BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan beton non pasir, yaitu beton yang dibuat dari agregat kasar, semen dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENAMBAHAN CaCO 3, CaO DAN CaOH 2 PADA LUMPUR LAPINDO AGAR BERFUNGSI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

a. Jenis I merupakan semen portland untuk penggunaan umum yang memerlukan persyaratan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis

BAB III LANDASAN TEORI

/BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh faktor air semen dan suhu selama perawatan.

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Semen (Portland) padatan berbentuk bubuk, tanpa memandang proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan bangunan rumah, gedung, sekolah, kantor, dan prasarana lainnya akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland. dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya. 2. Kegunaan dan Keuntungan Paving Block

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Ringan

BAB III LANDASAN TEORI

Vol.17 No.1. Februari 2015 Jurnal Momentum ISSN : X PENGARUH PENGGUNAAN FLY ASH SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT TERHADAP KUAT TEKAN PAVING BLOCK

TINJAUAN PUSTAKA. didukung oleh hasil pengujian laboratorium.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis (density) lebih ringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU PELEBURAN BIJIH BESI (DEBU SPONS) SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN PADA MORTAR

BAB III LANDASAN TEORI

KUAT TEKAN MORTAR DENGAN MENGGUNAKAN ABU TERBANG (FLY ASH) ASAL PLTU AMURANG SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Belanda. Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin concretus

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidrasi dan menghasilkan suatu pengerasan dan pertambahan kekuatan.

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas kerja untuk dapat berperan serta dalam meningkatkan sebuah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel penyusunnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dipakai dalam pembangunan. Akibat besarnya penggunaan beton, sementara material

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat.

BAB III LANDASAN TEORI. selebihnya pasir dan kerikil (Wuryati dan Candra, 2001). Karakteristik beton

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sifat beton itu. Departemen Pekerjaan Umum 1989-(SNI ). Batako terdiri dari beberapa jenis batako:

TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa yang juga dikenal dengan nama

PENGARUH PENGGANTIAN SEBAGIAN AGREGAT HALUS DENGAN KERTAS KORAN BEKAS PADA CAMPURAN BATAKO SEMEN PORTLAND TERHADAP KUAT TEKAN DAN SERAPAN AIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istimewa Yogyakarta. Alirannya melintasi Kabupaten Sleman dan Kabupaten

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan infrastruktur di tiap-tiap wilayah semakin meningkat, seiring dengan

TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LUMPUR BAKAR SIDOARJO UNTUK BETON RINGAN DENGAN CAMPURAN FLY ASH, FOAM, DAN SERAT KENAF

BAB I PENDAHULUAN. Di negeri kita yang tercinta ini, sampah menjadi masalah yang serius.

LAMPIRAN A PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN KARAKTERISTIK BATAKO

PENGARUH PENGGUNAAN BOTTOM ASH SEBAGAI PENGGANTI SEMEN PADA CAMPURAN BATAKO TERHADAP KUAT TEKAN BATAKO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

REAKTIVITAS BERBAGAI MACAM POZZOLAN DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN MEKANIK

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK GERGAJI KAYU JATI TERHADAP KUAT TEKAN KUAT LEKAT DAN ABSORFSI PADA MORTAR SEMEN. Oleh : Dedi Sutrisna, M.Si.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. penambal, adukan encer (grout) dan lain sebagainya. 1. Jenis I, yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat (SNI

SNI Standar Nasional Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. & error) untuk membuat duplikasi proses tersebut. Menurut (Abdullah Yudith, 2008 dalam lesli 2012) berdasarkan beratnya,

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

PENELITIAN PEMANFAATAN SERBUK BEKAS PENGGERGAJIAN KAYU SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI PEMBUATAN BATA BETON (BATAKO) UNTUK PEMASANGAN DINDING

