KEWAJIBAN REHABILITASI MEDIS KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (STUDI PERATURAN BERSAMA NOMOR : PERBER/01/111/2014/BNN) ABSTRAK.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan Narkotika sebagai suatu tindak pidana telah memunculkan

I. PENDAHULUAN. cara untuk memenuhi kebutuhannya. Tentu tidak semua cara untuk memenuhi

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OLEH : Ni Ketut Arie Setiawati. A.A Gde Oka Parwata. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

SOSIALISASI INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL) OLEH : AKBP AGUS MULYANA

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akronim dari NARkotika, psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemidanaan terhadap Pecandu Narkotika merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia sekarang ini melaksanakan pembaharuan hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG

17. Keputusan Menteri...

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

JURNAL ILMIAH KOORDINASI ANTARA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (POLRI) DAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) DALAM MENCEGAH

JURNAL REHABILITASI SOSIAL TERHADAP PENYALAHGUNA NARKOTIKA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional dapat diwujudkan dengan upaya secara terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan pengobatan manusia, yaitu sebagai obat untuk mengobati suatu

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era

SKRIPSI. UPAYA REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA NARKOTIKA OLEH BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNNK/KOTA) PADANG (Studi Kasus di BNNK/Kota Padang)

BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PIDANA REHABILITASI SEBAGAI IMPLEMENTASI PEMBAHARUAN PIDANA BAGI PENGGUNA NARKOTIKA

BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN PIDANA PENJARA DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB IV PENUTUP. Dokterlah yang memutuskan apakah pecandu perlu diberikan obat tertentu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Internasional. Tidak mustahil peredaran narkotika yang sifatnya telah

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang kompleks dan memiliki

20. PelaksanaanUU No.35/2009 tentangnarkotika. Pelatihan Outreach Worker Program Harm Reduction

PIDANA DAN TINDAKAN TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika dan

KEBIJAKAN DEPENALISASI TENTANG PENANGANAN PECANDU DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH HAKIM MELALUI LEMBAGA REHABILITASI

BAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang

3 Badan Narkotika Provinsi Sulut, Op Cit, h.43 4 Pasal 1 angka 16 UU No 35 tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan semakin menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari

Reni Jayanti B ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Fenomena Narkoba di Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

PENERAPAN UPAYA DIVERSI TERHADAP ANAK PELAKU PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Surat Keputusan Diversi Nomor: 03/SKD/X/2014/Reskrim Polsek Kedaton)

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BNN DAN REHABILITASI DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan Bangsa Indonesia ditentukan oleh Bangsa

JURNAL TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMIDANAAN TERHADAP PECANDU NARKOTIKA

TESIS PUTUSAN REHABILITASI DALAM KONSEP PEMIDANAAN DI INDONESIA

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Transkripsi:

KEWAJIBAN REHABILITASI MEDIS KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (STUDI PERATURAN BERSAMA NOMOR : PERBER/01/111/2014/BNN) ABSTRAK Oleh Noni Ana D, Erna Dewi, Deni Achmad (Email: Nhonie06@gmail.com) Rehabilitasi Medis telah diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menjelaskan Pecandu Narkotika dan korban Penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis. Berdasarkan Undang-Undang tersebut dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika diikuti dengan Peraturan Bersama nomor: PERBER/01/111/2014/BNN tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah rehabilitasi medis terhadap korban penyalahgunaan narkotika berdasarkan Peraturan Bersama Nomor : PERBER/01/111/2014/BNN dan faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam melaksanakan kewajiban rehabilitasi medis terhadap korban penyalahgunaan narkotika. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan masalah melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan data primer dan data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan dan di lapangan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan: (1)Rehabilitasi Medis berupa screening dan intake,detoksifikasi,entry unit,primary program, re-entry, pasca rehabilitasi. (2).faktor penghambat Rehabilitasi Medis yaitu : faktor penegak hukum faktor sarana dan fasilitas,faktor masyarakat dan faktor kebudayaan. Kata Kunci: Rehabilitasi Medis, Korban, Penyalahgunaan Narkotika.

