PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
Indeks: SUMBANGAN. BADAN URUSAN TEMBAKAU. PABRIKAN- PABRIKAN ROKOK. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1955 TENTANG PEMUNGUTAN SUMBANGAN DARI PABRIKAN-PABRIKAN ROKOK BAGI "BADAN URUSAN TEMBAKAU"

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : pasal 89, 97 dan 117 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 1959 TENTANG PENGUBAHAN DAN TAMBAHAN TABAKS-ACCIJNS-VERORDENING (STAATSBLAD 1932 NOMOR 560)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 1959 TENTANG PENGUBAHAN DAN TAMBAHAN TABAKS-ACCIJNS-VERORDENING (STAATSBLAD 1932 NO.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1956 TENTANG URUSAN PEMBELIAN MINYAK KAYU PUTIH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

Mengingat : Pasal-pasal 96 dan 109 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Mendengar :

1 of 5 21/12/ :02

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1953 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 597/KMK.04/2001 TANGGAL 23 NOVEMBER 2001 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 22 TAHUN 1950 (22/1950) TENTANG PENURUNAN CUKAI TEMBAKAU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1959 TENTANG BADAN PERUSAHAAN PRODUKSI BAHAN MAKANAN DAN PEMBUKAAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1953 TENTANG PENILAIAN PERSEDIAAN UANG EMAS DAN BAHAN UANG EMAS PADA DE JAVASCHE BANK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Keuangan Negara perlu diperkuat; b. bahwa atas beberapa jenis tembakau belum dikenakan cukai;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka usaha melancarkan pembangunan semesta perlu adanya penyederhanaan dalam bidang impor dan ekspor;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1952 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PINJAMAN DARURAT" SEBAGAI UNDANG- UNDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1959 TENTANG PENGELUARAN KERTAS PERBENDAHARAAN UNTUK TAHUN 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1956 TENTANG TAMBAHAN PERATURAN PEMERINTAH CUKAI TEMBAKAU (STAATSBLAD 1932 NO.

PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 17 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1956 TENTANG URUSAN PEMBELIAN MINYAK KAYU PUTIH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1950 TENTANG PINJAMAN DARURAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89/KMK.05/2000 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

KAWAT TEMBAGA. SURAT IDZIN. ANCAMAN HUKUMAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1955 TENTANG MENGADAKAN OPSENTEN ATAS CUKAI BENSIN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1950 TENTANG MENGUBAH TABAKSACCIJNS-VERORDENING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 17 TAHUN 1951 (17/1951) TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1951 TENTANG MENGATUR TENAGA DOKTER PARTIKULIR DALAM KEADAAN GENTING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1961 TENTANG PENGELUARAN DAN PEMASUKAN TANAMAN DAN BIBIT TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEDUDUKAN HUKUM APOTEK DARURAT Undang-Undang Darurat Nomor 5 Tahun 1958 Tanggal 4 Oktober 1958 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1955 TENTANG CARA PENGGUNAAN UANG OPSENTEN ATAS BEA-KELUAR ATAS KARET RAKYAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 16 / BC / 1998 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI [LN 2007/105, TLN 4755]

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1951 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENJUALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Menimbang : Bahwa pelanggaran-pelanggaran dalam atau berdasarkan:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1958 TENTANG KEDUDUKAN HUKUM APOTEK DARURAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1959 TENTANG PENDIRIAN INSTITUT TEKNOLOGI. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:74 TAHUN 1958 (74/1958) Tanggal:11 AGUSTUS 1958 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pabrikan Rokok "A" dalam Masan Pajak November 2000 melakukan kegiatan sebagai berikut :

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU,

Presiden Republik Indonesia,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA Nomor : 8 Tahun 1983 Seri C no. 5

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 21 TAHUN 1951 (21/1951) TENTANG PENGENAAN TAMBAHAN OPSENTEN ATAS BENSIN DAN SEBAGAINYA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN 203/PMK.011/2008 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU MENTERI KEUANGAN,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1947 TENTANG CUKAI MINUMAN KERAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 1957 TENTANG VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mengingat: Pasal 113 dan 115 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia.

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 1991

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1959 (1/1959) Tanggal: 14 JANUARI 1959 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1953 TENTANG APOTIK DARURAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1960 (7/1960) Tanggal: 26 SEPTEMBER 1960 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1959 TENTANG PENGELUARAN KERTAS PERBENDAHARAAN UNTUK TAHUN 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SERA DAN VAKSIN. LEMBAGA PASTEUR DI BANDUNG. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG. Presiden Republik Indonesia,

PENETAPAN BAGIAN XV (KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN TENAGA) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN DINAS 1955 *)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1958 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1955 TENTANG PEMUNGUTAN SUMBANGAN DARI PABRIKAN-PABRIKAN ROKOK BAGI BADAN URUSAN "TEMBAKAU" (KROSOK CENTRALE)" (LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1955 NOMOR 34) SEBAGAI UNDANG-UNDANG *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. Bahwa Pemerintah berdasarkan pasal 96 ayat (1) Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia telah menetapkan "Undang-undang Darurat No.10 tahun 1955 tentang pemungutan sumbangan dari pabrikan-pabrikan rokok bagi "Badan Urusan Tembakau" (Krosok Centrale) (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1955 No.34). b. Bahwa peraturan-peraturan yang termaktub dalam Undang-undang Darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai Undang-undang. Mengingat: Pasal 97 dan pasal 89 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT; MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1955 TENTANG PEMUNGUTAN SUMBANGAN DARI PABRIKAN-PABRIKAN ROKOK BAGI "BADAN URUSAN TEMBAKAU" (KROSOK CENTRALE) (LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1955 NOMOR 34) SEBAGAI UNDANG-UNDANG Pasal I Peraturan-peraturan yang termaktub dalam Undang-undang Darurat No.10 tahun 1955 tentang pemungutan sumbangan dari pabrikan-pabrikan rokok bagi "Badan Urusan Tembakau" (Krosok Centrale) (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1955 No.34) ditetapkan sebagai undang-undang yang berbunyi sebagai berikut: Dalam undang-undang ini dimaksud dengan: Pasal 1 1 / 5

a. Pabrikan-pabrikan rokok : ialah orang atau badan hukum yang atas pertanggungan jawabnya sendiri menyelenggarakan suatu perusahaan pembikinan rokok dengan mempergunakan mesin atau mesin-mesin yang dapat membikin sekurang-kurangnya 5.000.000 batang rokok sebulan; b. Rokok : ialah sigaret dan kretek, yang dibikin dari tembakau dengan menggunakan kertas sebagai bahan pembalut tembakau. c. Menteri : ialah Menteri Pertanian bersama-sama dengan Menteri Perdagangan. Pasal 2 (1) Pabrikan-pabrikan rokok diwajibkan membayar sumbangan kepada Badan Urusan Tembakau (Krosok Centrale) termaksud dalam pasal 2 "Krosok Ordonantie 1937" (Staatsblad tahun 1937 No.604) untuk pembiayaan usaha-usaha Badan Urusan Tembakau itu, sebagaimana ditetapkan dalam ordonnantie tersebut. (2) Besarnya dan waktunya untuk membayar sumbangan termaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri untuk tiap-tiap tahun takwin dan untuk tiap-tiap kilogram tembakau kering, yang dihasilkan di Indonesia yang dipergunakan oleh pabrikan-pabrikan dalam perusahaannya. (3) Cara pembayaran sumbangan termaksud dalam ayat (1) pasal 2 dan cara pemberian keterangan termaksud dalam pasal 3 ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. (4) Dengan menyimpang dari ketentuan dalam ayat (2) maka untuk tahun 1955 sumbangan termaksud ditetapkan sebesar Rp. 0,10 (sepuluh sen) untuk tiap-tiap kilogram tembakau kering, yang dihasilkan di Indonesia, yang dipergunakan oleh pabrikan dalam perusahaannya. Pasal 3 Pabrikan rokok diwajibkan memberi kepada Menteri dalam waktu yang ditetapkan oleh Menteri semua keterangan yang dianggap perlu untuk pemungutan sumbangan termaksud dalam pasal 2 ayat (1) secara yang sebaik-baiknya. Pasal 4 (1) Pelanggaran ketentuan dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 dihukum dengan hukuman kurangan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah). (2) Pabrikan yang dengan sengaja memberikan keterangan termaksud dalam pasal 3 yang tidak benar, dihukum dengan hukuman kurungan. selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). (3) Tindakan-tindak-pidana termaksud dalam ayat (1) dan (2) dianggap sebagai pelanggaran. Pasal II Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 2 / 5

Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal 17 Juni 1958 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO Diundangkan: Pada Tanggal 26 Juni 1958 MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA, G.A. MAENGKOM MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, SADJARWO MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, SUNARDJO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1958 NOMOR 58 3 / 5

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1958 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1955 TENTANG PEMUNGUTAN SUMBANGAN DARI PABRIKAN-PABRIKAN ROKOK BAGI BADAN URUSAN "TEMBAKAU" (KROSOK CENTRALE)" (LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1955 NOMOR 34) SEBAGAI UNDANG-UNDANG *) (1) Dengan Ordonantie-Krosok: 1937 (Staatsblad 1937 No.504) telah dibentuk suatu Badan Urusan Tembakau (krosok Centrale) yang bertugas mengambil tindakan-tindakan, yang perlu untuk memperbaiki mutu dan produksi tembakau Indonesia, cara pengolahan, perdagangan dan pasaran tembakau Indonesia. Usaha-usaha Badan Urusan Tembakau itu dibiayai dari ganti kerugian yang dipungut dari para eksportir tembakau Indonesia, (vide pasal 11 Ordonansi Krosok 1937). (2) Setelah pada akhir tahun 1954 Badan Urusan Tembakau itu dihidupkan kembali dengan pengangkatan anggota-anggota baru, maka kini telah dimulai usaha-usaha ke arah perbaikan pertembakauan di Indonesia. Pendaftaran para eksportir tembakau menurut Ordonansi Krosok 1937 dilakukan kembali pengujian tembakau yang diekspor ke luar negeri dimulai pula dengan mengangkat ahli-ahli penguji tembakau. (3) Disamping itu maka perlu segera dijalankan penyelidikan-penyelidikan yang bersifat ilmu pengetahuan dengan mendirikan Balai Penyelidikan Tembakau serta kebun-kebun percobaan untuk dapat menyempurnakan pertembakauan di Indonesia sebaik-baiknya. (4) Yang merupakan soal yang utama dewasa ini ialah kekurangan tembakau jenis Virginia untuk keperluan pabrikan-pabrikan rokok di Indonesia sehingga tiap tahun perlu diadakan impor tembakau dengan mempergunakan alat-alat pembayaran luar negeri. Dengan beberapa angka disajikan di bawah ini banyaknya tembakau jenis Virginia untuk menutup keperluan dalam Negeri dan banyaknya tembakau Virginia yang dalam tahun-tahun terakhir harus didatangkan dari luar negeri. II. I. a. Kebutuhan tembakau dari perusahaan-perusahaan rokok sigaret yang besar setahunnya 12 x 1.035.000.000 x 1,05 gram = 1,05 x 13.041.000 Kg. = 13.693.050 Kg. III. b. Lain-lain pabrik rokok sigaret memerlukan 3.000.000 Kg. Kebutuhan seluruhnya = 16.693.050 Kg. atau dibulatkan: 17.000 ton Produksi: a. Virginia F.C. dalam tahun 1954 untuk di pakai dalam tahun 1955: 6.000 ton b. Krosok V.0. (Vooroogst): 5.000 ton Jumlah: 11.000 ton Kekurangan: 6.000 ton Kekurangan 6.000 ton ini harus diimpor yang memerlukan devisen paling sedikit Rp. 75.000,- satu dan lain untuk menjamin agar perusahaan-perusahaan rokok sigaret itu dapat terus bekerja (mencegah pengangguran). (5) Sudah dengan sendirinya Badan Urusan Tembakau mencurahkan pula perhatiannya kepada soal kekurangan tembakau Virginia dan berusaha untuk mempertinggi produksi dan mutu tembakau Virginia dalam Negeri dengan tujuan dalam waktu yang singkat mentiadakan impor tembakau Virginia. Untuk itu oleh Badan Urusan Tembakau telah dibiayai penyelenggaraan kebun-kebun untuk menghasilkan benihbenih tembakau yang terpilih, yang dapat disebarkan kepada seluruh tani tembakau Indonesia. Kini atas biaya Badan Urusan Tembakau oleh Jawatan Pertanian Rakyat sedang diusahakan 15 Ha - kebun 4 / 5

pembenihan tembakau Virginia yang terpilih dan bermutu tinggi. Dengan penyebaran benih terpilih itu akan diharapkan meningkatnya produksi tembakau Virginia yang berkualiteit baik. Sebagaimana diketahui, maka Krosok Ordonansi 1937 terutama mempunyai tujuan memajukan pertembakauan Indonesia untuk kepentingan ekspor tembakau dan dengan demikian maka dalam Ordonansi itu hanya para eksportir tembakau diwajibkan untuk turut membiayai usaha-usaha yang diselenggarakan oleh Badan Urusan Tembakau (Krosok Centrale). Dengan meningkatnya konsumsi rokok sigaret di seluruh dunia, juga di Indonesia, maka penanaman tembakau untuk sigaret (tembakau jenis Virginia) di Indonesia makin lama makin meluas, dan pabrik-pabrik sigaret secara besar-besaran yang mempergunakan mesinmesin yang berkapasiteit tinggi didirikan di Indonesia, sehingga pertembakauan untuk pembikinan sigaret kini tidak kurang pentingnya dibandingkan dengan pertembakauan untuk keperluan ekspor (tembakau untuk pembikinan serutu). (6) Seperti telah dinyatakan di atas maka dewasa ini Badan Urusan Tembakau telah menjalankan usahausaha yang ditujukan untuk memenuhi keperluan industri sigaret dalam negeri. Sudah pada tempatnya kiranya jika pabrik-pabrik rokok sigaret turut serta memberikan sumbangannya untuk turut membiayai pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan bagi kepentingannya itu. (7) Karena usaha-usaha bagi kepentingan penanaman tembakau sigaret telah dimulai dan mengingat pula bahwa dari para eksportir tembakau telah diadakan pemungutan sejak 1 Januari 1955, maka pembebanan para pabrikan dengan pembayaran sumbangan kepada Badan urusan Tembakau harus segera mungkin ditetapkan berhubung dengan itu maka ditetapkan undang-undang ini dan dengan demikian kepincangan dalam Krosok Ordonansi dahulu, yang memberatkan segala usaha untuk memperbaiki pertembakauan Indonesia hanya kepada para eksportir tembakau ditiadakan. (8) Sumbangan sebesar Rp. 0,10 (sepuluh sen) tiap kilogram tembakau kering yang dipergunakan dalam pembikinan rokok, tidak akan mengakibatkan kenaikan harga rokok sigaret, karena sumbangan sebesar sepuluh sen itu hanya akan berarti penambahan biaya pembikinan sigaret dengan 1/100 (seperseratus) sen untuk tiap batang rokok. (9) Pembebanan pabrikan rokok dengan pembayaran sumbangan sekecil itu tidak berarti jika dibandingkan dengan keuntungan yang dapat diharapkannya dari meningkatnya produksi tembakau dalam Negeri yang diperlukannya, sehingga persediaan tembakaunya tidak akan terlalu tergantung dari impor yakni dari tersedianya alat-alat pembayaran Luar Negeri bagi pabrikan-pabrikan itu. (10) Demikian penjelasan undang-undang ini. Penjelasan pasal demi pasal tidaklah diperlukan kiranya. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1614 5 / 5