BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menghambat kemampuan seseorang untuk hidup sehat. Penyakit penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50

BAB 1 PENDAHULUAN. Penurunan atau kegagalan fungsi ginjal berupa penurunan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau penyakit renal tahap akhir

BAB I PENDAHULUAN. CKD merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yang berdampak besar pada

BAB I PENDAHULUAN. disease) saat ini masih menjadi masalah yang besar, sebagaimana prediksi

BAB I PENDAHULUAN. komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis (Joannidis et al.,

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2


BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MENJALANI HEMODIALISA PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA.

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP KEPATUHAN PASIEN CKD UNTUK MEMPERTAHANKAN KUALITAS HIDUP DI RSUD PANDANARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh mereka yang menderita gagal ginjal (Indraratna, 2012). Terapi diet

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi

BAB I PENDAHULUAN. dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. pasien penyakit gagal ginjal kronik di Amerika Serikat adalah orang.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. ginjal yang bersifat irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk

BAB I PENDAHULUAN. yaitu penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan berakhir dengan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. waktu lebih dari tiga bulan. Menurut Brunner dan Suddarth, gagal ginjal kronik. sampah nitrogen lain dalam darah) (Muhammad, 2012).

Tabel 1.1 Keaslian penelitian

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat dicapai melalui

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

BAB I PENDAHULUAN. angka ini meningkat menjadi 219 pasien dan tahun 2013 menjadi 418 pasien. Bila

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik seperti Glomerulonephritis Chronic, Diabetic

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Setiawan Program Studi Ilmu Keperawatan STIK Siti Khadijah Palembang

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS DENGAN TERAPI HEMODIALISIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang. adalah terapi hemodialisis (Arliza, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. komposisi cairan tubuh dengan nilai Gloumerulus Filtration Rate (GFR) 25%-10% dari nilai normal (Ulya & Suryanto 2007).

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia (Ruggenenti dkk, 2001). Penyakit gagal ginjal kronis

Afniwati, Amira Permata Sari Tarigan, Yunita Ayu Lestari Tarigan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan. Abstrak

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pada perkembangan zaman yang semakin berkembang khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalaminya. Akan tetapi usia tidak selalu menjadi faktor penentu dalam perolehan

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi ginjal secara optimal untuk membuang zat-zat sisa dan

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 15,2%, prevalensi PGK pada stadium 1-3 meningkat menjadi 6,5 % dan

PERILAKU PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK STADIUM V DALAM MEMPERTAHANKAN KADAR NORMAL BUN DAN KREATININ. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Gagal ginjal yang terjadi secara mendadak disebut gagal ginjal akut,

2025 (Sandra, 2012). Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2012

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 150 ribu orang dan yang membutuhkan terapi pengganti ada

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GAMBARAN MEKANISME KOPING PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RUANG HEMODIALISA RSUD. PROF. DR. W. Z.

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

BAB I PENDAHULUAN. kronik atau disebut chronic kidney disease(ckd). Chronic kidney disease

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh, mengatur konsentrasi garam dalam darah, dan mengatur keseimbangan asambasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol merupakan substansi yang paling banyak digunakan di dunia dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEPATUHAN DIET PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang beredar dalam darah). Penderita GGK harus menjalani terapi diet

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar

BAB I PENDAHULUAN. memberikan gambaran yang jelas tentang gagal jantung. Pada studinya disebutkan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel. Ginjal berfungsi sebagai. kerusakan pada sistem endokrin akan menyebabkan terganggunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2007) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi secara akut dan kronis. Dikatakan akut apabila penyakit berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

BAB I PENDAHULUAN. (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoitein menimbulkan keadaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD) dalam jangka waktu yang lama (Black & Hawks, 2014).

