan anak atau adopsi (adoptie, adoption, atau adoptio) sebagai suatu lembaga hukum, dimana dalam arti pengangkatan anak akan berakibat adanya hubungan hukum antara anak dengan orang tua angkatnya akibatnya bernilai yuridis. Pengaturan tentang pengangkatan anak diatur dalam Peraturan Pemerintah 4 Ibid., hlm 103

Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, dijelaskan bahwa pengertian anak angkat yaitu: anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga, orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan. Dari rumusan pengertian pengangkatan anak ini tidak cukup tercermin sampai seberapa jauh atau seberapa luas akibat hukum perbuatan pengangkatan anak. Pengangkatan anak diadakan dalam rangka melaksanakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, tetapi di dalam UU ini tidak merumuskan pengertian Pengangkatan Anak. UU ini hanya merumuskan pengertian anak angkat, yang mana dalam Pasal 1 angka 9 pengertian anak angkat itu adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan pembesaran anak tersebut, kelingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. Dalam hal pengangkatan anak yang harus diperhatikan adalah perlindungan anak, dimana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan pengertian perlindungan anak yaitu: Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, Tujuan dari pengangkatan anak adalah untuk mengurangi atau munculnya kemungkinan terburuk yang akan dialami oleh anak-anak yang tidak mendapatkan haknya sebagai seorang anak, pengangkatan anak juga untuk tujuan kepentingan kebaikan anak angkat tersebut dalam rangka melindungi kesejahteraan anak dan perlindungan anak tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak.

Pengangkatan anak semakin kuat dipandang dari sisi kepentingan yang terbaik untuk anak, sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan anak, untuk memperbaiki kehidupan dan masa depan anak, maka pemerintah membolehkan melakukan pengangkatan anak. Prinsipnya adalah bahwa setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir. 5 Peristiwa hukum mengenai pengangkatan anak harus disahkan berdasarkan Penetapan Pengadilan pada Pasal 47 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Ketentuan yang berlaku saat ini, permohonan pengesahan/pengangkatan anak diawali dengan mengajukan permohonan baik ke Pengadilan Negeri maupun ke Pengadilan Agama, baik secara lisan maupun tertulis. Untuk kepentingan tersebut, pemohon dapat maju sendiri atau menunjuk kuasa hukum. Adapun isi Permohonan yang dapat diajukan adalah motivasi mengangkat anak yang semata-mata berkaitan atau demi masa depan anak tersebut, penggambaran kemungkinan kehidupan anak tersebut di masa yang akan datang. Meski didampingi/dibantu orang lain atau kuasanya, pemohon asli/calon orang tua angkat tetap wajib hadir di persidangan. Berkas permohonan tertulis dapat ditandatangani pemohon sendiri atau kuasanya. Prosesnya, sesuai hukum acara yang berlaku di Pengadilan Negeri yang tertuang dalam HIR/RBg. Setelah pengangkatan anak melalui pengadilan dilakukan, selanjutnya orang tua angkat mengurus semua administrasi kependudukan yang menyangkut status anak angkat yang baru, termasuk kedudukan anak angkat dalam kartu keluarga, pada prinsipnya kartu keluarga digunakan sebagai bukti jati diri keberadaan anak angkat dalam keluarga, sehubungan dengan hak waris atau klaim asuransi dan pengurusan hal-hal administrasi 5 Ibid.,hlm 19

lainnya seperti tunjangan keluarga, paspor, KTP (Kartu Tanda Penduduk), SIM (Surat Izin Mengemudi), pengurusan perkawinan, perizinan, mengurus beasiswa dan lain sebagainya. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kartu Keluarga adalah kartu identitas keluarga yang memuat data tentang susunan, hubungan dan jumlah anggota keluarga. Kartu keluarga berisi data lengkap tentang identitas kepala keluarga dan anggota keluarganya. Kartu keluarga adalah dokumen milik Pemerintah Daerah Provinsi setempat dan karena itu tidak boleh mencoret, mengubah, mengganti, menambah isi data yang tercantum dalam kartu keluarga. Setiap terjadi perubahan karna mutasi data dan mutasi biodata, wajib melaporkan kepada lembaga yang berwenang untuk di terbitkan kartu keluarga yang baru. 6 Sesuai hal penerbitan kartu keluarga dan akta-akta kependudukan lainnya timbul suatu bentuk lembaga-lembaga yang berwenang atas pembuatan dan penerbitan hal tersebut. Menurut Pasal 87 ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil adalah Lembaga Catatan Sipil atau sekarang disebut dengan Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang mana mempunyai suatu tugas dalam memberikan pelayanan yaitu berupa pelayanan untuk kartu keluarga, kartu tanda penduduk, akta kelahiran, akta kematian, akta perkawinan dan yang berhubungan dengan data kependudukan yang telah diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. 7 Mengenai tata cara pencatatan anak angkat ke dalam Kartu Keluarga (KK) tidak ada pengaturannya secara khusus. Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak hanya menjelaskan tata cara 6 http://id.kbbi.org/kbbi/kartu_keluarga, Diakses Pada Hari Selasa Jam 15.12 7 Victor M.Simatumorang dan Cormentyna Sitanggang, 1996, Aspek Hukum Akta Catatan Sipil diindonesia, Jakarta, Sinar Grafika, hlm 40

