BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

TUGAS KELOMPOK PRAKTEK KLINIK KMB IV

Definisi Diabetes Melitus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tipe 2. Diabetes tipe 1, dulu disebut insulin dependent atau juvenile/childhoodonset

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3

PATOFISIOLOGI DAN IDK DM, TIROID,PARATIROID

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerosis dan penyakit vaskular

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

Gejala Diabetes pada Anak yang Harus Diwaspadai

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kerja insulin atau kedua-duanya. World Health Organization (WHO)

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang

Diabetes Mellitus Type II

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

Obat Herbal Diabetes dan Diagnosa Prediabetes Sebelum Terjadi Diabetes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal serta gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

PREVALENSI DIABETES MELLITUS

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS

BAB I PENDAHULUAN. untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, dan pankreas dapat menghentikan

Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat

Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA 1, HbA 2, HbF( fetus)

Efek Diabetes Pada Sistem Ekskresi (Pembuangan)

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

DIABETES MELITUS GESTASIONAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

Transkripsi:

5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes melitus 2.1.1 Definisi Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis di mana pangkreas tidak dapat memproduksi insulin secara cukup, atau di mana tubuh tidak efektif menggunakan insulin yang diproduksi, atau pun keduanya. Hal ini menjurus kepada peningkatan konsentrasi dari kadar gula dalam darah atau hyperglycaemia (WHO, 2013). Insulin adalah hormon yang dikeluarkan oleh pankreas, tepatnya di beta cell. Hormon ini berfungsi untuk mentranspor glukosa atau gula dari darah ke dalam sel (kurniali, 2013). Hyperglycaemia atau peningkatan kadar gula dalam darah adalah satu efek utama dari diabetes yang tidak terkontrol dan dapat menjurus ke kerusakan serius untuk sistem-sistem organ, khususnya sistem syaraf dan sistem pembuluh darah. Diabetes dapat diklasifikasikan menjadi diabetes tipe 1, diabetes tipe 2. Selain itu juga dapat digolongkan menjadi diabetes gestational (WHO, 2013). 2.1.2 Klasifikasi dan Etiologi 1. Diabetes tipe 1 (insulin-dependent diabetes) terjadi karena adanya gangguan pada pankreas, menyebabkan pankreas tidak mampu memproduksi insulin dengan optimal. Pankres memproduksi insulin dengan kadar yang sedikit dan dan dapat berkembang menjadi tidak mampu lagi memproduksi insulin. Akibatnya, penderita diabetes tipe 1 harus mendapat injeksi insulin dari luar (Sutanto, 2013). Penyebab diabetes tipe 1 tidak diketahui dan kejadian ini masih belum dapat dicegah dengan ilmu yang ada pada saat ini. Gejala gejalanya meliputi frekuensi ekskresi urin yang berlebihan (polyuria), kehausan (polydipsia), lapar yang terus menerus, berat badan berkurang, gangguan penglihatan, dan kelelahan. Gejala-gejala ini dapat muncul secara tiba-tiba (WHO, 2013).

6 2. Diabetes tipe 2 merupakan penyakit diabetes yang disebabkan karena selsel tubuh tidak merespon insulin yang dilepaskan oleh pankreas (sutanto, 2013). Diabetes tipe 2 dialami hampir 90% manusia di dunia, dan secara umum penyakit ini adalah hasil dari berat badan berlebih dan kurangnya aktifitas fisik. Gejalagejala mirip dengan diabetes tipe 1, tetapi biasanya tidak terasa. Hasilnya, penyakit ini terdiagnosa bertahun tahun setelah awal mula terjadinya penyakit, ketika sudah timbul komplikasi (WHO, 2013). 3. Diabetes gestational adalah diabetes yang disebabkan karena kondisi kehamilan (sutanto, 2013). Gejala diabetes gestational mirip dengan gejala diabetes tipe 2. Diabetes gestational lebih sering terdiagnosa melalui prenatal screening dari pada gejala yang dilaporkan (WHO, 2013). Klasifikasi etiologi diabetes melitus berdasarkan American Diabetes Association (ADA, 2005) adalah sebagai berikut: Tabel 2.1. Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus I. Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut) a. Melalui proses imunologik b. Idiopatik II. Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin) III. Diabetes Melitus Tipe Lain a. Defek genetik fungsi sel beta akibat mutasi pada: o Kromosom 20, Hepatocyte Nuclear Transcription Factor (HNF) 4α (dahulu MODY 1) o Kromosom 12, HNF-1α (dahulu MODY 3) o Kromosom 7, Glukokinase (dahulu MODY 2) o Kromosom 13, Insulin Promoter Factor (IPF) 1 (dahulu MODY 4) o Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5) o Kromosom 2, Neuro DI (dahulu MODY 6) o DNA mitokondria o lainnya b. Defek genetik kerja insulin: resistensi insulin tipe A, leprechaunism, sindrom Rabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya. c. Penyakit Eksokrin Pankreas: pankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya. d. Endokrinopati: akromegali, sindrom Cushing, feokromositoma,