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan tambah yang membentuk masa padat (SNI suatu pengerasan dan pertambahan kekuatan.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEBU TERBANG BATUBARA (FLY ASH) Debu batubara adalah bahan yang berbutir halus yang bersifat pozzolan yang merupakan bahan diperoleh dari sisa pembakaran batubara. Sifat-sifat Debu Terbang Batubara (Fly Ash) yang menguntungkan pada campuran beton/batako (Cain, 1994) adalah : 1. Memperbaiki sifat pengerjaan (workability). 2. Meningkatkan ketahanan beton (durability) 3. Meningkatkan kerapatan beton. 4. Menurunkan panas hidrasi. Reaksi dari abu batu bara dengan kapur jauh lebih lambat dari proses hidrasi, sehingga akan menghasilkan perubahan panas yang lambat sehingga mengurangi derajat panas hidrasi. 5. Menurunkan kerusakan akibat sulfat 6. Mengurangi penyusutan 7. Menurunkan bleeding dan segregasi 8. Meningkatkan kekuatan Komponen utama dari Debu Terbang Batubara (Fly Ash) yang berasal dari pembangkit listrik (PLTU) adalah Silika (SiO 2 ), Alumina (Al 2 O 3 ), dan Besi Oksida (Fe 2 O 3 ), sisanya adalah Karbon, Kalsium, Magnesium, dan Belerang. Rumus empiris Debu Terbang Batubara (Fly Ash) ialah : Si 1.0 Al 0.45 Ca 0.51 Na 0.047 Fe 0.039 Mg 0.020 K 0.013 Ti 0.011 (Putri, 2008). Komposisi kimia Debu Terbang Batubara (Fly Ash) limbah PLTU Labuhan Angin dapat dilihat pada Tabel 2.1, dan Bentuk Debu Terbang Batubara (Fly Ash) sebagai limbah hasil pembakaran Batubara pada PLTU Labuhan Angin dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Tabel. 2.1 Komposisi Kimia Fly Ash (Debu Terbang Batubara) Limbah PLTU Labuhan Angin Tapanuli Tengah P A R A M E T E R S R E S U L T S M E T H O D S Silicon Dioxide (SiO 2 ) % 41,87 Gravimetric Aluminium Trioxide (Al 2 O 3 ) % 7,56 A A S Iron Trioxide (Fe 2 O 3 ) % 10,33 A A S Calcium Oxide (CaO) % 6,09 A A S Magnesium Oxide (MgO) % 2,08 A A S Sulfate (SO 4 ) % 3,02 Gravimetric Etc % 29,05 - Sumber : Sucofindo, Padang (2009) Gambar 2.1 Tumpukan Debu Terbang Batubara (Fly Ash) PLTU Labuhan Angin di Kabupaten Tapanuli Tengah

Tabel 2.2 Jumlah dan Perkiraan Produksi Fly Ash dan Bottom Ash oleh PLTU di Indonesia (..., 2009) Tahun Kapasitas Konsumsi Produksi Produksi Jumlah Listrik Batubara Bottom Ash Fly Ash Debu (Ash) PLTU (juta ton) (juta ton) (juta ton) (juta ton) (MW) 1996 2,66 7,3 0,04 0,25 0,29 2000 10,155 27,7 0,25 1,41 1,66 2006 12,22 33,3 0,30 1,70 2,00 2009 19,99 54,5 0,49 2,78 3,27 Menurut Pratama dan Putranto (2007), Debu Terbang Batubara (Fly Ash) yang dihasilkan oleh pembakaran batubara di PLTU terdiri dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batubara Bituminous lebih kecil dari 0,075 mm. Kerapatan abu terbang berkisar antara 2100 3000 kg/m 3 dan luas area spesifik (diukur berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine) antara 170 1000 m 2 /kg. Jumlah Fly Ash dan Bottom Ash yang diproduksi oleh PLTU di Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.2. 2.2 KULIT KERANG Kerang merupakan nama sekumpulan moluska dwicangkerang daripada family cardiidae yang merupakan salah satu komoditi perikanan yang telah lama dibudidayakan sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat pesisir. Teknik budidayanya mudah dikerjakan, tidak memerlukan modal besar dan dapat dipanen setelah berumur 6 7 bulan. Hasil panen kerang per hektar per tahun dapat mencapai 200 300 ton kerang utuh atau sekitar 60 100 ton daging kerang (porsepwandi, 1998).

