BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara

MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. 2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) Deskripsi Morfologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara

I. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di. Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung Januari hingga 14

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

Nyamuk sebagai vektor

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman pepaya adalah sebagai berikut (Yuniarti, 2008):

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Laga merupakan jenis ikan yang memiliki warna yang beragam,

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit. Demam Berdarah Dangue (DBD) yaitu Aedes aegypti dan Aedes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

BAB I. Pendahuluan UKDW. data dari World Health Organization (WHO) bahwa dalam 50 tahun terakhir ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB I PENDAHULUAN. provinsi dan 2 kota, menjadi 32 kasus (97%) dan 382 kasus (77%) kabupaten/kota pada

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO)

TINJAUAN PUSTAKA. : Dicotyledoneae. perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang. disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen)

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena. rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya

BAB II LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk

BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA

II. TINJAUAN PUSTAKA. memburuk setelah dua hari pertama (Hendrawanto dkk., 2009). Penyebab demam

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. Infeksi virus dengue merupakan vector borne disease. Nyamuk Aedes

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. hari berikutnya hujan lagi. Kondisi tersebut sangat potensial untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza) TERHADAP JUMLAH NYAMUK Aedes aegypti YANG HINGGAP PADA TANGAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini. DBD merupakan salah satu masalah kesehatan utama di

BAB II TINJAUAN MENGENAI AEDES AEGYPTI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan. tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut: : Spermatophyta. : Dicotyledonae. : Myrtaceae

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2011a). Tahun 2010 Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kejadian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai perantara (vektor) beberapa jenis penyakit terutama Malaria

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. utama di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, Indonesia UKDW

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MOJO (Aegle marmelos L.) TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSAKA A. Mahoni (Swietenia mahagoni jacg) Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai, atau di tanam di tepi jalan sebagai pohon pelindung. Pohon mahoni dapat tumbuh subur dipasir payau yang dekat dengan pantai. Tinggi pohon mahoni, mencapai 5-25 m, berakar tunggang, batangnya bulat, banyak bercabang dan kayunya bergetah. Daun mahoni, helaian daun berbentuk bulat telur, ujung dan pangkalnya runcing, tulang daun menyirip, panjang daunnya mencapai 3-15 cm. Daun muda berwarna merah, setelah daun menjadi tua warnanya menjadi hijau. Bunga mahoni, bunganya majemuk tersusun dalam karangan yang keluar dari ketiak daun, ibu tangkai bunga silindris, warnanya coklat muda. Kelopak bunga lepas satu sama lain, bentuknya seperti sendok, warnanya hijau. Mahkota silindris, kuning kecoklatan, benang sari melekat pada mahkota, kepala sari putih, dan kuning kecoklatan. Mahoni baru berbunga setelah berumur 7 tahun. Buah mahoni berbentuk bulat telur berlekuk lima, warnanya coklat. Biji mahoni bentuknya pipih, warnanya hitam atau coklat.(jenis tanaman, Pertanian, IPB. www.ipb library.com). Kandungan kimianya adalah alkaloid, triterpenoid, saponin dan flavonoida. Dimana rasa pahit itu muncul karena alkaloid. Kandungan flavonoidnya di mungkinkan sebagai anti mikroba dan anti virus. Selain itu di dalamnya terkandung

senyawa triterpenoid yang berfungsi sebagai antifagus, insektisida dan juga penghambat system syaraf.(heri Kristanto,2005) B. Nyamuk Aedes aegypti Nyamuk Aedes aegypti dapat menularkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) melalui tusukannya (suroso Thomas, 1998). Nyamuk ini berwarna gelap yang dapat diketahui dari adanya garis putih keperakan dengan bentuk lyre pada torak Nyamuk. Aedes aegypti bersifat antropofilik dan hanya nyamuk betina yang menusuk isap. Nyamuk betina biasanya menusuk isap di dalam rumah kadang-kadang di luar rumah, di tempat yang agak gelap. Pada malam hari nyamuk beristirahat dalam rumah dan pada benda-benda yang digantung, seperti pakaian, kelambu, pada dinding dan di bawah rumah dekat tempat berbiaknya, biasanya di tempat yang lebih gelap. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menusuk isap berulang kali (multiplebiterx), yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena nyamuk Aedes aegypti sangat sensitif dan mudah terganggu. Keadaan ini sangat membantu dalam memindahkan virus dengue ke beberapa orang sekaligus sehingga dilaporkan adanya beberapa penderita DBD di dalam satu rumah. Nyamuk jantan tertarik juga pada manusia bila melakukan perkawinan, tetapi tidak menggigit. (Sunaryo Sumarmo, 1983). Nyamuk Aedes aegypti tempat perindukannya berada pada tempat yang berisi air bersih yang letaknya tidak jauh dari perumahan penduduk dan jaraknya sekitar, 500 meter dari rumah. Nyamuk Aedes aegypti dapat terbang sejauh 2 kilometer pada siang hari, penghisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang 2 kali yaitu setelah

