BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Alat pendukung. aman, nyaman, lancar, cepat dan ekonomis.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlangsung tanpa diduga atau diharapkan, pada umumnya ini terjadi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Inspeksi Keselamatan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2018, No Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan U

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KELAS JALAN DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Transportasi

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG


TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN TEORI

Pengertian Lalu Lintas

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATASAN ANGKUTAN BARANG PADA RUAS JALAN PROVINSI RUAS JALAN SAKETI-MALINGPING-SIMPANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas)

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan. lintas melalui rekayasa dan upaya lain adalah keselamatan berlalu lintas. Konsep

BAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang

2.1 ANALISA JARINGAN JALAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,

pembinaan dan operasi. Audit keselamatan jalan pada awalnya diperiksa oleh orang atau tim yang berkualitas secara mandiri untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. situasi dimana seorang atau lebih pemakai jalan telah gagal mengatasi lingkungan

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Jalan adalah sarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

BAB III LANDASAN TEORI. hanya melibatkan satu kendaraan tetapi beberapa kendaraan bahkan sering sampai

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 13

BAB IV : Dalam bab ini diuraikan tentang dasar pertanggungjawaban pidana pada kasus. kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian materil.

I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA

BAB II TINJAU PUSTAKA. jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan

ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS DI RUAS JALAN PROF. DR. IDA BAGUS MANTRA

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

BAB III LANDASAN TEORI

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

IDENTIFIKASI KECELAKAAN LALU LINTAS (Study Kasus Jalan Dalu-Dalu sampai Pasir Pengaraian)

BAB III LANDASAN TEORI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR BACAAN. Abdul Kadir, Muhammad. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: Citra Aditya Bakti.1998.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Menurut Miro (2002), Transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut atau mengalihkan suatu objek dari satu tempat ketempat lain, dimana di tempat lain ini objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Alat pendukung yang dipakai untuk melakukan proses pindah, gerak, angkut dan alih ini bervariasi, tergantung pada bentuk objek yang akan di pindahkan, jarak antara satu tempat ke tempat lain, dan maksud objek yang akan di pindahkan tersebut. Dengan kata lain sarana dan prasarana transportasi menyesuaikan kebutuhan objek pengguna transportasi, sehingga perjalanan yang akan di lakukan menjadi aman, nyaman, lancar, cepat dan ekonomis. Salah satu prasarana transportasi darat adalah Jalan raya yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu-lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan atau air, serta di atas permukaan air, kecuali kereta api, jalan lori, dan jalan kabel( Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2012 ).

9 2.2 Pengelompokan Jalan Menurut Undang-Undang Republik IndonesiaI Nomor 38 tentang Jalan (2004), jalan umum dikelompokkan ke dalam sistem jaringan jalan, fungsi jalan, status jalan dan kelas jalan. 2.2.1 Sistem jaringan jalan Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Definisi kedua sistem jaringan jalan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. 2. Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. 2.2.2 Fungsi jalan Jalan umum menurut fungsinya terbagi atas Jalan Arteri, Jalan Kolektor, Jalan Lokal dan Jalan Lingkungan sebagai berikut : 1. Jalan Arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan cirri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

10 2. Jalan Kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan ratarata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan Lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 4. Jalan Lingkungan adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. 2.2.3 Status jalan Jalan umum menurut statusnya terbagi atas jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa sebai berikut : 1. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. 2. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. 3. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer (diluar jalan nasional dan jalan provinsi), yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

11 4. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota. 5. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan. 2.2.4 Kelas jalan Pengelompokan menurut Kelas Jalan dimaksudkan untuk standardisasi penyediaan prasarana jalan. Pembagian kelas jalan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Pengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil. Pembagian kelas jalan menurut PP Nomor 22 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 19 (2009) adalah sebagai berikut : 1. Jalan Kelas I adalah jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton. 2. Jalan Kelas II adalah jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas

12 ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton. 3. Jalan Kelas III adalah jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton. 4. Jalan Kelas Khusus adalah jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton. Lebar lajur ideal yang dikelompokkan menurut kelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 2.1 Lebar Lajur Ideal Menurut Kelas Jalan Sumber:Departemen Pekerjaan Umum 1997

13 2.3 Kecelakaan Lalu Lintas Dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan no. 2 Tahun 2009 mendefinisikan kecelakan lalu lintas sebagai suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaran dengan atau tanpa penguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan kerugian harta benda. 2.3.1 Faktor faktor penyebab kecelakaan Menurut Wells (1993), kecelakaan di sebabkan oleh banyak factor, bukan hanya sekedar oleh pengemudi yang buruk, atau pejalan yang tidak berhati hati akan tetapi kecelakaan juga dapat terjadi karena kerusakan kendaraan, rancangan kendaraan, cacat pengemudi, keadaan permukaan jalan dan perancangan jalan. Ada juga pendapat menurut Oglesby dan Hicks (1993), ada beberapa factor yang menyebabkan kecelakaan lalu-lintas terjadi antara lain sebagai berikut: 1. Pengemudi ( manusia ) Pengemudi merupakan penyebab kecelakaan lalu lintas yang terbesar, dapat dilihat dari kelalaian pengemudi saat mengendarai kendaraan bermotor seperti tidak mengikuti peraturan dan rambu rambu lalu lintas atau mengendarai kendaraannya dengan kecepatan yang tidak dianjurkan saat melewati titik titik jalan tertentu, ada juga yang mengendarai kendaraan dengan keadaan mengantuk. 2. Kondisi fisik jalan Faktor permukaan jalan juga cukup besar pengaruhnya terhadap kecelakaan lalu lintas, dimana terdapat beberapa kondisi jalan yang kurang bagus dan

