` 1 BAB I PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
Irdes Hidayana Siregar dan Rita Juliani Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri Medan Abstrak

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DI KELAS VIII SMP NEGERI 3 PERCUT SEI TUAN T.A 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Pardomuan N.J.M. Sinambela Afrodita Munthe. Kata Kunci: Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, Pembelajaran Matematika Realistik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan sumber daya manusia. Manusia yang berkualitas memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Yoppi Andrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

Hasil belajar biologi siswa ditinjau dari penggunaan berbagai metode mengajar dengan pendekatan discovery

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi dari berbagai media massa, baik media cetak atau elektronika sering dikemukakan bahwa mutu

BAB I PENDAHULUAN. bangsa suatu Negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang- Undang tentang sistem pendidikan nasional No. 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan dalam berbagai cabang ilmu dan teknologi yang telah

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE MENGGUNAKAN MEDIA ANIMASI TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VIII B SMP NEGERI 10 BANJARMASIN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar dalam memajukan suatu negara. Majunya suatu negara tercermin dari pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Makna umum pendidikan adalah sebagai usaha manusia menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya dan dapat membangun pengetahuannya sendiri (student centered. digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran masih kurang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

depan yang akan dijalani yang diwarnai tantangan dan perubahan. Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari Kurikulum Tingkat Satuan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam kehidupan. Negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pembelajaran Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

I. PENDAHULUAN. (Langeveld, dalam Hasbullah, 2009: 2). Menurut Undang-Undang Republik. Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

I. PENDAHULUAN. dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya. Dengan. demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

Transkripsi:

` 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan untuk peserta didik, masyarakat, bangsa dan negara. Shabri (2013) menyatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah, dapat dilihat dari beberapa indikator. Pertama, peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index) Indonesia meliputi peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala berada di urutan 124 dari 183 negara yang ada di dunia. Kedua, Kementrian Pendidikan Nasional melaporkan bahwa dari 146.052 SD di Indonesia, hanya 8 sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Programme dan dari 20.918 SMP, hanya 8 sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Programme serta dari 8.036 SMA, hanya 7 sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Programme. Ketiga, dibandingkan dengan negara Asia lain, menurut survei Political and Economic Risk Consultant, kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara. Keempat, The World Economic Forum Swedia Report menyatakan bahwa Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei. Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari buruknya hasil Uji Kompetensi Awal (UKA) guru di Sumatera Utara dengan peringkat ke-25 dari 33 provinsi. Hasil pelaksanaan UKA yang digelar pada akhir Pebruari, Sumut meraih nilai rata rata 37,4 atau jauh dari ratarata nasional sebesar 42,25. Jauh berbeda dengan provinsi lain seperti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meraih peringkat pertama dengan nilai rata-rata 50,1 diikuti DKI Jakarta (49,2), Bali (48,9), Jawa Timur (47,1), Jawa Tengah (45,2), Jawa Barat (44,0), Kepulauan Riau (43,8), Sumatera Barat (42,7), Papua (41,1) dan Banten (41,1). Hasil Uji Kompetensi Awal (UKA) guru menunjukkan telah terjadi kesalahan dalam sistem pendidikan. Jika kompetensi guru sudah buruk, bagaimana kualitas pendidikan bisa lebih baik. (Mahmun, 2012).

` 2 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai salah satu persyaratan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hal penting dalam pencapaian tujuan pendidikan. Fisika adalah salah satu bagian dari ilmu pengetahuan alam sehingga para pelajar diharapkan mempunyai pemahaman pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Fisika merupakan suatu ilmu yang empiris. Pernyataan-pernyataan fisika harus didukung oleh hasil-hasil eksperimen. Hasil eksperimen digunakan untuk eksplorasi informasi-informasi yang diperlukan untuk membentuk teori lebih lanjut. Teori dan eksperimen dalam fisika merupakan lingkaran yang tidak berkesudahan. Fisika merupakan abstraksi terhadap berbagai sifat alam dalam wujud konsep-konsep yang merupakan hamparan realitas. Kekhususan fisika dibanding ilmu-ilmu lain adalah sifatnya yang kuantitatif, yaitu penggunaan konsep-konsep dan hubungan antara konsep yang banyak menggunakan perhitungan matematis. Rendahnya mutu pendidikan terlihat pada saat pelaksanaan PPLT 2012 di SMA Negeri 1 Babalan. Berdasarkan pengamatan penulis mengetahui bahwa siswa tidak tertarik belajar fisika. Siswa berpendapat fisika penuh dengan rumusrumus yang membingungkan. Guru fisika masih menggunakan proses pembelajaran yang berorientasi pada teacher centered karena guru jarang melibatkan siswa dalam pembelajaran dan hanya menekankan siswa untuk menghafal rumus-rumus tanpa menekankan konsep dan penerapan fisika. Hasil observasi di SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan dengan memberikan angket kepada 32 siswa pada tanggal 21 Februari 2013, sebesar 37,5% menyatakan fisika adalah pelajaran yang sulit, kurang menarik dan banyak rumus. Fisika merupakan ilmu yang menarik karena semua gejala yang terjadi di alam berkaitan dengan fisika dan dapat diterangkan dengan konsep yang sederhana. Hasil observasi menjelaskan yaitu sekitar 71,8% menyatakan bahwa cara mengajar guru cenderung menjelaskan materi dan mengerjakan soal. Hasil wawancara dengan bapak Drs. Asril Saman mengatakan bahwa pernah menerapkan model pembelajaran kooperatif tetapi hasilnya belum memuaskan karena tidak maksimal dalam menggunakan model pembelajaran. Guru sesekali menggunakan metode demonstrasi jika alat yang digunakan mudah dicari dan