7 hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya. e. Karena obat/ zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, agonis β adrenergic, tiazid, fenitoin, interferon alfa, protease inhibitor, clozapine, beta bloker, lainnya. f. Infeksi: rubella kongenital, CMV, lainnya. g. Imunologi (jarang): sindrom Stiff-man, antibodi anti reseptor insulin, lainnya. h. Sindrom genetik lain: sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, sindrom Wolfram s, ataksia Friedreich s, Chorea Huntington, sindrom Laurence- Moon-Biedl, distrofi miotonik, porfiria, sindrom Prader Willi, lainnya IV. Diabetes Gestasional 2.1.3 Faktor Risiko Faktor risiko diabetes melitus adalah sesuatu hal yang dapat memicu terjadinya penyakit diabetes diabetes sekaligus meningkatkan potensi serangan diabetes (sutanto, 2013). American Diabetes Association (2013) mengemukakan faktor risiko diabetes melitus yaitu : Orang dengan impaired glucose tolerance (IGT) dan/atau impaired fasting glucose (IFG) Orang di atas 45 tahun Orang dengan riwayat keluarga diabetes orang yang kelebihan berat badan orang yang tidak olahraga rutin orang dengan rendah kolesterol HDL atau tinggi triglyserida, tinggi tekanan darah ras dan etnis tertentu (e.g., Non-Hispanic Blacks, Hispanic/Latino Americans, Asian Americans and Pacific Islanders, and American Indians and Alaska Natives) wanita yang pernah mengalami diabetes gestasional, atau yang pernah melahirkan bayi dengan berat lahir 9 pounds atau lebih. 2.1.4 Patofisiologi diabetes melitus a. Biosintesis dan kerja insulin Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Sintesis insulin dimulai dalm bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta.

8 Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Denan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-c yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel. Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase atau dengan nama lain dinamakan biphasic. Fase 1 (acute insulin secretion response = AIR) adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir juga cepat. Setalah fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu yang relatif lama (Manaf, 2009). b. Patofisiologi Diabetes Melitus Semua tipe diabetes terjadi akibat defisiensi relatif kerja insulin. Selain itu, pada diabetes tipe 1 dan 2, kadar glukagon tampak meningkat secara abnormal. Gangguan metabolik yang terjadi bergantung pada derajat penurunan kerja insulin. Jaringan adiposa paling peka terhadap kerja insulin. Karena itu, rendahnya aktivitas insulin dapat menyebabkan penekanan lipolisis dan peningkatan penyimpangan lemak. Kadar insulin yang lebih tinggi diperlukan untuk melawan efek glukagon di hati dan menghambat pengeluaran glukosa oleh hati. Pada orang normal, kadar basal aktivitas insulin mampu mementarai berbagai respon tersebut. Namun, kemampuan otot dan jaringan peka-insulin lainnya untuk berespon terhadap pemberian glukosa dengan menyerap glukosa (melalui perantara insulin) memerlukan sekresi insulin yang terstimulasi dari pankreas. Penurunan ringan kerja insulin mula-mula bermanifestasi sebagai ketidakmampuan jaringan peka-insulin untuk mengurangi beban glukosa. Secara klinis, hal ini menimbulkan hiperglikemia pascamakan (postprandial hyperglycemia). Pengidap diabetes tipe 2 yang masih menghasilkan insulin tetapi mengalami peningkatan resistensi insulin, akan mengalami peningkatan gangguan uji toleransi glukosa. Namun, kadar glukosa puasa tetap normal karena aktivitas

9 insulin masih cukup untuk mengimbangi pengeluaran glukosa (yang diperantarai oleh glukagon) oleh hati. Jika efek insulin semakin menurun, efek glukagon terhadap hati tidak mendapat perlawanan yang berarti sehingga terjadi hiperglikemia pascamakan dan hiperglikemia puasa (Funk, 2007 ) 2.1.5 Diagnosis Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Peter C. Kurniali (2013) mengemukakan bahwa diabetes dapat didiagnosis melalui tiga cara yaitu: Gejala klasik diabetes (poliuria, polidipsia, dan turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas) yang disertai dengan kadar gula darah (diambil secara acak) yang lebih dari 200mg/dL. Kadar gula darah puasa (setelah 8 jam atau lebih) yang lebih dari 126mg/dL. Kadar gula darah yang lebih dari 200mg/dL setelah mengonsumsi 75 gram gula oral (tes TTGO) Cara pelaksanaan TTGO berdasarkan Dyah Purnamasari yang diambil dari WHO (1994): 1. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan etap makan seperti kebiasaan sehari hari dan tetap melakukan kebiasaan jasmani seperti biasa. 2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan. 3. Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa. 4. Diberikan glukosa 75 gram pada orang dewasa atau 1,75 gram/kgbb pada anak-anak, dilarutkan dalam 250mL air dan diminum dalam waktu 5 menit. 5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai. 6. Diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa.