Ada dua jenis kerang yang sangat dikenal yaitu kerang dagu dan kerang bulu. Perbedaan nyata dari kedua jenis ini adalah dari lapisan kulitnya. Pada jenis kerang bulu lapisan terluar kulitnya masih terdapat rambut, bentuk kulitnya licin. Sedangkan pada kerang dagu kulitnya berjalur-jalur. Banyaknya jalur ini sesuai dengan lama kerang tersebut hidup (Humaidi dan Efendi, 1997). Kulit kerang berbentuk seperti hati, bersimetri dan mempunyai tetulang di luar. Kekerasan kulit kerang tidak bergantung dari usia kerang tersebut, artinya kerang yang masih muda maupun yang sudah tua mempunyai kekerasan yang sama. Dari hasil pola difraksi sinar X diketahui bahwa kulit kerang pada suhu di bawah 500 0 C tersusun atas Kalsium Karbonat (CaCO 3 ) pada phase aragonite dengan struktur kristal orthorombik. Sedang pada suhu di atas 500 0 C berubah menjadi phase calcite dengan struktur Kristal hexagonal (Humaidi dan Efendi, 1997). Tabel 2.3 Komposisi Kimia Serbuk Kulit Kerang (Maryam, 2006) No Komponen Kadar (% berat) 1 CaO 66,70 2 SiO 2 7,88 3 Fe 2 O 3 0,03 4 MgO 22,28 5 Al 2 O 3 1,25 Serbuk kulit kerang merupakan serbuk yang dihasilkan dari pembakaran kulit kerang yang dihaluskan, serbuk ini dapat digunakan sebagai bahan campuran atau tambahan pada pembuatan beton. Penambahan serbuk kulit kerang yang homogen akan menjadikan campuran beton yang lebih reaktif. Serbuk kulit kerang mengandung senyawa kimia yang bersifat pozzolan, yaitu mengandung zat kapur (CaO), alumina dan senyawa silika sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku beton alternatif (Siregar, 2009). Komposisi kimia Serbuk Kulit

Kerang dapat dilihat pada Tabel 2.3, dan gambar dari Kulit Kerang Bulu dapat dilihat pada gambar 2.2 Gambar 2.2 Kulit Kerang 2.3. BATU APUNG (PUMICE) Batu apung (Pumice) adalah salah satu jenis agregat yang berasal dari alam, biasanya berasal dari muntahan lahar panas gunung berapi. Kemudian dilanjutkan proses pendinginan secara alami dan terendapkan dalam lapisan tanah selama bertahun-tahun (Muljadi et al, 2008). Batu apung memiliki struktur multi rongga sehingga memiliki densitas sangat kecil (< 1 gr/cm 3 ). Sifat-sifat yang dimiliki oleh batu apung antara lain: densitas 0,98 gr/cm 3, daya serap air 21 %, dan kuat tekan 30 MPa (Cavaleri et al, 2003 dan Gaggino, 2006).

Batu apung dapat digunakan sebagai bahan baku utama untuk pembuatan beton ringan, karena mempunyai sifat antara lain: porositas tinggi, densitas rendah, isolasi termal tinggi, dan tahan terhadap bencana seperti gempa. Tabel 2.4 Komposisi Kimia Batu Apung (Gaggino, 2006) No Komposisi % Berat 1 SiO 2 59 2 Al 2 O 3 16,60 3 Fe 2 O 3 4,80 4 CaO 1,80 5 Na 2 O 5,20 6 K 2 O 5,40 7 MgO 1,80 8 LOI 1,60 Foto bentuk dari batu apung diperlihatkan pada gambar 2.3 (Sumber;http://images.google.co.id/images?hl=jw&cr=countryID&um=1&q=batu +apung&sa=n&start=18&ndsp=18). Bentuk dan ukuran fisik dari batu apung yang terdapat di sungai sangat beragam, demikian pula banyaknya pori, distribusi pori dan massa jenisnya. (a) (b) Gambar 2.3 Batu Apung (Pumice). (a) Tumpukan Batu Apung (Pumice). (b) Permukaan Batu Apung (Pumice).