ABSTRACT MEDICAL REHABILITATION OBLIGATION DRUG ABUSESRS REGULATORY STUDIES WITH NUMBERS : PERBER/01/111/BNN/2014 by Noni Ana Dwianti, Erna Dewi, Deni Achmad (Email: Nhonie06@gmail.com) Rehabilitation is one of the government's efforts in overcome drug abuse. In this regard has been set forth in Article 54 of Law No. 35 Year 2009 on Narcotics, stipulates that addicts Narcotics and drug abuse victims are required to undergo medical rehabilitation. Under the Act, the Government issued Government Regulation No. 25 of 2011 on the implementation of compulsory reporting of drug addicts is followed by the Joint Rule number: joint regulation / 01/111/2014 / BNN on Narcotic Addict Treatment and Abuse of Narcotics Into The Rehabilitation Institute. Problems in this study were: (1) how the medical rehabilitation of the victims of drug abuse by the Joint Regulation No. joint regulation / 01/111/2014 / BNN. (2). What factors inhibiting the obligations of medical rehabilitation for victims of drug abuse research was conducted using the approach the problem through juridical normative and empirical primary data and secondary data in which each of the data obtained from the research literature and in the field. Data were analyzed by descriptive-qualitative. Based on the results of research and discussion, we conclude: (1) Medical Rehabilitation mechanisms such as screening and intake, detoxification, entry units, the primary program, re-entry, post-rehabilitation. (2). Medical Rehabilitation inhibiting factors, namely: the means and facilities factors, community factors and cultural factors. Keywords: Medical Rehabilitation, Victims, Abuse of Narcotics

1 I. PENDAHULUAN PenyalahgunaanNarkotika sebagaisuatu tindak pidanatelah memunculkan korban-korban penyalahgunaan narkotika dalam masyarakat. Korban penyalahgunaan narkotika dalam masyarakat sendiri tidak mengenal usia, jenis kelamin, suku, agama dan penggolonganpenggolongan lainnya. Korban penyalahgunaan narkotika sendiri berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dibagi menjadi dua, yaitu pecandu narkotikadan korban penyalahgunaan narkotika. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis 1, sedangkan Penyalahguna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum 2. Pasal 1 Angka 13 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan bahwa Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis. sehingga dari pengertian tersebut, maka dapat diklasifikasikan 2 (dua) tipe Pecandu Narkotika yaitu: 1. Orang yang menggunakan narkotika dalam keadaaan ketergantungan secara fisik maupun psikis; dan 2. Orang yang menyalahgunakan narkotika dalam keadaan 1 Pasal 1 butir 13 Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika 2 Pasal 1 butir 15 Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika ketergantungan secara fisik maupun psikis. Tipe yang pertama, maka dapat dikategorikan sebagai pecandu yang mempunyai legitimasi untuk mempergunakan narkotika demi kepentingan pelayanan kesehatan dirinya sendiri. Selanjutnya untuk Pecandu Narkotika tipe kedua, maka dapat dikategorikan sebagai pecandu yang tidak mempunyai legitimasi untuk mempergunakan narkotika demi kepentingan pelayanan kesehatannya. 3 Pengkategorian seperti itu didasarkan pada pengertian Penyalahguna yang dimaksud pada Pasal 1 angka 15 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dimana ada unsur esensial yang melekat yaitu unsur tanpa hak atau melawan hukum. Melanggar aturan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan/atau Pasal 8 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut, maka pelaku tersebut tidak mempunyai hak atau perbuatannya bersifat melawan hukum Upaya penanggulangan narkotika yang dilakukan untuk mengurangi jumlah penyalahguna narkotika tersebut tidaklah cukup dengan satu cara, melainkan harus dilaksanakan dengan rangkaian tindakan yang berkesinambungan dari berbagai macam unsur,baik dari lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Rangkaian tindakan tersebut mencakup usaha- usaha yang bersifat 3 http://hukum.kompasiana.com/2014/06/18/k ualifikasi-penyalahguna-pecandu-dankorban-penyalahgunaan-narkotika-dalamimplementasi-uu-no-35-tahun-2009-tentangnarkotika-659279.html Diakses pada tanggal 21 November 2014 Pukul 17.00 WIB.