` 3 sesuai dengan materi yang diajarkan. Siswa mendapatkan hasil belajar kurang memuaskan (nilai rata-rata 52). Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran masih kurang, siswa masih takut untuk bertanya pada guru jika ada materi yang tidak dipahami, sekitar 43,7 % siswa menyatakan bahwa sumber pelajaran fisika selalu berasal dari guru sehingga siswa tidak berusaha mencari tahu sendiri tentang pelajaran fisika. Hasil wawancara diperoleh bahwa sarana dan prasarana laboratorium di SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan sudah lengkap tetapi belum digunakan secara maksimal karena keterbatasan waktu dan kurangnya kemampuan guru dalam menggunakan sarana dan prasarana. Menurut Rohim, dkk (2012:2) menyatakan bahwa pembelajaran fisika di sekolah hendaknya menyiapkan anak didik untuk : (1) mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan konsep-konsep sains yang telah dipelajari, (2) mampu mengambil keputusan yang tepat dengan menggunakan konsep-konsep ilmiah, dan (3) mempunyai sikap ilmiah dalam memecahkan masalah yang dihadapi sehingga dapat berpikir dan bertindak secara ilmiah. Untuk memecahkan permasalahan pembelajaran perlu dilakukan upaya antara lain memilih model yang tepat agar tujuan pendidikan tercapai. Trianto (2010:22) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran serta para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Salah satu model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif adalah model pembelajaran penemuan terbimbing. Wahyu (2011:39) menyatakan bahwa model pembelajaran penemuan terbimbing merupakan model pembelajaran yang bersifat student oriented dengan teknik trial and error, menerka, menggunakan intuisi, menyelidiki, menarik kesimpulan, serta memungkinkan guru melakukan bimbingan dan petunjuk jalan dalam membantu siswa untuk mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang dimiliki untuk menemukan pengetahuan baru. Hasil penelitian Markaban (2008:17) menyatakan bahwa dalam model pembelajaran dengan penemuan terbimbing, peran siswa cukup besar karena

` 4 pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru tetapi pada siswa. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran. Peneliti memiliki kendala dalam penentuan waktu untuk materi tertentu dan tidak semua topik materi cocok disampaikan dengan model penemuan terbimbing. Hasil penelitian Rohim, dkk (2012:2) menyatakan bahwa model pembelajaran penemuan lebih efektif dalam pembelajaran IPA, karena membantu siswa bertemu dengan dua kriteria penting dalam pembelajaran aktif yaitu membangun pengetahuan untuk membuat pengertian dari informasi baru dan mengintegrasikan informasi baru sampai ditemukan pengetahuan yang tepat. Pada pelaksanaan pembelajaran penemuan terbimbing peneliti mengalami kendala yaitu siswa belum terbiasa melakukan percobaan dan diskusi. Sebagai salah satu model pembelajaran dari sekian banyak model pembelajaran yang ada, model pembelajaran penemuan terbimbing menempatkan guru sebagai fasilitator, yaitu membimbing siswa. Widdiharto (2004:4) menyatakan bahwa dalam model pembelajaran penemuan terbimbing, siswa didorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri, sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan guru. Adapun kekurangan dari model penemuan terbimbing adalah waktu yang diperlukan agar tercapainya tujuan hasil belajar cukup lama. Hasil penelitian Satyawati (2011:4) menyatakan bahwa salah satu model instruksional kognitif adalah belajar penemuan. Model pembelajaran penemuan terbimbing berupaya menemukan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa sehingga dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak belajar sendiri dan mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Kendala yang ditemukan peneliti adalah kurangnya waktu pelaksanaan pembelajaran. Hasil penelitian Dhyana (2010:1493) menyatakan bahwa alasan rasional penggunaan model penemuan terbimbing adalah siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai sains dan akan lebih tertarik terhadap sains. Hasil penelitian menyatakan bahwa hasil belajar dengan model penemuan terbimbing lebih baik dari pada penggunaan model pembelajaran konvensional.

