Lex Administratum, Vol. V/No. 7/Sep/2017

dokumen-dokumen yang mirip
STATUS KEPEMILIKAN BENDA TIDAK BERGERAK DALAM PERKAWINAN CAMPURAN DI INDONESIA 1 Oleh: Ahmadika Safira Edithafitri 2

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB V PENUTUP. dengan membuat Permohonan penetapan kepada Pengadilan Negeri. Surabaya yang isinya menyatakan bahwa benar telah didaftarkannya

HAK WARIS ATAS TANAH YANG DIPEROLEH ANAK BELUM DEWASA DARI HASIL PERKAWINAN BEDA KEWARGANEGARAAN

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

THE JUDICIAL REVIEW PROPERTY RIGHTS CITIZENS WHO MARRY FOREIGNERS IN INDONESIA BASED ON LAW NUMBER 5 OF 1960 ON THE BASIC REGULATION OF AGRARIAN

PENDAHULUAN. Rakyat suatu negara meliputi semua orang yang bertempat tinggal di dalam

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM. rakyat bukan dalam pengertian di jalankan oleh rakyat. 1

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

PENJUALAN HARTA BERSAMA BERUPA HAK ATAS TANAH DALAM PERKAWINAN CAMPURAN TANPA PERJANJIAN KAWIN

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP ANAK HASIL PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DAN

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

PERKAWINAN CAMPURAN DAN AKIBAT HUKUMNYA. Oleh : Sasmiar 1 ABSTRACT

PENGATURAN DAN MANFAAT PEMBUATAN POST-MARITAL AGREEMENT DALAM PERKAWINAN CAMPURAN DI INDONESIA

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

DALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Suryani 2. Materi pasal yang diuji:

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, terdapat simbol status sosial yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Dalam era globalisasi ini, Indonesia mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. atau para pemuka agama. Aturan tata tertib itu terus berkembang maju, bahkan. negara Indonesia dengan warga negara asing.

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR PUSTAKA. Ahmad, Baharuddin, 2008, Hukum Perkawinan di Indonesia, Studi Historis Metodologi, Syari ah Press, Jambi.

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PEMILIKAN HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN AKTA NOMINEE

BAB I PENDAHULUAN. Kewarganegaraan Republik Indonesia, sejak 1 Agustus 2006 untuk. menggantikan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

ASAS TANGGUNG RENTENG PADA BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM DAN AKIBAT HUKUM BAGI HARTA PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. mengenai tanah yaitu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa. tanah itu dalam batas-batas menurut peraturan undang-undang.

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. seperti perdagangan, perekonomian bahkan sampai pada masalah perkawinan.

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jual-Beli dalam perkara perdata diatur di Buku ke III Kitab Undangundang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

STATUS PERKAWINAN INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN PERKAWINAN. (Analisis Kasus WNI Yang Menikah Dengan Warga Negara Prancis di Jepang)

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

HAK MEWARIS ANAK DILUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010. Ismawati Septiningsih,SH,MH

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. bersifat internasional antar warga negara yang berbeda dan tidak menutup

Transkripsi:

