PEMERINTAH KABUPATEN SELUMA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI DAIRI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG POKOK- POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun Nomor 8

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

- 1 - BUPATI KUTAI TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA SORONG PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG POKOK- POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BUPATI BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN ANGGARAN 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 4 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PEMERINTAH KOTA PADANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 10 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 10 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BUPATI SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN TAHUN 2011 NOMOR 45 TAHUN 2011 SERI D NOMOR 15

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK,

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG POKOK - POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKALIS

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BUPATI KAUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATAALA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 2 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG POKOK - POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

QANUN KABUPATEN PIDIE JAYA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN PIDIE JAYA

QANUN KABUPATEN PIDIE JAYA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN PIDIE JAYA

TAHUN : 2006 NOMOR : 07

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

Bupati Garut P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 382 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN GARUT

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEBO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEBO,

BUPATI BOMBANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG POKOK- POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NO. 11 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR : 39 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO SERI C

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2013

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH JAYA NOMOR 9 TAHUN 2009 SERI D NOMOR 2

PEMERINTAH KABUPATEN TEBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEBO NOMOR 01 TAHUN 2007 TENTANG

Menimbang: Mengingat:

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR : 07 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR

Transkripsi:

PEMERINTAH KABUPATEN SELUMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELUMA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SELUMA, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan pemerintahan yang baik dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat, pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib, efektif, efisien, akuntabel, transparan dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan dan taat pada peraturan perundang-undangan; b. bahwa berdasarkan Pasal 151 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan peraturan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah Tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Seluma dan Kabupaten Kaur di Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4266); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4484); 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SELUMA dan BUPATI SELUMA MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH SELUMA TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Seluma. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah. 2

3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Kepala daerah adalah Bupati Seluma. 5. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. 6. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggung jawaban dan pengawasan keuangan daerah. 7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. 8. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah selaku pengguna anggaran/ pengguna barang. 9. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SKPKD adalah badan/dinas/biro keuangan/bagian keuangan pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/ pengguna barang, yang juga melaksanakan pengelolaan keuangan daerah. 10. Pemegang kekuasaan Pengelola Keuangan Daerah adalah kepala daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah. 11. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang selanjutnya disebut dengan kepala SKPKD/ kepala badan/ dinas/ biro keuangan/ bagian keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah. 12. Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai bendahara umum daerah. 13. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya. 14. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik daerah. 15. Kuasa Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat Kuasa BUD adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas BUD. 16. Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi SKPD. 17. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD yang selanjutnya disingkat PPK-SKPD adalah pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD. 3

18. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya. 19. Bendahara Penerimaan adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD. 20. Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD. 21. Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari atas satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. 22. Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/ pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. 23. Unit kerja adalah bagian dari SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa program. 24. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun. 25. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah, selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun. 26. Tim Anggaran Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat TAPD adalah tim yang dibentuk dengan keputusan kepala daerah dan dipimpin oleh sekretaris daerah yang mempunyai tugas menyiapkan serta melaksanakan kebijakan kepala daerah dalam rangka penyusunan APBD yang anggotanya terdiri dari pejabat perencana daerah, PPKD dan pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan. 27. Kebijakan Umum APBD yang selanjutnya disingkat KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun. 28. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat PPAS adalah rancangan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD sebelum disepakati dengan DPRD. 29. Rencana Kerja dan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat RKA-SKPD adalah Dokumen Perencanaan dan Penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD. 30. Rencana Kerja dan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat RKA-PPKD adalah rencana kerja dan anggaran badan/ dinas/ biro keuangan/ bagian keuangan selaku Bendahara Umum Daerah. 31. Kerangka pengeluaran jangka menengah adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan 4

keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya biaya akibat keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju. 32. Prakiraan Maju (forward estimate) adalah perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya. 33. Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan anggaran dengan kuantitas dan kwalitas yang terukur. 34. Penganggaran terpadu (unified budgeting) adalah penyusunan rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana. 35. Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional. 36. Urusan Pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk mengukur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memperdayakan, dan mensejaterahkan masyarakat. 37. Program adalah penjabaran kebijakan SKPD dalam bentuk upaya yang berisi satu atau lebih kegiatan dengan menggunakan sumberdaya yang disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai dengan misi SKPD. 38. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih unit kerja pada SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumberdaya baik yang berupa personil (sumberdaya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumberdaya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan pengeluaran (output) dalam bentuk barang/jasa. 39. Sasaran (target) adalah hasil yang diharapkan dari suatu program atau keluaran yang diharapkan dari suatu kegiatan. 40. Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kegiatan. 41. Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan-kegiatan dalam suatu program. 42. Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Kepala Daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran daerah. 43. Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Kepala Daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan digunakan 5

untuk membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan. 44. Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. 45. Pengeluaran Daerah adalah uang yang dikeluarkan dari kas daerah 46. Pendapatan Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. 47. Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. 48. Surplus Anggaran Daerah adalah selisih lebih antara pendapatan daerah dan belanja daerah. 49. Defisit adalah selisih kurang antara pendapatan daerah dan belanja daerah. 50. Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya. 51. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disngkat SILPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. 52. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali. 53. Piutang Daerah adalah jumlah yang wajib dibayar kepada pemerintah daerah dan/atau hak pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan atau akibat lainnya yang sah. 54. Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah daerah dan/atau kewajiban pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundangundangan, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah. 55. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan guna mendanai kegiatan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. 56. Investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis seperti bunga, defiden, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. 57. Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat DPA-SKPD adalah Dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan Pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran. 58. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat DPA-PPKD adalah dokumen pelaksanaan anggaran badan/ dinas/ biro keuangan/ bagian keuangan selaku Bendahara Umum Daerah. 59. Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran SKPD adalah yang selanjutnya disingkat DPPA-SKPD adalah dokumen yang memuat perubahan pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan perubahan anggaran oleh pengguna anggaran. 60. Anggaran Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk 6

mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode. 61. Surat Penyediaan Dana yang selanjutnya disingkat SPD adalah dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan sebagai dasar penerbitan SPP. 62. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan/bendahara pengeluaran untuk mengajukan permintaan pembayaran. 63. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut SPM adalah Dokumen yang digunakan atau diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD. 64. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah dokumen yang digunakan sebagai dasar pencairan dana yang diterbitkan oleh BUD berdasarkan SPM. 65. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 66. Kerugian Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. 67. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah SKPD / unit kerja pada SKPD dilingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Bagian Kedua Maksud dan Tujuan Pasal 2 Pengaturan pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah dimaksudkan untuk memberikan pedoman agar memudahkan dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dan tidak menimbulkan multi tafsir dalam penerapannya. Pasal 3 Pengaturan pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah bertujuan mewujudkan pengelolaan keuangan daerah secara efektif dan efisien melalui tata kelola pemerintahan yang baik yang memiliki pilar utama yaitu mencakup transparansi, akuntabilitas dan partisipatif. Bagian Ketiga Ruang Lingkup Pasal 4 Ruang Lingkup Keuangan Daerah Meliputi: a. Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman; b. kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga; 7

c. penerimaan daerah; d. pengeluaran daerah; e. kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piuang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah; dan f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum. Pasal 5 Pengelolaan Keuangan Daerah yang diatur dalam Peraturan Daerah ini Meliputi: a. Ketentuan umum pengelolaan keuangan daerah; b. kekuasaan pengelolaan keuangan daerah; c. azas umum dan struktur APBD; d. penyusunan rancangan APBD; e. penetapan APBD; f. pelaksanaan APBD; g. laporan realisasi dan perubahan APBD; h. penatausahaan keuangan daerah; i. pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; dan j. pengendalian defisit dan penggunaan surplus APBD; Bagian Keempat Azas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 6 (1) Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat. (2) Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. BAB II KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Bagian Kesatu Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 7 (1) Kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam pemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. (2) Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan: a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD; b. menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah; c. menetapkan kuasa pengguna anggaran/pengguna barang; d. menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran; e. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah; 8

