PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalak Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) adalah burung endemik Pulau Bali, dan distribusinya sampai tahun 2005 hanya ada di Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Jalak Bali menghadapi risiko kepunahan yang sangat tinggi di TNBB, karena banyak terjadi pencurian. Menurut Van Balen dkk (2000), tahun 1960-1980 ratusan Jalak Bali banyak dijual di negara-negara Eropa. Oleh karena itu, sejak tahun 1966 Jalak Bali dimasukkan ke dalam kategori kritis (Critically endangered) oleh IUCN Red List of Threatened Species. Selain itu, CITES memasukkan burung tersebut ke dalam Appendix I. Jalak Bali dilindungi Pemerintah Indonesia dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/1970, kemudian juga Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (Anonymous, 1999; 2012a; 2012b; Van Balen dkk. 2000; Sodhi dkk. 2004; Jepson dan Ladle, 2005; Sodhi dan Smith, 2007; Jepson dkk. 2008; Widodo, 2014; Jepson, 2015). Konservasi Jalak Bali di TNBB telah dilakukan oleh Kementerian Kehutanan, BirdLife International, dan American Association of Zoological Parks and Aquarias (AAZA), sejak tahun 1987-2000. Usaha yang dilakukan adalah peningkatan pengamanan di TNBB, penyuluhan pentingnya masyarakat mendukung pelestarian Jalak Bali dan pelepasliaran Jalak Bali di TNBB. Namun usaha tersebut tidak berhasil, dan pencurian Jalak Bali terus berlanjut (Indrawan dkk., 2007; Sudaryanto, 2007). Selanjutnya, konservasi Jalak Bali juga dilakukan antara TNBB dengan Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB). Usahanya dengan 1
melepasliarkan Jalak Bali di TNBB dari tahun 2001-2009, berjumlah lebih dari 95 ekor. Namun cacah individu Jalak Bali di TNBB pada tahun 2012 hanya ada empat ekor (Dirgayusa, 1995; Sudaryanto dkk. 2003; Sutito dkk. 2012). Luas Kawasan TNBB dengan jumlah petugas yang tidak sebanding, menyebabkan kurangnya pengamanan dan memungkinkan terjadinya pencurian Jalak Bali. Di samping itu, hubungan antara masyarakat di sekitar kawasan dengan pengelola TNBB kurang harmonis, sehingga mereka tidak membantu pengamanan kawasan tersebut. Diduga pencurian Jalak Bali di TNBB sudah terjadi sejak tahun 1960an (Van Balen dkk., 2000; Butchart dkk., 2006; Indrawan dkk., 2007; Sudaryanto, 2007). Pencurian terjadi karena Jalak Bali merupakan burung peliharaan yang terkenal dan harganya mahal. Pada tahun 2004, harga Jalak Bali di pasar gelap Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) per ekor (Anonymous, 2004). Konservasi Jalak Bali yang telah dilakukan di TNBB selama ini belum berhasil. Oleh karena itu, sejak tahun 2006 usaha konservasi Jalak Bali juga dilakukan oleh FNPF di Kepulauan Nusa Penida Kabupaten Klungkung Provinsi Bali. FNPF (Friends of the National Parks Foundation) adalah suatu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal di Bali. Konservasi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida dilakukan FNPF, bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Bali dan Universitas Udayana. FNPF telah melakukan kajian sejak tahun 2004, yaitu inventarisasi vegetasi penghasil makanan Jalak Bali, dan sosialisasi kepada masyarakat. Sosialisasi kepada masyarakat Kepulauan Nusa Penida tentang pelepasliaran Jalak Bali, dan perlindungan burung khususnya Jalak Bali. Selain itu, FNPF bekerjasama dengan Lembaga Adat tingkat Kecamatan Nusa Penida, 2