2 preventif, represif dan akan rehabilitative. Rehabilitasi sendiri merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menaggulangi penyalahgunaan narkotika.upaya ini merupakan upaya atau tindakan alternatif, karena pelaku penyalahgunaan narkotika juga merupakan korban kecanduan narkotika yang memerlukan pengobatan atau perawatan.pengobatan atau perawatan ini dilakukan melalui fasilitas rehabilitasi. 4 Penetapan rehabilitasi bagi pecandu narkotika merupakan pidana alternative yang dijatuhkan oleh hakim dan diperhitungkans ebagaimana menjalani hukuman dan juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor35 Tahun 2009 tentang Narkotika.Ketentuan hokum yang mengatur mengenai rehabilitasi terhadap pecandu narkotika diatur dalam Pasal54, Pasal 56, Pasal 103 dan dikaitkan dengan Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.Hal yang menarik dalamundang-undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terdapat dalam Pasal 103 yaitu di dalam pasal tersebut memberikan kewenangan kepada hakim untuk menjatuhkan vonis/ sanksi bagi seseorang yang terbukti sebagai pecandu narkotika untuk menjalani rehabilitasi. kewenangan ini, mengakui bahwa korban peyalagunaan narkotika,selain sebagai pelaku tindak pidana juga sekaligus korban dari kejahatan itu sendiri yang dalam sudut viktimologi 4 Ibid. kerap disebut dengan self victimization atau victimless crime 5 Sehingga dengan memberikan sanksi pidana penjara bukanlah langkahyang tepat untuk dilakukan.berkenaan dengan hal tersebut maka Mahkamah Agung dengan tolak ukur ketentuan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penetapan Penyalahguna dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. Dimana SEMA Nomor 4 Tahun 2010 ini dapat dipergunakan sebagai dasar pertimbangan atau acuan hakim dalam menjatuhkan sanksi rehabilitasi. Selain itu berdasarkan Pasal 54 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, mengatur bahwa Pecandu Narkotika dan korban Penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis. Sehingga berdasarkan Pasal tersebut dikeluarkanlah Peraturan Bersamatentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi yang dikeluarkan oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. 5 Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, Jakarta-PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hlm.100

3 Peraturan Bersama tentangpenanganan Pecandu Narkotika dan Korban PenyalahgunaanNarkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi.yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Narkotika Nasional Republikyakni Peraturan Bersama Nomor: PERBER/01/III/2014/BNN 6 Peraturan Bersama tersebut merupakan peraturan yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 2014 sehingga merupakan peraturan bersama yang masih baru dikeluarkan yang isinya mengatur bahwa penyalahguna narkotika wajib menjalankan rehabilitasi medis. Dilakukannya kewajiban rehabilitasi medis ini juga berdasarkan pada Pasal 2 Huruf (b) bertujuan untuk menjadi pedoman teknis dalam penanganan Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika sebagai tersangka, terdakwa, atau narapidana untuk menjalani Rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial. Selain itu tujuannya diatur dalam Pasal 2 huruf (c) yaitu terlaksananya proses rehabilitasi sosial di tingkat penyidikan, penuntutan, persidangan dan pemidanaan secara sinergis dan terpadu. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul Kewajiban Rehabilitasi Medis Korban Penyalahgunaan Narkotika (Studi Peraturan Bersama Nomor : PERBER/01/111/2014/BNN). Adapun permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1) Bagaimanakah mekanisme Pelaksanaan rehabilitasi medis 6 M. Taufik Makarao, Tindak Pidana Narkotika, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003, hlm. 34 terhadap korban penyalahgunaan narkotika (Studi Peraturan Bersama Nomor : PERBER/01/111/2014/BNN)? 2) Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam melaksanakan kewajiban rehabilitasi medis terhadap korban penyalahgunaan narkotika (Studi Peraturan Bersama Nomor : PERBER/01/111/2014/BNN)? Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan penelitian kepustakaan yang memperoleh data sekunder yang meliputi buku-buku literatur, peraturan perundangundangan, dokumen-dokumen resmi dan lain-lain.pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang digunakan untuk memperoleh data primer yang meliputi hasil penelitian di lapangan dengan melakukan wawancara kepada para narasumber yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. II. PEMBAHASAN A. Mekanisme Pelaksanaan Rehabilitasi Medis Korban Penyalahgunaan Narkotika (Studi Peraturan BersamaNomor:PERBER/01/11 1/2014/BNN) Korban penyalahgunaan narkotika adalah Seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya,ditipu,dipaksa dan/atau diancam untuk menggunakan Narkotika. Dimana Merupakan kebijakan hukum pidana

