BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Selulosa merupakan salah satu komoditi yang cukup banyak dibutuhkan di industri, seperti industri tekstil dan pulp. Serat selulosa ini juga sudah dapat dimanfaatkan untuk pembuatan Asphalt Sealer, cetakan beton, adhesive, coating, filler tablet dan sealant. Selain itu, konversi selulosa menjadi biofuel seperti cellulosic ethanol sudah mulai dikembangkan sebagai sumber energi alternatif. Pengembangan pabrik penghasil selulosa dari bagasse telah dilakukan sejak tahun 1950. Penelitian awal dilakukan oleh Louisiana State University, Hawaiian Sugar Planter s Association serta Pandia Division of the Black Clawson Company (Atchison, 1990). Pada tahun 1954, William Nolan mengoptimalkan proses delignifikasi yang terjadi. Kemudian pada tahun 1960, Durant mengembangkan alat digester sebagai reaktor delignifikasi yang kini umum dipakai dalam pabrik selulosa dari bagasse. Kebutuhan selulosa total di Indonesia tidak terlalu besar. Untuk industri pulp, kebutuhannya sebesar 7.638 ton/tahun. Sebanyak 613 ton kebutuhan selulosa tiap tahunnya masih didapat dari luar negeri. (Badan Pusat Statistik Republik Indonesia) Sebaliknya, kebutuhan selulosa di dunia, khususnya Jepang dan Asia Tenggara sangat besar. Terjadi peningkatan permintaan selulosa yang cukup besar antara tahun 1970-1990. Pada tahun 1970, permintaan selulosa sebagai bahan baku tekstil mencapai 220.000 ton. Sedangkan pada tahun 1990, kebutuhan selulosa untuk industri tekstil meningkat menjadi 420.000 ton. Kebutuhan selulosa total sendiri mencapai 3,2 juta ton pada tahun 2000. (Chemical cellulose & Ngodwana Mill conversion) Pembangunan pabrik ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nasional yang sebagian besar masih mengandalkan produk impor. Selain itu, dengan didirikannya industri selulosa maka dapat membuka lapangan kerja bagi masyarakat dan meningkatkan perekonomian warga Indonesia. Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan selulosa pada pabrik ini adalah bagasse atau ampas tebu. Bagasse memiliki kandungan selulosa sebanyak 25-50% (Kirk and Othmer, 1955). Jumlah produksi bagasse dari hasil produksi gula sangat banyak, sekitar 6.000.000 ton/tahun. Pada pabrik gula, bagasse ini dimanfaatkan sebagai bahan bakar pada boiler. Bagasse yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar sekitar 60-80% dari bagasse yang dihasilkan, sedangkan sisanya belum termanfaatkan secara maksimal. 1
Secara umum, konversi bagasse menjadi selulosa melalui proses soda mencapai angka 60-70%. Maka, dengan mengambil nilai konversi sebesar 62,5%, kapasitas produksi pabrik yang akan dibangun adalah 400.000 ton/tahun. Berikut ini merupakan perhitungan yang dilakukan untuk menentukan kapasitas pabrik: Jumlah bagasse yang dihasilkan =16.000 ha/tahun 100 ton/ha =1.600.000 ton/tahun Bagasse yang tersedia = 40% 1.600.000 ton/tahun =640.000 ton/tahun Kapasitas produksi = 62,5% 640.000 ton/tahun =400.000 ton/tahun Kapasitas produksi pabrik yang telah ada adalah sekitar 210.000-510.000 ton/tahun (Chemical cellulose & Ngodwana Mill conversion, 2011). Maka kapasitas produksi yang akan dicapai adalah 400.000 ton/tahun. Penetapan dan pemilihan lokasi pabrik ini berdasarkan ketersediaan bahan baku. menurut data statistik Indonesia tahun 2002, luas tanaman tebu di Indonesia 395.399,44 ha, yang tersebar di Pulau Sumatera seluas 99.383,8 ha, Pulau Jawa seluas 265.671,82 ha, Pulau Kalimantan seluas 13.970,42 ha, dan Pulau Sulawesi seluas 16.373,4 ha. Diperkirakan setiap ha tanaman tebu mampu menghasilkan 100 ton bagasse. (http://www.menlh.go.id/) Dengan luas perkebunan tebu yang mencapai 265.671,82 ha, Pulau Jawa merupakan salah satu daerah yang potensial sebagai lokasi pembangunan pabrik. Namun, berdasarkan Peraturan Pemerintah yang melarang didirikannya pabrik jenis ini di Pulau Jawa karena masalah jumlah penduduk yang padat (http://www.datacon.co.id/pulp-2011industri.html), maka pabrik ini lebih potensial untuk didirikan di luar Jawa. Pulau Sumatera memiliki luas perkebunan tebu sekitar 99.383,8 ha. Perkebunan tebu terluas di Sumatera berada di daerah Lampung Tengah, yaitu sekitar 60.000 ha (http://regionalinvestment.bkpm.go.id). Maka, lokasi pembangunan pabrik ini dipilih di daerah Lampung Tengah. Utilitas merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan. Kebutuhan air untuk proses produksi pabrik dapat dipenuhi dari sungai Way Terusan. Sedangkan kebutuhan listrik didapat dari PLN. Dari segi transportasi, jalur transportasi darat mudah diakses untuk keperluan penjualan produk dan suplai bahan baku. Lokasi pabrik berada di dekat Jalur Lintas Sumatera. Untuk keperluan pengapalan, Pelabuhan Panjang dapat ditempuh dalam waktu 3-4 jam. 2
B. TINJAUAN PUSTAKA Bahan baku produksi selulosa yang umumnya merupakan bahan kayu mengadung selulosa, lignin dan pentosan sebagai persentase terbesarnya. Untuk menghasilkan selulosa dengan kemurnian tinggi, lignin dan pentosan dalam bahan kayu harus dihilangkan. Proses penghilangan lignin dalam pembuatan selulosa yang telah dikenal terdiri dari 3 proses, yaitu proses sulfat, proses soda, dan proses sulfit. Terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan dari setiap proses. Penjelasan secara singkat dari setiap proses dijabarkan sebagai berikut: 1. Proses Basa a. Proses Sulfat Larutan pemasak = Na 2 S, NaOH, Na 2 CO 3 Bahan baku yang berupa kayu keras dan lunak dipotong kecil-kecil dengan mesin pemotong. Bahan yang telah berukuran kecil kemudian dimasukkan ke dalam sebuah bejana yang disebut digester. Pada bagian ini, ditambahkan larutan pemasak yang berfungsi untuk memisahkan selulosa dari zat-zat lain. Reaksi yang terjadi sangat rumit, namun secara sederhana dapat ditulis sebagai: Kayu selulosa + senyawa alkohol + senyawa merkaptan + zat pengotor b. Proses Soda Larutan pemasak yang digunakan dalam proses ini adalah NaOH dengan kadar 40%. Proses yang dilakukan sama dengan proses sulfat. Bahan baku yang cocok digunakan dalam proses ini adalah merang, jerami atau ampas tebu. Proses dilakukan pada suhu 160ºC pada tekanan 7 atm. 2. Proses Asam (Proses Sulfit) Secara garis besar, proses sulfit dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan yang sama dengan proses basa, hanya membutuhkan larutan pemasak yang berbeda. Larutan pemasak yang digunakan dalam proses ini adalah SO 2, Ca(HSO 3 ) 2, Mg(HSO 3 ) 2. Bahan baku yang sesuai adalah bahan dengan serat berukuran panjang. (www.pantonanews.com) Sedangkan proses penghilangan pentosan yang sering digunakan adalah proses hidrolisis, dimana pentosan diubah menjadi furfural dengan bantuan katalis berupa larutan asam. Proses penghilangan pentosan dilakukan dengan proses hidrolisis. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: (C 5 H 8 O 4 ) n + n H 2 O n C 5 H 10 O 5 nc 5 H 10 O 5 nc 5 H 4 O 2 + 3n H 2 O 3
Reaksi tersebut menggunakan katalis berupa asam kuat encer (HNO 3, HCl, H 2 SO 4, H 3 PO 4 ), dan menghasilkan furfural dan air. Reaksi dilakukan pada suhu 150ºC dan tekanan 7 atm. Proses yang ada Economic aspect Bahan baku Kemurnian produk Pertimbangan Kondisi operasi SHE aspect Toksisitas material Proses Sulfat Tidak Sesuai 97% Tekanan Tinggi Toksik Proses Soda Sesuai 96% Tekanan Tinggi Tidak Toksik Proses Sulfit Tidak Sesuai 92% Tekanan Tinggi Toksik Tabel 1. Pertimbangan Pemilihan Proses Delignifikasi Berdasarkan pertimbangan pemilihan proses tersebut, dapat dilihat bahwa dari segi bahan baku, proses basa merupakan proses yang paling sesuai. Selain dari spesifikasi bahan baku, proses ini juga membutuhkan bahan kimia yang lebih sedikit, sehingga lebih menguntungkan. Berdasarkan pertimbangan di atas, untuk proses penghilangan lignin pada pabrik ini dipilih proses basa. Sedangkan proses penghilangan pentosan dilakukan dengan hidrolisis menggunakan H 2 SO 4. berikut: Proses produksi selulosa dari bagasse ampas tebu secara garis besar adalah sebagai 1. Proses Pretreatment Proses pretreatment ini dilakukan untuk melunakkan (Punsuvon, 2008) dan memisahkan pentosan dan lignin dari struktur biomassa (Rueda, 2010). Proses ini dilakukan dengan mencampurkan bagasse dengan air bersuhu 100 ºC. Penambahan air bersuhu 100 ºC ini akan mempercepat penghilangan pentosan dan lignin dari biomassa (Sumada, 2011). Selain itu, proses ini juga memudahkan proses selanjutnya karena hasil yang keluar dapat dipompa, mengingat tekanan pada proses berikutnya mencapai 7 atm. 2. Proses Hidrolisis Proses ini merupakan proses penghilangan pentosan dari bagasse. Pada proses ini, bahan ditambahkan dengan larutan H 2 SO 4 1,5% yang berfungsi sebagai katalis pada reaksi pentosan menjadi furfural (Darouneh, 2012). Reaksi hidrolisis yang terjadi adalah: Hidrolisis pentosan menjadi pentosa: 4
(C 5 H 8 O 4 )n + nh 2 O nc 5 H 10 C 5 Dehidrasi pentosa membentuk furfural: nc 5 H 10 O 5 nc 5 H 4 O 2 + 3nH 2 O 3. Proses Delignifikasi Proses delignifikasi merupakan proses penghilangan lignin dari bahan, sehingga hasil dari proses ini sudah berupa selulosa dengan kemurnian yang cukup besar. Pada proses ini, bahan dicampur dengan larutan NaOH 40 %. Lignin yang terdapat pada bahan akan bereaksi dengan NaOH dan membentuk Natrium Lignat, yang kemudian dipisahkan dari produk (Durant, 1960). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: Lignin + NaOH Na-lignat + H 2 O 4. Proses Pemurnian Proses pemurnian yang dilakukan adalah memisahkan antara padatan berupa selulosa dengan cairan Na-lignat menggunakan Rotary Drum Vacuum Filter. Padatan yang berupa selulosa kemudian dikeringkan menggunakan Rotary Dryer sehingga dihasilkan produk berupa selulosa dengan kemurnian 92%. 5