BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI. aplikasi dari konsep matematika. Pengenalan konsep-konsep matematika

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengetahuannya sendiri dan realitas ditentukan oleh pengalaman orang itu sendiri

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri

Hasrida Jabir, Ratman, dan Najamuddin Laganing. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

Desi Rusnita SDN 08 Kepahiang

JURNAL LOGIKA, Vol XVI, No 1 Maret Tahun 2016 ISSN:

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu proses pembelajaran tidaklah lepas dari berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan aspek yang penting dalam meningkatkan sumber

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil pembahasan penelitian, di bawah ini di paparkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Matematika. dan matematis (Rina Dyah Rahmawati, dkk, 2006: 01).

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas IV SDN Lariang Melalui Metode Demonstrasi

BAB I PENDAHULUAN. meletakkan kemampuan dasar dalam aspek intelektual, sosial dan personal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu proses pembelajaran tidaklah lepas dari berbagai hal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORITIS. mempunyai efek, dapat membawa hasil, berhasil guna. Efektivitas menunjukan

I. PENDAHULUAN. manusia. Banyak kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Tumbuhan Hijau di Kelas V SDN 3 Tolitoli

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan dasar

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III TINJAUAN PEDAGOGIK PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

Penerapan Metode Eksperimen dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep Energi Panas pada Siswa Kelas IV SDN No. 1 Balukang 2

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah proses penemuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Tita Mulyati. Abstrak elajar menuntut peran serta semua pihak. Pengetahuan bukan sesuatu yang diserap

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir logis dan keterampilan kognitif yang lebih tinggi pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu.. Pada pokoknya

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Hamalik (2009: 155) hasil belajar tampak sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian istilah scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Slameto, 2010). Menurut Gredler dalam Aunurrahman. sebelumnya tidak mengetahui sesuatu menjadi mengetahui.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas agar kualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS DENGAN TEKNIK THIK- TALK-WRITE (TTW) Oleh: Usep Kuswari. Teknik TTW diperkenalkan oleh Huinker dan Laughin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Penerapan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Gaya Magnet di Kelas V SDN 2 Labuan Lobo Toli-Toli

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) adalah salah satu ilmu dasar

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Aminudin 1. SDN Sukorejo 01, Kota Blitar 1

Transkripsi:

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa agar memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Menurut Heruman (2008), konsep-konsep pembelajaran matematika pada tingkat sekolah dasar secara garis besar dibagi menjadi tiga kelompok yaitu penanaman konsep dasar, pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan. Hal ini berkaitan dengan teori perkembangan mental dari J. Piaget (Ruseffendi: 2005) yang menyatakan bahwa siswa sekolah dasar (usia 7-12/13 tahun) termasuk ke dalam tahap operasi kongkrit (concrete operational stage). Pada tahap ini, siswa dapat dikelompokkan ke dalam taraf berpikir kongkrit (selalu memerlukan bantuan benda-benda nyata), taraf berpikir semi kongkrit (dapat mengerti bila dibantu dengan gambar benda nyata), taraf berpikir semi abstrak (dapat mengerti dengan bantuan diagram, turus, dan semacamnya), dan taraf berpikir abstrak (dapat mengerti tanpa bantuan bendabenda nyata). 9

Untuk dapat menuju pada tahap keterampilan atau tahap abstrak tersebut, guru harus dapat membimbing siswa dengan menggunakan langkah-langkah yang tepat sesuai dengan kemampuan dan lingkungan siswa. Pembelajaran harus dimulai dari penanaman konsep dasar. Pada tahap ini, guru harus mampu menjembatani kemampuan berpikir siswa dari kemampuan berpikir kongkrit, semi kongkrit, semi abstrak kemudian berlanjut pada konsep baru matematika yang abstrak. Tahap yang kedua yaitu tahap pemahaman konsep, pada tahap ini tujuannya adalah agar siswa dapat lebih memahami suatu konsep matematika. Tahap yang ketiga adalah pembinaan keterampilan, tahap ini merupakan lanjutan dari tahap penanaman konsep dan pemahaman konsep. Tujuannya adalah agar siswa terampil dalam menggunakan konsep matematika. Pembelajaran matematika yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah pada kompetensi dasar menghitung luas persegi dan persegi panjang. Pada tahap penanaman konsep dalam pembelajaran materi menghitung luas persegi dan persegi panjang dapat dilakukan dengan memperkenalkan konsep luas terlebih dahulu yaitu dengan menggunakan media satuan persegi yang harus digunakan untuk menutupi daerah permukaan persegi/persegi panjang tersebut. Pada tahap kedua yaitu tahap pemahaman konsep siswa, siswa diberikan beberapa soal LKS yang berisi soal-soal atau masalah yang berkaitan dengan materi luas persegi dan persegi panjang. Pada tahap terakhir adalah pembinaan keterampilan, pada tahap ini siswa dilatih untuk dapat mengaplikasikan hasil dari penanaman konsep dan pemahaman konsep dengan cara siswa dapat mengerjakan soal matematika dalam tipe yang bervariasi. Misalnya ketika dalam materi mencari luas bangun datar 10

persegi/persegi panjang, siswa dapat mengerjakan pertanyaan jika yang diketahui adalah luas dan panjang salah satu sisinya. B. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Sudjana (2010) bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Pada dasarnya hasil belajar adalah adanya perubahan dalam sikap, pengetahuan dan keterampilan setelah melaksanakan proses pembelajaran. Kingsley (dalam Sudjana, 2006) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu yang berkenaan dengan keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, dan yang ketiga mengenai sikap dan cita-cita. Setiap kategori hasil belajar tersebut dapat diukur dengan bahan ajar yan ditetapkan dalam kurikulum. Rumusan tujuan pendidikan dalam sistem pendidikan nasional merumuskan tujuan kurikuler dan tujuan instruksional dengan menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom (dalam Sudjana, 2006). Hasil belajar tersebut diklasifikasikan ke dalam ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Ranah kognitif yaitu berhubungan dengan hasil belajar intelektual yang mencakup enam aspek. Enam aspek tersebut terdiri dari pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Dalam 6 aspek diklasifikasikan kembali, yaitu kognitif tingkat rendah yang terdiri dari 11

pengetahuan/ingatan dan pemahaman, dan kognitif tingkat tinggi yang terdiri dari aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif berhubungan dengan sikap yang mencakup lima aspek. Aspek tersebut adalah penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Hasil belajar yang berhubungan dengan ranah afektif ini dapat dilihat dari tingkah laku siswa seperti kedisiplinan siswa, motivasi siswa dalam belajar, dsb. Ranah psikomotoris berhubungan dengan hasil belajar yang berbentuk keterampilan dan kemampuan bertindak siswa. dalam ranah ini terdapat enam aspek yang diamati yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Dari ketiga ranah yang menjadi objek penilaian hasil belajar tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah. Hal tersebut karena ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan, peneliti mengukur hasil belajar berupa skor yang diperoleh siswa dari hasil tes setiap akhir proses pembelajaran (akhir siklus). Menurut Nasution (Kunandar, 2008) hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Untuk 12

melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses. C. Pendekatan Konstruktivisme 1. Pengertian Pendekatan Konstruktivisme Pendekatan merupakan suatu cara atau langkah yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pendekatan dapat pula diartikan sebagai cara yang ditempuh oleh seorang guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa (Suherman, dkk 2001: 70). Pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget yang memandang bahwa pengetahuan tidak akan dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Menurut Whetley (Sofan Amri, 2010) mengemukakan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme. Prinsip pertama menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi diperoleh secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Dalam prinsip pertama ini sudah jelas bahwa dalam proses pembelajaran, guru tidak dapat mentransfer pengetahuan kepada siswa, namun siswa sendirilah yang harus aktif dalam proses 13

pembelajaran, sehingga keaktifan siswa sangat diperhatikan dalam pendekatan ini. Prinsip yang kedua menyatakan bahwa fungsi kognitif bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak. Artinya, dalam proses pembelajaran hendaknya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mengorganisasikan pengetahuannya dengan menggunakan pengalaman nyata dari siswa, sehingga siswa dapat memperoleh pengetahuan yang lebih bermakna, dibandingkan dengan proses pembelajaran yang didominasi oleh guru. Pernyataan Wheatley tersebut didukung dengan penekanan yang dikemukakan oleh Tasker (Sofan Amri, 2010) bahwa dalam teori belajar konstruktivisme ditekankan pada peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna; pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna; dan yang terakhir adalah siswa harus mampu mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima. Dari kedua pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pendekatan konstruktivisme ini sangat mementingkan keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah ide/gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui pengalaman dan lingkungannya. Selain prinsip-prinsip dan penekanan yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, ada beberapa aspek yang dikemukakan oleh Hanburry (Sofan Amri, 2010) yang berkaitan dengan proses pembelajaran, yaitu: 14

1) Siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, dalam aspek ini siswa diharapkan untuk dapat membentuk (mengkonstruksi) pengetahuan mereka yang dapat mereka dapatkan melalui pengalamannya sendiri. 2) Pembelajaran lebih bermakna karena siswa mengerti, pada aspek ini ditekankan bahwa siswa tidak hanya dituntut untuk belajar menghafal, melainkan siswa harus juga memahami apa yang sudah ia peroleh dan dikaitkan dengan keadaan lain, sehingga apa yang sudah ia pelajari akan lebih dimengerti. 3) Strategi siswa lebih bernilai, pada aspek ini siswa bebas untuk menetukan strategi belajar sesuai dengan ide-ide yang mereka miliki untuk memecahkan suatu masalah. Oleh karena itu, guru diharapkan untuk menjadi fasilitator agar ide maupun strategi yang dikemukakan oleh siswa dapat dieksplorasi. 4) Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya. Dengan cara berdiskusi ini, siswa akan lebih banyak memperoleh ide-ide yang dapat digunakan untuk mengkonstruksi pengetahuannya mengenai suatu konsep. Rancangan pembelajaran yang dapat dilakukan guna mengimplementasikan pendekatan konstruktivisme adalah dengan cara-cara seperti berikut: 1) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri. Guru harus mampu membimbing siswa untuk dapat 15

mengemukakan idenya dengan menggunakan kata-katanya sendiri mengenai suatu konsep. 2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif. Siswa dibimbing dan dirangsang untuk dapat memunculkan ide-ide kreatif yang dihasilkan dari pengalaman belajarnya, sehingga belajar akan lebih bermakna. 3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru. Siswa dibimbing untuk mencari berbagai cara dalam memecahkan suatu masalah, agar tidak terfokus dengan cara-cara konvensional yang sering digunakan dalam memecahkan masalah sebelumnya. 4) Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa. Guru memancing siswa untuk menghubungkan pengalaman yang telah mereka miliki denga ide yang akan digunakan dalam upaya memecahkan suatu masalah. 5) Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka. Siswa harus aktif dalam memikirkan dan menganalisis gagasan yang telah mereka buat, siswa dapat saling bertukar pikiran dengan temannya mengenai gagasan yang mereka miliki. 6) Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Guru hendaknya dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif, sehingga siswa dapat belajar dengan baik. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman 16

mereka. Dalam hal ini siswa lebih diutamakan untuk dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka dengan cara menciptakan konsep yang didapat berdasarkan hasil pengalamanya. Lima unsur penting dalam mencipatakan lingkungan pembelajaran yang konstruktivis menurut Widodo (Sofan Amri: 2010) yaitu: 1) Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa. 2) Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna. 3) Adanya lingkungan sosial yang kondusif. 4) Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri. 5) Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah. Jelas sekali dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme, hendaknya guru dapat mendorong siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan baru siswa dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilki siswa sebelumnya. Selain itu guru harus mampu merancang proses pembelajaran agar pembelajaran dapat bermakna bagi siswa. Disini guru harus berusaha untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-sehari siswa, dengan kata lain pembelajaran disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa. Guru juga harus mampu menciptakan lingkungan sosial yang kondusif, guru harus membimbing siswa untuk dapat berinteraksi dengan baik sesama siswa dan guru. dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme pula, siswa didorong untuk dapat mandiri dengan cara guru melatih siswa untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan belajarnya. 17

2. Prinsip-Prinsip Pendekatan Konstruktivisme Prinsip-prinsip pendekatan konstruktivisme banyak digunakan dalam pendidikan, khususnya pendidikan sains dan matematika. Prinsip-prinsip tersebut digunakan sebagai referensi dan alat refleksi dalam praktek, pembaruan dan perencanaan pendidikan sains dan matematika. Prinsip-prinsip dalam pendekatan konstruktivisme menurut Suparno (1997) adalah: a. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif, b. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa, c. Mengajar adalah membantu siswa belajar, d. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir, e. Kurikulum menekankan partisipasi siswa, f. Guru adalah fasilitator. Prinsip-prinsip pendekatan konstruktivisme ini dapat digunakan guru untuk menyusun metode mengajar yang lebih menekankan keaktifan siswa dalam belajar sendiri dan bersama kelompoknya. Guru harus mencari cara agar siswa dapat lebih mengerti apa yang dialami dan dipikirkan siswa dalam proses pembelajaran. Selain itu guru harus memikirkan dan merancang beberapa kegiatan yang dapat merangsang siswa untuk berpikir. 3. Fungsi dan Peran Pengajar/ Guru dalam konstruktivisme Menurut prinsip konstruktivis (Suparno, 1997) di dalam kelas guru memiliki peran sebagai mediator atau fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. Dalam proses pembelajaran ditekankan kepada siswa (student oriented) bukan guru (teacher oriented). Beberapa tugas guru dalam pendekatan konstruktivisme adalah: 18

a. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian. Karena itu, jelas memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama seorang guru. b. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. c. Memonitor dan mengevaluasi dan menunjukkan apakah pikiran siswa jalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan. Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan. Kesimpulannya adalah bahwa dalam pendekatan konstruktivisme ini guru harus dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menekankan pada pengalaman belajar siswa. Guru harus dapat memacu dan merangsang siswa agar siswa memiliki rasa ingin tahu dan mau mengemukakan ide/gagasan yang mereka miliki. Selain itu guru harus membimbing siswa agar siswa dapat membuat kesimpulan dari hasil pembelajaran. Agar peran dan tugas tersebut dapat berjalan dengan optimal, diperlukan beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh guru, yaitu: a. Guru harus banyak berinteraksi dengan siswa, agar guru dapat lebih mengerti apa yang sudah dipikirkan dan diketahui oleh siswa. b. Guru harus melibatkan siswa untuk merumuskan tujuan. c. Guru harus mengetahui dan mengerti pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa. d. Guru harus menciptakan suasana atau kondisi kelas yang melibatkan siswa, guru harus menumbuhkan kepercayaan siswa bahwa siswa dapat belajar. 19

e. Guru harus memiliki pemikiran yang fleksibel agar dapat mengerti dan menghargai pemikiran/ide siswa yang beragam. 4. Implikasi Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika Para ahli konstruktivisme mengatakan bahwa belajar matematika bukanlah suatu proses pengepakan pengetahuan secara hati-hati, melainkan hal yang mengorganisir aktivitas, dimana kegiatan ini diinterpretasikan secara luas termasuk aktivitas dan berpikir konseptual Cobb (Suherman, dkk 2001:71). Dengan kata lain pembelajaran matematika membutuhkan kegiatan aktif siswa yang dilakukan guna menanamkan konsep dasar pada siswa, sehingga siswa dapat membentuk pemahaman konsep dengan sendirinya. Pendapat ini diperkuat oleh pernyataan Cobb (Suherman, dkk 2001:71) bahwa belajar matematika merupakan proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika. Implikasi dari pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran matematika meliputi empat tahapan, yaitu apersepsi, eksplorasi, diskusi dan penjelasan konsep serta pengembangan konsep dan aplikasi. Berikut penjelasan tahap-tahap pendekatan konstruktivisme: Tabel 2.1 Tahapan dalam Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Karli H. dan Margaretha Tahap Pendekatan Konstruktivisme Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Apersepsi Memancing siswa dan memberikan pertanyaanpertanyaan tentang fenomena yang sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dengan Mengemukakan pengetahuan awal mereka tentang konsep yang akan dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk 20

mengaitkan konsep yang akan dibahas. Eksplorasi Menjadi fasilitator dan motivator bagi siswa dalam menyelidiki dan membuktikan sesuatu melalui kerja kelompok (diskusi). Diskusi Memberi penjelasan konsep kepada siswa tentang hasil diskusi yang dilakukan sehingga siswa tidak ragu tentang konsepnya. mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahamannya tentang konsep. Menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang oleh guru kemudian secara berkelompok didiskusikan dengan kelompok lain. Memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penjelasan guru. Pengembangan aplikasi dan Menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan isu-isu lingkungan. Mengaplikasikan pemahaman konseptualnya dengan pengerjaan tugas atau memecahkan masalah di lingkungan sehari-hari. Sumber: Purnamasari (2010) Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa melalui pendekatan konstruktivisme dalam suatu belajar mengajar, siswa diharapkan untuk aktif secara mental membangun pengetahuannya yang dilandasi oleh struktur kognitif yang telah dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator, mediator dan pembimbing dalam proses pembelajaran. 21