14 kurang rata, pengaruh geometrik jalan, tidak lengkapnya bagian jalan dan kelengkapan fasilitas pelengkap jalan. 3. Volume lalu lintas Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tertentu pada ruas jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jam atau satuan mobil penumpang (smp)/jam. Biasanya dengan kepadatan volume lalu lintas yang melampaui batas kapasitas yang ditentukan maka perjalanan yang dilakukan menjadi tidak nyaman. 4. Kendaraan Kekurangan dalam disain kendaraan dan ban, dimana pada saat melaju dengan kecepatan tinggi tiba tiba ban kendaraan sobek, rem kendaraan yang digunakan blong, atau kondisi ban yang sudah botak atau halus. 2.3.2 Klafisikasi kecelakaan lalu lintas Di dalam Undang undang no 22 tahun 2009, pasal 229 kecelakaan lalu lintas dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Kecelakaan lalu lintas ringan, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan atau barang. 2. Kecelakaan lalu lintas sedang, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan atau barang. 3. Kecelakaan lalu lintas berat, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban luka berat sampai meningal dunia. Ada beberapa jenis kecelakaan lalu lintas menurut Dephub RI (2006), dapat dilihat sebagai berikut:

15 1. Angle (Ra), tabrakan antara kendaraan yang bergerak pada arah yang berbeda, namun bukan dari arah berlawanan. 2. Rear-End (Re), kendaran menabrak dari belakang kendaraan lain yang bergerak searah. 3. Sideswape (Ss), kendaraan yang bergerak menabrak kendaraan lain dari samping ketika berjalan pada arah yang sama, atau pada arah yang berlawanan. 4. Head-On (Ho), tabrakan antara yang berjalanan pada arah yang berlawanan (tidak sideswape). 5. Backing, tabrakan secara mundur. 2.4 Karakteristik Pengemudi Menurut Oglesby dan Hicks (1993), tidak ada pengemudi yang sama maupun kendaraan yang sama. Seperti pengemudi dengan usia yang berbeda mempunyai kemampuan yang berbeda dalam hal penglihatan, proses pengelolaan informasi, pengambilan keputusan dan reaksi. Kemampuan ini dapat burubah kerena seseorang mengalami kelelahan, frustasi dan kebosanan. Dapat dilihat bahwa seseorang dengan usia lanjut akan bertindak lebih hati hati terutama pada keadaan arus lalu lintas sedang padat dan juga pada saat cuaca sedang buruk. Perilaku pengemudi juga berbeda menurut jenis kelaminnya, dimana para pria lebih mempunyai kemampuan berkendara yang baik. 2.5 Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas Menurut Wells (1993), kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan kesalahan pengemudi dapat dikurangi dengan beberapa cara sebagai berikut :

16 1. Pembatasan usia dalam pemberian SIM ( surat ijin mengemudi ) 2. Undang undang yang melindungi para pengemudi dengan menentukan jarak minimal satu kendaraan ke kendaraan yang lain, untuk mengurangu kecelakaan karena factor kelelahan. 3. Ujian pengemudi. 4. Peraturan pengamanan, seperti memakai sabuk pengaman pada saat berkendara dan melarang seseorang berkendara dalam keadaan dibawah pengaruh alcohol maupun obat obatan. 5. Publikasi atau propaganda, tentang pentingnya mematuhi rambu lalu lintas dan peraturan peraturan yang sudah di tetapkan. 2.6 Rambu dan Marka Jalan Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Tahun (2014), Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan. Menurut Keputusan Menteri Perhubungan tahun (2014), Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong, serta lambang yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas. 2.6.1. Tujuan pemasangan rambu dan marka jalan Ada beberapa tujuan pemasangan rambu dan marka jalan menurut Munawar (2004), diantaranya adalah sebagai alat atau fasilitas pelengkap jalan

17 raya yang berfungsi untuk mengendalikan arus lalu lintas, khususnya dalam hal meningkatkan kelancaran dan keamanan pengguna jalan raya dengan cara memberikan informasi seperti perintah, peringatan dan petunjuk. 2.6.2. Persyaratan rambu dan marka jalan Agar tujuan pemasangan rambu dan marka jalan dapat berfungsi secara maksimal dan efektif maka harus memenuhi persyaratan yang sudah di tetapkan. Menurut Munawar (2004), persyaratan yang harus di penuhi adalah sebagai berikut : 1. Memenuhi suatu kebutuhan tertentu. 2. Dapat terlihat dengan jelas oleh pengguna jalan yang melintas. 3. Memusatkan perhatian pengguna jalan. 4. Menyampaikan sebuah maksud yang jelas dan sederha, sehingga dapat dengan mudah dimengerti oleh para pengguna jalan yang melintintas. 5. Perintah yang di sampaikan dihormati dan dipatuhi secara penuh oleh para pemakai jalan. 6. Memberikan waktu yang cukup untuk menanggapinya.