Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 2/11/PBI/2000 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 3/PLPS/2005 TENTANG PENYELESAIAN BANK GAGAL YANG TIDAK BERDAMPAK SISTEMIK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/25/PBI/2001 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/ 9 /PBI/2004 TENTANG TINDAK LANJUT PENGAWASAN DAN PENETAPAN STATUS BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SESUAI DENGAN UU RI NOMOR 7 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/34/PBI/2005 TENTANG TINDAK LANJUT PENANGANAN TERHADAP BANK PERKREDITAN RAKYAT DALAM STATUS PENGAWASAN KHUSUS

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perlindungan hukum atas dana nasabah pada bank melalui lembaga penjamin simpanan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK

Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR dan BPRS

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

7. ASPEK HUKUM LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN ANDRI HELMI M, SE., MM.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 6 /PBI/2011 TENTANG

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL

TANGGUNG JAWAB DAN KEWENANGAN BANK INDONESIA DALAM LIKUIDASI BANK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

BAB IV. Akibat hukum adalah akibat dari melakukan suatu tindakan untuk. memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan atau telah

RANCANGAN POJK PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017

Peran Lembaga Penjamin Simpanan Terhadap Klaim Dana Nasabah Bank Likuidasi

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/15/PBI/2001 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK PERKREDITAN RAKYAT DALAM PENGAWASAN KHUSUS DAN PEMBEKUAN KEGIATAN USAHA

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SIMPANAN DEPOSITO

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 6 /PBI/2011 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 20 /PBI/2009 TENTANG TINDAK LANJUT PENANGANAN TERHADAP BANK PERKREDITAN RAKYAT DALAM STATUS PENGAWASAN KHUSUS

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN MAKALAH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.81, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5012)

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN [LN 2004/96, TLN 4420]

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJAMIN SIMPANAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM BISNIS. DR. H. M. Kamal Hijdaz, SH, MH Dosen pada Fakultas Hukum UMI Dan STIE YPUP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

II. TINJAUAN PUSTAKA. Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang didirikan berdasarkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perbankan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1998

II. TINJAUAN PUSTAKA. bank sebagaimana dirumuskan pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 7 Tahun

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/10 /PBI/2003 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL GUBERNUR BANK INDONESIA,

SIARAN PERS OJK TERBITKAN TIGA PERATURAN TINDAK LANJUT UU PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN

2 Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan proses uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon pemilik dan calon pengelola perbankan syariah melalui pe

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/ 23 /PBI/2000 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) GUBERNUR BANK INDONESIA,

2017, No menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal; Mengingat : 1. Undang-Undan

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam agenda pembangunan nasional Tahun , secara politis dikatakan

Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472]

I. PENDAHULUAN. nasional dan stabilitas industri perbankan yang mempengaruhi stabilitas

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/23/PBI/2004 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) BANK PERKREDITAN RAKYAT

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

TANGGUNG JAWAB BANK AKIBAT KERUGIAN DIDERITA OLEH NASABAH. Suwardi, SH., MH 1. Raga Taufani 2 ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi.

KAJIAN PENDALAMAN. Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 1/PLPS/2005 TENTANG PROGRAM PENJAMINAN SIMPANAN DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN,

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia,

RANCANGAN POJK BANK PERANTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nomor 7 Tahun 2009 (UU LPS) dan mulai beroperasi secara penuh sejak tanggal