HAK WARIS ANAK YANG LAHIR DARI PERKAWINAN CAMPURAN TERHADAP HAK MILIK ATAS TANAH 1 Oleh : Rahmadika Safira Edithafitri 2 ABSTRAK Di Indonesia, perkawinan antara seorang warga negara Indonesia dengan warga negara asing disebut sebagai perkawinan campuran. Perkawinan campuran dapat dilaksanakan di Indonesia dan dapat pula dilaksanakan di luar Indonesia (luar negeri). Apabila dilangsungkan di Indonesia, maka perkawinan campuran dilaksanakan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang warga Negara Indonesia atau seorang warga Negara Indonesia dengan warga Negara asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di Negara dimana perkawinan itu dilangsungkan. Dari perkawinan campuran akan timbul beberapa permasalahan, salah satunya mengenai hak mewaris anak yang lahir dari perkawinan tersebut. Proses pemilikan atau peralihan hak atas tanah yang diperoleh secara warisan paling sering menjadi masalah pelik di kalangan masyarakat. Tentu saja, jika dikaitkan dengan warisan atas tanah yang diperoleh secara turun-temurun. Meskipun menurut hukum setiap manusia adalah pembawa hak tanpa terkecuali, namun ada pembatasan-pembatasan. Yang membatasi kecakapan berhak dalam hal ini yaitu Kewarganegaraan, hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik atas tanah (Pasal 21 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria). Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini bermaksud untuk menganalisis Hak Waris Anak Yang Lahir Dari Perkawinan Campuran Terhadap Hak Milik Atas Tanah melalui pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan kasus. Kata kunci: hak waris, perkawinan campuran, hak milik atas tanah 1 Artikel Tesis. Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Sri Hajati, SH, MS. 2 Mahasiswa Pada Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Airlangga. NIM. 031524253014. A. PENDAHULUAN Saat ini, banyak masyarakat kita yang menikah dengan warga Negara asing. Di Indonesia, perkawinan antara seorang warga negara Indonesia dengan warga negara asing disebut sebagai perkawinan campuran. Apabila perkawinan dilakukan antara dua orang warga Negara Indonesia yang berbeda agama, bukan termasuk dalam perkawinan campuran, melainkan perkawinan beda agama. 3 Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Selanjutnya ditulis UU Perkawinan), yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam undang-undang ini adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Perkawinan campuran dapat dilaksanakan di Indonesia dan dapat pula dilaksanakan di luar Indonesia (luar negeri). Apabila dilangsungkan di Indonesia, maka perkawinan campuran dilaksanakan menurut UU Perkawinan, serta syarat-syarat untuk melaksanakan perkawinan campuran harus dipenuhi, syarat-syarat perkawinan yang berlaku menurut hukum masing-masing pihak (Pasal 60 ayat (1) UU Perkawinan). 4 Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang warga Negara Indonesia atau seorang warga Negara Indonesia dengan warga Negara asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di Negara dimana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warga Negara Indonesia tidak melanggar ketentuan UU Perkawinan. 5 Pelangsungan perkawinan campuran dilakukan menurut hukum masing-masing agama. Bagi mereka yang beragama Islam, menurut hukum Islam, yaitu dengan akad nikah dan bagi mereka yang bukan beragama Islam, yaitu dilakukan menurut hukum agamanya 3 Irma Devita Purnamasari, Kiat-kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah Hukum Waris, Mizan Pustaka, Bandung, 2014, h. 156. 4 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, h. 114. 5 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Mandar Maju, Bandung, 1990, h. 20. 27

