Volume 15, Nomor 2, Hal. 21-24 Juli Desember 2013 ISSN:0852-8349 KUALITAS DAGING SAPI BALI PADA LAHAN PENGGEMUKAN YANG BERBEDA Ulil Amri, Iskandar dan Lambue Manalu Fakultas Peternakan Universitas Jambi Kampus Pinang Masak Jalan Raya Muara Bulian-Jambi Km 15 Mendalo 36361 Email: ulilamridaam55@yahoo.com ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengkaji dampak perbedaan rumput yang dimakan ternak sapi Bali yang digemukkan pada lahan perkebunan kelapa sawit dengan rumput pada lahan pertanian terhadap kualitas (kandungan air, protein, lemak dan abu) daging yang dihasilkan. Pada setiap rumput dan daging di lokasi penggemukan diambil sebanyak 3 sampel. Sampel pada daging diambil pada otot longissimus dorsi, semitendinosus, dan supraspinosus. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan analisis memakai prosedur General Linear Model (SAS, 1985 dan Montgomery,1991), jika terdapat perbedaan dilakukan dengan Uji Duncan (Steel dan Torrie, 1991). Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (P>0.05) terhadap kualitas daging. Dapat disimpulkan bahwa kualitas daging sapi Bali yang digemukkan pada kedua lahan yang berbeda adalah sama. Kata Kunci: Lahan perkebunan, lahan pertanian, rumput,kualitas daging sapi Bali. PENDAHULUAN Pakan utama sapi Bali adalah berupa rumput dan konsentrat. Di lain pihak ketersediaan hiajauan (terutama rumput) semakin berkurang akibat lahan sebagai sumber penghasil hijauan sudah banyak beralih fungsi. Oleh karena itu perlu dicarikan solusi agar ketersediaan hijauan sebagai sumber pakan ternak sapi tetap terjamin. Salah satu alternatifnya adalah pakan hijauan pada lahan integrasi antara sapi Bali dengan perkebunan dan pertanian. Salah satu lahan perkebunan yang banyak digunakan sebagai sumber pakan adalah pada perkebunan kelapa sawit. Hutabarat (2002) mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan Negara penghasil kelapa sawit terbesar nomor dua setelah Malaysia di dunia dengan luas panen sebesar 1.170.000 Ha pada tahun 1991 dan meningkat menjadi 3.393.000 Ha pada tahun 2002. Diperkirakan sekitar 70-80% dari areal perkebunan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber hijauan pakan ternak (Chen, 1985). Lahan perkebunan sawit selalu dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik, sedangkan pada lahan pertanian secara umum cenderung menggunakan pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak. Dengan perbedaan cara pemberian pupuk ini tentu akan berdampak pada kualitas hijauan yang tumbuh pada kedua lahan kelapa sawit maupun lahan pertanian tersebut dan pada akhirnya akan mempengaruhi 21
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains kualias daging sapi yang dihasilkan terutama kandungan nutrisinya. Untuk mengetahui kualitas daging sapi Bali yang digemukkan pada lahan perkebunan kelapa sawit maupun lahan pertanian di Kabupaten Muaro Jambi belum banyak diketahui. Atas dasar ulasan tersebut, maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian ini dengan judul Kualitas Daging Sapi Bali pada Lahan Penggemukan yang Berbeda. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di lahan perkebunan kelapa sawit dan lahan pertanian yang ada di sekitar Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi, Rumah Pemotongan Hewan Kota Jambi dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Pengambilan data dilaksanakan mulai bulan Juli 2012 sampai dengan bulan Agustus 2012. Materi penelitian adalah hijauan dan daging sapi Bali yang berasal dari lahan perkebunan kelapa sawit dan lahan pertanian. Masing-masing sampel dari 2 (dua) lahan yang berbeda ini adalah 3 sampel yaitu pada lahan perkebunan sebanyak 3 sampel hijauan dan 3 sampel daging sapi Bali. Begitu juga pada lahan pertanian sebanyak 3 sampel hijauan dan 3 sampel daging sapi Bali. Sampel daging sapi Bali yang digunakan berasal dari otot longissimus dorsi yang terdapat pada daerah punggung, otot semitendinosus pada daerah paha