10 7. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok. Hasil pemeriksaan TTGO dibagi menjadi 3 yaitu: <140 mg/dl = normal 140 - < 200mg/dL = toleransi glukosa terganggu 20mg/dL = DM 2.1.6 Komplikasi Menurut Sutanto, komplikasi DM ada dua jenis yaitu: (sutanto, 2013) 1. Komplikasi akut yang terdiri dari: Ketoasidosis diabetik Ketoasidosis diabetik adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemi, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. Akibat diuresis osmotik, ketoasidosis biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat menyebabkan syok. Pada pasien Ketoasidosis dijumpai pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang kadang disertai dengan hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa napas tidak terlalu mudah tercium (Soewondo, 2009). Hipoglikemi Hipoglikemi pada pasien diabetes tipe 2 merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal atau mendekati normal. Tidak ada definisi kendali glukosa darah yang baik dan lengkap tanpa menyebutkan bebeas dari hipoglikemia. Risiko hipoglikemia timbul akibat ketidak sempurnaan terapi saat ini, di mana kadar insulin di antara dua makan dan pada malam hari meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan fisiologis tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman (Soemadji, 2009). 2. Komplikasi kronik yang terdiri dari : Retinopati diabetik Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki

11 risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding dengan pasien nondiabetes (Pandelaki, 2009). Nefropati Kelainan yang terjadi pada ginjal penderita DM dimulai dengan adanya mikroalbuminuria, dan kemudian bekembang menjadi proteinuria secara klinis, berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular yang memerlukan pengelolaan dengan pengobatan substitusi. Neuropati Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering ditemukan pada diabetes melitus. Risiko yang dihadapi pasien DM dengan neuropati diabetik antara lain ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuhsembuh, dan amputasi jari/kaki. Kondisi inilah yang menyebabkan bertambahnya angka kesakitan dan kematian, yang berakibat pada meningkatnya biaya pengobatan pasien DM dengan neuropati diabetik (Subekti, 2009). Gangguan jantung. Penyebab kematian dan kesakitan utama pada pasien DM (baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2) adalah Penyakit Jantung Koroner, yang merupakan salah satu penyulit makrovaskular pada diabetes melitus. Penyulit ini bermanifestasi sebagai arterosklerosis dini yang dapat mengenai organ-organ vital (jantung dan otak). Penyebab aterosklerosis pada pasien DM tipe 2 bersifat multifaktorial, melibatkan interaksi kompleks dari berbagai keadaan seperti hiperglikemia, hiperlipidemia, stress oksidatif, penuaan dini, hiperinsulinemia, dan/atau hiperproinsulinemia serta perubahan-perubahan dalam proses koagulasi dan fibrinolisis (Shahab, 2009). 2.1.7 Epidemiologi Penelitian antara 2001 dan 2005 di daerah Depok didpatkan prevalensi DM tipe 2 sebesar 14.7%. demikian juga di Makassar prevalensi diabetes tahun 2005 yang mencapai 12,5%. Pada tahun 2006, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bekerja sama dengan Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan melakukan Surveilans Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular di Jakarta yang melibatkan 1591 subyek,

12 terdiri dari 640 laki-laki dan 951 wanita. Survei tersebut melaporkan prevalensi DM di lima wilayah DKI Jakarta sebesar 12,1% dengan DM yang terdeteksi sebesar 3,8% dan DM yang tidak terdeteksi sebesar 11,2%. Berdasarkan data ini diketahui bahwa kejadian DM yang belum terdiagnosis masih cukup tinggi, hampir 3 kali lipat dari jumlah kasus DM yang sudah terdeteksi (Suyono, 2009). 2.1.8 Terapi Kegagalan pengendalian glikemia pada diabetes melitus setelah melakukan perubahan gaya hidup memerlukan intervensi farmakoterapi agar dapat mencegah terjadinya komplikasi diabetes atau paling sedikit dapat menghambatnya. Dalam mengelola diabetes tipe 2, pemilihan pengunaan intervensi farmakologik sangat tergantung pada fase mana diagnosis diabetes ditegakkan yaitu sesuai dengan kelainan dasar yang terjadi pada saat tersebut seperti: Resistensi insulin pada jaringan lemak, otot, dan hati Kenaikan produksi glukosa oleh hati Kekurangan sekresi insulin oleh pankreas Pilar penaatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan nonfarmakologi, yaitu berupa pemberian edukasi, perencanaan makan/terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani, dan penurunan berat badanbila didapat berat badan lebih atau obesitas. Pada beberapa kondisi saat kebutuhan insulin sangat meningkat akibat adanya infeksi, stress akut (gagal jantung, iskemi jantung akut), tanda-tanda defisiensi insulin yang berat (penurunan berat badan yang cepat, ketosis, ketoasidosis) atau pada kehamilan yang kendali glikemiknya tidak terkontrol dengan perencanaan makan, maka pengelolaan farmakologis umumnya memerlukan terapi insulin. Keadaan seperti ini umumnya memerlukan rawat inap di rumah sakit. Terdapat dua macam obat anti hiperglikemia oral yaitu golongan Insulin Sensitizing dan golongan sekretorik insulin (Soegondo, 2009).