f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah; g. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah; dan h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran. (3) Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada: a. Sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah; b. kepala SKPKD selaku PPKD; dan c. kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/ pengguna barang. (4) Pelimpahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan kepala daerah berdasarkan prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji dan yang menerima atau mengeluarkan uang. Bagian Kedua Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 8 (1) Sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a berkaitan dengan peran dan fungsinya dalam membantu kepala daerah menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah termasuk pengelolaan keuangan daerah. (2) Sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas koordinasi di bidang : a. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan APBD; b. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang daerah; c. penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD; d. penyusunan Raperda APBD, perubahan APBD dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; e. tugas-tugas pejabat perencana daerah, PPKD, dan pejabat pengawas keuangan daerah; dan f. penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. (3) Selain mempunyai tugas koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekretaris daerah mempunyai tugas: a. Memimpin TAPD; b. menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD; c. menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah; d. memberikan persetujuan pengesahan DPA-SKPD/ DPPA- SKPD; dan e. melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaan keuangan daerah lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah. 9

(4) Koordinator pengelolaan keuangan daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada kepala daerah. Bagian Ketiga Pejabat Pengelola Keuangan Daerah Pasal 9 (1) Kepala SKPKD selaku PPKD mempunyai tugas sebagai berikut: a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah; b. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD; c. melaksanakan pemungutan sebagian pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah; d. melaksanakan fungsi BUD; e. menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; dan f. melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah. (2) PPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku BUD berwenang: a. Menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD; b. mengesahkan DPA-SKPD/DPPA-SKPD; c. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD; d. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas daerah; e. melaksanakan pemungutan pajak daerah; f. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh Bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk; g. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD; h. menyimpan uang daerah; i. menetapkan SPD; j. melaksanakan penetapan uang daerah dan mengelola serta menatausahakan investasi; k. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas umum daerah; l. melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah; m. melakukan penagihan piutang daerah; n. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah; o. menyajikan informasi keuangan daerah; dan p. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah. (3) PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku kuasa BUD. (4) PPKD bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Pasal 10 (1) Penunjukan kuasa BUD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah. (2) Kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai tugas: 10

a. menyiapkan anggaran kas; b. menyiapkan SPD; c. menerbitkan SP2D; d. menyiapkan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah; e. melaksanakan Pemungutan Pajak Daerah; f. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang ditunjuk; g. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD; h. menyiapkan uang daerah; i. melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/ menatausahakan investasi daerah; j. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas umum daerah; k. melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah; l. melakukan pengelolaan utang dan piutang darah; dan m. melakukan penagihan piutang daerah. (3) Kuasa BUD bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada BUD. Pasal 11 PPKD dapat melimpahkan kepada pejabat lainnya dilingkungan SKPKD untuk melaksanakan tugas-tugasnya sebagai berikut : a. Menyusun rencana APBD dan rancangan Perubahan APBD; b. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD; c. melaksanakan penagihan piutang daerah; d. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah daerah; e. melaksanakan sistem akutansi dan pelaporan keuangan daerah; f. menyajikan informasi keuangan daerah; dan g. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah. Bagian Keempat Pejabat Pengguna Anggaran / Pengguna Barang Pasal 12 Kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang sebagaimanan dimaksud dalam pasal 7 ayat (3) huruf c mempunyai tugas: a. Menyusun RKA-SKPD; b. menyusun DPA-SKPD; c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja; d. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya; e. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran; f. melaksanakan pungutan penerimaan bukan pajak; g. mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan; h. menandatangani SPM; i. mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya; j. mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya; 11

k. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya; l. mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya; m. melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah; dan n. bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Bagian Kelima Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang Pasal 13 (1) Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dalam melaksanakan tugas-tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala unit kerja pada SKPD selaku kuasa pengguna anggaran/ kuasa pengguna barang. (2) Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana tersebut pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran KPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi, rentang kendali, dan/atau pertimbangan objektif lainnya. (3) Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala daerah atas usul kepala SKPD. (4) Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. Melakukan tindkan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja; b. melaksanakan Anggaran unit kerja yang dipimpinnya; c. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran; d. mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas Anggaran yang telah ditetapkan; e. menandatangani SPM-LS dan SPM-TU; f. mengawasi pelaksanaan anggaran unit kerja yang dipimpinnya; dan g. melaksanakan tugas-tugas kuasa pengguna anggaran lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh pejabat pengguna anggaran. (5) Kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang. Bagian Keenam Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD Pasal 14 (1) Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dan kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang dalam melaksanakan program dan kegiatan menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku PPTK. (2) Penunjukan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran 12

kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. (3) PPTK yang ditunjuk oleh pejabat pengguna anggaran/pengguna barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna anggran/pengguna barang. (4) PPTK yang ditunjuk oleh kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya pada kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang. (5) PPTK mempunyai tugas mencakup: a. Mengendalikan pelaksanaan kegiatan; b. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; dan c. menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan. Bagian Ketujuh Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD Pasal 15 (1) Untuk melaksanakan anggaran yang dimuat dalam DPA-SKPD, kepala SKPD menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai PPK-SKPD. (2) PPK-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas: a. Meneliti kelengkapan SPP-LS pengadaan barang dan jasa yang disampaikan oleh bendahara pengeluaran dan diketahui/ disetujui oleh PPTK; b. meneliti kelengkapan SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU dan SPP- LS gaji dan tunjangan PNS serta penghasilan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang diajukan oleh bendahara pengeluaran; c. melakukan verifikasi SPP; d. menyiapkan SPM; e. melakukan verifikasi harian atas penerimaan; f. melaksanakan akuntansi SKPD; dan g. menyiapkan laporan keuangan SKPD. (3) PPK-SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK. Bagian Kedelapan Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran Pasal 16 (1) Kepala Daerah atas usul PPKD menetapkan bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pada SKPD. (2) Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/ pekerjaan/ penjualan, serta membuka rekening/giro pos atau menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga keuangan lainnya atas nama pribadi. 13

(3) Dalam hal PA melimpahkan sebagian kewenangannya kepada KPA, kepala daerah menetapkan bendahara penerimaan pembantu dan bendahara pengeluaran pembantu pada unit kerja terkait. (4) Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran. BAB III AZAS UMUM DAN STRUKTUR APBD Bagian Kesatu Azas Umum APBD Pasal 17 (1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. (2) Penyusunan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman kepada RKPD dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. (3) APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. (4) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. Pasal 18 (1) Penerimaan daerah terdiri dari pendapatan daerah dan penerimaan pembiayaan daerah. (2) Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. (3) Penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pasal 19 (1) Pengeluaran daerah terdiri dari belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan daerah. (2) Belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum. (3) Pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pasal 20 Dalam penyusunan APBD, penganggaran pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Pasal 21 (1) Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan. 14

(2) Seluruh pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah dianggarkan secara bruto dalam APBD. Pasal 22 APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Bagian Kedua Struktur APBD Pasal 23 (1) Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: a. Pendapatan daerah; b. belanja daerah; dan c. pembiayaan daerah. (2) Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. (3) Belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. (4) Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/untuk pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Bagian Ketiga Pendapatan Daerah Pasal 24 Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a terdiri atas: a. Pendapatan asli daerah; b. dana perimbangan; dan c. lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pasal 25 (1) Kelompok Pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas : a. Pajak daerah; b. retribusi daerah; c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. (2) Jenis pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. (3) Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup: 15

a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/bumd; b. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/bumn; dan c. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. (4) Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang antara lain : a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau angsuran/ cicilan ; b. jasa giro; c. pendapatan bunga; d. penerimaan atas Tuntutan ganti kerugian daerah; e. penerimaan Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah; f. penerimaan Keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; g. pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; h. pendapatan denda pajak; i. pendapatan denda retribusi; j. pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; k. pendapatan dari pengembalian; l. fasilitas sosial dan fasilitas umum; m. pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; n. pendapatan dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Pasal 26 (1) Pendapatan dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b meliputi: a. Dana bagi hasil; b. dana alokasi umum; dan c. dana alokasi khusus. (2) Jenis dana bagi hasil dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup: a. Bagi hasil pajak; dan b. bagi hasil bukan pajak. (3) Jenis dana alokasi umum hanya terdiri atas obyek pendapatan dana alokasi umum. (4) Jenis dana alokasi khusus dirinci menurut obyek pendapatan menurut kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Pasal 27 Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota, dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan pemerintah dan bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya. 16

