BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, prosesnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. perkembangan moral diharapkan mampu berjalan dengan baik, serasi dan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat dipisahkan dengan proses pembelajaran. Di dalam proses pembelajaran, guru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem pada prinsipnya bukan hanya bertujuan untuk memenuhi

ASPEK PENDIDIKAN KESETARAAN GENDER (Analisis Isi dalam Perspektif PKn terhadap Film Perempuan Berkalung Sorban) NASKAH PUBLIKASI

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan kualitas pendidikan yang lebih baik. mewujudkan hasil pembelajaran yang efektif dan efesien, peranan guru sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Produksi film di Indonesia kian hari kian berkembang, mulai dari yang

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sejatinya adalah untuk membangun dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. maka akan goncanglah keadaan masyarakat itu. diantara sifat beliau adalah benar, jujur, adil, dan dipercaya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu fondasi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam hal ini lembaga pendidikan merupakan institusi yang dipandang paling

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. pribadi dalam menciptakan budaya sekolah yang penuh makna. Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. menempuh pendidikan yang lebih tinggi dari sebelumnya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 pasal 3 berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan. Pendidikan adalah usaha alternatif yang bersifat preventif dalam

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A.

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang diharapkan. Karena hal itu merupakan cerminan dari kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku pada diri pribadinya. Perubahan tingkah laku inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. terpelajar dengan sendirinya berbudaya atau beradab. Namun kenyataan

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. dikarenakan melalui sektor pendidikan dapat dibentuk manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa. Pemerintah Indonesia merumuskan dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagian penting bagi kehidupan bangsa dan negara. Secara detail, penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang amat penting dalam suatu negara

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang bermutu. Berkat pendidikan, orang terbebaskan dari

BAB I PENDAHULUAN. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun rohani dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu proses interaksi yang terencana dari seorang dengan pendidikan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang diperkirakan akan semakin kompleks. 1

BAB I PENDAHULUAN. BAB II pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia jangka

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan penting bagi keberlangsungan hidup dan masa depan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Sesederhana apapun peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memiliki peran strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan

PENGARUH AKTIVITAS BELAJAR SISWA DAN PARTISIPASI DALAM. KEGIATAN OSIS TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKn PADA SISWA

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

faktor eksternal. Berjalannya suatu pendidikan harus didukung oleh unsur-unsur pendidikan itu sendiri. Unsur-unsur pendidikan tersebut adalah siswa,

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat suatu bangsa. Pendidikan diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya. Guna mewujudkan itu semua, nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah tentang sistem pendidikan nasional, dirumuskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. semata-mata untuk hari ini melainkan untuk masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki agar dapat hidup bermasyarakat dan memaknai hidupnya dengan nilai-nilai pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. partisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan berpartisipasi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses pendidikan dapat berlangsung dalam dua tahapan, yakni proses

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dari pada manusia yang tidak berpendidikan. dan karsa. Hal itu tidak akan lepas selama manusia ini masih ingin untuk

BAB I PENDAHULUAN. keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. ketekunan dan keteladanan baik dari pendidik maupun peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki penetahuan dan keterampilan, serta manusia-manusia yang memiliki. latihan bagi peranannya di masa mendatang.

B A B I PENDAHULUAN. khususnya proses pembelajaran di sekolah terus di lakukan seiring dengan kemajuan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah pendidikan menjadi hal yang utama bahkan mendapat perhatian dari

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.20 tahun 2003). Pendidikan memegang peranan penting dalam

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Kewarganegaraan. Diajukan Oleh: ERMAWATIK A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tercapai ketika setiap individu mau berusaha dan bekerja keras. Dalam tercapainya

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari dunia, apabila

BAB I PENDAHULUAN. lambatnya pembangunan bangsa sangat tergantung pada pendidikan. Oleh karena. sangat luas terhadap pembangunan di sektor lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk tercapainya tujuan nasional tersebut harus ada perhatian dari. pemerintah dan masyarakat yang sungguh-sungguh.