4 dalam formulasi ketentuan ketentuan yang mengatur mengenai sanksi yang diberikan kepada pelaku penyalahgunaan narkotika, yaitu berupa sanksi pidana dan sanksi tindakan, mengingat pelaku penyalahgunaan narkotika memiliki posisi yang sedikit berbeda dengan pelaku tindak pidana lainnya. Di satu sisi ia merupakan pelaku tindak pidana yang harus dihukum,namun di sisi lain merupakan korban dari tindak pidana yang dilakukannya itu sendiri, sehingga perlu dilakukan suatu tindakan berupa rehabilitasi. Menurut Azhari 7 penyalahgunaan narkotika tepat untuk dikatakan sebagai pecandu yang harus direhabilitasi atau lebih tepat dikatakan sebagai pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang harus dipidana penjara adalah dengan berdasarkan hasil keterangan laboraturium. Menurut Nikmah Rosidah. 8 Peraturan Bersama Nomor:PERBER/01/III/2014/BNNme mberikan peluang yang lebih besar bagi korban penyalahgunaan narkotika untuk divonis menjalani rehabilitasi yang diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman. Pecandu narkotika menurut Peraturan Bersama Nomor: PERBER/01/III/2014/BNN merupakan pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika adalah dengan adanya ketentuan Pasal 2 huruf (a) yaitu mewujudkan koordinasi dan kerjasama secara optimal penyelesaian permasalahan narkotika dalam rangka menurunkan 7 Wawancara Dilakukan Pada Tanggal 10 Desember 2014 Pukul 14.31 WIB 8 Wawancara Dilakukan Pada Tanggal 23 Desember 2014 Pukul 11.15 WIB jumlah Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan. Dilakukannya kewajiban rehabilitasi medis ini juga berdasarkan pada Pasal 2 Huruf (b) bertujuan untuk menjadi pedoman teknis dalam penanganan Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika sebagai tersangka, terdakwa, atau narapidana untuk menjalani Rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial. Selain itu tujuannya diatur dalam Pasal 2 huruf (c) yaitu terlaksananya proses rehabilitasi sosial di tingkat penyidikan, penuntutan, persidangan dan pemidanaan secara sinergis dan terpadu. Menurut Nikmah Rosidah 9 berdasarkan Bersama Nomor: PERBER/01/III/2014/BNN Pasal 8 ayat (1).Dalam melakukan asesmen terhadap Pecandu Narkotika dan Korban PenyalahgunaanNarkotika sebagai tersangka dan/atau narapidana sebagai Penyalahgunaan Narkotika dibentuk Tim Asesmen Terpadu. Tim Asesmen Terpadu yang dimaksud dalam ayat (1) diusulkan oleh masing-masing pimpinan instansi terkait di tingkat Nasional, Propinsi dan Kab/Kota dan ditetapkanoleh Kepala Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Nasional Propinsi, Badan Narkotika Nasional Kab./Kota. 1. Tim Asesmen terpadu terdiri dari : a. Tim Dokter yang meliputi dokter dan Psikolog, b. Tim Hukum terdiri dari unsur Polri,BNN,Kejaksaaan dan Kemnkumham. 9 Wawancara Dilakukan Pada Tanggal 23 Desember 2014 Pukul 11.15 WIB