2.4 BATAKO Batako adalah semacam batu cetak yang terbuat dari campuran tras, kapur, dan air atau dapat dibuat dengan campuran semen, kapur, pasir dan ditambah air yang dalam keadaan pollen (lekat) dicetak menjadi balok-balok dengan ukuran tertentu. Batako merupakan komponen non struktural yang disusun dari semen, pasir dan air. Menurut PUBI Pasal 6, Batako adalah bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi lembab (Departemen Pekerjaan Umum, 1982). Batako dapat disusun 5 kali lebih cepat dan cukup kuat untuk semua penggunaan yang biasanya menggunakan batu bata (Eliatun, 2008). Dinding yang dibuat dari batako mempunyai keunggulan dalam hal meredam panas dan suara. Semakin banyak produksi beton semakin ramah lingkungan dari pada produksi bata tanah liat karena tidak harus dibakar.(müller et al, 2006 ). Batako terdiri dari dua jenis, yaitu batako jenis berlubang (hallow) dan batako yang padat (solid). Diketahui bahwa batako yang jenis solid lebih padat dan mempunyai kekuatan yang lebih baik. Batako berlubang mempunyai luas penampang lubang dan isi lubang masing-masing tidak melebihi 5 % dari seluruh luas permukaannya. (a) Gambar 2.4 Bentuk Batako. (a) Batako Berlubang (Hallow) (b) Batako Padat (Solid) (b)

Persyaratan batako menurut PUBI (1982) Pasal 6 antara lain adalah Permukaan batako harus mulus, berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan harus sudah kering, berukuran panjang ± 400 mm, lebar ± 200 mm, dan tebal 100 200 mm, kadar air 25 35 % dari berat, dengan kuat tekan antara 2 7 N/mm 2 (Wijarnako, 2008). Batako juga merupakan bentukan dari mortar ataupun beton, umumnya mortar merupakan campuran dari semen, pasir dan air yang dapat merekatkan dalam campuran beton. 2.5 SEMEN Semen yang beredar di pasaran harus memenuhi standar tertentu untuk menjamin konsistensi mutu dan kualifikasi produk. SNI merupakan standar yang wajib dijadikan acuan untuk semen yang dipasarkan di seluruh wilayah Indonesia. Jenis semen yang beredar di pasaran meliputi semen Portland Putih, semen Portland mengacu pada SNI 15-2049-2004, semen Portland Komposit mengacu pada SNI 15-7064-2004 dan semen Portland Pozolan mengacu pada SNI 15-0302-2004. Menurut Hidayat (2009), bahwa Berdasarkan ASTM C 150 yang dikeluarkan sejak 1940, semen dibagi menjadi lima tipe, yaitu : 1. Jenis I, yaitu semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus. 2. Jenis II, yaitu semen Portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang. 3. Jenis III, semen porland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi. 4. Jenis IV, semen porland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi rendah. 5. Jenis V. Semen porland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat. Semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu :

1. Semen non-hidrolik, tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air akan tetapi dapat mengikat dan mengeras di udara. Contoh : kapur tohor, aspal, gypsum. 2. Semen hidrolik, mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh: Semen Portland, semen Terak, semen alam. (Surdia dan Saito, 1985) Semen yang digunakan untuk campuran beton ini adalah semen Portland yang merupakan campuran Silikat Kalsium dan Almunium Kalsium yang dapat berhidrasi bila terdapat air (semen tidak mengeras karena pengeringan tetapi oleh reaksi hidrasi kimia yang melepaskan panas). Reaksi hidrasi kimia : Aluminium Kalsium : Ca 3 Al 2 O 6 + 6H 2 O Ca 3 Al 2 (OH) 12 Silikat Kalsium : Ca 2 SiO 4 + x H 2 O Ca 2 SiO 4. x H 2 O (Singer dan Pytel, 1985). 2.6 AGREGAT Agregat adalah bahan pengisi yang berfungsi sebagai penguat. Biasanya, Agregat berkisar 60 % sampai 80 % total volume beton (Thornton, 1985). Agregat merupakan bahan yang bersifat kaku dan memiliki stabilitas volume dan durabilitas yang baik daripada semen. Untuk menghasilkan beton yang baik, agregat halus maupun agregat kasar harus memiliki gradasi atau komposisi ukuran yang proporsional. Selain itu, tekstur permukaan agregat yang kasar akan menghasilkan kuat lekat yang lebih baik bila berinteraksi dengan pasta semen. Permukaan agregat harus bersih dan bebas dari lumpur dan tanah liat, serta tidak mengandung bahan yang bersifat organik maupun non organik yang dapat menyebabkan terjadinya pelapukan beton. Selain itu pasir juga berpengaruh terhadap sifat tahan susut dan keretakan pada produk bahan bangunan campuran semen (Van Vlack, 1985).

Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4,80 mm (4,75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4,80 mm (4,74 mm). Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4,80 mm dibagi lagi menjadi dua : yang berdiameter antara 4,80 40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar. (Mulyono, 2005). 2.7 AIR Air sebagai bahan pencampur semen berperan sebagai bahan perekat. Peranan air sebagai bahan perekat terjadi melalui reaksi hidrasi, yaitu semen, debu terbang batubara (fly ash), kulit kerang, dan air akan membentuk pasta semen dan mengikat fragmen-fragmen agregat. Kekuatan beton sangat dipengaruhi oleh perbandingan jumlah air terhadap semen, faktor air semen (FAS) atau (w/c = ratio). Secara teori, reaksi hidrasi yang sempurna akan terjadi bila w/c = 0,4, artinya secara ideal semen akan habis bereaksi dengan air pada perbandingan tersebut (Hidayat, 2009). Nilai FAS untuk campuran beton secara umum antara 0,25 0,65 (Mulyono, 2005). Kontaminan yang terkandung dalam air dalam jumlah yang melebihi batas dapat menyebabkan reaksi hidrasi antara semen dan air tidak sempurna. Kadar kontaminan ion Sulfat melebihi batas, dapat mengakibatkan deteriosasi beton (kerusakan beton), sedangkan ion klorida akan mengakibatkan korosi pada beton bertulang pada beton dalam kurun waktu tertentu. 2.8 KARAKTERISTIK BATAKO 2.8.1. Sifat Fisis 2.8.1.1 Densitas Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi densitas (massa jenis) suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Densitas rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi total volumenya. Sebuah benda yang memiliki densitas lebih tinggi akan memiliki

volume yang lebih rendah dari pada benda bermassa sama yang memiliki densitas lebih rendah. Air memiliki densitas yang dipandang sebagai referensi nilai pada kondisi standar suhu 4 0 C tekanan 1 atmosfer secara internasional massa jenis air 1 gr/cm 3. Perhigungan densitas menggunakan persamaan : m ρ = V... (2.1) dimana: ρ = densitas benda (g/cm 3 ) m = massa benda ( g) V = volume benda (cm 3 ) 2.8.1.2 Penyerapan Air Besar kecilnya penyerapan air oleh beton sangat dipengaruhi oleh pori atau rongga yang terdapat pada beton. Semakin banyak pori-pori yang terkandung dalam beton maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan berkurang. Rongga (pori) yang terdapat pada beton terjadi karena kurang tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunnya. Pengaruh rasio yang terlalu besar dapat menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak bereaksi dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga (Bishop dan Smallman, 1991). Penyerapan air dirumuskan sebagai berikut : Massa Sampel Jenuh Massa Sampel Kering Penyerapan air = 100% Massa Sampel Kering.... (2.2) 2.8.2 Sifat Mekanik 2.8.2.1 Kuat Tekan (Compressive Strength) Standar yang digunakan pada pengujian ini adalah ASTM C 270-04 dan ASTM C 780. Alat yang digunakan pada tes uji tekan mortar adalah Hydraulic

Compresive Strength Machine tipe MAC-200. Pembebanan diberikan sampai benda uji runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja. Beban maksimum dicatat sebagai F max. Kuat tekan (compressive strength) batako merupakan perbandingan besarnya beban maksimum yang dapat ditahan bahan dengan luas penampang bahan yang mengalami gaya tersebut. Secara matematis besarnya kuat tekan suatu bahan (Surdia dan Saito,1985): dimana: P = Kuat tekan (N/m 2 ) F = Gaya maksimum (N) A = Luas permukaan (m 2 ) P = F A max... (2.3) Tekanan adalah suatu kuantitas scalar. Satuan dalam Sistem Internasional (SI) dari tekanan adalah Pascal yang sering disingkat Pa, 1 Pa = 1 Newton/meter 2. 2.8.2.2 Kekuatan Patah (Bending Strength) Kekuatan patah sering disebut Modulus of Rapture (MOR) yang menyatakan ukuran ketahanan bahan terhadap tekanan mekanis dan tekanan panas (thermal stress). Pengukuran kekuatan patah sampel digunakan dengan metode titik tumpu (triple point bending), nilai kekuatan patah dapat ditentukan dengan standar ASTM C.733-79. Persamaan kekuatan patah (Bending Strength) suatu bahan dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : 3P. L Kekuatan patah =... (2.4) 2 2b. h

P h L b Gambar. 2.5 Contoh Benda Uji Bending Strength dimana: P = Gaya tekan (kgf) L = Jarak dua penumpu (cm) b & h = dimensi sampel (lebar dan tinggi) (cm) 2.8.2.3 Kuat Impak (Impact Strength) Material mungkin mempunyai kekuatan tarik tinggi tetapi tidak tahan terhadap beban kejut. Untuk menentukannya diperlukan uji ketahanan impak. Ketahanan impak biasanya diukur dengan uji impak liot atau charpy terhadap benda uji bertakik atau tanpa takik. Pada pengujian ini beban diayunkan dari ketinggian tertentu dan mengenai benda uji, kemudian diukur energy disipasi pada patahan. Pengujian ini bermanfaat untuk memperlihatkan penurunan keuletan dan kekuatan impak material. Ketangguhan patahan (KC) suatu paduan dianggap lebih tepat dan lebih penting, karena berbagai paduan mengandung retak halus yang mulai merambat apabila menerima beban kritis tertentu. KC mendefinisikan kombinasi kritis antara tegangan dan panjang retak (Bishop dan Smallman, 1991). Perhitungan nilai impak dilakukan dengan menghitung nilai Charpy, yaitu : AK KC =... (2.5) S 0

Benda Uji Gambar. 2.6 Contoh Benda Uji Impak dengan: KC = nilai impak Charpy (kg f/cm 2 ) AK = harga impak takik (kg f) S 0 = luas semula di bawah takik dari batang benda uji (cm 2 ) 2.8.3 Syarat Mutu Batako Syarat mutu batako yang dikeluarkan PUBI pada tahun 1982 dapat dilihat pada Tabel 2.5. Berdasarkan SNI 03-0349-1989 bahwa syarat fisis batako terlihat pada table 2.6. Tabel 2.5 Persyaratan Fisik Batako PUBI Kekuatan Tekan Bruto Minimum*) Penyerapan Batako (Kgf/cm²) Maksimum Mutu Rata-rata dari benda uji Masing-masing benda uji (% Berat) A1 20 17 - A2 35 30 - B1 50 45 35 B2 70 65 25 Sumber:Departemen Pekerjaan Umum (1982), PUBI : 27 Batako mutu A1 adalah batako yang digunakan hanya untuk konstruksi yang tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang selalu terlindung dari cuaca luar. Batako mutu A2 adalah batako yang digunakan hanya untuk hal hal seperti tersebut dalam jenis A1, hanya saja permukaan dinding/konstruksi dari

batako tersebut boleh tidak diplester. Batako dengan mutu B1 adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang memikul beban, tetapi penggunaannya hanya untuk konstruksi yang terlindung dari cuaca luar (untuk konstruksi di bawah atap). Batako dengan mutu B2 adalah batako untuk konstruksi yang memikul beban dan dapat digunakan pula untuk yang tidak terlindung. Tabel 2.6 Persyaratan Fisis Batako SNI Syarat Fisis Satuan Tingkat Mutu Bata Beton Pejal Tingkat Mutu Bata Beton Berlobang I II III IV I II III IV Kuat Tekan Bruto*) Rata Rata kg/cm 2 100 70 40 25 70 50 35 20 Minimum Kuat Tekan Bruto*) Masing Masing kg/cm 2 90 65 35 21 65 45 30 17 Benda Uji Penyerapan Air Rata Rata Maksimum % 25 35 - - 25 35 - - Sumber: Badan Standardisasi Nasional 1989