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH DALAM LIKUIDASI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN 1 Oleh: Jeanette Karundeng 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kewenangan Bank Indonesia dalam likuidasi bankdan bagaimanakah perlindungan hukum nasabah dalam likuidasi bank menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Melalui metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Kewenangan Bank Indonesia dalam likuidasi Bank diatur dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999, dimana pemilik bank atau pemegang tidak dapat langsung membubarkan badan hukum bank melainkan harus meminta Bank Indonesia untuk mencabut izin usaha dengan syarat menyelesaikan kewajibannya kepada seluruh kreditur dan Bank Indonesia dengan alasan penyelamatan dan membahayakan system perbankan, membahayakan kelangsungan usaha berwenang melikuidasi setiap bank yang bermasalah melalui putusan Pengadilan dan penunjukan tim likuidasi. 2. Perlindungan hukum terhadap nasabah bank diatur secara eksplisit dan implisit dalam system hukum perbankan di Indonesia, yaitu dengan terbentuknya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Kata kunci: nasabah, lembaga penjamin simpanan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan peraturan perbankan Indonesia, hukum memberikan tempat 1 Artikel skripsi. Pembimbing skripsi: Prof Dr Telly Sumbu.SH,MH dan Karel Yossi Umboh,SH,MSi,MH 2 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado; NIM: 110711165. bagi nasabah untuk melindungi dirinya dengan 2 (dua) cara pertama. perlindungan secara implisit dan kedua perlindungan secara eksplisit. Hubungannya dengan perlindungan kepentingan-kepentingan nasabah dalam kegiatan bank, kiranya perlu dipikirkan pembentukan suatu lembaga yang dapat menjamin bahwa dana nasabah yang disimpan pada bank terjamin pengambilannya. Pada tanggal 22 September 2004, telah dibentuk Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, yang pada pasal 4 ditegaskan bahwa Lembaga Penjamin Simpanan menjamin simpanan nasabah penyimpan. Apabila suatu bank dilikuidasi, nasabah dari bank yang bersangkutan akan memperoleh penggantian dananya dari lembaga penjamin dimaksud. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah kewenangan Bank Indonesia dalam likuidasi bank? 2. Bagaimanakah perlindungan hukum nasabah dalam likuidasi bank menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan? C. Metode Penulisan Metode Penelitian yang digunakan ialah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, dan mempelajari norma yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan ataupun norma yang mengatur tentang likuidasi bank dan Lembaga Penjamin Simpanan. PEMBAHASAN A. Kewenangan Bank Indonesia Dalam Likuidasi Bank Pasal 7 UU Bank Indonesia berbunyi : Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Agar dapat mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 ayat 2 UU Bank Indonesia yang menegaskan bahwa Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan 62

moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. Pasal 8 UU Bank Indonesia menentukan bahwa Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut : a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. b. mengatur dan menjaga kelancaran system pembayaran. c. mengatur dan mengawasi bank. Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Perbankan menentukan pembinaan dan pengawasan Bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Dalam hal ini tampak bahwa Bank Indonesia memiliki kewenangankewenangan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 24 UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai berikut : a. Menetapkan peraturan Di dalam melaksanakan tugas mengatur bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan perbankan yang memuat prinsip kehatihatian, yang ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Ketentuanketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian bertujuan untuk memberikan rambu-rambu bagi pelaksanaan kegiatan usaha perbankan, agar terwujud sistem perbankan yang sehat dan efisien. b. Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank. Kewenangan ini meliputi : 1. memberikan dan mencabut izin usaha bank 2. memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor bank 3. memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank. 4. memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatankegiatan usaha tertentu. c. Melaksanakan pengawasan bank. Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung. d. Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundangundangan. Tugas pengawasan, Bank Indonesia melakukan beberapa jenis pengawasan yaitu sebagai berikut : 1. Pengawasan Normal (Rutin) Pengawasan Normal dilakukan terhadap bank yang tidak memiliki potensi atau tidak membahayakan kelangsungan usahanya. 2. Pengawasan Intensif Pengawasan Intensif dilakukan terhadap bank yang memiliki potensi kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya. Kriteria bank yang memiliki potensi kesulitan tersebut dituangkan dalam Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/9/PBI/2004 yang menentukan : a. Dalam hal Bank Indonesia menilai kondisi suatu bank memiliki potensi kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya, maka bank tersebut ditempatkan dalam pengawasan intensif Bank Indonesia. b. Bank yang dinilai memiliki potensi kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 adalah Bank yang memenuhi 1 (satu) atau lebih criteria sebagai berikut: 1) memiliki predikat kurang sehat atau tidak sehat dalam peningkatan tingkat kesehatan Bank; 2) memiliki permasalahan aktual dan/atau potensial berdasarkan penilaian terhadap keseluruhan risiko. 3) terdapat pelampauan dan/atau pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit dan menurut penilaian Bank Indonesia langkah-langkah penyelesaian 63

yang diusulkan Bank dinilai tidak dapat diterima atau tidak mungkin dicapai; 4) terdapat pelanggaran Posisi Devisi Neto dan menurut penilaian Bank Indonesia langkah-langkah penyelesaian yang diusulkan Bank tidak dapat diterima atau tidak mungkin dicapai; 5) memiliki rasio Giro Wajib Minimum dalam rupiah sama dengan atau lebih besar dari rasio yang ditetapkan untuk Giro Wajib Minimum Bank, namun Bank dinilai mengalami permasalahan likuiditas yang mendasar; 6) dinilai memiliki permasalahan profitabilitas yang mendasar; 7) memiliki kredit bermasalah secara neto lebih dari 5 % dari total kredit. 3. Dalam rangka pengawasan intensif sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan antara lain : a. meminta Bank dapat melaporkan hal-hal tertentu kepada Bank Indonesia; b. melakukan peningkatan frekuensi pengkinian dan penilaian rencana kerja dengan penyesuaian terhadap sasaran yang akan dicapai; c. meminta Bank untuk menyusun rencana tindakan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi ; d. menempatkan pengawas dan/atau pemeriksa Bank Indonesia pada Bank, apabila diperlukan. 4. Dalam hal Bank yang ditempatkan dalam pengawasan intensif memerlukan langkah-langkah perbaikan tertentu, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan-tindakan perbaikan tertentu, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan-tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 3. Demikian pula Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/9/PBI/2004 menentukan: 1. Bank Indonesia dapat menempatkan Bank yang memiliki total aktiva cukup besar dibandingkan dengan seluruh total aktiva perbankan dalam pengawasan intensif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1. 2. Dalam rangka pengawasan intensif sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan-tindakan antara lain menempatkan pengawas dan/atau pemeriksa Bank Indonesia pada Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3 huruf d. 3. Pengawasan Khusus. Pengawasan Khusus dilakukan terhadap bank yang dinilai mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya. Hal ini terjadi bilamana Bank dalam pengawasan intensif ini tidak bertambah baik kondisi keuangan dan manajerialnya dan berdasarkan analisis Bank Indonesia diketahui bahwa bank tersebut memiliki kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya. Ada dua alasan yang menyebabkan Pemerintah terlibat atau melibatkan diri dalam permasalahan utang perusahaan. 1. Kemacetan pembayaran kembali utang perusahaan mengancam kesehatan perbankan dan sekaligus kelangsungan kegiatan usaha. Perekonomian nasional adalah tanggung jawab pemerintah dan sebab itu pula diperlukan kebijakankebijakan di bidang hukum publik untuk mengintervensi urusan yang sedianya hanya melibatkan pengusaha pada satu pihak dan lembaga keuangan (bank dan nonbank) pada lain pihak. Karena itu, pemerintah tidak punya pilihan lain terkecuali melibatkan diri dalam urusan pemberesan masalah-masalah yang dimunculkan akibat kemacetan pembayaran utang perusahaan. 2. Sejumlah besar bank swasta (maupun milik negara) mengalami kesulitan likuiditas karena memberikan pinjaman kepada sejumlah perusahaan strategis 64

