Jalak Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) adalah burung. endemik Pulau Bali, dan distribusinya sampai tahun 2005 hanya ada di Taman

dokumen-dokumen yang mirip
Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

I. PENDAHULUAN. alam. Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN)

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

Populasi Burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi, Stresemann 1912) Hasil Pelepasliaran di Desa Ped dan Hutan Tembeling Pulau Nusa Penida, Bali

BIRDWATCHING RACE DI TAHURA NGURAH RAI BALI SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN LINGKUNGAN UNTUK PELAJAR DAN MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

Populasi Burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi, Stresemann 1912) Hasil Pelepasliaran di Desa Ped dan Hutan Tembeling Pulau Nusa Penida, Bali

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ASSALAMU ALAIKUM WR. WB. SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEKALIAN

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH

RANCANGAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2018 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

A. Efektivitas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi. Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Juncto Peraturan

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

DRAFT RINGKASAN LOKASI

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

Perjanjian Kerjasama Tentang Pengembangan dan Pemasaran Produk Ekowisata Taman Nasional Ujung Kulon.

ANCAMAN KELESTARIAN DAN STRATEGI KONSERVASI OWA-JAWA (Hylobates moloch)

BAB I PENDAHULUAN. nyata dan berpotensi untuk memenuhi kebutuhan manusia demi. mempertahankan kelangsungan hidupnya. Semua benda mati dan makhluk

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

PENDEKATAN JELAJAH ALAM SEKITAR (JAS) BERBASIS PELESTARIAN JALAK BALI TERHADAP KEPEDULIAN LINGKUNGAN DAN HASIL PETA KOGNITIF SISWA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Inventarisasi Hutan SUB BIDANG

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA

51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

JURNAL SIMBIOSIS V (1): 1-6 ISSN: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana Maret 2017

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. alam bebas yang tidak secara langsung dikontrol atau didomestifikasikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. utama terus mengalami pergeseran dan lebih membuka diri bagi aktor non-state

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Inventarisasi Hutan

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya;

BAB I PENDAHULUAN. sebagai peringkat kedua Best of Travel 2010 (

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi)

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun 2017

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

Selama menjelajah Nusantara, ia telah menempuh jarak lebih dari km dan berhasil mengumpulkan spesimen fauna meliputi 8.

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan Indonesia pada peringkat keempat negara-negara yang kaya

AA. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN

DRAFT RINGKASAN LOKASI

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

I. PENDAHULUAN. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu kekayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi

I. PENDAHULUAN. Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau

UPAYA PEMERINTAH MELESTARIKAN KEBERADAAN SATWA LANGKA YANG DILINDUNGI DARI KEPUNAHAN DI INDONESIA

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak

PEMANFAATAN JASA KARBON HUTAN DI KAWASAN HUTAN KONSERVASI Operasionalisasi Peran Konservasi kedalam REDD+ di Indonesia

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

BAB I PENDAHULUAN. dan satwa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Menurut rilis terakhir dari

Transkripsi:

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalak Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) adalah burung endemik Pulau Bali, dan distribusinya sampai tahun 2005 hanya ada di Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Jalak Bali menghadapi risiko kepunahan yang sangat tinggi di TNBB, karena banyak terjadi pencurian. Menurut Van Balen dkk (2000), tahun 1960-1980 ratusan Jalak Bali banyak dijual di negara-negara Eropa. Oleh karena itu, sejak tahun 1966 Jalak Bali dimasukkan ke dalam kategori kritis (Critically endangered) oleh IUCN Red List of Threatened Species. Selain itu, CITES memasukkan burung tersebut ke dalam Appendix I. Jalak Bali dilindungi Pemerintah Indonesia dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/1970, kemudian juga Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (Anonymous, 1999; 2012a; 2012b; Van Balen dkk. 2000; Sodhi dkk. 2004; Jepson dan Ladle, 2005; Sodhi dan Smith, 2007; Jepson dkk. 2008; Widodo, 2014; Jepson, 2015). Konservasi Jalak Bali di TNBB telah dilakukan oleh Kementerian Kehutanan, BirdLife International, dan American Association of Zoological Parks and Aquarias (AAZA), sejak tahun 1987-2000. Usaha yang dilakukan adalah peningkatan pengamanan di TNBB, penyuluhan pentingnya masyarakat mendukung pelestarian Jalak Bali dan pelepasliaran Jalak Bali di TNBB. Namun usaha tersebut tidak berhasil, dan pencurian Jalak Bali terus berlanjut (Indrawan dkk., 2007; Sudaryanto, 2007). Selanjutnya, konservasi Jalak Bali juga dilakukan antara TNBB dengan Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB). Usahanya dengan 1