5 c. Tim Hukum sebagaimana Pasal (3) huruf b khusus untuk penanganan tersangka anak melibatkan Balai Pemasyarakatan. 2. Asesmen meliputi: a. Wawancara ( riwayat kesehatan, latar belakang mengenal dan menggunakan narkotika, riwayat pengobatan dan perawatan, riwayat psikiatris,riwayat keluarga dan sosial klien. b. Observasi meliputi observasi atas prilaku klien. c. Pemeriksaan fifik dan psikis klien. d. Pemeriksaan penunjang lain darah, ronsen, USG (bila perlu). e. Pemeriksaan dokumen ( administrasi) yang meyangkut identitas klien. f. Rencana terapi meliputi rencana rehabilitasi medis dan atau rehabilitasi sosial. Rencana rehabilitasi harus disepakati oleh korban peyalahgunaan narkotika, orang tua, wali atau keluarga dan pimpinan IPWL. Menurut Jhon Robert Edwansyah 10 Syarat dan ketentuan yang berlaku mengenai rehabilitasi korban atau pelaku penyalahgunaan narkotika di pusat rehabilitasi narkotika BNNP di Lampung telah disusun sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Dan telah mengacu terhadap peraturan bersama nomor : PERBER/01/111/2014/BNN dimana pelayana rehabilitasi medis korban penyalahgunaan narkotika yang di atur dalam peraturan bersama nomor : PERBER/01/111/2014/BNN tetap meyesuaikan peraturan yang sebelumnya yang dijelaskan juga dalam peraturan bersama yaitu ; Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, Peraturan Menteri Sosial Nomor 26 Tahun 2012 tentang Standar Rehabilitas Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainya. Berikut dijelaskan melalui alur rehabilitasi medis korban penyalahguaan narkotika berdasarkan buku Standar Nasional Pelayanan Ketergantungan Narkoba Bagi Unit Atau Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah Deputi Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Tahun 2012 yang sekarang tetap digunakan berdasarkan peraturan bersama nomor : PERBER/01/111/2014/BNN 1. Screening dan Intake Proses ini adalah proses awal yang harus ditempuh setiap calon residen sebelum memulai tahap rehabilitasi. a. Urine test : test yang dilakukan pertama kali pada saat penerimaan calon residen. b. Assesment : anamnesis ditambah pemeriksaan fisik c. Informed consent oleh keluarga dan residen (pengisian berkasberkas administrasi) 2. Detoksifikasi Detoksifikasimerupakan suatu proses pelayanan perawatan residen penyalahgunaan narkoba yang mengalami gejalan putus zat. 3. Entry Unit 10 Wawancara Dilakukan Pada Tanggal 23 Desember 2014 Pukul 11.15 WIB

6 Entry Unit merupakan suatu proses penatalaksanaan dan evaluasi klien setelah detoksifikasi. Selain itu juga merupakan tahapan orientasi program bagi klien / residen dalam menjalani tahap berikutnya 4. Primary Program Primary Program Program utama adalah tahap dimana pasien rehabilitasi Therapeuticsendiri dapat diartikan sebagai sebuah metode yang sifatnya mengembalikan keseimbangan dan fungsi dari seseorang yang telah mengalami disfungsionalatau kerusakan secara fisik, mental, emosional, dan spiritual. Sedangkan komunitas sendiri dapat kita artikan sebagai sebuah unit lingkungan yang dapat mendukung kembalinya keseimbangan dan fungsi secara fisik, mental, emosional, dan spiritual, diri seseorang.lingkungan yang dapat memberikan perhatian dan rasa cinta kasih terhadap si individu dan terhadap setiap orang yang berada di dalam lingkungan tersebut. 5. Re-entry Tahap ini berisi tentang Therapeutic Community lanjutan, proses adaptasi dan persiapan kembali berumah sakitosialisasi dengan masyarakat luar komunitas dengan melakukan separasi, asimililasi dan mendapat informasi untuk membuat pencegahan kekambuhan (relapase)waktu yang dibutuhkan 4 minggu dengan tahapan program ini adalah 4 minggu. 6. Pasca Rehabilitasi Tahapan bina lanjutan aftercareyang merupakan serangkaian kegiatan positif dan produktif bagi korban penyalahgunaan narkoba dan/atau pecandu narkoba pasca menjalani tahap pemulihan rehabilitasi medis dan social Setelah Penulis melakukan penelitian kepada Ditreserse Narkoba Polda Lampung, Badan Narkotika Provinsi, dan Kalangan Akedmisi Jurusan Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung, dapat dianalisis bahwa mekanisme rehabilitasi medis berupa screening dan Intake, detoksifikasi,entry unit,primary program, re-entry dan pasca rehabilitasi. B. Faktor-Faktor yangmenjadipenghambatdalam MelaksanakanKewajibanRehabi litasimedisterhadapkorbanpeny alahgunaannarkotika(studi PeraturanBersamaNomor:PER BER/01/111/2014/BNN ) Masalah penegakan hukum merupakan masalah yang tidak pernah henti-hentinya dibicarakan.perkataan penegakan hukum mempunyai konotasi yang artinya menegakan, melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di dalam masyarakat. Faktor- faktor penghambat upaya penanggulangan kejahatan menurut Soerjono Soekanto. 11 1. Faktor hukum. 2. Faktor penegak hukum. 3. Faktor sarana dan fasilitas. 4. Faktor masyarakat. 5. Faktor kebudayaan. Berdasarkan penelitian di lapangan yang telah dilakukan, secara garis besar faktor-faktor yang menghambat 11 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempegaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,2011,hal 8.