penting (yang merupakan BUMN maupun milik swasta murni). Kelangsungan usaha strategis dan penting ini harus dijamin karena merupakan tulang punggung ekonomi dan bila dibiarkan mati (dipailitkan kemudian dibubarkan) akan menimbulkan dampak sosial ekonomi yang lebih besar. Pendekatan pengawasan yang dilakukan terbagi atas dua jenis kegiatan yaitu pengawasan tidak langsung dan pengawasan langsung. Secara ringkas, pengawasan tidak langsung merupakan tindakan pengawasan dan analisis yang dilakukan berdasarkan laporan berkala yang disampaikan oleh Bank, informasi dalam bentuk komunikasi lain serta informasi dari pihak lain. Sementara itu, pengawasan langsung dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada Bank untuk meneliti dan mengevaluasi tingkat kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk analisis kondisi Bank, saat ini dan di waktu yang akan datang. Berkenaan dengan Pengawasan Normal, pengawasan ini dilakukan terhadap Bank yang memenuhi kriteria tidak memiliki potensi atau tidak membahayakan kelangsungan usahanya. Umumnya, frekuensi pengawasan dan pemantauan kondisi Bank dilakukan secara normal, sedangkan pemeriksaan terhadap jenis bank ini dilakukan secara berkala atau sekurang-kurangnya setahun sekali. Berkenaan dengan Pengawasan Intensif, Pengawasan Intensif ini dilakukan Bank yang memiliki potensi kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya. Langkah-langkah yang dilakukan Bank Indonesia pada Bank dengan status Pengawasan Intensif, antara lain: 1. Meminta Bank untuk melaporkan halhal tertentu kepada Bank Indonesia. 2. Melakukan peningkatan frekuensi pengkinian dan penilaian rencana kerja dengan penyesuaian terhadap sasaran yang akan dicapai. 3. Meminta Bank untuk menyusun rencana tindakan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. 4. Menempatkan pengawas dan/atau pemeriksa Bank Indonesia pada Bank apabila diperlukan. Bagi Bank dalam Pengawasan Intensif yang tidak menghasilkan perbaikan kondisi keuangan dan manajerial dan berdasarkan analisis Bank Indonesia diketahui bahwa Bank tersebut dapat diklasifikasikan sebagai Bank yang memiliki kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya, maka Bank tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai Bank dengan status Pengawasan Khusus. Adapun Pengawasan Khusus adalah Pengawasan terhadap bank yang dinilai mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya. Terhadap Bank dengan status Pengawasan Khusus ini maka beberapa tindakan Bank Indonesia yang diambil, antara lain : 1. Memerintahkan Bank dan/atau pemegang saham Bank untuk mengajukan rencana perbaikan permodalan secara tertulis kepada Bank Indonesia. 2. Memerintahkan Bank untuk memenuhi kewajiban melaksanakan tindakan perbaikan. 3. Memerintahkan Bank dan/atau pemegang saham Bank untuk melakukan tindakan antara lain : a. mengganti dewan komisaris dan/atau direksi Bank; b. menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang tergolong macet dan memperhitungkan kerugian Bank dengan modal Bank. c. melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain ; d. menjual Bank kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban Bank ; e. menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan Bank kepada pihak lain ; f. menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban Bank kepada bank atau pihak lain ; dan/atau 65

g. membekukan kegiatan usaha tertentu Bank. Adapun larangan dan pembatasan bagi Bank dalam Pengawasan Khusus, antara lain : 1. Bank dilarang melakukan pembayaran distribusi modal (pembagian deviden atau pemberian bonus). 2. Bank dilarang melakukan transaksi dengan pihak terkait atau pihak lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3. Bank dikenakan pembatasan pertumbuhan asset. 4. Bank dilarang melakukan pembayaran terhadap pinjaman subordinasi. 5. Bank dikenakan pembatasan kompensasi kepada pihak terkait. Selain tindakan perbaikan Bank yang diwajibkan tersebut, Bank Indonesia juga menetapkan bank dengan status bank dalam pengawasan khusus. Sebaliknya, dalam rangka keseimbangan informasi kepada publik, maka apabila kondisi Bank membaik dan tidak terkategori sebagai Bank dalam Pengawasan Khusus, maka Bank Indonesia juga akan mengumumkannya. Jangka waktu Bank dengan status Pengawasan Khusus adalah paling lama tiga bulan bagi Bank yang tidak terdaftar pada Pasar Modal atau enam bulan bagi Bank yang terdaftar pada Pasar Modal. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang dan perpanjangan dapat diberikan maksimal satu kali dan paling lama tiga bulan. Pertimbangan perpanjangan tersebut terutama berkaitan dengan proses hukum yang diperlukan, antara lain perubahan anggaran dasar, pengalihan hak kepemilikan, proses perizinan, dan proses kaji tuntas oleh investor baru. Pada umumnya frekuensi dan intensitas pengawasan dan pemeriksaan meningkat terutama dalam rangka memantau perkembangan kinerja dan komitmen serta kewajban bank yang diperintahkan oleh Bank Indonesia. Selanjutnya berdasarkan analisis dan pemantauan dimaksud, apabila diketahui bahwa kondisi Bank semakin memburuk, maka terdapat dua alternative resolusi bank dimaksud, yaitu Bank diserahkan kepada BPPN (sebelum dibubarkannya BPPN) dengan status Bank Dalam Penyehatan (BDP) atau Bank Beku Kegiatan Usaha. B. Perlindungan Hukum Nasabah Dalam Likuidasi Bank Menurut Undangundang Nomor 24 Tahun 2004 Berdasarkan Peraturan Perbankan Indonesia, hukum memberikan tempat bagi nasabah untuk melindungi dirinya dengan 2 (dua) cara : 1. Perlindungan secara implisit (implicit deposit protection),yaitu perlindungan yang diperoleh melalui : a. Peraturan perundang-undangan di bidang perbankan (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 jo Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992) b. Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif yang dilakukan oleh Bank Indonesia. c. Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai suatu lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap system perbankan pada umumnya. d. Memelihara tingkat kesehatan bank. e. Melakukan Usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. f. Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah. g. Menyediakan informasi risiko pada nasabah. 2. Perlindungan secara Eksplisit, yaitu perlindungan diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat. Menurut penilaian Bank Indonesia suatu bank diperkirakan mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada Menteri Keuangan dan Bank Indonesia dapat mengambil tindakan agar bank dan/atau pihak terafiliasi melakukan tindakan-tindakan yang dianggap perlu untuk memperbaiki keadaan keuangan, 66