pengangkatan anak, sedangkan mengenai tata cara pencatatan anak angkat kedalam Kartu Keluarga (KK) tidak dijelaskan. Sebagaimana kita ketahui pengangkatan anak ini sudah banyak terjadi serta aturan yang mewajibkan untuk kita melengkapi seluruh dokumen kependudukan juga sudah ada. Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak menjelaskan bahwa prosedur pengangkatan anak itu dilakukan dengan penetapan pengadilan baik itu di Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama, setelah mendapatkan penetapan dari pengadilan, maka dilanjutkan dengan pencatatan anak angkat ke dalam berbagai data kependudukan yang baru, salah satunya kartu keluarga. Sebelum melakukan penelitian ini, penulis telah melakukan pra penelitian ke tempat yang akan menjadi objek penelitian penulis, dilihat yang terjadi di lapangan tidak singkronnya antara jumlah orang tua angkat yang melakukan penetapan pengangkatan anak di pengadilan dengan yang mendaftarkan pengangkatan anak di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kabupaten Lima Puluh Kota, tercatat di Pengadilan Agama di Kabupaten Lima Puluh Kota yang melakukan penetapan pengangkatan anak adalah 3 (tiga) anak untuk 3 (tiga) tahun terakhir ini, dan di Pengadilan Negeri tercatat 3 (tiga) anak untuk 3 (tiga) tahun terakhir, sedangkan yang terdaftar di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kabupaten Lima Puluh Kota Hanya 2 (dua) anak saja 8. Untuk mengetahui penyebab permasalahan hukum ini penting rasanya untuk mengetahui bagaimana prosedur dan tata cara yang harus ditempuh orang tua yang akan melakukan pengangkatan anak dalam pencatatan anak angkat ke dalam Kartu Keluarga (KK) dan apa saja yang menjadi hambatan-hambatan orang tua angkat melakukan pencatatan anak angkat ke dalam Kartu Keluarga (KK). Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai proses pencatatan anak angkat ke dalam kartu keluarga di Kabupaten Lima 8 Safridawati, Wawancara, Pegawai Negeri Sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lima Puluh Kota, Tanggal 23 November 2016

Puluh Kota, dan apa sajakah hambatan-hambatan yang timbul dalam pencatatan anak angkat ke dalam kartu keluarga di Kabupaten Lima Puluh Kota. Hasil penelitian ini penulis tuangkan ke dalam sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul: PENCATATAN ANAK ANGKAT KE DALAM KARTU KELUARGA DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA B.Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang diatas maka masalah yang hendak diteliti dan dibahas dalam penelitian ini dapat penulis rumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah proses pencatatan anak angkat ke dalam kartu keluarga di Kabupaten Lima Puluh Kota? 2. Apa saja hambatan-hambatan dalam pencatatan anak angkat ke dalam kartu keluarga di Kabupaten Lima Puluh Kota? C.Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui proses pencatatan anak angkat ke dalam kartu keluarga di Kabupaten Lima Puluh Kota. 2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang timbul dari proses pencatatan anak angkat ke dalam kartu keluarga di Kabupaten Lima Puluh Kota. D.Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian diatas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Melatih kemampuan penulis untuk melakukan penelitian secara ilmiah dan merumuskannya dalam bentuk tertulis.

b. Agar dapat menerapkan ilmu secara teoritis yang penulis terima selama kuliah dan menghubungkannya dengan data yang penulis peroleh dari lapangan. c. Agar hasil penelitian ini dapat menjawab rasa keingintahuan penulis terutama dalam Hukum Administrasi Negara mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan proses pencatatan anak angkat dalam kartu keluarga di Kabupaten Lima Puluh Kota. 2. Manfaat Praktis E.Metode Penelitian a. Dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun kedalam masyarakat nantinya. Sekaligus mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang di peroleh. b. Memberikan kontribusi serta manfaat bagi masyarakat maupun pihak-pihak yang berkepentingan dalam upaya memperdalam studi kasus mengenai proses pencatatan anak angkat dalam kartu keluarga di Kabupaten Lima Puluh Kota. Guna memperoleh data yang konkrit, maka penelitian ini menggunakan pendekatan sebagai berikut: 1. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologi atau socio-legal approach atau pendekatan empiris, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji bagaimana suatu aturan dilaksanakan pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kabupaten Lima Puluh Kota, sesuai dengan pengertian penelitian yuridis-sosiologis yang dirumuskan oleh Soerjono Soekanto, yaitu: yang diteliti adalah keadaan nyata masyarakat atau lingkungan masyarakat dengan maksud dan tujuan untuk menemukan fakta (fact-finding), yang