tersebut. Pelaksanaan perkawinan dilakukan dihadapan pegawai pencatat. Tata cara ini menurut UU Perkawinan jika perkawinan campuran dilaksanakan di Negara pihak lainnya itu, maka berlakulah ketentuan tentang tata cara menurut hukum di Negara yang bersangkutan. Selama para pihak telah melaksanakan pencatatan perkawinan di luar negeri sesuai hukum yang berlaku di Negara tempat perkawinan tersebut dilangsungkan, maka perkawinan adalah sah dengan segala akibat hukumnya. Akibat hukum disini meliputi status anak, harta perkawinan, pewarisan, hak dan kewajiban suami-istri jika perkawinan berakhir karena perceraian, dan atau sebagainya. Namun, untuk sahnya perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri tersebut menurut hukum Indonesia harus dilakukan pencatatan dan pelaporan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Indonesia dalam kurun waktu 1 (satu) tahun. 6 Dari perkawinan campuran akan timbul beberapa permasalahan, salah satunya mengenai hak mewaris anak yang lahir dari perkawinan tersebut. Proses pemilikan atau peralihan hak atas tanah yang diperoleh secara warisan paling sering menjadi masalah pelik di kalangan masyarakat. Tentu saja, jika dikaitkan dengan warisan atas tanah yang diperoleh secara turun-temurun. 7 Meskipun menurut hukum setiap manusia adalah pembawa hak tanpa terkecuali, namun ada pembatasanpembatasan. Yang membatasi kecakapan berhak dalam hal ini yaitu Kewarganegaraan, hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik (Pasal 21 ayat (1) UUPA). 8 Dari perkawinan campuran apabila timbul permasalahan yang di dalam hubungan hukum tersebut sudah dimasuki unsur asing, maka diperlukan perangkat khusus untuk memecahkan kasus-kasus yang di dalamnya. 9 Sebagaimana sudah tersedia sebagai salah satu komponen hukum nasional, yakni Hukum Perdata Internasional Indonesia (HPI 6 Irma Devita Purnamasari, Op.Cit., h. 157. 7 Ibid., h. 173. 8 Djaja S. Meiliala, Hukum Perdata Dalam Perspektif BW, Nuansa Aulia, Bandung, 2013, h. 21. 9 Ibid., h. 265. Indonesia). Ketiga ketentuan dasar dalam HPI, yaitu : 10 1. Status dan wewenang seseorang harus dinilai menurut hukum nasionalnya. Jadi seorang warga negara Indonesia, dimanapun ia berada tetap terikat kepada hukumnya sendiri yang menyangkut status dan wewenang (lex patriae). Ketentuan ini dianalogikan pula terhadap orang asing, jadi orang asing pun mengenai status dan wewenangnya harus kita nilai menurut hukumnya sendiri. 2. Mengenai benda-benda tetap harus dinilai menurut hukum dari negara atau tempat dimana benda tetap itu terletak (lex rei sitae). 3. Bentuk tindakan hukum dinilai menurut hukum dimana tindakan itu dilakukan (locus regit actum). Apabila terjadi suatu permasalahan, maka ketentuan penunjuk yang akan menentukan hukum mana yang akan digunakan. Sebab setiap ketentuan penunjuk mengandung suatu pengertian yang mencakup materi yang menjadi objeknya. Untuk menemukan ketentuan penunjuk yang mana, harus diketahui fakta-faktanya, dan hubunganhubungan hukumnya. Bahwa mengenai pewarisan benda tetap dikuasai oleh hukum yang berlaku dari tempat benda itu terletak (lex rei sitae). 11 Pasal 17 Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB) menyatakan bahwa, mengenai benda tetap (tidak bergerak) berlaku hukum dari negara tempat benda itu terletak. Ketentuan pasal ini merupakan suatu kaidah hukum perdata yang menyangkut tentang tanah sebagai benda tetap dan letaknya di salah satu wilayah Indonesia, sehingga hukum yang digunakan adalah peraturan hukum agraria Indonesia. 12 Dalam tesis ini, penulis juga memasukkan kasus lainnya yang berkaitan dengan hak waris anak yang telah diputus oleh Pengadilan, Putusan Nomor 141/G/2010/PTUN-JKT. Berawal dari Swita Motiram yang merupakan warga negara Indonesia menikah dengan 10 Djasadin Saragih, Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional, Alumni, Bandung, 1974, h. 10. 11 Ibid., h. 50-52. 12 R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2010, h. 231. 28

suaminya yang berkewarganegaraan India, dimana sejak pernikahan tersebut dimulai Swita Motiram mengubah kewarganegaraannya mengikuti suaminya yaitu warga negara India, dan dari perkawinan tersebut mereka memiliki seorang anak yang bernama Sunesh Rattan Ladharam. Beberapa tahun setelah menikah Swita Motiram bercerai dengan suaminya kemudian mengubah kewarganegaraannya kembali menjadi warga negara Indonesia. Pada tahun 2009, Swita Motiram meninggal dunia yang kemudian timbul masalah mengenai siapa yang berhak untuk menjadi ahli waris dari Swita Motiram terhadap hak milik atas tanah yang ada di Indonesia, dimana semenjak ia kembali ke Indonesia Swita Motiram tidak pernah mencatatkan anaknya yang merupakan warga negara asing tersebut. B. Rumusan Masalah 1. Kedudukan hukum anak yang lahir dari perkawinan campuran di Indonesia. 2. Hak milik atas tanah bagi anak dalam perkawinan campuran. C. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum, karena penelitian ini dilakukan berdasarkan aturan-aturan hukum yang ditelaah guna menemukan solusi dari permasalahan isu hukum yang dihadapi dalam penelitian hukum ini. Disinilah dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas isu hukum tersebut. 2. Pendekatan Masalah Untuk menguraikan permasalahan hukum, maka digunakan 3 (tiga) pendekatan masalah yaitu : 1) Pendekatan Peraturan Undang-undang (Statute Approach), yaitu dilakukan dengan menelaah Undang-undang bersangkutpaut dengan isu hukum yang sedang ditangani, yang bertolak dari peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku dalam masyarakat sebagai hukum positif. 2) Pendekatan konsep (Conseptual Approach), yaitu pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. 3) Pendekatan kasus (Case Approach), yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 dan Putusan Nomor 141/G/2010/PTUN-JKT. 3. Sumber Bahan Hukum Sumber bahan hukum yang digunakan dalam menyusun tesis ini terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. 1) Bahan hukum primer adalah bahanbahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat berupa peraturan-peraturan yang berlaku dalam wilayah suatu negara serta berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 dan Putusan Nomor 141/G/2010/PTUN-JKT. 2) Bahan hukum sekunder adalah bahanbahan hukum yang berhubungan dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer dalam hal ini pendapat para sarjana hukum, bukubuku diktat, literatur-literatur serta jurnal-jurnal ilmiah. 4. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum Dalam penulisan tesis ini dilakukan menggunakan snowball theory atau teori bola salju. Teori bola salju dilakukan dengan cara pengumpulan dan pengolahan dari satu bahan hukum kemudian secara mengalir bergulir terus menerus sehingga memperoleh banyak sumber bahan hukum yang memiliki relevansi terhadap permasalahan pada tesis ini. Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari literatur buku-buku hukum, sehingga mendapat bahan hukum yang dikumpulkan dengan mempelajari dan menelaah peraturan perundanganundangan maupun literatur yang berkaitan dengan permasalahan atau substansi pembahasan dalam permasalahan yang dikaji. 5. Analisis Bahan Hukum Bahan hukum yang telah diperoleh kemudian dianalisis menggunakan metode interpretasi. Metode interpretasi adalah sarana 29