Pasal 28 Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah, maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. Pasal 29 (1) Pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah yang ditransfer langsung ke kas daerah, dana perimbangan dan lainlain pendapatan daerah yang sah dianggarkan pada SKPKD. (2) Retribusi daerah, komisi, potongan, keuntungan selisih nilai tukar rupiah, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan dan hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan yang dibawah penguasaan pengguna anggaran/pengguna barang dianggarkan pada SKPD. Bagian Keempat Belanja Daerah Pasal 30 (1) Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. (2) Belanja penyelenggaraan urusawajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. (3) Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal berdasarkan urusan wajib pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pasal 31 (1) Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) terdiri atas belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan. (2) Klasifikasi belanja menurut urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup : a. pendidikan; b. kesehatan; c. pekerjaan umum; d. perumahan rakyat; e. penataan ruang; f. perencanaan pembangunan; g. perhubungan; h. lingkungan hidup; i. pertanahan; 17

j. kependudukan dan catatan sipil; k. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; l. keluarga berencana dan keluarga sejahtera; m. sosial; n. ketenagakerjaan; o. koperasi dan usaha kecil dan menengah; p. penanaman modal; q. kebudayaan; r. kepemudaan dan olahraga; s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri; t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian dan persandian; u. ketahanan pangan; v. pemberdayaan masyarakat dan desa; w. statistik; x. kearsipan; y. komunikasi dan informatika; dan z. perpustakaan. (3) Klasifikasi belanja menurut urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup : a. Pertanian; b. kehutanan; c. energi dan sumberdaya mineral; d. pariwisata; e. kelautan dan perikanan; f. perdagangan; g. industri; dan h. ketransmigrasian. (4) Belanja menurut urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan yang diklasifikasikan menurut urusan wajib dan urusan pilihan. Pasal 32 Klasifikasi belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan Negara terdiri dari; a. Pelayanan umum; b. ketertiban dan keamanan; c. ekonomi; d. lingkungan hidup; e. perumahan dan fasilitas umum; f. kesehatan; g. pariwisata dan budaya; h. agama; i. pendidikan; dan j. perlindungan sosial. Pasal 33 Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Pasal 34 Klasifikasi belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung, dimana belanja tidak langsung 18

adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, sedangkan belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Pasal 35 Realisasi Belanja Tidak Langsung dilaksanakan sepengetahuan Bupati terdiri dari: a. Belanja pegawai; b. bunga; c. subsidi; d. hibah; e. bantuan sosial; f. bantuan keuangan; dan g. belanja tidak terduga. Pasal 36 Kelompok Belanja Langsung terdiri dari: a. Belanja Pegawai; b. belanja barang dan jasa; dan c. belanja modal. Pasal 37 (1) Belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf g merupakan belanja yang sifatnya tidak biasa atau diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. (2) Kegitan yang bersifat tidak biasa sebagaimana dimaksud yaitu untuk tanggap darurat dalam rangka pencegahan gangguan terhadap stabilitas penyelenggaraan pemerintah demi terciptanya keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat daerah. (3) Pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup sebagaimana dimaksud pada ayat satu (1) harus didukung dengan bukti-bukti yang sah. Bagian Kelima Surplus/Defisit APBD Pasal 38 Selisih anggaran pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit APBD. Pasal 39 (1) Surplus APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih besar dari anggaran belanja daerah. (2) Dalam hal APBD diperkirakan surplus, diutamakan untuk pembayaran pokok utang, penyertaan modal (investasi) daerah, pemberian pinjaman kepada pemerintah pusat/pemerintah daerah lain dan/atau pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial. (3) Pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan dalam bentuk program dan kegiatan pelayanan dasar masyarakat yang dianggarkan pada SKPD yang secara fungsional terkait dengan tugasnya 19