BAB I PENDAHULUAN. dan norma-norma yang diakui. Dalam pernyataan tadi tersurat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kunci utama dalam terlaksananya

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selanjutnya pengertian pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, adalah: Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (pasal 1). Dirumuskan pula sebagai proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosi kearah alam dan semesta manusia (Dewey dalam Hasbullah, 2001: 2), atau proses memberi bekal yang tidak dibutuhkan pada masa kanak-kanak, akan tetapi dibutuhkannya pada waktu dewasa. Secara lebih mendasar dirumuskan sebagai pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insani (Driyarkara dalam Hasbullah, 2001: 2). Secara lebih lengkap dirumuskan sebagai: Tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anakanak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (Dewantara dalam Hasbullah, 2001: 4). 1

2 Dengan demikian pendidikan adalah usaha sadar untuk mengantarkan peserta didik kearah kesempurnaannya. Pendidikan memiliki urgensi yang sangat besar bagi kehidupan seseorang secara pribadi maupun sosial. Tujuan pendidikan merupakan gambaran dari falsafah atau pandangan hidup manusia, baik secara perseorangan maupun kelompok (Sadulloh, 2006: 58), secara resmi tujuan pendidikan nasional ialah: Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No.20 Tahun 2003 Pasal 3). Rumusan tujuan pendidikan tersebut mengandung nilai autonomi, equity, dan survival (Sadulloh, 2006:59). Autonomi berarti memberi kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan secara maksimal kepada individu maupun kelompok, untuk dapat hidup mandiri, dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik. Equity (keadilan) berarti tujuan pendidikan harus memberi kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk hidup berpartisipasi dalam kehidupan berbudaya dan kehidupan ekonomi dengan pendidikan dengan memberi pendidikan dasar yang sama. Sedangkan survival maksudnya dengan pendidikan akan menjamin pewarisan kebudayaan dari satu generasi kegenerasi berikutnya (Sadulloh, 2006: 59). Nilai-nilai dari tujuan pendidikan berarti tujuan pendidikan untuk mencerdaskan manusia sesuai dengan keterampilan yang dimilikinya serta dapat mencapai kehidupan yang lebih baik sesuai dengan ajaran agama. Dengan

3 demikian tujuan pendidikan menjadi hal yang di utamakan agar setiap individu dapat menghormati, mentaati dan menghargai individu lainnya. Lebih dari itu, dari mulai equity atau keadilan dalam tujuan pendidikan tersebut yang memberi kesempatan yang sama pada seluruh warga masyarakat untuk berpartisipasi dalam semua aspek kehidupan, maka pendidikan tidak membeda-membedakan manusia dalam berpartisipasi dan mengembangkan dirinya. Ini berarti memperlakukan dan memberi kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Hal inilah yang disebut kesetaraan gender. Kesetaraan gender dalam proses pembelajaran memerlukan keterlibatan Depdiknas sebagai pengambil kebijakan di bidang pendidikan, sekolah secara kelembagaan dan terutama guru. Dalam hal ini di perlukan standardisasi buku ajar yang salah satu kriterianya adalah berwawasan gender. selain itu guru akan menjadi agen perubahan yang sangat menentukan bagi terciptanya kesetaraan gender dalam pendidikan melalui proses pembelajaran yang peka gender (Suciati, 2005). Gender yang merupakan pemilihan peran antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sosial merupakan bagian dari budaya. Gender secara leksikon merupakan identitas atau penggolongan gramatikal yang berfungsi mengklasifikasi suatu benda pada kelompok-kelompoknya. Penggolongan ini secara garis besar berhubungan dengan kategori feminim dan maskulin. Secara terminologi, gender digunakan untuk menandai perbedaan segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat dengan perbedaan seksual (Illich dalam Munthali in, 2001). Perbedaan yang dimaksud termasuk di dalamnya adalah bahasa, tingkah