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN PEMBATASAN ASUPAN CAIRAN PADA PASIEN CKD YANG MENJALANI HEMODIALISA DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal berperan sangat penting bagi sistem pengeluaran (ekskresi) manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh lagi, ginjal membuang zat-zat yang tidak diperlukan lagi dan mengambil zat-zat yang masih diperlukan tubuh, ginjal juga bertugas mengatur kadar air dan bahan lainnya di dalam tubuh ( Corwin, 2009). Menurut world health organization (WHO), data hingga 2015 diperkirakan tingkat presentase dari 2009 sampai 2011 ada sebanyak 36 juta warga dunia meninggal akibat cronic kidneys disease (CKD). Lebih dari 26 juta orang dewasa di Amerika atau sekitar 17 % dari populasi orang dewasa terkena CKD (Bomback and Bakris, 2011). Indonesia termasuk pada tingkat gagal ginjal yang cukup tinggi, sampai januari 2011 diperkirakan terdapat 70.000 penderita gagal ginjal di Indonesia yang membutuhkan cangkok ginjal, menurut Persatuan Nefrologi Indonesia (Pernefri, 2011). Gagal ginjal kronik atau CKD di Indonesia terjadi 350 per 1 juta penduduk. Terdapat sekitar 70.000 pasien dengan kasus gagal ginjal kronik atau CKD yang memerlukan terapi hemodialisa, tapi hanya 10% dari 70.000 1

2 kasus atau sekitar 7.000 pasien yang dapat melakukan terapi hemodialisa tersebut. Menurut Musliha (2010) yang dikutip dari Barbara, Gagal ginjal kronik atau CKD adalah gangguan fungsi ginjal yang irreversible dan progresif, sehingga terjadi penurunan fungsi ginjal sehingga tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit dan menimbulkan uremia. Gagal ginjal kronik atau CKD merupakan suatu proses patofisiologis dengan berbagai penyebab yang akan mengakibatkan fungsi nefron dalam tubuh menurun. Dimana proses ini akan berakhir pada gagal ginjal stadium akhir atau CKD Stage V, sehingga ini menyebabkan klien akan bergantung pada terapi fungsi ginjal (dialysis atau transplantasi ginjal) guna menghindari terjadinya uremia (retensi urea dan menumpuknya nitrogen lain di dalam darah). Menurut Corwin (2009), gagal ginjal kronik merupakan destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus menerus. Terapi yang diberikan pada pasien CKD atau gagal ginjal kronik yaitu dengan terapi konservatif dan terapi pengganti. Terapi konservatif digunakan untuk pasien CKD dengan tingkat clieren dan kreatin 25ml/menit. Bila pasien CKD sudah berada dalam tahap end stage renal disease maka terapi pengganti ginjal menjadi satu-satunya jalan untuk mempertahankan fungsi tubuh. Saat ini hemodialisa adalah merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilakukan dan jumlah penggunaannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Data dari Indonesia Renal Registry terdapar jumlah pasien di Indonesia mencapai 2260 orang pada tahun 2008, terjadi peningkatan 5,2 % dari tahun

3 2007 (kompas, 2009). Dalam survey pendahuluan, didapatkan dosis dialisis yaitu 10-15 jam per minggunya. Berdasarkan survey pendahuluan oleh peneliti di rumah sakit umum daerah (RSUD) Pandanarang Boyolali didapatkan data jumlah peserta hemodialisa perharinya ada sekitar 25 orang. Tinggi rendahnya pasien yang menderita CKD dan dilakukan hemodialisa mengalami peningkatan setiap tahun, ini dibuktikan dari jumlah peserta yang bertambah setiap tahunnya. Pada tahun 2009 terdapat 71 pasien CKD yang dilakukan hemodialisa, pada tahun 2010 terdapat 71 pasien, tahun 2011 bertambah menjadi 79 pasien dan pada tahun 2012 didapatkan 79 pasien yang diterapi hemodialisa. Jumlah dari tahun 2009 sampai 2013 pada bulan ini terdapat 300 pasien CKD yang mendapatkan terapi hemodialisa. Penyebab dari kebanyakan pasien CKD yang di hemodialisa adalah Diabetes mellitus dan hipertensi sehingga pasien harus dilakukan terapi hemodialisis. Koping masing-masing pasien dalam penatalaksanaan penyakit hingga mendapat hemodialisa cenderung baik, tetapi ada juga yang mempunyai koping kurang baik, selain hemodialisa terdapat juga terapi lain seperti pasien harus mengkonsumsi obat dan mematuhi diit yang dianjurkan seperti membatasi asupan cairan, makan makanan tinggi protein, rendah kalium dan rendah fosfor. Menurut Potter dan Perry (2008), kondisi normal manusia tidak akan bertahan lebih lama tanpa asupan cairan dibandingkan dengan makanan, ini menyebabkan pembatasan asupan cairan ke dalam tubuh sulit dilakukan