atau alat untuk mengetahui makna undangundang. Pembenarannya terletak pada kegunaan untuk melaksanakan ketentuan yang konkrit dan bukan untuk kepentingan metode itu sendiri. 13 Adapun interpretasi yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah interpretasi gramatikal dan interpretasi sistematis. Interpretasi gramatikal maksudnya adalah penafsiran gramatikal terhadap ketentuan yang terdapat di peraturan perundang-undangan yang ditafsirkan dengan berpedoman pada arti perkataan menurut tata bahasa dan seperti yang digunakan seharihari. 14 Sedangkan interpretasi sistematis adalah interpretasi dengan khusus memperhatikan hubungan antara ketentuan undang-undang yang hendak ditafsirkan dengan ketentuanketentuan lainnya dari undang-undang tersebut dan memperhatikan pula hubungan antara undang-undang itu dengan undang-undang lainnya yang sejenis. 15 D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kedudukan Hukum Anak Yang Lahir Dari Perkawinan Campuran Di Indonesia Mengenai anak, cukup banyak peraturan yang mengatur tentang anak, dan di lain pihak keberadaan anak tidak terlepas dan berhubungan erat dengan hukum perkawinan, hukum keluarga dan hukum kewarisan. Dalam hal perkawinan campuran masalah status anak ini juga menghadapi permasalahan yaitu berkaitan dengan kewarganegaraan dari anak. Selain daripada itu dalam UU Perkawinan mengenai kedudukan anak telah diatur pada Bab 9 dalam Pasal 42 sampai Pasal 44 yang antara lain menentukan : a. Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah (Pasal 42). b. Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya (Pasal 43 ayat (1)). c. Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya, 13 Sudikno Mertokusumo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, h. 13. 14 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, h. 40. 15 R. Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, h. 66. bilamana ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzinah dan anak itu akibat daripada perzinahan tersebut. (Pasal 44 ayat (1)). d. Pengadilan memberikan keputusan tentang sah atau tidaknya anak atas permintaan pihak yang berkepentingan. (Pasal 44 ayat (2)). Bertitik tolak dari pengaturan tersebut, bahwa UU Perkawinan tidak mengatur mengenai anak hasil perkawinan antar bangsa Indonesia dengan bangsa asing karena dalam Pasal 42 tersebut hanya mengatur mengenai kedudukan anak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa UU Perkawinan hanya mengatur kedudukan anak hasil antara warga negara Indonesia saja. Sedangkan apabila perkawinan yang berbeda kewarganegaraan, masalah kedudukan anak atau status anak ini memang dapat menimbulkan permasalahan. 16 Undang-undang Kewarganegaraan yang pertama sebagai pelaksanaan Pasal 26 Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis Undang-undang Dasar 1945) adalah Undang-undang Nomor 3 Tahun 1946 (tentang Warga Negara dan Penduduk Negara), yang telah mengalami perubahan melalui Undang-undang Nomor 6 jo Undangundang Nomor 8 Tahun 1947 dan Undangundang Nomor 11 Tahun 1948. Undang-undang ini menganut asas ius soli, yaitu asas tempat kelahiran. Kemudian undang-undang ini diganti oleh Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958, yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 yaitu Undang-undang Kewarganegaraan Republik Indonesia (selanjutnya ditulis UU Kewarganegaraan) yang mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2006. 17 Ada dua kategori anak yang harus memilih status kewarganegaraan. Batasannya adalah pengesahan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Pertama, anak yang lahir sebelum 1 Agustus 2006 adalah mereka yang sudah mengantongi Surat Keputusan Menkumham tentang Kewarganegaraan. Kedua, anak yang lahir sesudah 1 Agustus 2006 yang memiliki affidavit. 16 Nawawi dan Widyaiswara Madya, Perkawinan Campuran (Problematika Dan Solusinya), Balai Diklat Keagamaan Palembang, h. 11. 17 Djaja S. Meliala, Op.Cit., h. 37-38. 30

Dalam konteks ini, affidavit adalah surat keimigrasian yang dilekatkan atau disatukan pada paspor asing yang memuat keterangan sebagai anak berkewarganegaraan ganda. Pemegang affidavit mendapatkan fasilitas keimigrasian saat keluar masuk Indonesia. 18 Jika anak berkewarganegaraan ganda memilih menjadi warga Negara asing (WNA), maka pernyataan itu harus disampaikan kepada pejabat atau perwakilan Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal si anak. Jika selama ini anak tersebut sudah memegang paspor Indonesia, maka paspor itu harus dicabut. Demikian pula, jika anak tersebut memiliki affidavit, maka surat itu harus dicabut pejabat yang menerima pernyataan memilih menjadi warga negara asing. Sang pejabat kemudian menyampaikannya ke Ditjen Imigrasi dan selanjutnya petugas akan memutakhirkan data Sistem Informasi Keimigrasian. 19 Menurut Dinna Sabriani di dalam artikel Tanya jawab Klinik Hukum online, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mempermudah proses penyampaian pernyataan memiliki kewarganegaraan bagi anak yang memiliki kewarganegaraan ganda. Anak yang lahir dari pasangan berbeda warga negara, salah satunya warga negara Indonesia, bisa memiliki kewarganegaraan ganda hingga berusia 18 (delapan belas) tahun. Paling lambat 3 (tiga) tahun setelah mencapai usia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, si anak harus menyatakan pilihan kewarganegaraannya, pilih warga negara Indonesia atau menjadi warga negara asing, negara asal ayah atau ibunya. 20 2. Hak Milik Atas Tanah Bagi Anak Dalam Perkawinan Campuran Jika perkawinan campuran dilangsungkan di Indonesia maka pembagian warisan dilakukan berdasarkan BW dan hukum yang berlaku di Indonesia, apabila perkawinan dilangsungkan di negara lain maka pembagian waris dilakukan berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku di negara tersebut. Selain berkaitan dengan hukum dimana perkawinan dilangsungkan pembagian warisan dalam perkawinan juga berkaitan dengan apakah di dalam perkawinan tersebut terdapat perjanjian perkawinan. Jika terdapat perjanjian perkawinan dalam suatu perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dapat mempermudah dikemudian hari untuk mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pembagian warisan khususnya yang berkaitan tentang warisan yang berbentuk tanah atau rumah. Bagi benda bergerak berlaku hukum dari pemegang benda tersebut berada, namun bagi benda tidak bergerak berlaku hukum dimana benda tidak bergerak itu berada. Pewarisan yang dimaksud disini adalah pewarisan hak atas tanah. Dalam praktik disebut pewarisan tanah. Secara yuridis, yang diwariskan adalah hak atas tanah bukan tanahnya. Memang benar bahwa tujuan pewarisan hak atas tanah adalah supaya ahli warisnya dapat menguasai dan menggunakan tanah yang bersangkutan. Perolehan hak milik atas tanah dapat juga terjadi karena pewarisan dari pemilik kepada ahli waris sesuai dengan Pasal 26 UUPA. Pewarisan dapat terjadi karena ketentuan undang-undang ataupun karena wasiat dari orang yang mewasiatkan. 21 Indonesia belum mempunyai peraturan perundang-undangan yang bersifat nasional, maka dalam warisan tetap mengacu pada kepada hukum adat, hukum Islam dan BW. Oleh karena itu warisan yang berkaitan dengan perkawinan campuran, memang diserahkan kepada suami istri yang bersangkutan, 22 bergantung pada sistem mana yang akan digunakan, ataupun dapat juga meminta bantuan pada pengadilan berupa suatu penetapan. Peralihan hak atas tanah dari pemegang haknya kepada pihak lain dapat terjadi karena peristiwa hukum, yaitu meninggal dunianya pemegang hak atas tanah, disini peralihan haknya terjadi melalui pewarisan, atau karena suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemegang hak atas tanah dengan pihak lain, yaitu berupa jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam modal perusahaan, dan lelang. Yang dimaksud pewarisan hak adalah berpindahnya hak atas tanah dari pemegang haknya meninggal dunia. Dengan meninggal 18 Irma Devita Purnamasari, Op.Cit., h. 160. 19 Ibid., h. 162. 20 Ibid., h. 159. 21 Urip Santoso, Op.cit., h. 397. 22 Nawawi dan Widyaiswara Madya, Op.cit, h. 13. 31