atau Bank Indonesia mengambil tindakan lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Adapun apabila menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank membahayakan system perbankan, atau tindakan sebagaimana dimaksud diatas belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank, maka Bank Indonesia mengusulkan Namun apabila diperhatikan Undang- Undang Perbankan, perlindungan hukum terhadap nasabah hanyalah dilakukan secara implisit, akan tetapi demi kelangsungan bank sebagai suatu lembaga pada khususnya dan system perbankan pada umumnya, perlindungan itu haruslah menjadi satu kesatuan yang utuh. Bank Indonesia mempunyai wewenang pembinaan dan pengawasan dalam rangka menjaga kelangsungan usaha Bank, demikian juga Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan Bank dengan memperhatikan aspek permodalan (capital),kualitas asset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas berhubungan dengan usaha bank, misalnya, dalam satu sisi, guna melindungi kepentingan bank dalam pemberian kredit kepada nasabahnya, pemerintah pada tahun 1997 telah membentuk lembaga pertanggungan untuk kredit yang diberikan oleh bank yang dinamakan PT Asuransi Kredit Indonesia, yang tugas pokoknya semula memberikan pertanggungan bagi kredit-kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya khususnya untuk KIK dan KMKP, dan pada tahun 1985 pemberian kredit ekspor pertanggungan diberikan oleh PT Asuransi Ekspor Indonesia. Meskipun mempertanggungkan kredit bukan merupakan suatu keharusan bagi bank, penggunaan lembaga pertanggungan kredit tersebut banyak membantu bank melindungi risiko yang dapat timbul dari pemberian kredit tersebut. Di sisi lain untuk tindakan preventif melindungi kepentingan bank atas risiko kredit macet yang mungkin timbul, lazimnya bank secara dini telah melakukan analisis kredit secara menyeluruh, melakukan pengikatan jaminan, serta melakukan tindakan hukum dalam menyelesaikan kredit macet, bahkan tindakan pengamanan lainnya, misalnya bank sejak menerima barang jaminan kredit dari nasabah atau dari pihak penjamin telah mewajibkan kepada nasabah penerima kredit atau penjamin tersebut untuk mengasuransikan barangbarang jaminan kepada perusahaan asuransi kerugian yang dikehendaki. Dalam hubungannya dengan perlindungan kepentingan-kepentingan nasabah dalam kegiatan bank, pada tanggal 22 September 2004 dibentuk Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Tugas dan Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah ditegaskan dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7 yakni : 1. Pasal 4 Fungsi LPS adalah : a. menjamin simpanan nasabah penyimpan; dan b. turut aktif dalam memelihara stabilitas system perbankan sesuai dengan kewenangannya. 2. Pasal 5 (1) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, LPS mempunyai tugas : a. merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjamin simpanan; dan. b. melaksanakan penjaminan simpanan. (2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, LPS mempunyai tugas sebagai berikut : a. merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas system perbankan; b. merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal (bank resolution) yang tidak berdampak sistemik; dan 67

c. melaksanakan penanganan Bank gagal yang berdampak sistemik. 3. Pasal 6 (1) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, LPS mempunyai wewenang sebagai berikut : a. menetapkan dan memungut premi penjaminan; b. menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta; c. melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS. d. mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank; e. melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan /atau konfirmasi atas data sebagaimana dimaksud pada huruf d; f. menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim; g. menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu; h. melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan; dan i. menjatuhkan sanksi administratif. (2) LPS dapat melakukan penyelesaian dan penanganan Bank gagal dengan kewenanganan : a. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS; b. menguasai dan mengelola asset dan kewajiban Bank Gagal yang diselamatkan; c. meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap kontrak yang mengikat Bank gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank; dan d. menjual dan / atau mengalihkan asset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur. 4. Pasal 7 (1) Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya LPS dapat meminta data, informasi, dan/atau dokumen kepada pihak lain. (2) Setiap pihak yang dimintai data, informasi, dan / atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat 1, wajib memberikannya kepada LPS. Program penjamin simpanan ini sangat berpengaruh terhadap bagi kepentingan perlindungan dana nasabah. Keikutsertaan Bank Umum dan BPR terhadap program penjaminan ini dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kewenangan Bank Indonesia dalam likuidasi Bank diatur dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999, dimana pemilik bank atau pemegang tidak dapat langsung membubarkan badan hukum bank melainkan harus meminta Bank Indonesia untuk mencabut izin usaha dengan syarat menyelesaikan kewajibannya kepada seluruh kreditur 68

dan Bank Indonesia dengan alasan penyelamatan dan membahayakan system perbankan, membahayakan kelangsungan usaha berwenang melikuidasi setiap bank yang bermasalah melalui putusan Pengadilan dan penunjukan tim likuidasi. 2. Perlindungan hukum terhadap nasabah bank diatur secara eksplisit dan implisit dalam system hukum perbankan di Indonesia, yaitu dengan terbentuknya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Perlindungan secara implisit (implicit deposit protection),yaitu perlindungan yang diperoleh melalui : a. Peraturan perundang-undangan di bidang perbankan (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 jo Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992) b. Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif yang dilakukan oleh Bank Indonesia. c. Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai suatu lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap system perbankan pada umumnya. d. Memelihara tingkat kesehatan bank. e. Melakukan Usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. f. Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah. g. Menyediakan informasi risiko pada nasabah. Perlindungan secara Eksplisit, yaitu perlindungan diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat,apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank yang diawasi. B. Saran Untuk melindungi kepentingan nasabah hendaknya Pemerintah melalui Bank Indonesia terus mengingatkan pentingnya informasi kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi yang dilakukan melalui bank untuk melindungi masyarakat sebagai penyimpan dana di bank. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, A, Ensiklopedi Ekonomi, Keuangan. Perdagangan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1991. Anwari Ahmad, Praktek Perbankan di Indonesia (Kredit Investasi), Balai Aksara, Jakarta.1981. Asikin Zainal, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, PT.RajaGrafindo, Jakarta, 2014. Asri Benyamin, Thabrani, Tanya Jawab Pokok-pokok Hukum Perdata dan Hukum Agraria, Armico,Bandung.1987. Ali, M, Asset Liability Management, Mengatasi Risiko Pasar dan Resiko Operasional dalam Perbankan, Elex Media Komputindo. Jakarta. 2004. Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993. Echols, J.M, dan H. Shadily, Kamus Inggris Indonesia, PT. Gramedia. Jakarta. 2003. Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, PT. Raja Grafindo Utama, Jakarta, 2003. Manurung, M, dan P. Rahardja, Uang Perbankan, dan Ekonomi Moneter (Kajian Kontekstual Indonesia), FEUI, Jakarta, 2004. Muhammad Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, PT C.itra Aditya Bakti, Bandung, 2004 Newsletter, Kajian Hukum Ekonomi dan Bisnis Nomor 42, September, 2000. Salim, H, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004. Sembiring, S, Hukum Perbankan, CV. Mandar Maju, Bandung, 2000. 69

Simorangkir, O.P, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Bukan Bank, Ghalia Indonesia, 2004. Sofwan, S, S.M, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 2001. Subekti, R, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1975. Sudjijono, B, dan D. Rudianto, Perspektif Pembangunan Indonesia Dalam Kajian Pemulihan Ekonomi, PT. Citra Aditya Bakti. Band 2003. Sutedi Adrian, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan Usman, R, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001. 70