melaksanakan program dan kegiatan tersebut. Pasal 40 (1) Defisit anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih kecil dari anggaran belanja daerah. (2) Batas maksimal defisit APBD untuk setiap tahun anggaran berpedoman pada batas maksimal defisit oleh menteri keuangan. (3) Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan pembiayaan untuk menutup defisit tersebut yang diantaranya dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman, atau penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang. Pasal 41 (1) Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi surplus/defisit APBD kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan setiap semester dalam tahun anggaran yang berkenaan. (2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan penundaan atas penyaluran dana perimbangan. Bagian Keenam Pembiayaan Daerah Pasal 42 (1) Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. (2) Penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. SILPA tahun anggaran sebelumnya; b. pencairan dana cadangan; c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; d. penerimaan pinjaman; e. penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan f. penerimaan piutang daerah. (3) Pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. Pembentukan dana cadangan; b. penyertaan modal investasi pemerintah daerah; c. pembayaran pokok utang; d. pemberian pinjaman daerah. (4) Pembiayaan neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran pembiayaan. (5) Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran. Paragraf 1 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) Tahun Sebelumnya Pasal 43 Sisa lebih perhitungan anggaran (SILPA) tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (2) huruf a mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan dan lain-lain pendapatan 20

daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan. Paragraf 2 Dana Cadangan Pasal 44 (1) Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai kegiatan yang penyediaan dananya tidak dapat sekaligus/sepenuhnya dibebankan dalam satu tahun anggaran. (2) Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah. (3) Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup penetapan tujuan pembentukan dana cadangan, program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan, besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan dan ditransfer ke rekening dana cadangan, sumber dana cadangan, dan tahun anggaran pelaksanaan dana cadangan. (4) Rancangan peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibahas bersamaan dengan pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD. (5) Penetapan rancangan peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh kepala daerah bersamaan dengan penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD. (6) Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari penyisihan atas penerimaan daerah, kecuali dari dana alokasi khusus, pinjaman daerah dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan. (7) Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan pada rekening tersendiri. (8) Penerimaan hasil bunga/deviden rekening dana cadangan dan penempatan dalam portofolio dicantumkan sebagai penambah dana cadangan berkenaan dalam daftar dana cadangan pada lampiran rancangan peraturan daerah tentang APBD. (9) Pembentukan dana cadangan dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran yang berkenaan. Pasal 45 (1) Pencairan dana cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b digunakan untuk menganggarkan pencairan dana cadangan dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum daerah dalam tahun anggaran berkenaan. (2) Jumlah yang dianggarkan tersebut pada ayat (1) yaitu sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan berkenaan. Pasal 46 Penggunaan atas dana cadangan yang dicairkan dari rekekning dana cadangan ke rekening kas umum daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dianggarkan dalam belanja 21

langsung SKPD pengguna dana cadangan berkenaan, kecuali diatur tersendiri dalam peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Pasal 47 Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf c digunakan antara lain untuk menganggarkan hasil penjualan perusahaan milik daerah/bumd dan penjualan aset milik pemerintah daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan modal pemerintah daerah. Paragraf 4 Penerimaan Pinjaman Daerah Pasal 48 Penerimaan pinjaman daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf d digunakan untuk menganggarkan penerimaan pinjaman daerah termasuk penerimaan atas penerbitan obligasi daerah yang akan direalisasikan pada tahun anggaran berkenaan. Paragraf 5 Pemberian Pinjaman Daerah dan Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Daerah Pasal 49 (1) Pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) huruf d digunakan untuk menganggarkan pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya. (2) Penerimaan kembali pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf e digunakan untuk menganggarkan posisi penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya. Paragraf 6 Penerimaan Piutang Daerah Pasal 50 Penerimaan piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf f digunakan untuk menganggarkan penerimaan yang bersumber dari pelunasan piutang fihak ketiga, seperti berupa penerimaan piutang daerah dari pendapatan daerah, pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank dan penerimaan piutang lainnya. Paragraf 7 Investasi Pemerintah Daerah Pasal 51 Investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) huruf b digunakan untuk menganggarkan kekayaan pemerintah daerah yang diinvestasikan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 22