belakang dan otot supraspinosus pada daerah sekitar leher. Masing-masing sampel daging sebanyak 500 gram.penentuan umur sapi berdasarkan pergantian gigi (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Prosedur pemotongan ternak dilakukan sesuai standar pemotongan Rumah Pemotongan Hewan yang berarti ternak harus sehat, tidak dalam keadaan lelah dengan kisaran umur 2-2,5 tahun. Metode Penelitian. Penelitian dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan analisis menggunakan prosedur General Linear Model (SAS, 1985 dan Montgomery, 1991), jika terdapat perbedaan dilakukan Uji Duncan (Steel dan Torrie, 1991). Peubah yang diamati mewakili kualitas daging yaitu kandungan nutrisi daging meliputi kandungan kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu (mineral) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan air pada dagng sapi Bali yang digemukkan pada lahan pertanian pada depot paha (otot semiteninosus) sebesar 77.0436%, pada daerah punggung (otot longissimus dorsi) sebesar 76.5568% dan pada daerah leher (otot supraspinosus) sebesar 75.9822%, sedangkan di lahan perkebunan kelapa sawit pada depot paha sebesar 76.7845%, punggung sebesar 76.8763% dan leher sebesar 75.6672%. Kandungan air pada daging hasil penelitian ini lebih tinggi dari kandungan air pada daging sapi yang dilaporkan oleh Arka (1984).Berarti kualitas daging pada ternak sapi Bali yang diamati ini lebih baik karena susut masaknya relatif lebih rendah.basuki (2000) menyatakan bahwa daging yang mempunyai daya mengikat air yang tinggi lebih cocok sebagai produk daging olahan, karena daging yang mempunyai daya mengikat air yang tinggi akan lebih sedikit mengalami penyusutan pada saat proses pengolahan. Ditambahkan oleh Forrest et al., (1975) bahwa daya mengikat air daging berhubungan erat dengan air 22
Ulil Amri., dkk: Kualitas daging Sapi Bali Pada Lahan Penggemukan Yang Berbeda yang terikat dalam otot. Air yang terikat dalam otot dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kompartemen yaitu air yang terikat secara kimia oleh protein otot sebesar 4-5% sebagai lapisan kedua dari molekuler, air yang terikat agak lemah sebagai lapisan kedua dari molekuler air terhadap group hidrolifik sebesar kirakira 4% dan lapisan ketiga adalah molekul-molekul air bebas di antara molekul protein sekitar 10%. Kandungan protein pada daging ternak sapi Bali pada lahan pertanian pada depot daerah paha sebesar 22.1851%, daerah punggung sebesar 24.0104% dan pada daerah leher sebesar 17.9051%. Sementara itu pada daging sapi Bali yang berasal dari lahan perkebunan kelapa sawit pada depot daerah paha sebesar 21.6315%, punggung sebesar 22.7402% dan leher sebesar 21.5856%. Kandungan protein daging yang diteliti ini sejalan dengan pernyataan Arka (1984) bahwa kandungan protein daging sapi berkisar sebesar 19.65-21.28%. Sementara daging yang berasal dari sapi Bos indicus memiliki kandungan protein rata-rata sebesar 19.4% (Onyango et al., 1998). Kandungan protein daging ternak sapi Bali yang diteliti ini juga dipengaruhi oleh faktor pakan yang dikonsumsi. Abustam (2009) mengemukakan bahwa kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang berpengaruh adalah genetik, spesies, bangsa ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik dan mineral). Faktor setelah pemotongan yang berpengaruh antara lain metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, ph karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon dan antibiotik, lemak intra muskular atau marbling, metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi otot daging. Kandungan lemak pada daging sapi Bali yang berasal dari penggemukan di lahan pertanian pada depot lemak paha adalah sebesar 1.5640%, pada daerah punggung sebesar 2.2347% dan pada daerah leher sebesar 3.8914%. Sementara itu pada penggemukan di lahan perkebunan kelapa sawit pada daerah depot paha sebesar 2.1031%, pada daerah punggung sebesar 2.2315% dan pada daerah leher