BAB I PENDAHULUAN. informasi dan komunikasi (TIK) yang memperkenalkan dunia maya (cyberspace,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perpustakaan dan Informasi, edisi no.2 Vol.1, 2005, hlm.34.

DAFTAR PUSTAKA. Gandasubrata, H.R. Purwoto S., Renungan Hukum, Ikatan Hakim Indonesia Cabang Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1998.

PENERAPAN KONSEP CYBER NOTARY DI INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 BENNY ABSTRACT

Cyber Law Pertama: UU Informasi dan Transaksi Elektronik

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dan elektronik merupakan salah satunya. Demikian pula di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi informasi saat ini semakin berkembang dan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. berbagai implikasi. Disamping ada aspek manfaat tentu ada pula aspek

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB I PENDAHULUAN. anggapan, uang adalah darah -nya perekonomian, karena dalam mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODE PENELITIAN. Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang. dalam mendukung pembangunan nasional. Berhasilnya perekonomian

III. METODE PENELITIAN. mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia.

PENDAHULUAN. Documentation Journal, Vol. 17(3), July 1992, hlm. 3-10

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk di dalamnya perkembangan aktivitas ekonomi. Masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila itu mencangkup sila atau prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan ini adalah penelitian hukum normatif empiris.penelitian hukum

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu :

PERAN NOTARIS DALAM UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI DALAM JUAL BELI ONLINE

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan. tujuan dri pembangunan itu sendiri. Dalam dunia usaha yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap undang-undang yang dibuat oleh pembuat undangundang

PERATURAN DAERAH KEINDAHAN KOTA DALAM PERSPEKTIF PENGAYOMAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan jaman telah membawa perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris sebagai pejabat umum. Notaris sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB III METODE PENELITIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. seluruh belahan dunia. Tidak hanya negara maju saja, namun negara berkembang

MAKALAH UU ITE DI REPUBLIK INDONESIA

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DATA ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I. Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan. demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan bidang ekonomi adalah mempercepat pemulihan ekonomi dan. mewujudkan landasan yang lebih kokoh bagi pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. saat ini adalah internet. Internet (interconnection networking) sendiri

BAB I PENDAHULUAN. teknologi informasi yang memudahkan kegiatan kehidupan manusia ini sangat

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. berbasiskan internet yaitu pelaksanaan lelang melalui internet.

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. memudahkan para pelanggannya (customer) melakukan transaksi perbankan

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah. tanah, sehingga setiap manusia berhubungan dengan tanah.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENERAPAN ASAS-ASAS PERJANJIAN JUAL BELI DALAM TRANSAKSI KONTRAK BERJANGKA (FUTURES CONTRACT) DI BURSA BERJANGKA BAB I PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Peranan Metodologi Dalam Penelitian / Kajian Hukum

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode-metode penelitian untuk

BAB I PENDAHULUAN. sadar bahwa mereka selalu mengandalkan komputer disetiap pekerjaan serta tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Aliran sumber daya jenis ini entah dipakai atau tidak, terus menerus ada dan. diperbaharui ini dapat mengakibatkan kerugian.

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang berada dalam era globalisasi ditandai dengan era teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang memperkenalkan dunia maya (cyberspace, virtual world) melalui jaringan internet, komunikasi dengan media elektronik tanpa kertas. Seseorang akan memasuki dunia maya yang bersifat abstrak, universal, lepas dari keadaan tempat dan waktu melalui media elektronik ini. 1 Globalisasi TIK tersebut telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat TIK dunia. Masyarakat Indonesia yakin bahwa TIK berperan untuk memberi kontribusi terhadap pembangunan hukum, ekonomi, sosial dan budaya. TIK tersebut telah berkembang pesat dan melaju terus seiring perkembangan zaman, yang berdampak pada berbagai bidang kehidupan termasuk hukum kenotariatan di Indonesia. Perkembangan dan kemajuan TIK yang demikian pesat menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru, penggunaan dan pemanfaatan TIK harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional demi kepentingan nasional. TIK berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. 1 Mariam Darus Badrulzaman, Mendambakan Kelahiran Hukum Saiber ( Cyber Law ) di Indonesia, Pidato Purna Bhakti, Medan, 13 Nopember 2001, hal. 3. 1