4 terutama jika pasien mengkonsumsi obat seperti diuretik yang membuat mukosa kering sehingga pasien selalu merasa ingin minum. Kepatuhan pasien dalam penatalaksanaan penyakitnya seperti terapi fisik pada penyakit dasarnya dan terapi nutrisi (pembatasan asupan cairan, kalium, fosfor) dapat mempengaruhi proses dalam mempertahankan kualitas hidup pasien itu sendiri sehingga dapat mempengaruhi keadaan umum pasien menjadi lemah, kualitas hidup pasien menjadi kurang baik, ini dibuktikan dari adanya berbagai keluhan pada pasien tersebut seperti sesak napas, terdapat edema pada sebagian tubuh, ekstremitas atau seluruh tubuh, seringnya mondok atau rawat inap karena terjadi keluhan tersebut hingga mungkin mendapatkan pengobatan atau terapi hemodialisa sebelum jadwal yang ditetapkan. Di ruang hemodialisa RSUD Pandanarang terdapat sekitar 15 unit alat hemodialisis dengan peserta CKD yang dilakukan terapi hemodialisa ada sebanyak 79 orang, dengan jumlah pasien yang tidak sedikit maka terapi ini dibagi menjadi dua shift yaitu pagi dan siang. Masing-masing pasien CKD mendapat terapi dua kali dalam seminggu dengan dosis 10-15 Jam per minggu. Nursalam (2008) mengatakan bahwa pendidikan kesehatan adalah proses yang direncanakan dengan sadar untuk menciptakan peluang bagi individuindividu untuk senantiasa belajar memperbaiki kesadaran serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan demi kepentingan kesehatan. Pendidikan

5 kesehatan ini merupakan perlakuan yang diberikan untuk mempengaruhi perubahan kepatuhan pasien dalam penatalaksanaan penyakitnya. Susan (2002) mengatakan bahwa kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan atau pasrah pada tujuan yang telah ditentukan. Literatur keperawatan kesehatan mengemukakan bahwa kepatuhan berbanding lurus dengan tujuan yang dicapai pada program pengobatan yang ditentukan. Kepatuhan pada program kesehatan merupakan perilaku yang dapat di observasi dan dengan begitu dapat langsung di ukur. Dari wawancara secara acak yang dilakukan pada 5 pasien, terdapat 3 dari 5 orang kurang patuh pada penatalaksanaan penyakitnya, mereka rajin melakukan hemodialisa sebagai pengobatan wajib tetapi kurang didukung oleh diit yang dianjurkan sehingga kualitasnya kurang baik dari mereka yang patuh pada penatalaksanaan penyakitnya, dibuktikan dengan pasien sering sesak napas, terdapat odem, terjadi kelemahan fisik dan keadaan umum yang lemah. Berdasarkan kasus tersebut, peneliti bermaksud akan mengadakan penelitian tentang Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan pasien CKD untuk mempertahankan kualitas hidup di RSUD Pandanarang Boyolali. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, peneliti dapat merumuskan Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan pasien CKD untuk mempertahankan kualitas hidup di RSUD Pandanarang Boyolali