kemudian menuju pada identifikasi (problem-identification) dan pada akhirnya menuju kepada penyelesaian masalah (problem-solution 9 ). 2. Spesifikasi atau Sifat Penelitian Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif. Dikatakan deskriptif karena hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh gambaran atau lukisan faktual mengenai keadaan objek yang akan diteliti. 10 3. Jenis dan Sumber Data a. Data primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari tempat objek penelitian. Data itu diperoleh melalui wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait langsung dalam persoalan pencatatan anak angkat ke dalam kartu keluarga di Kabupaten Lima Puluh Kota. Mereka antara lain adalah Pejabat yang bertanggungjawab di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lima Puluh Kota, Pejabat di Kantor Pengadilan Agama, Pejabat di Kantor Pengadilan Negeri dan orang tua yang melakukan pengangkatan anak. b. Data sekunder Data sekunder didapatkan melalui penelitian terhadap berbagai dokumen dan literatur yang berkaitan dengan topik penelitian. 1. Bahan Hukum Primer, merupakan bahan hukum yang isinya bersifat mengikat, memiliki kekuatan hukum serta dikeluarkan atau dirumuskan oleh pemerintah dan 1986, hlm. 10. 10 Ibid., 9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia ( UI Press ),

pihak lainnya yang berwenang untuk itu. Secara sederhana, bahan hukum primer merupakan semua ketentuan yang ada berkaitan dengan pokok pembahasan, bentuk undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. e. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil. f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. g. Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. h. Peraturan Bupati Lima Puluh Kota Nomor 27 Tahun 2011 tentang Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di Kabupaten Lima Puluh Kota 2. Bahan Hukum Sekunder, merupakan bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer atau keterangan-keterangan mengenai peraturan perundang-undangan, berbentuk buku-buku yang ditulis oleh para sarjana,

literatur-literatur, hasil penelitian yang telah dipublikasikan, jurnal-jurnal hukum dan lain-lain. 3. Bahan Hukum Tersier, merupakan bahan-bahan yang menunjang pemahaman akan bahan hukum primer dan sekunder. Misalnya: kamus, ensiklopedia, dan lain sebagainya. 4. Teknik Pengumpulan Data Wawancara (interview) dapat dipandang sebagai metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab terhadap kedua belah pihak, yang dilakukan secara sistematis dan berlandasan kepada tujuan penelitian. Teknik ini biasanya digunakan untuk mengumpulkan data primer. Wawancara pada penelitian ini dilakukan secara semi terstruktur dengan menggunakan pedoman wawancara (quidance) atau daftar pertanyaan baik yang bersifat terbuka maupun tertutup, guna menggali sebanyakbanyaknya informasi dari pihak yang dijadikan responden. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan kepada Pejabat yang bertanggung jawab di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan sipil Kabupaten Lima Puluh Kota yaitu bagian pelayanan pendaftaran penduduk, Pejabat di Kantor Pengadilan Agama yaitu bagian Panitera muda hukum, Pejabat di Kantor Pengadilan Negeri yaitu bagian Panitera muda hukum dan orang tua yang melakukan pengangkatan anak sebanyak 3 (tiga) orang. Adapun teknik sampling yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling dengan cara purposive sampling yaitu penarikan sampel dengan cara memilih atau mengambil subjek berdasarkan atas alasan tertentu, meskipun demikian sampel yang dipilih dianggap dapat mewakili populasi yang ada. a. Studi Dokumen

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder berupa pendapat-pendapat atau tulisan para ahli atau pihak lain mempelajari bahan-bahan kepustakaan dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. 5. Analisis Data Analisis dapat dirumuskan sebagai suatu proses penguraian secara sistematis dan konsisten terhadap gejala-gejala tertentu. 11 Data yang terkumpul dalam penelitian ini baik berupa data kepustakaan maupun data lapangan akan dianalisis dengan menggunakan analisis data yuridis kualitatif, yaitu uraian data penelitian berwujud kata-kata tanpa menggunakan angka-angka dengan berpangkal pada hukum atau norma yang berlaku. 12 11 Soerjono Soekanto,Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta, Rajawali, 1992, hlm. 37. 12 B. Miles, Matthew dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Jakarta, UI Press, 1992, hlm. 15-16 dan Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian...,op.cit.,hlm. 52.