2 Untuk mengimbangi dinamika perkembangan TIK, pemerintah mendukung pengembangan TIK melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan TIK dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia. Untuk itu, pemerintah mengeluarkan political will di bidang TIK dalam bentuk peraturan perundang-undangan antara lain Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Perubahan UUJN). Pasal 4 UU ITE menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk: a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia; b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat; c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik; d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi. Sebagaimana diuraikan tersebut diatas maka peran Notaris sebagai pejabat umum yang memberikan pelayanan publik dipersilakan untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan TIK seoptimal mungkin dan bertanggung jawab serta memanfaatkan TIK serta transaksi elektronik guna

3 meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik. Demikianlah dengan mengadopsi konsep cyber notary yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik. Menurut Emma Nurita, konsep cyber notary untuk sementara dapat dimaknai sebagai notaris yang menjalankan tugas atau kewenangan jabatannya dengan berbasis teknologi informasi, yang berkaitan dengan tugas dan fungsi notaris, khususnya dalam pembuatan akta. Secara sederhana konsep Cyber Notary ingin memberikan bingkai hukum, yaitu agar tindakan menghadap para pihak atau penghadap di hadapan Notaris (dalam pembuatan akta pihak atau akta relaas), dan Notarisnya tidak lagi harus bertemu secara fisik atau bertemu muka di suatu tempat tertentu. Dalam hal ini Notaris tetap berada di tempat kedudukannya (kota/ kabupaten), atau wilayah jabatannya (provinsi), dan para penghadap tidak menghadap secara fisik di hadapan Notaris, dan bisa saja para pihak berada di suatu tempat yang berbeda dengan tempat kedudukan, atau wilayah jabatan Notaris dengan pula para pihaknya berada pada tempat yang berbeda, hal tersebut dapat dilakukan secara teleconference, dengan mempergunakan teknologi informasi, yang memungkinkan untuk dilakukan. 2 Menurut Brian Amy Prastyo, esensi dari Cyber Notary saat ini belum ada defenisinya yang mengikat. Akan tetapi, dapat dimaknai sebagai Notaris yang menjalankan tugas atau kewenangan jabatannya dengan berbasis teknologi informasi. Tentu saja bukanlah legalitas penggunaan handphone atau faksimili untuk 2 Emma Nurita, Cyber Notary, Pemahaman Awal dalam Konsep Pemikiran, Refika Aditama, Bandung, 2012, hal. xii.

4 komunikasi antara Notaris dan kliennya. Tetapi berkaitan dengan tugas dan fungsi Notaris, khususnya dalam pembuatan akta. 3 Asumsi bahwa kehadiran fisik sangat diperlukan bagi pembentukan sebuah akta otentik, masih menjadi tantangan bagi kemungkinan adanya adaptasi dari perkembangan TIK baik yang sudah ada maupun yang sedang berkembang untuk masa depan. Secara teknis, kehadiran fisik bukan tidak mungkin juga dapat dilakukan secara elektronik. Dengan melihat perkembangan mobile communication (3G) sekarang ini, setiap orang dapat melakukan panggilan video conference, dan dapat menanamkan tanda tangannya pada chip kartu telepon (SIM card) atau pada handset yang bersangkutan, dan dapat diketahui fakta riil di mana yang bersangkutan berada dengan fasilitas satelit melalui GPS ataupun utilitas map yang disediakan. 4 Adalah suatu fakta, para notaris telah menggunakan komputer di kantornya masing-masing dan tidak dapat melepaskan keberadaan telekomunikasi (contoh: telephone dan mobile-cellular) dalam kehidupannya. Semua produk teknologi tersebut berikut informasi elektronik sebagai keluarannya ternyata telah diterima dalam kehidupan sehari-hari sebagai informasi yang mempunyai kekuatan eksekutorial. Tidak dapat ditampik bahwa ilmu fisika dan elektronika adalah bagian dari ilmu fisik sehingga hubungan komunikasi elektronik selayaknya juga dipersepsikan telah memenuhi kehadiran fisik seseorang. Oleh karenanya, terkesan 3 Brian Amy Prastyo, Peluang dan Tantangan Cyber Notary di Indonesia, http://staff.blog.ui.ac.id/brian.amy/2009/11/29/peluang-cyber-notary-di-indonesia/, terakhir diakses tanggal 12 Juni 2014. 4 Edmon Makarim, Notaris dan Transaksi Elektronik, Kajian Hukum tentang Cybernotary atau Electronic Notary, Rajawali Pers, Jakarta, ed. ke-2, 2013, hal. 133.

5 agak cenderung naif jika hukum menihilkan keberadaan teknologi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 5 Dengan mengamati perkembangan di beberapa Negara, baik yang bercorak Common Law maupun Civil Law, banyak negara telah memberdayakan fungsi dan peran notarisnya dalam transaksi elektronik. Oleh karena itu, mau tidak mau Indonesia pun harus menstimulus penyelenggaraan jasa notarisnya dalam transaksi elektronik bahkan sampai dengan melakukan penyelenggaraan jasa kenotariatan itu sendiri secara elektronik. Hal ini diharapkan dapat membuka wawasan dan paradigma hukum tentang penerapan TIK dalam pekerjaan kenotariatan, tidak hanya cukup dengan komputerisasi secara internal di kantor notaris, melainkan juga peran eksternalnya kepada publik. Hal tersebut dapat berbentuk kepada suatu fungsi peran yang paling minim, di mana notaris hanya menverifikasi dan melegalisasi keberadaan data subjek hukum dalam pengaplikasian suatu Sertifikat elektronik, atau bahkan sampai dengan bentuk yang paling optimum dimana notaris itu sendiri melakukan pekerjaannya secara elektronik berikut pembuatan akta notarisnya secara elektronik. 6 Menjadi suatu catatan penting bahwa baik Amerika Serikat maupun Prancis yang sudah cukup maju untuk membuat akta secara elektronik, ternyata juga masih meminta kehadiran semua pihak untuk berada langsung dihadapannya dan kemudian secara live melakukan pembuatan akta dengan sistem elektronik yang berada di kantor notaris. Pada dasarnya mereka pun masih belum memberikan ruang untuk 5 Ibid. 6 Ibid.

6 pembuatan akta secara jarak jauh (remote). Edmon Makarim menilai bahwa mungkin hal tersebut terjadi justru karena memang e-id belum terselenggara dengan baik di Prancis sehingga tidak dapat dikatakan sama dengan kehadiran fisik secara langsung. Jika seseorang yang tampil dalam video-conference telah sesuai antara penampakannya dengan foto yang terdapat pada personal data ID yang terdapat pada sumber data otentiknya (e-id resources) yang dapat diakses online oleh notaris, maka sulit mengatakannya adanya ruang untuk melakukan penolakan terhadap validitas data tersebut. Oleh karena itu, keberadaan remote transaction yang diaktakan secara elektronik, ke depannya jelas akan sangat mungkin terjadi. 7 Selama ini ada sedikit kesalapahaman dalam menafsirkan frasa di hadapan sesuai Pasal 1868 KUH Perdata yang dikaitkan dengan cyber notary. Yang mengidentikkan dengan pembuatan akta yang dilakukan secara telekonferensi, padahal tidak. Prinsip kerja cyber notary tidak jauh berbeda dengan notaris biasa. Para pihak tetap datang dan berhadapan dengan para notarisnya. Hanya saja, para pihak langsung membaca draft aktanya di masing-masing komputer, setelah sepakat, para pihak segera menandatangani akta tersebut secara elektronik di kantor notaris. Jadi aktanya bukan dibuat melalui jarak jauh menggunakan webcam, tetapi para pihak berhadapan langsung kepada notarisnya. Kalau caranya menggunakan webcam, negara lain juga belum menggunakan metode itu. 8 7 Edmon Makarim, Op. Cit., hal. 134. 8 Edmon Makarim, INI Gembira Cyber Notary masuk ke UU Jabatan Notaris, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52f6010370d79/ini-gembira-cyber-notary-masuk-ke-uujabatan-notaris, terakhir diakses tanggal 14 Juni 2014.

7 Sudah saatnya notaris Indonesia menjadi notaris cyber dalam upaya meningkatkan sistem pelayanan jasa di bidang kenotariatan, dalam rangka ikut memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berasaskan Pancasila sesuai dengan pembukaan UUD 1945 Alinea ke 4. Karena jika notaris tidak segera mengadakan reformasi tentang UUJN dan khususnya notaris itu sendiri, maka notaris akan terkurung di dalam dunianya sendiri. Sementara dunia modern sekarang yang serba cyber sangat menuntut untuk semua dilakukan secara praktis, cepat dengan biaya terjangkau dan yang pasti tetap menjungjung tinggi nilai-nilai filosofis notaris itu sendiri dalam hal kredibilitas, harkat dan martabat tetap yang paling diutamakan dalam setiap tindak tanduk seorang notaris. 9 Bentuk-Bentuk penerapan dari konsep cyber notary di Indonesia menjadi jelas setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (perubahan UUJN) yang mengatur kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik, walaupun hanya tercantum dalam Penjelasan Pasal 15 ayat 3, yakni yang dimaksud dengan "kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundangundangan", antara lain, kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary), membuat akta ikrar wakaf, dan hipotek pesawat terbang. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai PENERAPAN KONSEP CYBER NOTARY DI INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014. 9 Emma Nurita, Op. Cit., hal. 40.

8 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah bentuk-bentuk penerapan dari konsep cyber notary ditinjau dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014? 2. Bagaimanakah peraturan pelaksanaan yang mengatur penerapan dari konsep cyber notary tersebut? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk-bentuk penerapan dari konsep cyber notary ditinjau dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis peraturan pelaksanaan yang mengatur penerapan dari konsep cyber notary tersebut. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis dan praktis, yaitu : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan dapat menambah khasanah pemikiran hukum bagi ilmu Hukum pada umumnya, dan Ilmu Kenotariatan pada khususnya. Dalam hal memperjelas kajian penerapan konsep cyber notary melalui keberadaan suatu sistem informasi dan komunikasi elektronik.

9 2. Manfaat Praktis. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi berupa masukan bagi kalangan praktisi, masyarakat luas, dan pelaku usaha dalam memahami aturanaturan dalam penerapan konsep cyber notary, serta pemerintah dalam pengembangan infrastruktur hukum dan pengaturannya. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan baik di lingkungan Perpustakaan maupun perpustakaan Fakultas Hukum Magister Kenotariatan, bahwa penelitian mengenai Penerapan Konsep Cyber Notary di Indonesia ditinjau dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena senantiasa memperhatikan ketentuanketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi baik peneliti atau akademis. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Menurut M. Solly Lubis yang menyatakan konsep teori merupakan: Kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai suatu kasus ataupun permasalahan (problem) yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya merupakan

10 masukan eksternal bagi peneliti. 10 Selain itu, Bruggink mengartikan teori hukum adalah : suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian penting dipositifkan. 11 Teori merupakan bagian yang sangat penting dari penelitian ini. Dengan demikian, tentunya akan memudahkan penulis dalam menyusun arah dan tujuannya. Teori bertujuan menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. 12 Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi. 13 Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas. 14 Pada umumnya, bagi masyarakat yang mengalami perubahan, khususnya perubahan yang bersumber dari kemajuan teknologi akan lebih mudah menghadapi masalah-masalah sosial karena masyarakat itu sendiri belum siap menerima 10 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Sofmedia, Medan, 2012, hal 80. 11 H. Salim H.S., Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hal. 53. 12 J.J.J.M. Wuisman, Penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 203. 13 Satjipto Rahardjo, llmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, cet. ke-7, 2010, hal 254. 14 Satjipto Rahardjo, Ibid., hal. 253.

11 perubahan tersebut sebagai akibat nilai-nilai masyarakat yang telah berubah menilai kondisi lama sebagai kondisi yang tidak lagi dapat diterima 15 Menurut Soerjono Soekanto, proses pembangunan merupakan suatu perubahan yang harus diupayakan agar berjalan teratur dan berkelanjutan (sustainable development) disetiap sektor antara lain politik, ekonomi, demografi, phisikologi, hukum, intelektual maupun teknologi 16 Apabila kita perhatikan lebih dalam, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan (dalam arti luas), yaitu: 17 1. Pemikiran manusia. Akal budi yang diberikan Tuhan pada manusia akan selalu berkembang dari waktu ke waktu, kondisi ini mengakibatkan manusia untuk senantiasa mempergunakan pemikirannya dalam segala aspek kehidupannya. 2. Kebutuhan/tuntutan manusia. Disatu sisi manusia selalu menginginkan agar kebutuhannya selalu terpenuhi, sementara dilain sisi manusia tidak pernah akan terpuaskan, kondisi ini menyebabkan manusia dengan berbagai usahanya berupaya agar kebutuhannya secara relatif dapat terpenuhi. 3. Cara hidup manusia. Perkembangan jaman selalu berdampak pada timbulnya berbagai perubahan dalam kehidupan manusia, termasuk di dalamnya cara hidup. 15 Paul B. Horton dan Chester L.Hunt, Sosiologi, Erlangga, Jakarta, ed. ke-6, 1992, hal. 85. 16 Soerjono Soekanto, Kegunaan Sosiologi hukum Bagi Kalangan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, cet. ke-6, 1991, hal. 11. 17 Dikdik M. Arief Mansur & Elisaris Gultom, Cyber Law, Aspek Hukum Teknologi Informasi, Refika Aditama, Bandung, cet. ke-2, 2009, hal. 16-17.

12 4. Teknologi (kemampuan cipta sarana). Semakin maju kehidupan manusia semakin meningkat pula kemampuan manusia dalam melahirkan teknologi. 5. Komunikasi dan transportasi. Kemajuan sarana komunikasi dan transportasi berakibat pada mudahnya interaksi antara satu tempat dengan tempat lain, negara-negara tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu, semuanya terhubung dalam suatu jaringan global. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini hukum dilihat untuk difungsikan sebagai sarana untuk pembaharuan masyarakat (Law as a tool of social engineering) agar pembangunan benar-benar berjalan menurut garis kebijaksanaan yang diamanatkan oleh UUD Tahun 1945, seperti yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja dengan menyesuaikan konsep dari Roscoe Pound terhadap hukum di Indonesia, kemudian oleh Romli Atmasasmita dikembangkan lagi dengan konsep Bureucratic and Social Engineering. sebagaimana dikemukakan Romli Atmasasmita, hukum harus memegang peranan dalam memberdayakan masyarakat dan birokrasi untuk mewujudkan masyarakat madani. 18 Pandangan Mochtar Kusumaatmadja tentang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional, kemudian dikenal sebagai Teori Hukum Pembangunan, diletakkan di atas premis yang merupakan inti ajaran atau prinsip sebagai berikut: 19 18 Romli Atmasasmita, Menata Kembali Masa depan Pembangunan Hukum Nasional, Makalah pada Prapascasarjana Unpad, September 2005. 19 Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, Genta Publishing, Yogyakarta, 2012, hal. 65-66.