4 laku, pikiran makanan, ruang, waktu, harta milik, tabu, teknologi, media massa, mode, pendidikan, profesi, alat-alat produksi, dan alat rumah tangga (Dzuhayatin dalam Munthali in, 2001). Gender dirumuskan pula sebagai perbedaan fungsi dan peran sosial, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan, yang dikonstruksi secara sosial sehingga dapat berubah dari waktu kewaktu. Usaha untuk membagi manusia menjadi dua golongan, laki-laki dan perempuan, dan usaha untuk membedakan keduanya dalam posisi dan peranan sosial yang berbeda merupakan suatu tindakan yang direncanakan (Budiman dalam Munthali in, 2001). Jadi apa yang disebut dengan kodrat perempuan dalam konteks gender adalah merupakan buatan, yaitu hasil kombinasi antara tekanan dan paksaan di suatu pihak dengan rangsangan yang tidak wajar, sekaligus menyesatkan pihak lain, khususnya perempuan. Semula perempuan memiliki hak dan kontribusi yang sama dalam memenuhi kebutuhan ekonomi kelompok/rumah tangga. Namun dengan berkembangnya hak milik pribadi, kesetaraan tersebut bergeser. Laki-laki memiliki peluang lebih besar untuk menguasai hak milik pribadi tersebut, karena laki-laki menjadi lebih leluasa meraih dan memilikinya. Dalam kajian sosiologi sering kali terdapat asumsi adanya single society, yang menggambarkan generalisasi pengelompokan mengenai laki-laki dan perempuan, padahal antara laki-laki dan perempuan secara nyata tinggal dalam dunia sosial yang sama. Perlu dicatat bahwa perempuan dan laki-laki yang tinggal dalam satu lokasi fisik yang sama, tetapi mereka dalam dunia yang berbeda (Millman dalam Sihite, 2007: 93-94).

5 Pelaksanaan pendidikan kesetaraan gender dapat dilakukan melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), yang memilih visi dan misi menjunjung tinggi nilai-nilai moral positif. Sementara itu tujuan mata pelajaran PKn tersebut, sebagaimana dimuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 dan No. 23 tahun 2006 Tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah adalah sebagai berikut: 1. Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. 2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi. 3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. 4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (pasal 3). Guru adalah sebagai fasilitator bagi siswa dalam memahami dan menghayati materi pelajaran. Demi menunjang terlaksananya proses pembelajaran, guru perlu alat bantu atau media, salah satunya adalah melalui media film, sebab dalam unsur film terkandung bermacam-macam pesan edukatif yang dapat digunakan sebagai alternatif media pembelajaran. Melalui film peserta didik diharapkan mampu mendapatkan pengalaman belajar yang lain dan bisa dijadikan sarana belajar dalam memahami pesan yang terkandung adalah film terebut. Dengan bantuan media film peserta didik diharapkan bisa melaksanakan dalam kehidupannya sehari-hari, khususnya mengenai ajaran kesetaraan gender yang terkandung dalam film yang berjudul Perempuan Berkalung Sorban.

6 Film Perempuan Berkalung Sorban garapan Hanung Bramantyo merupakan film yang bernuansa keagamaan, sekaligus gambaran kegigihan seorang perempuan untuk meraih keinginannya bebas dan melihat dunia luar seperti yang menjadi cita-citanya. Annisa sebagai tokoh utama dalam film tersebut, diperankan oleh artis Revalina S. Temat, adalah perempuan yang mempunyai sikap yang memegang teguh prinsipnya. Seorang perempuan yang taat beragama, baik, pintar, namun mempunyai sifat keras kepala. Annisa adalah anak dari seorang kiai pemilik dan pengasuh pondok pesantren Al-Huda. Annisa juga perempuan yang selalu menghormati keputusan kedua orang tuanya, terkadang Annisa juga sering membantah keinginan ayahnya. Setelah Annisa lulus, Ia ingin sekolah di yogyakarta tetapi ayahnya tidak setuju. Tetapi Annisa tetap memaksakan keinginannya. Malam harinya datang kerabat dari ayah Annisa, tujuannya untuk melamar Annisa sekaligus memberi sumbangan untuk pesantren Al-Huda. Meski Annisa tidak setuju dengan perjodohan itu, dengan terpaksa Annisa menuruti keinginan ayahnya dan akhirnya menikah. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk mengkaji film perempuan berkalung surban dengan judul Aspek Pendidikan Kesetaraan Gender, Analisis Isi dalam Perspektif PKn terhadap Film Perempuan Berkalung Sorban.