dunianya pemegang hak atas tanah tersebut berpindah kepada ahli warisnya. Jatuhnya harta warisan dari pemegang hak atas tanah kepada ahli waris bukan karena suatu perbuatan hukum, melainkan berpindah karena peristiwa hukum. 23 Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUUXIII/2015 telah memperlonggar makna perjanjian perkawinan. Dengan putusan MK tersebut, kini perjanjian tak lagi bermakna perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan (prenuptial agreement) tetapi juga bisa dibuat setelah perkawinan berlangsung. Aturan dalam kedua Undangundang yang digugat di Mahkamah Konstitusi tersebut dinilai diskriminatif lantaran mereka yang melakukan perkawinan campuran dengan warga negara asing tidak bisa memperoleh hak milik dan hak guna bangunan. Pasal 29 ayat 1 UU Perkawinan, pada waktu sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut. Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUUXIII/2015, sebaiknya bagi pasangan yang melakukan perkawinan campuran segera membuat perjanjian perkawinan yang mana dalam hal ini akan mempermudah bagi pasangan warga negara indonesia untuk memilik baik tanah dan bangunan dengan status hak milik sehingga tanah dan bangunan tersebut dapat diwariskan kepada anak yang lahir dari perkawinan campuran tersebut mengingat ketentuan bahwa anak tersebut telah memilih menjadi warga negara Indonesia. Analisis Putusan Nomor : 141/G/2010/PTUN- JKT Almarhummah Swita Motiram dahulu pernah menikah di Luar Negeri (Hongkong) dengan seorang warga negara asing bernama Rattan Ladharam pada tanggal 10 Desember 1979 dan telah bercerai pada tanggal 11 Mei 1990. Bahwa baik pada saat pernikahan hingga perceraian, Almarhumah Swita Motiram masih berstatus warga negara asing yaitu 23 Urip Santoso, Op.cit., h. 398. berkewarganegaraan India. Kemudian Almarhumah Swita Motiram pada tanggal 13 Juni 1997 mengubah kewarganegaraan menjadi warga negara Indonesia. Setelah Almarhumah Swita Motiram menjadi warga negara Indonesia, ia tidak pernah mendaftarkan perkawinan dan perceraian yang dilakukan di Hongkong serta anak yang dilahirkan (Sunesh Rattan Ladharam) tersebut pada Kantor Pencatatan Perkawinan di Indonesia, sehingga ia menjadi warga negara yang berstatus lajang. Dengan tidak didaftarkannya bukti perkawinan, perceraian yang dilakukan di luar negeri (Hongkong) serta anak yang dilahirkan pada Kantor Pencatatan Perkawinan di Indonesia maka Perkawinan, perceraian dan anak tersebut dianggap tidak ada atau tidak sah. Atas meninggalnya Almarhumah Swita Motiram pada tanggal 3 Nopember 2009 maka Kamlesh Motiram Kalwani dan Johny Motiram meminta untuk dikeluarkan Surat Keterangan Waris atas nama Kamlesh Motiram Kalwani dan Johny Motiram sebagai ahli waris dari almarhumah Almarhumah Swita Motiram. Namun yang keluar ialah Surat Keterangan Hak Mewaris Nomor : W7.AH.06.10-36/VII/2010 tanggal 19 Juli 2010 Tentang Hak mewaris atas harta peninggalan Almarhumah Swita Motiram yang hanya menyebutkan Sunesh Rattan Ladharam sebagai satu-satunya Ahli Waris dari Almarhumah Swita Motiram. Sehingga Kamlesh Motiram Kalwani dan Johny Motiram mengajukan gugaan dalam perkara ini terhadap Surat Keterangan Hak Mewaris Nomor : W7.AH.06.10-36/VII/2010 tanggal 19 Juli 2010. Sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat 2 UU Perkawinan yang berbunyi : Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami istri itu kembali di wilayah Indonesia surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal mereka. Almarhumah Swita Motiram setelah ia menjadi warga negara Indonesia seharusnya melakukan pencatatan perkawinan, perceraian yang dilakukan di luar negeri (Hongkong) serta anak yang dilahirkan dicatatkan pada Kantor Pencatatan Perkawinan di Indonesia, agar anak dari Almarhumah Swita Motiram dapat diakui oleh hukum di Indonesia. Demikian jelas sudah bahwa dengan tidak didaftarkannya Sunesh Rattan Ladharam pada Kantor Pencatatan Perkawinan di Indonesia, meskipun ia sebagai 32

anak dari Almarhumah Swita Motiram akan tetapi ia sebagai warga negara Asing, maka terhadapnya tidak bisa diberlakukan hukum yang berlaku di Indonesia. Dengan turunnya Surat Keterangan Hak Mewaris Nomor : W7.AH.06.10-36/VII/2010 tanggal 19 Juli 2010 Tentang Hak mewaris atas harta peninggalan Almarhumah Swita Motiram yang hanya menyebutkan Sunesh Rattan Ladharam sebagai satu-satunya Ahli Waris dari Almarhumah Swita Motiram, Kamlesh Motiram Kalwani dan Johny Motiram merasa sangat dirugikan dimana tidak bisa untuk mengambil alih harta-harta atas peninggalan Almarhumah Swita Motiram. Sunesh Rattan Ladharam adalah sebagai Warga negara asing maka tidak berhak memperoleh Hak milik di Indonesia hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat 1 UUPA yang berbunyi : Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hak milik. Namun sebagai anak kandung dari ibunya Swita Motiram, Sunesh Rattan Ladharam berhak untuk mendapatkan waris dari ibunya misalnya dari harta bergerak milik ibunya tetapi ia tidak dapat memiliki hak milik atas tanah yang ada di indonesia dikarenakan ia merupakan warga negara asing. Dikarenakan Sunesh Rattan Ladharam adalah sebagai seorang warga negara asing bukan sebagai warga negara indonesia oleh karena itu terhadapnya tidak bisa diberlakukan atas hukum waris yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, beralasan dan berdasarkan hukum Kamlesh Motiram Kalwani dan Johny Motiram mengajukan gugatan dalam perkara ini terhadap Surat Keterangan Hak Mewaris Nomor : W7.AH.06.10-36/VII/2010 tanggal 19 Juli 2010 untuk dinyatakan batal dan tidak sah. Bahwa oleh karena Almarhumah Swita Motiram merupakan warga negara Indonesia, bertempat tinggal di Indonesia dan memiliki asetaset/harta peninggalan di Indonesia, maka sehubungan dengan pembagian warisan/harta peninggalan miliknya dilaksanakan berdasarkan ketentuan Hukum Waris Indonesia, yaitu berdasarkan Burgerlijk Wetboek. Pasal 21 ayat 3 UUPA, pada pokoknya mengatur bahwa orang asing yang sesudah berlakunya Undang- undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut. Berdasarkan aturan dimaksud, artinya Sunesh Rattan Ladharam sebagai warga negara asing dapat mewaris tanpa wasiat apabila, namun ia dalam jangka waktu 1 (satu) tahun harus melepaskan hak itu. Pelepasan hak dapat dilakukan dengan menjual hak milik yang diperolehnya kepada pihak lain. Namun dalam hal ini karena Almarhumah Swita Motiram tidak pernah mendaftarkan perkawinan dan perceraian yang dilakukan di Hongkong serta anak yang dilahirkan, maka Sunesh Rattan Ladharam tidak berhak atas warisan milik Almarhumah Swita Motiram yang ada di Indonesia. E. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia mengatur tentang anak yang lahir dari pasangan perkawinan dapat memiliki kewarganegaraan ganda. Kepada mereka ini diberi kewarganegaraan ganda terbatas sampai dengan usia 18 (delapan belas) tahun. Paling lambat 3 (tiga) tahun setelah mencapai usia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, anak tersebut harus menyatakan pilihan kewarganegaraannya, memilih untuk menjadi warga negara Indonesia atau menjadi warga negara asing. Terdapat 2 (dua) kategori anak yang harus memilih status kewarganegaraan, batasannya adalah pengesahan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006. Pertama, anak yang lahir sebelum 1 Agustus 2006 adalah mereka yang sudah mengantongi Surat Keputusan Menkumham tentang Kewarganegaraan. Kedua, anak yang lahir sesudah 1 Agustus 2006 yang memiliki affidavit atau surat keimigrasian yang dilekatkan pada paspor asing yang memuat keterangan sebagai anak berkewarganegaraan ganda. b. Dengan meninggalnya pemilik tanah, maka hak miliknya secara hukum berpindah kepada ahli warisnya sepanjang ahli warisnya memenuhi syarat sebagai subjek hak milik, namun 33