sebesar 4.3168%. Kandungan lemak pada daging yang diteliti ini relatif hampir sama atau cenderung lebih rendah dari apa yang dikemukakan oleh Arka (1984) bahwa kandungan lemak daging sapi berkisar 2.01-6.86%. Terjadinya sedikit kecenderungan lebih rendah pada hasil penelitian ini diduga akibat perbedaan kualitas pakan dan umur ternak sapi Bali yang diteliti ini relatif lebih muda umurnya. Menurut Soeparno (1990) kandungan lemak daging, termasuk sapi PO bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor umur, pakan, konsumsi, bangsa, spesies dan lokasi otot. Ditambahkan oleh Lawrie (2003) bahwa komposisi karkas bervariasi dengan meningkatnya umur ternak. Pada umur 12-24 bulan akan mengalami peningkatan kadar mioglobin dan kadar air pada dagingnya, sedangkan pada umur lebih dari 40 bulan kandungan kadar air akan menurun sebaliknya terjadi peningkatan kandungan lemak intramuskular dan mioglobin. Kondisi ini lebih dipertegas oleh Nusi (2010) bahwa tinggi rendahnya protein daging berhubungan dengan kadar air dan kadar lemak. Kandungan protein daging akan tinggi bila kadar lemak intramuskularnya 23
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains rendah dan kadar airnya tinggi, sehingga kelebihan protein pada pakan hanya akan terbuang melalui urin. Kandungan abu pada daging ternak sapi Bali yang diteliti pada lahan pertanian pada depot lemak bagian paha adalah sebesar 1.0902%, pada daerah punggung sebesar 0.7167% dan pada daerah leher sebesar 1.3230%. Sementara itu kandungan abu pada daging sapi Bali yang digemukkan di lahan perkebunan kelapa sawit pada daerah depot paha adalah sebesar 1.0428%, pada daerah punggung sebesar 1.0107% dan pada daerah leher sebesar 1.3230%. Keadaan ini sejalan dengan pernyataan Arka (1984) bahwa kandungan abu atau mineral pada daging sapi berkisar 1.17-1.78%. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Universitas Padjadjaran Ban-dung. Basuki,P. 2000. Kajian optimalisasi usaha penggemukan sapi (feedlot) manipulasi pakan, pertumbuhan kompensasi dan waktu penggemukan. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Batubara, L.P. Potensi Biologis Daun Kelapa Sawit Sebagai Pakan Basal dalam Ransum Sapi Potong. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan Badan Litbang Dptan. Jakarta. Browning, M.A., D.L. Huffman, W.R. Egbert and S.B. Jungst. 1990. Physical and compositional characteristics of beef carcasses selected for leanness. J. Food Sci.55:9 Forrest, J.C., E.D. Aberle, H.B. Hendrick, M.D. Judge and R.A. Merkel. 1975. Principles of Meat Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas daging dalam hal ini kandungan nutrisi daging pada ternak sapi Bali yang dipelihara atau digemukkan pada lahan perkebunan kelapa sawit maupun lahan pertanian tidak berbeda. Saran Untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkat dan akurat, perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan memperbanyak jumlah sampel dan peubah penelitian. DAFTAR PUSTAKA Abustam, E., 2009. Struktur otot. www.blogspoot.com. Diakses Agustus 2012. Arka,I.B. 1984. Pengaruh penggemukan terhadap kualitas daging dan karkas pada sapi Bali. Disertasi. Science., W.H. Freeman and Co. San Fransisco. Montgomery, D.C. 1991. Design and Analysis of Experiments. Third Ed. John Wiley & Sons. New York. Nusi, M. 2010. Penggunaan tongkol jagung dan undegaraded protein dalam complete feed terhadap pertambahan bobot badan, persentase karkas dan kualitas daging pada sapi Peranakan Ongole. Tesis. Universitas Gadjah Mada. In Progress. Yogyakarta. Onyango, C.A., M. Izomimoto and P.M. Kutima. 1998. Comparison of some physical and chemical properties of selected game meats. Meat Sci., 49:117-125. Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1991. Pri nsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan: Bambang Sumantri. Edisi Kedua. PT. Gramedia. Jakarta. 24
Ulil Amri., dkk: Kualitas daging Sapi Bali Pada Lahan Penggemukan Yang Berbeda 25