7 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut: Bagaimanakah Aspek Pendidikan Kesetaraan Gender Pada Film Perempuan Berkalung Sorban?. Secara lebih rinci permasalahan tersebut dirumuskan sebagai berikut. 1. Konstruksi kesetaraan gender dalam memperoleh pendidikan pada Film Perempuan Berkalung Sorban. 2. Konstruksi kesetaraan peran dalam kehidupan rumah tangga pada Film Perempuan Berkalung Sorban. 3. Konstruksi kesetaraan gender dalam kehidupan keseharian masyarakat pada Film Perempuan Berkalung Sorban. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, sekaligus untuk memfokuskan pengumpulan dan analisis data, maka dirumuskan tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk menggambarkan konstruksi kesetaraan gender dalam memperoleh pendidikan pada film Perempuan Berkalung Sorban. 2. Untuk menggambarkan konstruksi kesetaraan peran dalam kehidupan rumah tangga pada film Perempuan Berkalung Sorban. 3. Untuk menggambarkan konstruksi kesetaraan gender dalam keseharian masyarakat pada film Perempuan Berkalung Sorban.

8 D. Manfaat atau Kegunaan Penelitian 1. Manfaat atau Kegunaan Teoritis a. Sebagai karya ilmiah, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai konsep kesetaraan gender dalam film guna pembelajaran PKn. b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya, yang terkait dan relevan. 2. Manfaat atau kegunaan praktis a. Memanfaatkan film sebagai media pembelajaran PKn. b. Mendorong guru untuk kreatif dalam melaksanaan pembelajaran PKn, dengan memanfaatkan semua saranan pelaksanaan pembelajaran. c. Menciptakan suasana pembelajaran PKn lebih menarik dan tidak membosankan bagi siswa. E. Daftar Istilah Penelitian ini mengenai aspek pendidikan kesetaraan gender, analisis isi dalam perspektif PKn terhadap film Perempuan Berkalung Sorban. Oleh karena itu, perlu dipertegas mengenai istilah-istilah sebagai berikut: 1. Pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan (Hasbullah, 2001: 2). Rumusan resmi dari UU Sisdiknas adalah Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

9 keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (pasal 1). 2. Gender. Perbedaan dan fungsi peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan sehingga gender belum tentu sama di tempat yang berbeda, dan dapat berubah dari waktu ke waktu (Zaxshack, 2009). 3. Kesetaraan Gender. Suatu sikap mengakui adanya persamaan derajad, persamaan hak, dan persamaan kewajiban sebagai sesama manusia (Akhinayasrin, 2011). 4. Film adalah karya seni yang diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang yang bertujuan untuk memperoleh estetika (keindahan) yang sempurna, atau dirumuskan sebagai: Film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan dibioskop), (KBBI, 2005:316). 5. Analisis Isi. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabah, duduk perkaranya) (KBBI, 2005:43). Jadi analisis isi adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa (Yuris, 2009). 6. Perspektif adalah Kerangka kerja konseptual, sekumpulan asumsi, nilai, gagasan yang mempengaruhi perspektif manusia sehingga menghasilkan tindakan dalam suatu konteks situasi tertentu (Setiaman, 2008). Sedangkan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah pendidikan untuk memberi bekal,

10 pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara. Jadi perspektif PKn adalah kerangka kerja konseptual, untuk melihat sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai PKn.