7 yang dikemukan oleh Azhari 12, yang menjadi penghambat dalam melakukan rehabilitasi medis terhadap korban penyalahgunaan narkotika yaitu : 1. Faktor hukum. Penyalahgunaan narkotika diatur dalamundang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. DalamUndang-Undang Narkotika terdapat pasal yang mengatur tentang rehabilitasi medis atau kewajiban rehabilitasi medis yaitu, Pasal 54Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Tetapi harus tetap mengacu terhadap Pasal 103. Menurut John Robert Edwarsyah 13, Undang-Undang maupun peraturan yang dibuat di Indonesia sudah sangat sesuai dengan hukum positif yang berlaku,untuk dapat menerapkan rehabilitasi medis,maka apabila terdapat kasus penyalahgunaan narkotika sudah di jelaskan bahwa korban tersebut harus atau wajib menjalani rehabilitasi medis dan mengajajukan tuntutan untuk dilakukannya rehabilitasi medis 2. Faktor penegak hukum. Kuantitas dari penegak hukum yang menjadi bagian terdepan dari penegakan hukum sangat menentukan hasil dari proses penegakan hukum itu sendiri. Hukum hanya merupakan sebuah teks mati jika tidak ada lembaga yang menegakannya. Oleh sebab itu, dibentuklah penegak hukum yang bertugas untuk menerapkan hukum. Menurut Azhari 14, tidak semua aparat penegak hukum memiliki pengetahuan yang baik dibidang rehabilitasi medis terhadap korban penyalahgunaan narkotika. bahkan ada yang sama sekali tidak mengetahui bentuk-bentuk peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah dalam menangangani korban penyalahgunaan narkotika. 3. Faktor sarana dan fasilitas. Keterbatasan sarana dan fasilitas merupakan faktor penghambat, seperti keterbatasan dana (budget) operasional dalam melaksanakan rehabilitasi medis, jumlah rumah sakit penanganan rehabilitasi medis yang masih kurang,obat-obatan yang kurang, serta tempat untuk penanganan korban penyalahgunaan narkotika yang ternyata sampai saat ini masih belum tersedia secara baik. Menurut John Robert Edwarsyah 15, peralatan yang dimiliki untuk penanganan korban penyalahgunaan narkotika belumlah memadai atau belum lengkap. Padahal korban penyalahgunaan narkotika selalu bertambah dan memerlukan pengawasan yang ketat serta membutuhkan alat-alatsebagai teknologi dalam melakukan penyidikan. 12 Wawancara Dilakukan Pada Pada Tanggal 17 Desember 2014 Pukul 14.40 WIB 13 Wawancara dilakukan pada tanggal 18 Desember pukul 13:15 WIB 14 Wawancara Dilakuka Pada Tanggal 10 Desember 2014 Pukul 14.31 WIB 15 Wawancara dilakukan pada tanggal 18 Desember 2014 Pukul 13.15 WIB.