` 5 Dalam model penemuan terbimbing diperlukan keterampilan guru untuk membimbing dan mengarahkan situasi belajar yang lebih kondusif. Penelitian tentang model penemuan terbimbing yang dilakukan oleh Elfrida (2011) menunjukkan bahwa nilai rata-rata siswa di kelas eksperimen meningkat dari 44,07 menjadi 65,79. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Samaria (2012) diperoleh hasil pembelajaran dengan penemuan terbimbing dengan nilai rata-rata siswa di kelas eksperimen meningkat dari 33,25 menjadi 72,25. Berdasarkan hasil di atas memperlihatkan bahwa model pembelajaran penemuan terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran penemuan terbimbing diterapkan pada proses pembelajaran dengan memperhatikan materi pelajaran yang akan disampaikan oleh guru sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran. Materi yang sesuai dengan penerapan model pembelajaran penemuan terbimbing adalah materi yang membahas tentang konsep dan generalisasi. Penulis memilih materi cahaya karena banyak menuntut siswa untuk lebih aktif menemukan konsep cahaya. Dengan melihat kendala-kendala yang dihadapi oleh peneliti sebelumnya, maka penulis akan berusaha memaksimalkan waktu sehingga mampu meningkatkan hasil belajar siswa dan penulis akan berusaha membimbing serta mengarahkan situasi belajar agar lebih kondusif sehingga siswa menjadi terbiasa saat melakukan percobaan dan diskusi. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul, Pengaruh Model Pembelajaran Guided Discovery (Penemuan Terbimbing) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Cahaya Di Kelas VIII Semester II SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan T.A 2012/2013. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, beberapa masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut : 1. Siswa menganggap pelajaran fisika merupakan pelajaran yang sulit, kurang menarik dan banyak rumus.

` 6 2. Guru pernah menerapkan model pembelajaran kooperatif tetapi hasilnya belum memuaskan. 3. Guru mengajar hanya dengan cara menjelaskan materi dan mengerjakan soal. 4. Hasil belajar fisika kurang memuaskan. 5. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran masih kurang. 6. Sarana dan prasarana laboratorium sudah lengkap tetapi belum digunakan secara maksimal. 1.3. Pembatasan Masalah Agar penelitian yang dilaksanakan dapat lebih optimal, maka ruang lingkup yang dibahas dibatasi. Batasan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan pada semester II T.A 2012/2013. 2. Materi pokok yang diajarkan adalah cahaya. 3. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran penemuan terbimbing. 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah, rumusan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana hasil belajar siswa dengan model pembelajaran penemuan terbimbing dan pembelajaran konvensional pada materi pokok cahaya di kelas VIII semester II SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan T.A 2012/2013? 2. Bagaimana aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran penemuan terbimbing pada materi pokok cahaya di kelas VIII semester II SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan T.A 2012/2013? 3. Apakah ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran penemuan terbimbing terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok cahaya di kelas VIII semester II SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan T.A 2012/2013?

` 7 1.5. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing dan pembelajaran konvensional pada materi pokok cahaya di kelas VIII semester II SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan T.A 2012/2013. 2. Untuk mengetahui aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran penemuan terbimbing pada materi pokok cahaya di kelas VIII semester II SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan T.A 2012/2013. 3. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan model pembelajaran penemuan terbimbing terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok cahaya di kelas VIII semester II SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan T.A 2012/2013. 1.6. Manfaat Penelitiaan Manfaat yang ingin dicapai dari hasil penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menambah pengetahuan peneliti tentang model pembelajaran penemuan terbimbing yang digunakan saat penelitian. 2. Sebagai bahan informasi bagi guru-guru fisika tentang keefektifan model pembelajaran penemuan terbimbing terhadap hasil belajar siswa. 3. Menjadi bahan perbandingan dan referensi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian selanjutnya.