BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua manusia berpikir, setelah berpikir dia ingin menyatakan pikirannya dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal yang merupakan suatu rangkaian aturan tentang bagaimana kita menggunakan kata-kata dalam penciptaan pesan untuk berkomunikasi secara lisan maupun tulisan. Sehingga bahasa menjadi jantung pesan komunikasi, menduduki posisi utama. Baik proses penyandian, representasi budaya, persepsi prasangka, empati, ideologi, jarak, sosial, dan lainnya. Bahasa adalah wujud pesan yang menjalankan fungsi komunikasi (Purwasito, 2003:198). Dalam literatur bahasa, para ahli merumuskan fungsi bahasa ada 4 yaitu: a. Sebagai alat/media komunikasi b. Sebagai alat untuk ekspresi diri c. Sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial d. Sebagai alat kontrol sosial, (Keraf, 1997:3-6 dalam Finoza, 2004:2) Bahasa adalah suatu alat yang penting dan sangat berperan pada manusia. Manusia yang nalurinya selalu ingin hidup bersama menyebabkan perlu berkomunikasi dengan sesamanya. Sebagai alat komunikasi, bahasa digunakan untuk mengomunikasikan berbagai hal, baik dirasakan, dipikirkan, dialami, maupun yang diinginkan oleh seseorang. Agar berbagai hal yang 1
dikomunikasikan itu dapat diterima secara tepat oleh orang lain, bahasa yang digunakan haruslah tepat, tidak menimbulkan makna yang ganda, dan selalu berhubungan dengan pokok pembicaraan. Banyak suku atau kelompok etnik yang masing-masing mempunyai kebudayaan sendiri. Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri ialah bahasa daerah masih tetap berperan penting dalam kebudayaan daerah di Indonesia. Hal ini terlihat pada sebagian besar suku atau kelompok etnik yang masih memakai bahasa daerah, yang juga dapat berbahasa Indonesia, sedikit banyak akan membawa pengaruh bahasa daerahnya ketika menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Sebaliknya, bahasa Indonesia juga akan memberi pengaruh terhadap perkembangan bahasa daerah. Pada era globalisasi dan era informasi, setiap orang berusaha untuk dapat mengembangkan kemampuan dirinya baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun dalam bidang seni dan budaya. Sehubungan dengan perkembangan zaman, untuk mengomunikasikan dalam berbagai hal orang sering mengungkapkannya dalam bentuk tulisan seperti puisi dan cerita. Berdasarkan kenyataan itu, bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 1984:16). Oleh karena itu, bahasa Melayu yang dapat memberi pengaruh besar terhadap bahasa Indonesia perlu dibina dan dikembangkan. Untuk membina dan mengembangkan bahasa Indonesia kita memerlukan perkembangan kata-kata 2
yang berasal dari bahasa daerah dan bahasa asing. Oleh karena itu, bahasa daerah dan bahasa asing turut memperkaya perbendaharaan kata-kata bahasa Indonesia. Pembinaan bahasa daerah yang tumbuh berdampingan dengan bahasa Indonesia dan sebagai landasan hukumnya dapat dilihat dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 ayat 2, yang mengatakan bahwa di samping bahasa resmi negara, bahasa daerah sebagai salah satu unsur kebudayaan nasional yang dilindungi oleh negara. Melayu kaya akan budaya daerah, seperti bahasa dan sastra. Namun sebagian aspek bahasa dan sastra tersebut belum pernah diteliti sehingga masyarakat banyak yang tidak mengetahuinya secara baik. Sastra lisan (lihat Petunjuk Penelitian Bahasa dan Sastra, 1974:100) tersebut meliputi: 1. Bahasa rakyat, seperti logat, sindiran, bahasa rahasia, dan mantra; 2. Ungkapan tradisional, seperti pribahasa, pepatak, dan seloka; 3. Pertanyaan tradisional, seperti teka-teki dan wangsalan; 4. Puisi rakyat, seperti pantun, syair, dan gurindam; 5. Cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dongeng, fabel, dan cerita jenaka; 6. Nyanyian rakyat, seperti senandung. Di dalam skripsi ini penulis hanya membahas salah satu aspek bahasa dan sastra yaitu gurindam. Yakni analisis metafora Melayu dari segi sintaksis dalam gurindam dua belas. Menurut Raja Ali Haji, Gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan semacam soal, 3
masalah atau perjanjian dan baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi *. Pada penelitian ini penulis menganggap bahwa metafora Melayu memiliki nilai rasa yang tinggi sehingga menimbulkan daya tarik bagi masyarakat untuk mengkonsumsi ungkapan-ungkapan tersebut ke dalam diri mereka, dan penulis mencoba membahas bahwa dalam berbahasa, masyarakat Melayu tidak selalu memakai lambang yang secara langsung mengacu pada objeknya. Masyarakat Melayu tidak dapat menghindarkan diri dari pemakaian bahasa kias yang dinamakan metafora. Di Indonesia penelitian mengenai bahasa daerah kurang mendapat perhatian dari ahli bahasa, khususnya bahasa Melayu. Mengingat hal inilah penulis tertarik untuk meneliti struktur metafora Melayu pada gurindam dua belas karena penulis merasa penelitian mengenai judul tersebut belum ada dan diharapkan hasilnya dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi para pembaca, khususnya bagi para peneliti bahasa daerah. 1.2 Batasan Masalah Adapun permasalahan yang akan diuraikan dalam skripsi ini adalah struktur metafora Melayu pada gurindam dua belas. * Dalam surat Raja Ali Haji kepada Roorda van Eijsinga tanggal 2 Juli 1846 ada tertulis; Syahdan suatupun tiada cendera mata kepada sahabat kita, hanyalah satu surat Hikayat Sultan Abdul Muluk yang sudah kita sendiri nazamkan dengan bahasa Melayu Johor yang terpakai pada masa ini. 4
Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas dan menyimpang dari pokok bahasan yang dikehendaki, maka penulis memberikan suatu batasan yang meliputi: 1. Bagaimana struktur metafora yang terdapat pada gurindam dua belas? 2. Apa saja jenis-jenis metafora yang terdapat pada gurindam dua belas? 3. Makna apa yang terkandung pada gurindam dua belas dalam metafora? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan seluruh hasil analisis data berupa analisis metafora Melayu dalam gurindam dua belas. Yang mana tujuan lainnya adalah 1. Agar diketahui struktur metafora yang terdapat pada gurindam dua belas. 2. Agar diketahui jenis-jenis metafora yang terdapat pada gurindam dua belas. 3. Agar diketahui makna yang terkandung pada gurindam dua belas dalam metafora. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang akan diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk memperluas wawasan dan pemahaman penulis dan pembaca tentang metafora yang ada dalam masyarakat. 5
2. Diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan bandingan untuk penelitian selanjutnya terhadap bahasa Melayu, khususnya dari segi sintaksis atau linguistik. 3. Menambah rujukan bagi penelitian bahasa khususnya penelitian tentang metafora. 4. Menumbuhkan minat generasi muda untuk menggali nilai-nilai luhur budaya yang sudah mulai kurang dikenal oleh masyarakat umum. 5. Untuk memenuhi salah satu syarat menempuh Sarjana Sastra di Fakultas Sastra. 6