8 4. Faktor masyarakat. Keengganan masyarakat untuk memberi informasi kepada penegak hukum tindak pidana narkotika seperti kepolisian atau badan narkotika nasional adalah salah satu hal yang besar perannya, sehingga keengganan masyarakat tersebut menjadi faktor penghambat dalam penegakan hukum dimana masyarakat terkesan tidak peduli. Menurut Nikmah Rosidah 16, rendahnya kepedulian masyarakat terhadappersoalan yang terjadi di sekitarnyajuga menjadi faktor yang menyebabkan banyaknya korban penyalahgunaan narkotika tidak dapat menjalani rehabilitasi medis. Sebab, apabila seseorang menjadi korban penyalahgunaan narkotika dan melaporkan sendiri dirinya kepada kepolisian sebelum penegak hukum itu sendiri yang menangkap, maka dapat dilakukan rehabilitasi medis. Dijelaskan oleh Nikmah Rosidah 17, kurangnya kesadaran keluarga dalam melaporkan anggota keluarganya yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika kepada kepolisian atau pihak yang terkait menyebabkan tidak dapat dilakukannya rehabilitasi medis. Menurut John Robert Edwarsyah 18,masyarakat perlu mengetahui bahwa rehabilitasi medis bagi korban penyalahgunaannarkotika merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengobati korban narkotika. Masyarakat juga harus mengetahui bahwa rehabilitasi medis diberikan secara gratis bagi korban penyalahgunaan narkotika karena dibiayai oleh negara. 5. Faktor kebudayaan Faktor kebudayaan juga turut mempengaruhi tindakan dan perilaku seorang masyarakat dan aparat penegak hukum dalam menerapkan rehabilitasi medis. Budaya hukum yang masih kurang terhadap situasisituasi yang ada pada masyarakat, tidak terbentuknya sadar hukum terhadap masyarakat karena pendidikan dan pola pikir yang rendah.pendidikan dan pola pikir yang rendah. Menurut Nikmah Rosidah 19 budaya hukum yang sangat kurang di Indonesia harus diperbaiki.perbaikan budaya ini harus di mulai dari penegak hukum untuk membiasakan mensosialisasikan tentang rehabilitasi medis kepada para korban penyalahgunaan dan memberitahukan aturan terhadap rehabilitasi medis. Menurut penulis dari semua Faktor penghambat yang paling dominan adalah faktor penegak hukum, dimana penegak hukum lebih memberikan upaya kepada korban penyalahgunaan narkotika agar dapat dilakukan rehabilitasi medis, dimana penegak hukum harus meningkatkan sumber daya manusia yang lebih baik dan menjalankan tugasnya dengan baik. 16 Wawancara Dilakukan Pada Tanggal 23 Desember 2014 Pukul 11.15 WIB 17 Wawancara Dilakukan Pada Tanggal 23 Desember 2014 Pukul 11.15 WIB 18 Wawancara Dilakukan Pada Tanggal 18 Desember 2014 Pukul 13.15 WIB 19 Wawancara Dilakukan Pada Tanggal 23 Desember 2014 pukul 11.45 WIB

9 III. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis dapat ditarik simpulan bahwa: 1) Mekanisme pelaksanaan rehabilitasi medis korban penyalahgunaan narkotika berdasarkan Peraturan Bersama Nomor PERBER/01/III/2014/BNN. Rehabilitasi Medis Berdasarkan Buku Standar Nasional Pelayanan Ketergantungan Narkoba Bagi Unit dan atau Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah yaitu rehabilitasi medisberupa: screening dan intake,detoksifikasi,entry unit,primary program, re-entry, dan pasca rehabilitasi. 2) Faktor-faktor penghambat rehabilitasi medis korban penyalahgunaan narkotika berdasarkan Peraturan Bersama Nomor: PERBER/01/III/2014/BNN, yaitu: Faktor penegak hukum yaitu kurangnya kualitas dan kuantitas aparat hukum dalam peraturan bersama Nomor: PERBER/01/III/2014/BNN, Faktor sarana dan fasilitas yang dimiliki masih kurang memadai seperti tidak adanya tempat rehabilitasi rawat inap untuk korban penyalahgunaan narkotika, Faktor masyarakat yaitu kurangnya perhatian masyarakat terhadap hal-hal yang terjadi di lingkungan sosial, Faktor kebudayaan yaitu budaya hukum yang masih kurang.upaya penanggulangan DAFTAR PUSTAKA A. Literatur Mansur, Dikdik M. Arief dan Elisatris Gultom. 2007.Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Makarao, Taufik M. et.al.2003.tindak Pidana Narkotika, Jakarta :Ghalia Indonesia. Soekanto, Soerjono 1983. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Penegak Hukum. Jakarta: Bumi Aksara. B. Perundang-Undangan Dan Sumber Lainya. Tim Redaksi. 2010. Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana(KUHAP). Jakarta: Sinar Grafika Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Peraturan BersamaKepala Badan Narkotika Nasional RepublikNomor : Per- 005/A/Ja/03/2014TentangPenan ganan Pecandu Narkotika Dan Korban PenyalahgunaanNarkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi.