A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Otonomi Daerah di Pemerintahan Indonesia, sehingga setiap

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Keadaan Ekonomi Daerah. Tabel 1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD. Realisasi Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sejak adanya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi akan perwujudan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya tuntutan berbagai pihak terhadap wujud peningkatan kinerja,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance). Untuk mewujudkan tata. kelola tersebut perlunya sistem pengelolaan keuangan yang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

AKUNTABILITAS PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. komitmen Pemerintah Pusat dalam perbaikan pelaksanaan transparansi dan

SPIP adalah sistem pengendalian intern diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

IMPLEMENTASI SPIP BALITBANG KEMENTERIAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Visi Universitas XY pada tahun 2025 adalah menjadi. kecendekiaan. Salah satu misi untuk mewujudkan visi tersebut adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah menuntut pemerintah harus memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang sistem pengendalian internal pemerintahan (SPIP) mendapat

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB1 PENDAHULUAN. Salah satu agenda reformasi adalah desentralisasi keuangan dan. otonomi daerah sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang (UU) No.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan prinsip good governance. Serangkaian regulasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini memuat tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut seiring dengan fenomena yang terjadi dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

AKUNTABILITAS PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tamba

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN INTERNAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia namun juga di negara-negara lain (Indra Bastian, 2010:5).

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dengan seringnya pergantian penguasa di negara ini telah memicu

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah atau disingkat menjadi SPIP

2012, No.51 2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Peme

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dalam perwujudan good government governance di Indonesia

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. SPIP. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Supriyanto dan Suparjo (2008) mengungkapkan :

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Pola-pola lama

BAB I PENDAHULUAN. pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang ditandai dengan munculnya era New Public Management

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

INTEGRASI SPIP DAN QMS ISO 9001:2015 SEBAGAI KUNCI KEBERHASILAN PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI BADAN POM DALAM RANGKA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI ATAS LAPORAN KEUANGAN TAHUN 2016 KEMENRISTEKDIKTI

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Penyelenggaraan organisasi pemerintahan haruslah selaras dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan negara diawali dengan bergulirnya Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan yang baik (good governance), yaitu pemerintahan yang dapat

PENGELOLAAN PEMBANGUNAN DAN ASET HASIL PEMBANGUNAN UNTUK PENCAPAIAN OPINI YANG LEBIH BAIK

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah (APIP) yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya. Optimalisasi serta peningkatan efektivitas dan efisiensi di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (BPK RI, 2010). Tabel 1.1 Daftar Opini Audit BPK atas LKPD Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

BAB I PENDAHULUAN. prinsip- prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan Sub Sektor Peternakan di Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik atau yang biasa disebut Good Government

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu wujud keberhasilan pemerintah adalah dengan mewujudkan

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. Good Governance Government adalah pemerintahan yang paling. diimpikan oleh seluruh masyarakat Indonesia, dimana pemerintahannya

GAMBARAN UMUM TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. melalui laporan keuangan pemerintah daerah yang digunakan sebagai dasar

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

SATUAN PEMERIKSAAN INTERN PADA BADAN LAYANAN UMUM. Muhadi Prabowo Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

TENTANG TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Barat

PERANAN APIP DALAM PELAKSANAAN SPIP

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (RPJMN) tahun , program reformasi birokrasi dan tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. transparan dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun tentang Keuangan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

BAB I PENDAHULUAN. (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) berupa Laporan Keuangan. Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi bidang keuangan negara di Indonesia ditandai dengan pemerintah menerbitkan paket tiga undang-undang bidang keuangan negara yaitu Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara (Bisri, 2013). Ketiga undang-undang tersebut telah memberikan landasan yang kokoh dalam pengelolaan keuangan negara serta diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara dalam rangka mewujudkan good governance dalam penyelenggaraan negara. Pasal 58 UU nomor 1 tahun 2004 menegaskan bahwa: Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, presiden selaku kepala pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh Menindaklanjuti dan melaksanakan ketentuan UU nomor 1 tahun 2004, terutama pasal terutama pasal 58 tersebut, maka lahirlah Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Sistem pengendalian internal (SPI) dalam peraturan pemerintah ini dilandasi pada pemikiran bahwa sistem pengendalian internal melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak. Dalam penerapannya, SPI ini harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi instansi pemerintah tersebut. Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan (PP 60/2008). Artinya, sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP) wajib diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat

2 dan pemerintah daerah tanpa terkecuali. Dengan pengendalian internal, maka diharapkan penyelenggaraan kegiatan pada instansi pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, dapat berjalan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif. Dalam PP 60 tahun 2008 dijelaskan SPIP bertujuan untuk (1) memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, (2) keandalan pelaporan keuangan, (3) pengamanan aset negara, dan (4) ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Selain untuk menjalankan ketentuan perundang-undangan yang mewajibkan penerapan SPIP di instansi pemerintah, keberadaan SPIP ini berkaitan erat dengan kualitas penyelenggaraan keuangan suatu kementerian/lembaga dan pemerintahaan daerah, yang salah satu indikatornya adalah opini atas laporan keuangan yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Opini wajar tanpa pengecualian (WTP) merupakan basic requirement untuk mewujudkan good public governance (Mardiasmo, 2010). Good governance inilah yang menjadi tujuan akhir dari penerapan SPIP. Salah satu faktor yang menentukan pemberian opini oleh BPK atas laporan keuangan instansi pemerintah adalah kondisi sistem pengendalian internal di instansi. Nilai materialitas temuan pada audit bukan satu-satunya dasar pertimbangan pemeriksa dalam menentukan opini pemeriksaan. Pemeriksa juga harus mempertimbangkan temuan sistem pengendalian internal dan kepatuhan yang berdampak material terhadap laporan keuangan dan berpengaruh terhadap pemberian opini (BPK, 2013). Artinya, jika instansi pemerintah ingin memperoleh opini WTP atas laporan keuangannya, maka instansi tersebut harus mampu mewujudkan sistem pengendalian internal yang efektif dalam penyelenggaraan setiap aktivitasnya. Jika ingin memperbaiki pengelolaan keuangan instansi, maka pemerintah harus memperbaiki terlebih dahulu pondasi pengelolaan keuangannya yaitu SPIP. Dalam pemeriksaan oleh BPK, dilakukan pengujian terlebih dahulu atas pengendalian internal untuk menentukan scope pemeriksaan dan sebagai penentu pemberian opini atas penyajian laporan keuangan (Simanjuntak, 2012).

3 Pengaruh penerapan SPIP pada instansi pemerintah terhadap opini BPK atas laporan keuangannya telah dibuktikan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Sudiarianti et al. (2015) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penerapan SPIP berpengaruh positif pada kualitas laporan keuangan pemerintah kabupaten Tabanan. Semakin tinggi penerapan SPIP dilaksanakan, maka kualitas laporan keuangan yang dihasilkan pemerintah daerah cenderung semakin baik. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa temuan kelemahan sistem pengendalian internal dan temuan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan berpengaruh negatif terhadap opini audit (Winanti, 2014, dalam Sari et al., 2015). Dalam penerapan SPIP yang efektif, banyak kendala dan hambatan yang dihadapi oleh instansi pemerintah. Rahmi (2014) dalam Rizaldi dan Yurniwati (2015) menemukan bahwa ketidakefektifan penyelenggaraan SPIP di Kopertis Wilayah X terjadi karena beberapa kendala: a) pimpinan instansi belum menyadari sepenuhnya pentingnya pengendalian internal, b) kurangnya pemahaman pegawai tentang SPIP, c) adanya sikap apatis dari beberapa pegawai dalam penerapan SPI, d) adanya kesalahan-kesalahan yang dilakukan pegawai, e) keputusan dilakukan oleh manusia yang sering berada di bawah tekanan dengan keterbatasan waktu dan informasi sehingga terjadi pengambilan keputusan yang tidak tepat dan pegawai tidak memahami instruksi yang diberikan, f) pimpinan dan manajemen tingkat atas dengan kewenangannya bisa mengabaikan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan, g) belum disusun dan ditetapkannya aturan perilaku di Kopertis Wilayah X, h) belum ditegakkannya komitmen untuk menegakkan aturan dan disiplin atas pelanggaran, i) kurangnya komitmen untuk penempatan pegawai sesuai dengan kompetensinya, j) pimpinan belum sepenuhnya memahami tugas APIP sebagai early warning terhadap efektivitas penyelenggaraan SPIP, dan k) belum berfungsinya secara efektif APIP dalam melakukan tugas pengendalian di Kopertis Wilayah X. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Wati (2016) menemukan hambatan dalam penyelenggaraan SPIP khususnya pada unsur lingkungan pengendalian di kabupaten Sijunjung adalah keterbatasan biaya dalam melaksanakan kegiatan sosialisasi SPIP dan dalam pelaksanaan SPIP serta sumber daya manusia yang masih kurang.

4 Penelitian lain dilakukan oleh Yurniwati dan Rizaldi (2015) memfokuskan pada salah satu dari lima unsur SPIP yaitu lingkungan pengendalian di pemerintah kota Padang Panjang. Pengujian unsur lingkungan pengendalian pada penelitian ini menggunakan tujuh subunsur sebagai ukurannya, yaitu kerangka kerja pengendalian internal COSO yang telah dimodifikasi oleh BPKP. Hasil penelitian menunjukan kondisi lingkungan pengendalian di kota Padang Panjang berada pada zona kuning (skor rata-rata 2,21-3,10). Artinya, lingkungan pengendalian di kota Padang Panjang berada pada kondisi pertengahan. Masih perlu dilakukan perbaikan terhadap kelemahan dan kekurangan yang mengganggu terciptanya lingkungan pengendalian yang sehat di kota Padang Panjang. Kelemahan lingkungan pengendalian di kota Padang Panjang yang paling dominan terlihat pada kepemimpinan dan kebijakan mutasi pegawai. Dari tujuh subunsur yang diteliti, subunsur yang paling berpengaruh dalam membangun lingkungan pengendalian yang positif dan kondusif guna terselenggaranya SPIP adalah subunsur penegakan integritas (40%) dan nilai etika serta kepemimpinan yang kondusif (32%). Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyelenggarakan SPIP sejak tahun 2012 dengan dikeluarkannya peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 17 tahun 2012 tanggal 14 November 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Sekretariat Jenderal KPU, Sekretariat KPU Provinsi, dan Sekretariat KPU Kabupaten/Kota. Sebagai tindak lanjut dari PKPU nomor 17 ini terutama pasal 4 ayat (4), maka pada tahun 2014 dikeluarkan keputusan Komisi Pemilihan Umum nomor 443/Kpts/KPU/TAHUN 2014 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Penyelenggaraan Sistem Pengendalian intern Pemerintah di Lingkungan Komisi Pemilihan Umum. KPU dalam penyelenggaraan SPIP berpedoman pada pedoman teknis penyelenggaraan SPIP yang telah ditetapkan oleh Kepala BPKP sebagai lembaga pembina penyelenggaraan SPIP, sementara untuk pengawasan internal terhadap SPIP dilakukan oleh Inspektorat Jenderal KPU. Pengawasan terhadap SPIP yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal KPU dilakukan melalui audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya.

5 Dalam 10 tahun terakhir sejak tahun 2006, KPU RI belum pernah mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK. Tahun 2006 s/d 2009 KPU memperoleh opini disclaimer, dan tahun 2010 s/d 2015 memperoleh opini wajar dengan pengecualian (WDP). Faktor-faktor yang menyebabkan KPU memperoleh opini WDP adalah masalah pengelolaan aset/ barang milik negara (BMN) dan kelemahan dalam pelaksanaan SPIP. Kedua hal ini saling berkaitan, karena salah satu tujuan dari SPIP adalah pengamanan aset negara. Proses pengamanan aset yang tidak dilaksanakan dengan baik, dapat dilihat dari pertama, setiap tahun selalu menjadi temuan BPK masalah kotak dan bilik suara pemilu, baik itu dalam penatausahaan maupun penyimpanannya. Setelah penyelenggaraan pemilu, kotak dan bilik suara ini cenderung terabaikan sehingga seringkali hilang atau diambil pihak yang tidak bertanggung jawab. Kedua penguasaan aset oleh mantan pejabat di KPU. Peristiwa ini terjadi ketika beberapa anggota KPU yang masa jabatannya sudah habis, tidak mengembalikan aset yang dikuasainya selama menjabat. Berdasarkan pengamatan peneliti, hal ini bisa terjadi karena kurangnya pengawasan dari pejabat berwenang dan menjadi indikator bahwa penerapan SPIP di KPU belum berjalan dengan baik. KPU Provinsi Sumatera Barat dan 19 KPU kabupaten/kota di Sumatera Barat sebagai bagian dari KPU RI mempunyai tanggung jawab atas opini BPK tersebut. Pada tahun 2014, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) atas pelaksanaan anggaran pemilu legislatif dan presiden di KPU Sumatera Barat (KPU Provinsi, KPU kabupaten Pesisir Selatan, dan KPU kota Padang Panjang). Hasilnya, yang dimuat dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) salah satunya menjelaskan bahwa pengendalian internal atas pengelolaan keuangan terkait pelaksanaan anggaran pemilu yang diselenggarakan oleh KPU belum efektif dalam mendeteksi terjadinya ketidakpatuhan atas peraturan perundang-undangan. Berdasarkan fenomena dan latar belakang yang diuraikan di atas, serta karena belum adanya penelitian tentang SPIP yang dilakukan di KPU, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Evaluasi Penyelenggaraan Sistem Pengendalian internal Pemerintah (SPIP) pada Komisi Pemilihan Umum di Sumatera Barat.

6 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penyelenggaraan sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP) pada KPU di Sumatera Barat? 2. Apa saja hambatan yang dihadapi oleh KPU di Sumatera Barat dalam penyelenggaraan sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP)? 3. Apa saja upaya yang telah dan perlu dilakukan oleh pengambil kebijakan pada KPU di Sumatera Barat agar penyelenggaraan sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP) berjalan dengan baik? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan mengevaluasi penyelenggaraan kelima unsur sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP) pada KPU di Sumatera Barat. 2. Untuk mengetahui dan memahami hambatan yang dihadapi oleh KPU di Sumatera Barat dalam penyelenggaraan sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP). 3. Untuk mengetahui dan memahami upaya yang telah dan perlu dilakukan oleh pengambil kebijakan pada KPU di Sumatera Barat agar penyelenggaraan sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP) berjalan dengan baik. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi KPU, penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui evaluasi penyelenggaraan sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP) pada KPU di Sumatera Barat.

7 2. Bagi peneliti berikutnya, penelitian ini bermanfaat untuk dijadikan referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya khususnya tentang penerapan sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP). 3. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah ilmu dan wawasan tentang sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP) serta untuk menyelesaikan pendidikan pada jurusan Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Andalas.