dalam hal ini yang membatasi ialah kewarganegaraan ganda dari anak tersebut. Apabila anak tersebut memilih warga negara Indonesia maka ia berhak untuk memiliki hak milik atas tanah. Dalam kasus yang telah disebutkan diatas dimana balai harta peninggalan mengeluarkan surat keterangan waris dari Swita Motiram yang menyatakan bahwa yang berhak untuk menjadi ahli waris adalah anaknya yaitu Sunesh Rattan Ladharam yang merupakan warga negara asing. Maka dengan dikeluarkannya Putusan Nomor : 141/G/2010/PTUN-JKT menyatakan tidak sah Surat Keputusan Tergugat Nomor W7.AH.06.10-36/VII/2010, tanggal 19 Juli 2010 tentang Surat Keterangan Hak Mewaris yang diberikan kepada Sunesh Rattan Ladharam. Dikarenakan Sunesh Rattan Ladharam adalah sebagai seorang warga negara Asing bukan sebagai warga negara Indonesia, sebagai warga negara asing maka ia tidak berhak memperoleh Hak milik di Indonesia hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat 1 UUPA yang berbunyi : Hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik. 2. Saran a. Bagi anak yang lahir dari perkawinan campuran untuk mendapatkan hak milik atas tanah yang ada di Indonesia sebaiknya pada saat usia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin untuk segera menyatakan menjadi warga negara Indonesia yang disampaikan kepada pejabat atau perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dimana anak tersebut berada. Namun apabila menyatakan memilih warga negara asing maka maka anak tersebut wajib melepaskan hak milik tersebut dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak hak tersebut diperoleh. b. Bagi warga negara Indonesia yang akan melakukan perkawinan campuran sebaiknya membuat perjanjian perkawinan yang disahkan pegawai pencatat perkawinan mengenai pemisahan harta sama sekali, yaitu harta yang diperoleh selama perkawinan dimiliki masing-masing, serta hak dan kewajiban yang diperoleh sebelum atau setelah perkawinan menjadi tanggung jawab masing-masing. Dengan adanya perjanjian perkawinan maka harta asal suami dan istri tetap terpisah dan tidak terbentuk harta bersama. Sehingga bagi warga negara Indonesia masih memiliki kesempatan untuk memiliki hak atas tanah yang kepemilikannya terpisah dari pasangannya yang merupakan warga negara asing. DAFTAR PUSTAKA Buku : Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014. C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Balai Pustaka, Jakarta, 2002. Djaja S. Meiliala, Hukum Perdata Dalam Perspektif BW, Nuansa Aulia, Bandung, 2013. Djasadin Saragih, Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional, Alumni, Bandung, 1974. Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Mandar Maju, Bandung, 1990. Irma Devita Purnamasari, Kiat-kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah Hukum Waris, Mizan Pustaka, Bandung, 2014. Nawawi dan Widyaiswara Madya, Perkawinan Campuran (Problematika Dan Solusinya), Balai Diklat Keagamaan Palembang. R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2010. R. Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982. Sudikno Mertokusumo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993. Putusan : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU- XIII/2015. Putusan Nomor 141/G/2010/PTUN-JKT. Peraturan Perundang-undangan : 34

Burgerlijk Wetboek (BW), Staatsblaad Tahun 1847 Nomor 23. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1917 Nomor 129. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Nomor 2043. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Nomor 3019. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 Tahun 2006 Nomor 63. Tambahan Nomor 4634. Perubahan atas Undangundang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Tahun 1958 Nomor 113. Tambahan Lembaran Negara Nomor 1647. 35