melepasliarkan Jalak Bali di TNBB dari tahun 2001-2009, berjumlah lebih dari 95 ekor. Namun cacah individu Jalak Bali di TNBB pada tahun 2012 hanya ada empat ekor (Dirgayusa, 1995; Sudaryanto dkk. 2003; Sutito dkk. 2012). Luas Kawasan TNBB dengan jumlah petugas yang tidak sebanding, menyebabkan kurangnya pengamanan dan memungkinkan terjadinya pencurian Jalak Bali. Di samping itu, hubungan antara masyarakat di sekitar kawasan dengan pengelola TNBB kurang harmonis, sehingga mereka tidak membantu pengamanan kawasan tersebut. Diduga pencurian Jalak Bali di TNBB sudah terjadi sejak tahun 1960an (Van Balen dkk., 2000; Butchart dkk., 2006; Indrawan dkk., 2007; Sudaryanto, 2007). Pencurian terjadi karena Jalak Bali merupakan burung peliharaan yang terkenal dan harganya mahal. Pada tahun 2004, harga Jalak Bali di pasar gelap Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) per ekor (Anonymous, 2004). Konservasi Jalak Bali yang telah dilakukan di TNBB selama ini belum berhasil. Oleh karena itu, sejak tahun 2006 usaha konservasi Jalak Bali juga dilakukan oleh FNPF di Kepulauan Nusa Penida Kabupaten Klungkung Provinsi Bali. FNPF (Friends of the National Parks Foundation) adalah suatu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal di Bali. Konservasi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida dilakukan FNPF, bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Bali dan Universitas Udayana. FNPF telah melakukan kajian sejak tahun 2004, yaitu inventarisasi vegetasi penghasil makanan Jalak Bali, dan sosialisasi kepada masyarakat. Sosialisasi kepada masyarakat Kepulauan Nusa Penida tentang pelepasliaran Jalak Bali, dan perlindungan burung khususnya Jalak Bali. Selain itu, FNPF bekerjasama dengan Lembaga Adat tingkat Kecamatan Nusa Penida, 2

Kabupaten Klungkung, dan Provinsi Bali. Tujuannya untuk memasukkan perlindungan burung, khususnya Jalak Bali, di dalam awig-awig (hukum adat) Desa Adat di seluruh Kepulauan Nusa Penida (Wirayudha, 2007; Sudaryanto dkk., 2016). B. Permasalahan dan Pertanyaan Riset Sejak tahun 1987-2005, telah dilakukan kerjasama antara Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA), TNBB, Birdlife International Indonesian Programme, American Association of Zoological Parks and Aquarias (AAZA), dan Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB) untuk melakukan konservasi Jalak Bali di TNBB. Usaha tersebut belum berhasil, sehingga FNPF melakukan konservasi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida. Untuk menelaah keberhasilan konservasi FNPF, perlu dilakukan kajian-kajian sebagai berikut. 1. Bagaimana distribusi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida? 2. Bagaimana fluktuasi cacah individu Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida? 3. Bagaimana kondisi vegetasi habitat Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida? 4. Bagaimanakah perilaku burung tersebut baik perilaku harian maupun daerah jelajahnya? 5. Bagaimana kontribusi awig-awig dalam konservasi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida? 6. Dapatkah Jalak Bali menjadi daya tarik ekowisata di Kepulauan Nusa Penida? 3

C. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mempelajari konservasi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida. Secara spesifik, tujuan penelitian ini untuk mempelajari: (1) distribusi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida, (2) cacah individu Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida, (3) kondisi vegetasi habitat Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida, (4) perilaku harian Jalak Bali meliputi: perilaku makan, perilaku interaksi dengan habitat, perilaku interaksi intraspesies dan interspesies, perilaku reproduksi, dan luas jelajah Jalak Bali, (5) kontribusi awigawig yang dimiliki seluruh desa adat di Kepulauan Nusa Penida terhadap usaha konservasi habitat Jalak Bali, dan (6) Jalak Bali sebagai daya tarik ekowisata di Pulau Nusa Penida. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan konservasi Jalak Bali, khususnya di TNBB. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai acuan untuk mengelola, dan mengkonservasi burung lain atau satwa langka lainnya di Indonesia, bahkan di dunia. E. Keaslian Penelitian Penelitian Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida yang pernah dilakukan adalah penelitian dalam jangka pendek, selama satu minggu, yaitu sensus burung tersebut (Sudaryanto, 2010; Riany dan Aunurohim, 2013; Jepson, 2015). Selanjutnya, penelitian Konservasi Jalak Bali ini dilakukan lebih komprehensip dan dalam waktu yang lebih panjang yaitu selama 10 tahun (tahun 2006-2015). 4

Selain itu, penelitian Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida ini mempunyai lingkup yang lebih luas, dengan menitikberatkan kajiannya pada: (1) tentang distribusi burung tersebut dari tahun 2006-2015, (2) tentang cacah individu Jalak Bali dari tahun 2006-2015, (3) tentang vegetasi habitat Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida, (4) tentang perilaku harian burung tersebut selama tahun 2014, (5) tentang peranan awig-awig dalam melindungi burung tersebut, dan (6) tentang peranan burung tersebut sebagai daya tarik ekowisata. F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membatasi pada: (1) distribusi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida dari tahun 2006-2015, (2) fluktuasi populasi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida dari tahun 2006-2015, (3) analisis vegetasi habitat Jalak Bali di Kepulauan FNPF Desa Ped Pulau Nusa Penida (5 m dpl); di Sebunibus Pulau Nusa Penida (155 m dpl) dataran tertinggi pada tahun 2014 terdapat Jalak Bali; di Batumadeg Pulau Nusa Penida (239 m dpl) tahun 2006-2010 merupakan habitat Jalak Bali; dan di Pulau Nusa Ceningan (615 m dpl), (4) perilaku harian dan luas wilayah jelajah Jalak Bali, (5) persepsi masyarakat dalam melaksanakan awig-awig yang mendukung konservasi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida, dan (6) Jalak Bali sebagai daya tarik wisatawan datang ke Kepulauan Nusa Penida. 5