Kabupaten Klungkung, dan Provinsi Bali. Tujuannya untuk memasukkan perlindungan burung, khususnya Jalak Bali, di dalam awig-awig (hukum adat) Desa Adat di seluruh Kepulauan Nusa Penida (Wirayudha, 2007; Sudaryanto dkk., 2016). B. Permasalahan dan Pertanyaan Riset Sejak tahun 1987-2005, telah dilakukan kerjasama antara Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA), TNBB, Birdlife International Indonesian Programme, American Association of Zoological Parks and Aquarias (AAZA), dan Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB) untuk melakukan konservasi Jalak Bali di TNBB. Usaha tersebut belum berhasil, sehingga FNPF melakukan konservasi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida. Untuk menelaah keberhasilan konservasi FNPF, perlu dilakukan kajian-kajian sebagai berikut. 1. Bagaimana distribusi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida? 2. Bagaimana fluktuasi cacah individu Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida? 3. Bagaimana kondisi vegetasi habitat Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida? 4. Bagaimanakah perilaku burung tersebut baik perilaku harian maupun daerah jelajahnya? 5. Bagaimana kontribusi awig-awig dalam konservasi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida? 6. Dapatkah Jalak Bali menjadi daya tarik ekowisata di Kepulauan Nusa Penida? 3
C. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mempelajari konservasi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida. Secara spesifik, tujuan penelitian ini untuk mempelajari: (1) distribusi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida, (2) cacah individu Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida, (3) kondisi vegetasi habitat Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida, (4) perilaku harian Jalak Bali meliputi: perilaku makan, perilaku interaksi dengan habitat, perilaku interaksi intraspesies dan interspesies, perilaku reproduksi, dan luas jelajah Jalak Bali, (5) kontribusi awigawig yang dimiliki seluruh desa adat di Kepulauan Nusa Penida terhadap usaha konservasi habitat Jalak Bali, dan (6) Jalak Bali sebagai daya tarik ekowisata di Pulau Nusa Penida. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan konservasi Jalak Bali, khususnya di TNBB. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai acuan untuk mengelola, dan mengkonservasi burung lain atau satwa langka lainnya di Indonesia, bahkan di dunia. E. Keaslian Penelitian Penelitian Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida yang pernah dilakukan adalah penelitian dalam jangka pendek, selama satu minggu, yaitu sensus burung tersebut (Sudaryanto, 2010; Riany dan Aunurohim, 2013; Jepson, 2015). Selanjutnya, penelitian Konservasi Jalak Bali ini dilakukan lebih komprehensip dan dalam waktu yang lebih panjang yaitu selama 10 tahun (tahun 2006-2015). 4
Selain itu, penelitian Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida ini mempunyai lingkup yang lebih luas, dengan menitikberatkan kajiannya pada: (1) tentang distribusi burung tersebut dari tahun 2006-2015, (2) tentang cacah individu Jalak Bali dari tahun 2006-2015, (3) tentang vegetasi habitat Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida, (4) tentang perilaku harian burung tersebut selama tahun 2014, (5) tentang peranan awig-awig dalam melindungi burung tersebut, dan (6) tentang peranan burung tersebut sebagai daya tarik ekowisata. F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membatasi pada: (1) distribusi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida dari tahun 2006-2015, (2) fluktuasi populasi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida dari tahun 2006-2015, (3) analisis vegetasi habitat Jalak Bali di Kepulauan FNPF Desa Ped Pulau Nusa Penida (5 m dpl); di Sebunibus Pulau Nusa Penida (155 m dpl) dataran tertinggi pada tahun 2014 terdapat Jalak Bali; di Batumadeg Pulau Nusa Penida (239 m dpl) tahun 2006-2010 merupakan habitat Jalak Bali; dan di Pulau Nusa Ceningan (615 m dpl), (4) perilaku harian dan luas wilayah jelajah Jalak Bali, (5) persepsi masyarakat dalam melaksanakan awig-awig yang mendukung konservasi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida, dan (6) Jalak Bali sebagai daya tarik wisatawan datang ke Kepulauan Nusa Penida. 5