matahari terbit antara jam 8 pagi sampai jam 10 siang dan sebelum matahari terbenam antara jam 3 sore sampai jam 6 petang (Soemarmo, 1988). 1. Klasifikasi Aedes aegypti Phylum Subphylum Class Ordo Famili Genus Spesies : Arthropoda : Aceloturata : Insekta : Diptera : Culicidae : Aedes : Aedes aegypti 2. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti a. Telur Telur Aedes aegypti berwarna hitam seperti sarang tawon dan mengapung di air, waktu yang diperlukan untuk menetas adalah 2-4 hari. b. Larva Larva nyamuk Aedes aegypti pada umumnya ditemukan digenangan air yang tenang. Larva Aedes aegypti memiliki bentuk siphon yang tidak langsing, memiliki pelana terbuka, bulu siphon satu pasang dan gigi sisir yang lateral, didalam genangan air larva Aedes aegypti bergerak aktif keatas dan kebawah secara berulang-ulang. Larva mengambil oksigen dengan tabung sifon dengan cara menggantungkan diri pada permukaan air, waktu stadium larva 6-8 hari. c. Pupa

Stadium pupa merupakan stadium in aktif karena pupa tidak memerlukan makanan tetapi memerlukan oksigen. Waktu stadium pupa 1-2 hari. d. Nyamuk dewasa Nyamuk dewasa Aedes aegypti memiliki ciri-ciri : proboscis bersisik hitam, palpus pendek ujungnya hitam dengan sisik putih perak, memanjang. Femur bersisik putih terletak memanjang. Femur bersisik putih pada permukaan anterior, posterior dan setengah basal. Tibiannya berwarna hitam. Tarsi bagian belakang berlingkaran putih dari segmen kesatu sampai segmen kelima. C. Pemberantasan Secara Hayati Pengendalian larva Aedes aegypti secara hayati tidak sepopuler cara kimiawi oleh karena penurunan padat populasi yang diakibatkannya terjadi perlahan-lahan tidak sedrastis abate menggunakan larvasida (kimiawi). Organisme yang digunakan dalam pengendalian secara hayati umumnya bersifat predator, parasitik atau patogenik dan umumnya ditemukan pada habitat yang sama dengan larva yang menjadi mangsanya. Beberapa di antaranya telah diuji coba di laboratorium dan di lapangan pada skala kecil.

1. Toxorhynchites sp Larva Toxorhynchites splendens instar 1 diuji coba di daerah pemukiman di Jakarta untuk mengendalikan larva Aedes aegypti yang berada di tempat-tempat penampungan air penduduk. Hasil yang diperoleh dan uji coba tersebut ternyata masih kurang memuaskan. Pada tahun berikutnya dilakukan uji coba serupa di daerah semi pedesaan di Ungaran, Jawa Tengah menggunakan larva Toxorynchytes amboinensis instar 2 dan 3. Hasil yang diperoleh dan uji coba terakhir tersebut ternyata tidak jauh berbeda dengan yang terdahulu yakni penurunan padat populasi larva. Aedes aegypti. 2. Mesostoma sp. Organisme tersebut termasuk bangsa cacing Turbellaria berukuran 10,5 cm bersifat predator terhadap larva nyamuk. Pada uji laboratorium yang dilakukan di Malaysia cacing tersebut terbukti sangat efektif dalam menekan populasi nyamuk demikian pula dengan uji lapangannya (persawahan). Selain larva Aedes beberapa generasi lainnya seperti Culex, Anopheles dan Toxorhynchites dapat dimangsa oleh jenis cacing Turbellaria. 3. Labellula Masyarakat awam mengenal organisme tersebut sebagai Capung (dragonfly) termasuk golongan serangga Anisoptera. Nimfa serangga tersebut yang hidup di dalam air telah lama diketahui sebagai predator larva nyamuk baik di laboratorium maupun di alam. Berdasarkan sifat tersebut pada uji coba yang dilakukan di Myanmar temyata nimfa Labellula ukuran sedang mampu memangsa larva dan pupa Aedes aegypti sebanyak 133 dalam waktu 24 jam.

Kemampuan tersebut ternyata 3 kali lebih banyak daripada kemampuan larva Toxorhynchites splendens. 4. Mesocyclops aspericornis Jenis Copepoda yang tersebar sebagai plankton dan benthos ini bersifat predator. Pada suatu penelitian di Polynesia Perancis terbukti bahwa M. aspericornis pengaruhnya tidak konsisten terhadap larva Aedes aegypti yang ditemukan berada di tangki air, drum dan sumur yang bertutup. Keadaan tersebut tampaknya bergantung pada tersedianya mikrofauna di tempat perkembangbiakannya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Copepoda tersebut. 5. Romanomermis iyengari Organisme ini termasuk jenis cacing Nematoda dan bersifat parasit pada larva nyamuk. Cacing tersebut tumbuh dan berkembang jadi dewasa di dalam tubuh larva yang di parasitinya. Setelah dewasa cacing tersebut keluar dari tubuh inangnya (larva) dengan jalan menyobek dinding tubuh inang sehingga menyebabkan kematian inang tersebut. Penelitian di laboratorium dengan menggunakan perbandingan jumlah parasit dan inang (larva Aedes aegypti) 1:1 diperoleh rata-rata infeksi sebesar 33,75%. (Hadi Suwasono, 1997) D. Pemberantasan Secara Kimiawi Mengingat tempat perkembangbiakan larva vektor DBD pada penampungan air yang airnya digunakan bagi kebutuhan sehari-hari terutama untuk minum dan masak, maka larvisida yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat antara lain :

efektif pada dosis rendah, tidak bersifat racun bagi manusia/ mamalia, tidak menyebabkan perubahan rasa, warna dan bau pada air yang diperlakukan, dan efektivitasnya lama. Beberapa larvisida dengan kriteria seperti tersebut di atas sebagian telah digunakan secara luas (operasional) dan sebagian lainnya masih dalam tahap uji laboratorium atau uji lapangan skala kecil. 1. Temephos (Abate) Larvisida ini terbukti efektif terhadap larva Aedes aegypti dan daya racunya rendah terhadap mamalia. Pada program penanggulangan vektor DBD di Indonesia, temephos sudah digunakan sejak 1976 dalam bentuk (formulasi) butiran pasir (sand granules) dengan dosis 1 ppm. 2. Methoprene Pada uji lapangan yang dilakukan oleh ten Houten dkk, di daerah Jakarta Utara ternyata methoprene berhasil menekan kepadatan nyamuk Aedes aegypti yang menggigit serta hinggap pada orang dan munculnya nyamuk tersebut selama sebulan. Larvasida ini termasuk jenis penghambat tumbuh serangga (insect growth regulator).

3. Diflubenzuron Penggunaan larvisida ini pada tempat penampungan air (tempayan) berhasil mengendalikan larva Aedes aegypti selama 18 minggu. 4. Triflumuron Larvisida jenis penghambat tumbuh serangga ini efektivitasnya telah dibuktikan pada uji laboratorium, dosis 1 ppm berhasil menekan perkembangan pupa Aedes aegypti menjadi dewasa selama 8 minggu. Uji lapangan pada dosis 0,075 ppm ternyata berhasil menurunkan populasi Aedes aegypti sampai 2 minggu setelah perlakuan. 5. Vetrazin Uji laboratorium dan lapangan ventrazin terhadap larva Aedes aegypti membuktikan bahwa daya bunuhnya terhadap Aedes aegypti sebesar 0,48 mg/i (laboratorium) sedang efektivitasnya di lapangan sama dengan methoprene.(hadi Suwasono, 1997).