13 a. Semua masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan oleh perubahan dan hukum berfungsi agar dapat menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur. Perubahan yang teratur menurut Mochtar, dapat dibantu oleh perundang-undangan atau keputusan pengadilan atau kombinasi dari keduanya. Beliau menolak perubahan yang tidak teratur dengan menggunakan kekerasan semata-mata. b. Baik perubahan maupun ketertiban (atau keteraturan) merupakan tujuan awal dari masyarakat yang sedang membangun, maka hukum menjadi suatu sarana (bukan alat) yang tidak dapat diabaikan dalam proses pembangunan. c. Fungsi hukum dalam masyarakat adalah mempertahankan ketertiban melalui kepastian hukum dan juga (sebagai kaidah sosial) harus dapat mengatur (membantu) proses perubahan dalam masyarakat. d. Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat itu. e. Implementasi fungsi hukum tersebut di atas hanya dapat diwujudkan jika hukum dijalankan oleh suatu kekuasaan, akan tetapi kekuasaan itu sendiri harus berjalan dalam batas rambu-rambu yang ditentukan di dalam hukum itu. Untuk menutupi kelemahan pemberdayaan birokrasi dalam Teori Hukum Pembangunan yang lebih mengutamakan peranan hukum, maka dilengkapi dengan pendekatan bureucratic engineering (BE). Pendekatan BE ini mengutamakan konsep panutan dan kepemimpinan untuk mewujudkan konsep hukum sebagai sarana

14 pembaharuan masyarakat, karena konsep BE menciptakan persepsi dan sikap yang sama antara elemen birokrasi dan elemen masyarakat ke dalam suatu wadah yang disebut Bureucratic and Social Engineering (BSE). Pendekatan BSE ini oleh Romli Atmasasmita disebut Teori Hukum Pembangunan Generasi II (1980), yang merupakan revisi atas Teori Hukum Pembangunan Generasi I (1970). 20 Selanjutnya, melalui teori Hukum Integratifnya, Romli Atmasasmita menggabungkan teori Hukum Pembangunan Mochtar yang merupakan sistem norma (system of norms) dan teori Hukum Progresif Satjipto yang merupakan sistem perilaku (systems of behavior) dengan teori hukumnya yang merupakan sistem nilai (system of values). Ketiga hakikat Hukum dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia harus dipandang sebagai satu kesatuan pemikiran yang sesuai dalam menghadapi dan mengantisipasi kemungkinan terburuk abad globalisasi saat ini dengan tidak melepaskan diri dari sifat tradisional masyarakat Indonesia yang masih mengutamakan nilai (value) moral dan sosial. Ketiga hakikat hukum dalam pemikiran Romli disebut dengan tripatite character of the Indonesian legal theory of Social and Bureaucratic Engineering (SBE). Rekayasa birokrasi dan rekayasa masyarakat yang dilandaskan pada sistem norma, sistem perilaku dan sistem nilai yang bersumber pada Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, itulah yang kemudian disebut Teori Hukum Integratif. 21 20 Romli Atmasasmita, Op. Cit., hal. 82-83. 21 Op. Cit., hal. 96-97

15 2. Konsepsi Konsepsi merupakan defenisi operasional dari intisari objek penelitian yang akan dilaksanakan. Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian dan penafsiran dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini. Konsep termasuk bagian dari sebuah teori. Konsep dapat diartikan pula perencanaan yang dapat membuat kerelevanan hubungan terhadap realitas. Tujuan dari konsepsi sendiri agar penulis terhindar dari kesalah pahaman ataupun kesalah pengertian penafsiran terhadap setiap istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, dirumuskan serangkaian kerangka konsepsi atau defenisi operasional, yaitu : 1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. 22 22 Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. UU No.11/2008, Pasal 1 angka (1).

16 2. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi. 23 3. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. 24 G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji mengatakan penelitian dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya, jangka waktu, cara-cara yang dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam proses penelitian. Penelitian dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis yang dimaksud berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu 23 Ibid., Pasal 1 angka (3). 24 Ibid., Pasal 1 angka (4).

17 sistem, dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu. 25 Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan ini dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan yang ada. Dalam penelitian ini pendekatan dilakukan dengan terlebih dahulu menelaah berbagai peraturan perundang-undangan terkait yang relevan atau berhubungan dengan apa yang menjadi permasalahan yang kemudian diangkat dalam penelitian ini. Kemudian dilakukan juga kajian mengenai kasus yang hangat atau telah terjadi dan mendapat perhatian dari publik, lalu mengkaji atau menelaah perkembangan dinamika permasalahan penelitian yang diangkat. Setelah itu lalu membandingkannya semua hal yang terkait mengenai hal yang relevan atas kajian sebelumnya. Ditinjau dari segi sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu analisis data yang dilakukan tidak keluar dari lingkup permasalahan dan berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain. 26 Bahwa penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang diteliti yang berdasarkan gambaran fakta yang 25 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hal 42. 26 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hal 38.

18 dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini, yaitu mengenai tinjauan yuridis penerapan konsep cyber notary di Indonesia. 2. Sumber Data Sumber data utama dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum sekunder, bahan hukum primer dan bahan hukum tertier. Data-data hukum sekunder tersebut meliputi berbagai macam sumber, baik sumber data tertulis seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku ilmiah, dan berbagai macam dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam hal ini seorang peneliti di harapkan dapat mengumpulkan sebanyak mungkin bahan pustaka yang terkait dengan objek penelitiannya sehingga dapat menambah khasanah dalam menganalisis data dan menyajikan hasil penelitian. a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian. 27 Bahan hukum primer meliputi bahan-bahan hukum yang isinya mengikat secara hukum karena dikeluarkan oleh instansi yang sah. Bahan hukum primer dapat ditemukan melalui studi kepustakaan (library research) baik itu diperpustakaan fakultas, universitas, maupun pada perpustakaan lainnya yang menyangkut judul penelitian. 27 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 53.

19 b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang isinya memperkuat atau menjelaskan bahan hukum primer. 28 Bahan hukum sekunder biasanya berupa bahan-bahan hukum seperti bacaan hukum, jurnal-jurnal yang memberikan penjelasan mengenai bahan primer, berupa buku teks, konsideran, artikel dan jurnal, sumber data elektronik berupa internet, majalah dan surat kabar serta berbagai kajian yang menyangkut judul penelitian. c. Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder 29 seperti kamus hukum atau bahan-bahan yang dapat memberikan sejumlah informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder, ensiklopedia, dan lain-lain. Bahan hukum tersier biasanya memberikan informasi, petunjuk dan keterangan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penulisan ini, adalah dengan metode penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan yaitu mengumpulkan data dan informasi serta mempelajari dokumen-dokumen, buku-buku teks, teori-teori, peraturan perundang-undangan, artikel, tulisan ilmiah yang ada hubunganya dengan judul penelitian. 28 Ibid 29 Ibid

20 4. Analisis Data Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data merupakan penelahaan dan penguraian data, sehingga data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah dalam penelitian. Data sekunder yang diperoleh kemudian disusun secara urut dan sistematis, untuk selanjutnya dianalisis menggunakan metode kualitatif yaitu dengan penguraian deskriptis analitis dan preskriptif, 30 yang dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yakni cara berfikir yang dimulai dari hal yang umum, untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus sebagai kesimpulan dan disajikan dalam bentuk preskriptif. Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan penelitian terhadap data yang terkumpul baik inventarisasi bahan pustaka, peraturan perundang-undangan, informasi media elektronik yang berkaitan dengan judul penelitian untuk mendukung studi kepustakaan. Kemudian data sekunder dianalisis dengan penelitian secara kualitatif. Sehingga dengan demikian diharapkan dapat menjawab segala permasalahan hukum dalam penelitian tesis ini. 30 Soerjono Soekanto, Pengertian Penelitian Hukum, Lembaga Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 2010, hal. 1.