6 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk menjelaskan pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan pasien CKD untuk mempertahankan kualitas hidup di RSUD Pandanarang Boyolali. 2. Tujuan Khusus a. Untuk menggambarkan perbedaan tingkat kepatuhan pasien CKD antara kelompok eksperimen dan kontrol setelah dilakukan pendidikan kesehatan di ruang hemodialisa RSUD Pandanarang Boyolali. b. Untuk menggambarkan peran pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan pasien CKD untuk mempertahankan kualitas hidup di RSUD Pandanarang boyolali. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Untuk meningkatkan pengetahuan mengenai penelitian secara umum (teoritis) dan menambah pengetahuan tentang gagal ginjal kronik atau CKD beserta penatalaksanaan pasien CKD. 2. Bagi Rumah sakit Sebagai bahan pertimbangan kepada rumah sakit mengenai pentingnya kepatuhan terhadap penatalaksanaan penyakit dalam mempertahankan kualitas hidup pasien.

7 3. Bagi perawat Sebagai bahan pertimbangan pentingnya pendidikan kesehatan mengenai CKD dan penatalaksanaan CKD dalam rangka meningkatkan kepatuhan dalam penatalaksanaan penyakit CKD. 4. Bagi masyarakat Untuk menjadikan motivasi bagi pasien atau masyarakat dalam upaya meningkatkan kepatuhan dalam penatalaksanaan penyakit sehigga dapat mempertahankan kualitas hidup pasien CKD. E. Keaslian Penelitian 1. Sari, 2009. Meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis diruang hemodialisa RSUP Fatmawati Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode desain penelitian deskriptif cross sectional. Dengan metode pengambilan data primer dan sekunder berupa observasi, kuesioner dan rekam medis serta timbangan BB. Menggunakan Uji chi square (X 2 ) dengan derajat kemaknaan alpha (a) adalah 0,05. Hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara pendidikan klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis dengan perilaku kepatuhan dalam pembatasan asupa cairan (p value = 0,044), tidak ada hubungan antara pengetahuan klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis dengan kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan (p value = > 0,05 dan c = 0,301), ada hubungan antara sikap

8 klien dengan kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan (p value = < 0,05 dan c = 0,033), ada hubungan antara informasi yang didapat klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa dengan kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan (p value = > 0,05 dan c = 0,855), tidak ada hubungan antara lama menjalani hemodialisis klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis dalam pembatasan asupan cairan (p value =>0,05 dan c = 0,216), tidak ada hubungan antara dukungan keluarga klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis dengan kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan (p value = > 0,05 dan c = 0,523). 2. Rahayu, 2009. Meneliti analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa di RSUP Prof. Dr. Margono Soekarjo, Purwokerto. Jenis penilitian ini non eksperimen dengan metode deskriptif analitik dan rancangan cross sectional, pengambilan sampel menggunakan total sampling, pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dan angket. Dari 51 responden didapatkan 67,3% yang patuh dan 32,7% yang tidak patuh. Faktor usia antara yang patuh dan tidak patuh dengan nilai (sig) atau p = 0,100 berarti tidak ada pengaruh antara usia dengan kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan. Pendidikan antara yang patuh dan tidak patuh dengan nilai (sig) atau p = 0,000 berati ada pengaruh antara pendidikan dengan tingkat kepatuhan. Lama menjalani HD antara yang patuh dan tidak patuh dengan nilai (sig) atau p = 0,074 lebih besar dari

9 0,05 berati tidak ada pengaruh antara lama menjalani HD dengan kepatuhan. Faktor keterlibatan tenaga kesehatan dengan analisis chi square yang patuh dan tidak patuh dengan kategori nilai (sig) atau p = 0,000 lebih kecil dari 0,05 berarti ada pengaruh antara keterliabatan tenaga kesehatan dengan kepatuhan. Faktor keterlibatan keluarga yang patuh dan tidak patuh dengan nilai (sig) atau p = 0,000 berati ada pengaruh antara keterlibatan keluarga dengan kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan. Faktor konsep diri pasien yang patuh dan tidak patuh dengan nilai (sig) atau p = 0,016 lebih kecil dari 0,05 berati ada pengaruh antara konsep diri pasien dengan kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan.